Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH
PSIKOLOGI PEMBELAJARAN ANAK USIA SD

DOSEN PENGAMPU: Dr. RIRIANTI RACHMAYANIE, S.Psi, M.Pd

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
KELAS 1B

AULA RAHMA PUTRI (1810125220039)


DYAH DWI CANTIKA (1810125220007)
MUHAMMAD IQBAL (1810125210011)
RIZKI AMALIA (1810125220006)
SANDIRA HERMILLENIA (1810125120020)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIIKAN TINGGI

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU PRA-SEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR

BANJARMASIN

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT dan junjungan besar
Nabi Muhammad SAW yang senantiasa memberikan kami curahan nikmat dan
kemudahan yang tiada hentinya dalam menyusun sebuah makalah ini. Judul
makalah ini ialah “ Teori Belajar Behavioristik”, di dalam makalah ini kami akan
menjelaskan apa itu teori belajar behavioristik dari berbagai sudut pandang
pengertian. Secara garis besarnya teori belajar behavioristik ialah Teori belajar
behavioristik adalah sebuah teori yang mempelajari tingkah laku manusia. Teori
belajar behavioristik merupakan teori belajar memahami tingkah laku manusia yang
menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik,sehingga
perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya
pengkondisian. Selain itu makalah ini akan menjabarkan ciri-ciri dan contoh
penerapannya dalam proses pembelajaran.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada dosen pengampu yaitu ibu
Dr. Ririanti Rachmayanie, S.Psi, M.Pd yang telah membimbing kami sehingga
dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Mungkin dalam pembuatan makalah
ini terdapat kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh kami, sekiranya kami
mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, harapan kami agar makalah ini
bermanfaat bagi orang yang mau memanfaatkannya dan dapat menambah wawasan
pengetahuan bagi pembaca. Sekian dari kami, terimakasih.

Banjarmasin, 20 September 2018

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan penulisan .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3

1. Pengertian teori belajar behavioristik................................................... 3-4


2. Tokoh-tokoh teori belajar behavioristik ............................................... 4-7
3. Ciri-ciri teori belajar behavioristik ....................................................... 7
4. Belajar menurut pandangan teori belajar behavioristik ....................... 8
5. Jenis-jenis teori belajar menurut teori belajar behavioristik ................ 8-21
6. Penerapan teori belajar behavioristik ................................................... 21-22
7. Kelebihan dan kekurangan teori belajar behavioristik ........................ 22-24

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 25


A. Kesimpulan........................................................................................... 25
B. Saran ..................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori belajar merupakan gabungan prinsip yang saling berhubungan dan
penjelasan atas sejumlah faktaserta penemuan yang berkaitan dengan peristiwa
belajar. Penggunaan teori belajar dengan langkah-langkah pengembangan yang
benar dan pilihan materi pelajaran serta penggunaan unsur desain pesan yang baik
dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam memahami sesuatu yang
dipelajari. Selain itu, suasana belajar akan terasa lebih santai dan menyenangkan.
Proses belajar pada hakikatnya adalah kegiatan mental yang tidak tampak. Artinya,
proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar tidak dapat
disaksikan dengan jelas, tetapi dapat dilihat dari gejala-gejala perubahan
perilaku.Teori belajar yang menekankan terhadap perubahan perilaku siswa adalah
teori belajar behavioristik. Di lihat dari pengertiannya teori belajar behavioristik
merupakan suatu teori psikologi yang berfokus pada prilaku nyata dan tidak terkait
dengan hubungan kesadaran atau konstruksi mental. Ciri utama teori belajar
behavioristik adalah guru bersikap otoriter dan sebagai agen induktrinas idan
propaganda dan sebagai pengendali masukan prilaku. Hal ini karena teoribelajar
behavioristik menganggap manusia itubersifat pasif dan segalasesuatunya
tergantung pada stimulus yang didapatkan. Sasaran yang dituju dari pembelajaran
ini adalah agar terjadi perubahan perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Selain
dalam pemberian point terhadap pelanggaran aturan sekolah, teori belajar
behavioristik juga diterapkan dalam pembelajaran. Teori belajar behavioristik
melihat belajar merupakan perubahan tingkah laku. Seseorang telah dianggap
belajar apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan
behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus, dan
keluaran atau outputyang berupa respons. Teori belajar behavioristik menekankan
kajiannya pada pembentukan tingkah laku yang berdasarkan hubungan antara
stimulus dengan respon yang biasa diamati dan tidak menghubungkan dengan
kesadaran maupun konstruksimental. Teori belajar behavioristik berlawanan

1
dengan teori kognitif yang mengemukakan bahwa proses belajar merupakan proses
mental yang tidak diamati secara kasat mata.
Teori belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar, yaitu
adanya perubahan perilaku yangdapat diamati, diukur dan dinilaisecara
konkret.Hasil belajar diperoleh dariproses penguatan atas respons yang muncul
terhadap lingkungan belajar, baikyang internal maupun eksternal. Belajarberarti
penguatan ikatan, asosiasi, sifat,dan kecenderungan untuk merubah perilaku. Teori
belajar behavioristik dalam pembelajaran merupakan upaya membentuk tingkah
laku yang diinginkan. Pembelajaran behavioristik sering disebut juga dengan
pembelajaran stimulus respons. Tingkah laku siswa merupakan reaksi-reaksi
terhadap lingkungan dan segenap tingkah laku merupakan hasil belajar.
Pembelajaran behavioristik meningkatkan mutu pembelajaran jika dikenalkan
kembali penerapannya dalam pembelajaran. Berdasarkan komponennya, teori ini
relevan digunakan dalam pembelajaran sekarang ini. Penerapan teori belajar
behavioristik mudah sekali ditemukan di sekolah. Hal ini dikarenakan mudahnya
penerapan teori ini untuk meningkatkan kualitas peserta didik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teori belajar behavioristik ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori belajar behavioristik ?
3. Apa sajakah ciri-ciri teori belajar behavioristik ?
4. Bagaimana belajar menurut pandangan teori belajar behavioristik ?
5. Apa saja jenis teori belajar menurut teori belajar behavioristik ?
6. Bagaimana penerapan teori belajar behavioristik ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas pisikologi yang
diberikan dosen pengampu dan juga sebagai materi pembelajaran yang pastinya
akan dipelajari, dipahami serta dimplikasikan dengan baik.

2
BAB III

PEMBAHASAN

1. Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yangssss menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan
hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Sedangkan belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau
potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori belajar yang mempelajari


tingkah laku manusia. Menurut Desmita (2009:44) teori belajar behavioristik
merupakan teori belajar memahami tingkah laku manusia yang menggunakan
pendekatan objektif, mekanistik, dan matrealistik, sehingga perubahan tingkah laku
pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengkondisian. Dengan kata
lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharuanya dilakukan melalui pengujian
dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan mengamati kegiatan
bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan penguatan, sebab pengamatan
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah
laku tersebut.

Teori behavioristik menekankan pada kajian ilmiah mengenai berbagai


respon perilaku yang dapat diamati dan penentu lingkungannya. Dengan kata lain,
perilaku memusatkan pada interaksi dengan lingkungannya yang dapat dilihat dan
diukur. Prinsip-prinsip perilaku diterapkan secara luas untuk membantu orang-
orang mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik (King, 2010:15). Teori belajar
behaviotistik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia
sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori belajar bahavoristik
berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal dengan aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

3
Teori Behaviorisme didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan
salah satu jenis perilaku (behavior) individu atau peserta didik yang dilakukan
secara sadar. Individu berperilaku secara sadar dan apabila ada rangsangan
(stimulasi), sehingga dapat dikatakan siswa dapat menerima rangsangan
pembelajaran dari guru. Semakin tepat dan intensif rangsangan dari guru maka
semakin intensif juga kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa . dalam belajar
tersebut kondisi lingkungan berperan sebagai perangsang (stimulator) yang harus
direspon oleh individu dengan sejumlah konsekuensi tertentu. Konsekuensi
tersebut ada yang bersifat positif dan juga negatif, yang bersifat positif berupa
(perasaan puas, gembira, pujian, dan lain-lain) yang negatif berupa (perasaan gagal,
teguran, sedih, dan lain-lain). Konsekuensi tersebut berfungsi sebagai penguat
(reinforce) dalam kegiatan pembelajaran.

2. Tokoh-tokoh teori belajar behavioristik

a. John B.Watson
Menurut Watson dan para ahli lainnya meyakini bahwa tingkah laku
manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau
situasional. Tingkah laku dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak
rasional. Hal ini didasari dari hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan
memanipulasi tingkah laku. Manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah
lakunya dikontrol oleh faktor-faktor berasal dari luar.Salah satu faktor tersebut
yairu faktor lingkungan yang menjadi penentu dari tingkah laku manusia.
Berdasarkan pemahaman ini, kepribadian individu dapatdikembalikan kepada
hubungan antara Individu dan lingkungannya.Hal-hal yangmempengaruhi
perkembangan kepribadian individu semata-mata bergantung pada lingkungan.
Menurut teori ini, orang terlibat di dalam tingkah laku karena telah
mempelajarinya melalui pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan
tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Orang menghentikan tingkah
laku,karena belum diberi hadiah atau telah mendapatkan hukuman.Semua tingkah
laku,baik bermanfaat atau merusak merupakan tingkah laku yang dipelajari oleh
manusia.Menurut Watson (dalamPutrayasa, 2013:46), belajar sebagai proses
interaksi antara stimulus dan respons, stimulus dan respons yang dimaksud harus

4
dapat diamati dan dapat diukur. Oleh sebab itu seseorang mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri selama proses belajar. Seseorang
menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena
tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang
belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi fisika atau biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan
diukur. Watson berasumsi bahwa hanya dengan cara demikianlah akan dapat
diramalkan perubahan-perubahan yang terjadi setelah seseorang melakukan tindak
belajar.
Pandangan Utama Watson
1) Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology)
2) Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku
3) Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja
4) Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, makapsikologi harus
menggunakan metode empiris
5) Secara bertahap Watson menolak konsep instin
6) Konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson,
7) Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan
William Jam
8) Proses thinking and speech terkait erat.
9) Perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya.
b. Ivan P.Pavlov
Paradigma kondisioning klasik merupakan karya besar Ivan P.Pavlov (1849-
1936), ilmuan Rusia yang mengembangkan teori perilaku melalui percobaan
tentang anjing dan air liurnya. Melalui paradigma kondisioning klasiknya, Pavlov
memperlihatkan anjing dapat dilatih mengeluarkan air liur bukan terhadap rangsang
semula(makanan), melainkan terhadap rangsang bunyi. Teori belajar
pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan karena satu
stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam
mengembangkan suatu respon. Prosedur ini disebut klasik karena prioritas
historisnya seperti dikembangkan Pavlov. Kata clasical yang mengawali nama teori
ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yangdianggap paling

5
dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk membedakannya
dari teori conditioning lainnya. Perasaan orang belajar bersifat pasif karenauntuk
mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu, sedangkanmengenai
penguat menurut pavlov bahwastimulus yang tidak terkontrol (unconditioned
stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu
yangmenyebabkan adanya pengulangan tingkah lakudan berfungsi sebagai
penguat(Zulhammi, 2015).

c. B.F.Skinner

Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, sadar atau tidak sadar, tidak


diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan. Menurut Skinner,
perkembangan adalah perilaku. Oleh karena itu para behavioris yakin bahwa
perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai dengan pengalaman-
penglaman lingkungan. Untuk mendemontrasikan pengkondisian operan di
laboratorium, Skinner meletakkan seekor tikus yang lapar dalam sebuah
kotak,yang disebut kotak Skinner. Di dalam kotak tersebut, tikus dibiarkan
melakukan aktivitas, berjalan dan menjelajahi keadaan sekitar. Dalam aktivitas
itu, tikus tanpa sengaja menyentuh suatu tuas dan menyebabkan keluarnya
makanan.Tikus akan melakukan lagi aktivitas yang sama untuk memperoleh
makanan, yakni dengan menekan tuas. Semakin lama semakin sedikit aktivitas
yang dilakukan untuk menyentuh tuas dan memperoleh makanan. Disini tikus
mempelajari hubungan antara tuas dan makanan. Hubungan ini akan terbentuk
apabila makanan tetap merupakan hadiah bagi kegiatan yang dilakukan tikus
(Desmita.2005:57). Kondisioning operan juga melibatkan proses-proses belajar
dengan menggunakan otot-otot secara sadar yang memunculkan respons yang
diikuti oleh pengulangan untuk penguatan. Tetapi hal ini masih dipengaruhi
oleh rangsang-rangsang yang ada dalam lingkungan,yakni kondisi dan kualitas
serta penguatan terhadap rangsangnya mempengaruhi jawaban-jawaban yang akan
diperlihatkan. Oleh sebab itu, penguatanpengulangan rangsang-rangsang
diperlihatkan sesuatu jawaban tingkah laku yang diharapkan merupakan hal
penting pada kondisioning operan.Agar suatu jawaban atautingkah laku yang
baru dapat terus diperlihatkan,diperlukan penguatan rangsangan sekunder atau

6
melalui penguatan rangsangan yang terencana (Desmita,2005:58).Konsep-konsep
dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Skinner menjelaskan konsep belajar secara sederhana,tetapi lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respons yang
terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya,kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku yang tidak sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-
tokoh sebelumnya. Menurutnya respons yang diterima seseorang tidak
sesederhana demikian, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulusersebut yang mempengaruhi respons
yang dihasilkan. Respons yang diberikan ini memiliki konsekuensi-
konsekuensi.Konsekuensi-konsekuensi tersebut nantinya mempengaruhi
munculnya perilaku (Slavin, 2000).Skinner juga mengemukakan dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat menjelaskan tingkah laku
yang hanya menambah rumitnya masalah, sebab setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan (Putrayasa,2013:48).

3. Ciri- ciri Teori Belajar Behavioristik

Dalam psikologi teori belajar behavioristik disebut juga dengan teori


pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang didasari pada
pengkondisian lingkungan. Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan
lingkungan. Hal ini dilihat secara sistematis dapat diamati dengan tidak
mempertimbangkan keseluruhan keadaan mental. Menurut Ahmadi (2003:46),
teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu:

1. Mementingkan factor lingkungan.


2. Mementingkan bagian-bagian (elemen).
3. Mengutamakan mekanisme peranan reaksi.
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar.
5. Mementingkan sebab-sebab di waktu yang lalu.
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan.

7
4.Belajar menurut pandangan teori belajar behavioristik

Teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh


terhadap arah perkembangan dan praktik pendidikan serta pembelajaran yang
dikenal dengan aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responsnya mendudukkan siswa yang belajar sebagai individu
yang pasif . Respons atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman (Rusli dan Kholik, 2013).

Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Behaviorisme


dapat menjelaskan kelakuan manusia secara seksama dan dan menyediakan
program pendidikan yang efektif (Hamalik, 2008:43).Teori belajar bahavioristik
adalah sebuah aliran dalam teori belajar yang sangat menekankan pada perlunya
tingkah laku (behavior) yang dapat diamati. Fokus utama dalam konsep
behaviorisme adalah perilaku yang terlihat dan penyebab luar menstimulasinya.

Menurut teori behavioristik tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran


atau penguatan dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat aliran yang erat antara reaksi-reaksi behavioristik dengan stimulusnya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respons. Proses terjadi antara stimulus dan respons tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Hal
ini menurut Sujanto (2009:118) teori behaviorisme objek jiwa harus terlihat, dapat
di indera, dan dapat di observasi. Metode yang dipakai yaitu mengamati serta
menyimpulkan.

5. Jenis-jenis teori belajar menurut teori belajar behavioristik

Ada tiga jenis teori belajar menurut teori behaviorisme yang perlu dipelajari, yaitu:

8
1) Teori Belajar Respondent Conditioning (pengkondisian respon)
Teori belajar respondent Conditioning(pengkondisian respon)
diperkenalkanoleh Pavlov, yang didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku atau
tingkah laku merupakan respon yang dapat diamati dan diramalkan. Guy R.
Lefrancois (1985) menjelaskan bahwa kondisi tertentu (yang disebut stimuli atau
rangsangan) dapat mempengaruhi individu dan membawanya ke arah perilaku
(respon) yang diharapkan. Keterpakuannya pada perilaku yang aktual dan yang
dapat diamati atau terukur itu yang menyebabkan teori ini digolongkan ke dalam
teori behaviorisme.
Implikasi kependidikan dari teori belajar respondent conditioningini
dibuktikanlewat penelitian C. Joan Early (1968) berikut.

Peserta didik kelas 4 SD disurvei dengan menggunakan sosiometri. Survei


ini bermaksud mengidentifikasi peserta didik yang terasing dalam pergaulannya
di kelas. Berdasarkan sosiogram, peserta didik yang terisolirdiperlakukan
sebagai kelompok eksperimen, sedangkan peserta didik yangtidak terisolir
diperlakukan sebagai kelompok kontrol. Kedua kelompok peserta didik diberi
tugas mempelajari sejumlah kalimat yang bernada positif dan kalimat yang
bernada netral. Selanjutnya masing-masing kelompok diminta bermain secara
bebas dengan tugas memasangkan nama dirinya dengan kalimat tertentu.
Kelompok eksperimen (peserta didik yang terisolir)diminta memasangkan nama
dirinya dengan kalimat bernada positif seperti “teman yang sangat
menyenangkan” atau “teman yang periang”. Sedangkan kelompok kontrol
(peserta didik yang tidak terisolir) diminta memasangkan nama dirinya dengan
kalimat bernada netral seperti “teman yang biasa saja” atau “teman yang tidak
istimewa”.

Selama permainan guru melakukan pengamatan perilaku peserta didik pada


situasi bermain bebas tersebut. Hasil analisis data pengamatan menunjukkan ada
kecenderungan peserta didik lebih mendekati peserta didik terisolir di kelompok
eksperimental dibandingkan dengan kelompok kontrol. Setelah permainan

9
selesai dilakukan lagi pengukuran sosiometri, dan sosiogramnya menunjukkan
bahwa peserta didik kelompok eksperimental(peserta didik yang terisolir) lebih
diterima atau disukai oleh temannya daripada peserta didik kelompok kontrol
(peserta didik yang tidak terisolir). Hal ini berarti, peserta didik di kelompok
eksperimen tidak lagi terisolir daritemannya setelah dikondisikan melalui
permainan bebas tersebut.

Eksperimen di atas menunjukkan bahwa peserta didik belajar tentang sikap


positif dan prasangka buruk. Proses belajar tentang prasangka buruk lewat
kegiatan mengasosiasikan kualitas pribadi negatif pada kelompok sebaya, tetapi
mereka jugabelajar membentuk sikap positif dan kooperatif lewat bermain
bersama seraya mengasosiasikan kualitas pribadi perseorangan dan kelompok.
Contoh lain dari penerapan teori belajar respodent conditioning adalah
yang dilakukan pula oleh J. Wolpe (1958) untuk menangani reaksi cemas
melalui kegiatan penurunan kepekaan secara sistematis (systematic
disensitization). Stimuli di lingkungan yang memicu reaksi cemas, diubah lewat
kegiatan mengkondisikan respon relaksasi otot. Isyarat pemicu cemas
dipasangkan dengan respon relaksasi. Individu diminta bersikap relaks dan
membayangkan pemandangan berisyarat pemicu cemas ringan. Hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa pada waktu bersantai, cemas ringan dihambat oleh
sikap santai itu. Secara bertahap, seraya bersantai dipasangkan isyarat pencetus
cemas ringan, isyarat pemicu cemas makin dinaikkan kadarnya, dibayangkan
tanpa ada respon sama sekali atau ada respon tapi kecil saja. Relaksasi
berasosiasi dengan hirarki pemandangan yang dibayangkan. Akhirnya
kemampuan stimuli membangkitkan kecemasan menjadi lenyap. Pengibahan
perilaku respomding conditioning seperti dicontohkan diatas, dapat pula
digunakan untuk membantu peserta didik yang mengalami masalah suka maka
berlebihan, peminum alkohol atau penyimpangan perilaku sosial.

2) Teori Belajar Operant Conditioning

B.F. Skinner sebagai tokoh teori belajar Operant Conditioning


berpendapat bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku yang dapat

10
diamati, sedang perilakudan belajar diubah oleh kondisi lingkungan. Teori
Skinner(1954) sering disebut Operant Conditioning yang berunsur rangsangan
atau stimuli, respon, dan konsekuensi. Stimuli (tanda/syarat) bertindak sebagai
pemancing respon, sedangkan konsekuensi tanggapan dapat bersifat positif atau
negatif, namun keduanya memperkukuh atau memperkuat (reinforcement
).Perbandingan antara teori belajarClassical Conditioningdan teori
belajarOperant Conditioning dikemukakan oleh Skinner dan Lefrancois. Skinner
menyebutkan bahwa banyak respon yang tidak hanya dipancing stimuli tetapi
dapat dikondisikan pada stimuli lain. Respon ini adalah kategori perilaku
pertama, disebut respondent behavior karena perilaku muncul sebagai respon
atas stimuli Selanjutnya dapat muncul kategori perilaku ke dua (perilaku yang
tidak dipancing stimuli), yang disebut operant behavior sebab telah dikerjakan
pebelajar. Sedangkan Guy R.Lefrancois (1985) memilah perbedaan antara
keduanya sebagai berikut :
Respondent Conditioning Operant Conditioning (Skinner)
(Pavlov)

Peserta didik disebut respondents, Peserta didik disebut operants, yang


yang dipancing reaksinya atas dipancing aksi instrumentalnya pada
lingkungan ( contoh:marah atau lingkungan (contoh:menyayi, menulis
tertawa), menjawab 2 setelah guru surat, membacca buku) sebagai
bertanya jumlah saudara tindakan spontan, kendali dari diri
kandungnya (reaksi otomatis atas sendiri.
situasi spesifik).

Model perilaku belajar yang digambarkan di atas menunjukan bahwa hadiah


(reward) hadir beriringan dengan situasi atau stimuli yang membedakannya dari
situasi lainnya, pada saat diberi penguatan. Penguatan ini berfungsi sebagai
stimuli yang memunculkan prilaku operant (seusai belajar berlangsung). Ketika
perilaku operant diperkukuh, peluang munculnya prilaku seperti ini di masa
mendatang akan semakin meningkat. Contoh penerapan operant learning di
kelas adalah sebagai digambarkan berikut ini.

11
Stimuli (S) Operant Consequence Implikasi
Response (R) (Reinforce-ment
atau Punishment)

Guru bertanya Peserta didik Dijawab benar, guru Peserta didik


menjawab berkata: bagus terdorong untuk
(reinforcement) menjawab

Guru Peserta didik Guru mengurangi Peserta didik


menjelaskan saling jam istirahat 10 terdorong untuk
mengobrol menit sebagai tidak saling
dengan teman hukuman mengobrol
(punishment) dengan teman

Materi diujikan Peserta didik Peserta didik Perserta didik


mempelajari mendapat nilai A terdorong untuk
bahan berulang belajar lagi
kali dengan cara
yang sama

Model perilaku belajar menurut teori belajar operant learning adalah seperti
kejadian percakapan antara John dan Bob berikut ini:

John Hai, dimana kau beli buku barumu ini?

Bob Mengapa? Ibuku yang membelikan untukku. Sebenarnya kemarin saya


marah karena ibu menyuruh saya menyapu lantai

John Maksudmu jika kau marah, ibumu pasti akan membelikan buku baru
untukmu?

Bob Iya, saya kira memang itu yang terjadi

Inti kejadian diatas menunjukan bahwa (a) prinsip perilaku ditentukan


konsekuensinya, (b) prilaku yang diikuti stimuli cenderung mencul kembali, dan

12
(c) konsekuensi berdampak pada peilakunya kelak.

Tidak seluruh situasi ditangani dan direspon pebelajar walaupun ada


peluang terjadinya operant learning, karena dalam diri pebelajar terjadi
generalisasi, diferensiasi, atau diskriminasi. Generalisasi adalah pola merespon
yang dilakukan individu terhadap lingkungan atau stimuli serupa, sedangkan
difensiasi adalah pola merespon individu dengan cara mengekang diri untuk
tidak merespon karena ada perbedaan antar dua situasi serupa meski tidak sama,
yang sebenarnya sesuai direspon. Menggeberalisasi berarti merespon situasi
serupa, sedangkan mendeferensiasi berarti mrespon dengan cara membedakan
antara situasi saat dua respon identik yang tidak sesuai dimunculkan. Misalnya,
bayi belajar sejak awal bahwa jka ia menangis, ia diperhatikan ibu. Oleh sang
ibu, perilaku bayi ini segera digeneralisasi dari situasi spesifik ‘ketika
diperhatikan ibu’ ke situasi baru ‘waktu si bayi menginginkan’. Ibu bijak
mendorong belajar diskriminasi pada bayi dengan sekedar tidak memperhatikan
pada situasi tertentu, misalnya ketika ibu sedang tidak mau diganggu. Waktu
menerima telpon, ibu mengabaikan bayi yang merajuk. Bayi segera belajar
mendikriminasikan situasi di mana perilaku memancing perhatian tidak
diperkukuh dengan situasi serupa yang cendrung diperkukuh (reinforced)’

Penerapan operant conditioning dalam pendidikan dikemukakan oleh Fred


Keller (1968) dengan judul kegiatan self-paced learnung. Guru merancang mata
pelajaran yang dilengkapi bahan bacaan untuk dikaji pebelajar. Ketika pebelajar
merasa siap diuji, ia menempuh tes agar lulus pada penggalan belajar yang telah
ditempuhnya. Jika lulus, ia maju ke penggalan belajar berikutnya. Jadi
pembelajaran sendiri yang menetapkan kecepatan dan jangka waktu belajarnya.
Penerapan lainnya adalah berupa metode pengubah perilaku. Beberapa pakar
pendidikan memandang masalah emosi individu yang terjadi karena lingkungan
terbentuk dalam rangkaian kontingensi yang salah. Artinya perilaku negatif
terlanjur terjadi karena diberi penguatan. Individu berperilaku suka mengganggu
karena ia dapat penguatan, baik atas hasil kenakalan maupun atas kekaguman
teman sebayanya. Prosedur pengubah perilaku dilakukan melalui penggantian
perilaku menggangu itu dengan yang disetujui guru.

13
3) Teori Observational Learning (Belajar Pengamatan) atau Socio-Cognitive
Leaarning (Belajar Sosio-Kognitif)
Proses belajar yang bersangkut paut dengan peniruan disebut belajar
observasi (observasional learning). Albert Bandura (1969) menjelaskan bahwa
belajar observasi merupakan sarana dasar untuk memperoleh perilaku baru atau
mengubah pola perilaku yang sudah dikuasai. Belajar observasi biasa juga
disebut belajar belajar sosial (social learning) karena yang menjadi objek
observasi pada umumnya perilaku belajar orang lain. Belajar sosial mencakup
belajar berperilaku yang diterima dan diharapkan publik agar dikuasai individu.
Di dalam belajar sosial, berlangsung proses belajar berperilaku yang tidak
diterima publik. Perilaku yang diterima secara sosial itu bervariasi sesuai
budaya, sub-budaya dan golongan masyarakat.
Masyarakat menghendaki setiap orang mampu menempatkan diri sesuai
usia, kedudukan, pendidikan dan jenis kelamin dalam konteks relasi antar
pribadi. Hal ini berkenaan dengan penyikapan diri di hadapan orang lain.
Seakrab apapun sikap guru, peserta didik menahan diri untuk berperilaku polos,
dan bebas pada gurunya. Paling tidak ada rasa segan yang membatasi peserta
didik, dan guru bersikap apa adanya dalam pergaulan mereka. Pada masyarakat
demokratis perilaku sosial seseorang diselaraskan dengan peran yang dipikul.
Hal ini berkaitan dengan harapan sosial agar orang berperilaku sesuai dengan
peran sosial. Pergaulan sosial yang selaras antara lawan jenis kelamin sangat
tergantung pada pola berperilaku yang dipandang sesuai dengan budaya yang
berlaku dimasyarakat, tetapi masih terdapat perbedaan pada kelompok usia dan
karakteristik individu seseorang.

Contohnya itu menunjukan bahwa social learning mengkaji rangkaian perilaku


yang dapat di terima secara sosial dalam kondisi apa saja. Belajar meniru disebut
belajar observasi (observation learning), yang meliputi aktifitas menguasai
respon baru atau mengubah respon lama sebagai hasil dari mengamati perilaku
model.

Albert Bandura (1969) mengartikan belajar sosial sebagai aktifitas meniru


melalui pengamatan (observasi) . Individu yang perilakunya ditiru menjadi

14
model pebelajar yang meniru. Istilah modeling di gunakan untuk
menggambarkan proses belajar sosial. Model ini merujuk pada seseormg yang
berperilaku sebagai stimuli bagi respon pebelaja. Konsep dan prinsip peniruan
dalam belajar sosial dapat di jelaskan sebagai berikut.

(i) Model yang ditiru para peserta didik dapat berupa:


a. Real life model atau model kehidupan nyata seperti guru atau
orang lain di lingkungan sekitarnya.
b. Symbolic model yang disajikan secara simbolis lewat
pembelajaran lisan, tertulis, peraga dan kombinasi dan gambar.
c. Representative model yang penayangannya lewat televisi dan
video.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, yang di perlukan peserta didik


adalah exemplary model (keteladanan) yang mendemontrasikan perilaku
prososial atau perilaku yang di inginkan. Misalnya seorang ibu guru mengatakan
kepada peserta didiknya: “Mengapa kita tidak meneladani perilaku ibu
theresa?”. Segi pembelajaran sosialisasi ini kritis karena kebanyakan perilaku
yang tersosialisasikan, termasuk didalamnya perilaku antisosial dan perilaku
menyimpang dipelajari melalui meniru model.

(ii) Belajar sosial melalui peniruan dapat memberi pengusaan perilaku awal iyu
bersifat kontiguitas (kerapatan moment amat dekat dengan kejadian yang
diamti), yaitu rentetan perilaku yang dilihat atau didengar individu lewat
pancaindra. Daya perilaku yang dikuasai sekedar melalui pengamatan itu
tergantung pada penguatan. Teori ini biasa juga disebut teori modeling
kontiguitas, yang pada prinsipnya mengkondisikan peserta didik belajar sebaik-
baiknya didepan model pada waktu dan ruang yang tepat. Penguatan melalui
insentif (hadiah) inilah yang membuat individu belajar, apakah itu sebagai self-
reinforcement ataupun sebagai external-reinforcement.
(iii) Faktor yang mempengaruhi perilaku meniru adalah :
a. Konsekuensi respon model pada individu dalam kerangka hadiah dan
hukuman, meniru di mudahkan ketika model yang dikerjakan di hadapan
individu, perilakunya diberi penguatan. Meniru dihambat bila model perilaku

15
dihukum. Jika individu tahu model di beri hadiah atau hukuman, walaupun tidak
mengamati kinerja perilaku itu, ada kecenderungan yang sama untuk melakukan
perbuatan meniru atau tidak meniru.
b. Karakteristik individu dijelaskan dalam latar belakang individu yang
cenderung mudah meniru apabila :
1) Merasa kurang harga diri atau cakap karena terlalu sedikit diberi pujian
setelah mengkinerja perilaku yang cocok dengan perilaku prososial.
2) Pernah dipuji karena mengkinerja perilaku prososial.
3) Sering dipuji karena berkompromi dengan mengkinerjakan perilaku
prososial sehingga tergantung pada ujian itu.
4) Memandang diri lebih mirip dengan model dalam beberapa segi perilaku
atau keadaan tertentu.
5) Terangsang secara emosional sebagai akibat stres yang bersumber dari
lingkungan atau pengaruh bahan pemabuk.

John W. Santrock (1981) menyebut pandangan Albert Bandura tentang teori


belajar sosial sebagai teori belajar sosial kognitif. Hal ini di dasarkan pemikiran
bahwa meniru perilaku model melibatkan proses-proses psikologis yang sangat
bersifat kognotif seperti dikemukakan berikut ini.

1. Perhatian (attention)
Peserta didik mengamati perilaku model dalam proses meniru dipermudah
apabila peserta didik diberi tahu harus mengkinerjakan yang didemontrasikam
guru. Guru yang berwibawa, hangat dan khas membuat peserta didik bersedia
memusatkan perhatiannya.

2. Ingatan (retention)
Untuk mengkinerjkan kembali apa yang didemontrasikan guru menghendaki
agar peserta didik menyimpan di dalam ingatan sehingga dapat tereproduksikan
kembali kesan itu, proses ini ditopang dengan mengucapakan secara lisan
perilaku model yang telah peserta didik dengar atau lihat. Untukk itu guru perlu

16
mengucapakan secara gamblang setiap deskripsi tahapan perilaku yang
didemonstrasikannya.
3. Kinerja motorik (motorik reproduction)
Kinerja peserta didik di tentukan kapasitas ingtan yang sejalan dengan
perkembangan keterampilan motoriknya, karena itu guru perlu memastikan
perilaku yang didemonstrasikan selaras kemampuan peserta didik menirukan.
4. Kondisi penguatan dan insentif
Peniruan berlangsung memuaskan bila insentif, baik dari diri peserta didik
sendiri (rasa puas) dari guru atau teman sekelas berupa kekaguman lisan atau
non-verbal seperti anggukan dan senyuman tulus.

Bandura merumuskan perilaku di tentukan konsekuensi hasil tindakan


individu sendiri serta konsekuensi tindakan orang-orang lain pada diri individu
itu. Penguatan diri sama pentingnya dengan penguatan dari orang lain. Oleh
sebab itu, perilaku dengan kondisi pengendali perilaku itu. Perilaku pebelajar
sebagian membentuk lingkungan dan Lingkungan yang terbentuk itu
selanjutnya membentuk perilaku. Kegiatan belajar di tempuh melalui
pemajanan (exposure) model kompeten yang mendemonstrasikan cara
pemecahan masalah. Belajar dilakukan dengan mengamati perilaku orang tua,
teman sebaya, guru dan orang lain dalam wujud belajar sosial melalui meniru
atau modeling. Model belajar semacam ini sering pula disebut vicarious
learning (belajar pengganti) dengan misal guru mendemonstrasikan senyuman
manis pada peserta didik yang menyerahkan tugas sekolah tepat waktu. Peserta
didik lain melihat ekspresi lega peserta didik model dan mereka termotivasi
untuk meniru dengan segera menyerahkan tugasnya pula.

Awal tahun 1970-an Bandura mengajukan pandangan proses-proses


kognitif sangat menentukan dalam upaya memahami pola meniru atau modeling,
di samping self-reinforcement ikut berperan dalam pengendalian perilaku
(kendali diri). Di jelaskan oleh Bandura bahwa perilaku individu dipengaruhi
oleh respon pada lingkungan, sekaligus individu membentuk lingkungannya
sendiri melalui pengendalian stimuli lingkungan. Oleh karena itu, Walter

17
Mischel (1973) cenderung menggunakan istilah cognitive social-learning teory,
karena di dalamnya terkandung hal-hal berikut.

1. Harapan (expectancies)
Harapan belajar atas perilaku sendiri dan perilaku orang lain adalah penentu
perilaku itu.
2. Strategi memproses informasi dan memaknai stimuli secara pribadi

Cara pebelajar memproses informasi yang masuk dan memtransformasikan


stimuli mempengaruhi perilakunya. Sebagian pebelajar menyimak stimuli
tertentu, dan sebagian lainnya mementingkan stimuli lain. Ketika stimuli sama
dipajankan pada seseorang pebelajar, maka stimuli itu di kategorikan berbeda
ketika di sajikan pada pebelajar lain.

3. Anutan nilai subjektif dilekatkan pada stimuli (subjective stimuli values)

Anutan nilai yang di letakkan seseorang pada satu stimuli adalah penentu
penting perilakunya. Anutan nilai itu menurut spesifikasi rumit, dan hanya
berlaku pada situasi atau orang khusus. Joseph Wokpe (1963) menggambarkan
sifat situasional cemas. Fakta cemas hanya muncul di situasi tertentu. Seorang
peserta didik putra sangat cemas ketika dites matematika, namun tidak cemas
ketika dites bahasa inggris. Kecemasan menghemat ketika teman putrinya
duduk didekatnya, namun berkurang ketika berdampingan dengan golongam
putri lainnya. Jadi perilaku dan persepsi tentang perilaku tergantung pada
konteks sehingga pengertian ini di sebut situasionalisme.

Rancangan dan sistem pengaturan diri (self – regulatory system and plans).
Penguatan diri, kritik-diri dan patokan perilaku pribadi bervariasi pada peserta
didik. Perilaku tertentu penting bagi seorang peserta didik tetapi mencemarkan bagi
peserta didik lainnya. Dua peserta didik mendapat nilai 6,5 pada pelajaran biolog.
Yang satu membuang kertas pekerjaannya karena kecewa dan yang satu tersenyum
karena merasa pintar dengan nilai begitu. Keduanya merespon berbeda pada
stimulasi yang sama karena perbedaan dalam perilaku pribadi.

Pada prinsipnya kajian behavioristik mengkaji mengenai hakikat belajar


berkaitan dengan perilaku atau tingkah laku. Hasil belajar diukur berdasarkan

18
terjadi-tidaknya perubahan tingkah laku menjadi tingkah laku yang baru. Perubahan
tingkah laku disini adalah keseluruhan perubahan tingkah laku seseorang yang
menyangkut tingkah laku kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut pendapat
Stason (1978) hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik
sebaiknya seimbang.

Pada prinsipnya teori belajar behaviorisme menjelaskan bahwa belajar


merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu berinteraksi dengan
lingkungannya. Perubahan tersebut dalam arti belajar, maka perubahan tersebut
dapat dikategorikan sebagai hasil perubahan tingkah laku karena belajar. Atas
pijakan yang demikian, maka karakteristik perubahan tingkah laku dalam belajar,
menurut penjelasan Tim Dosen Pengembang MKDK-IKIP (1989) mencakup hal-
hal berikut :

a. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar


Individu merasakan telah terjadi perubahan dalam dirinya. misal,
seseorang merasa pengetahuannya bertambah, kecakapannya
bertambah, keterampilannya bertambah, kemahirannya bertambah dan
sebagainya.
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Perubahan pada diri idividu berlangsung secara terus menerus dan tidak
statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan
berikutnya. Misal, jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan
mengalami perubahan dari tidak bisa menulis menjadi bisa. Perubahan
ini terus berlangsung hingga tulisannya menjadi lebih baik. Dengan
kecakapan menulis ia memperoleh kecakapan lainnya seperti dapat
menulis surat, menyalin catatat, mengarang, mengerjakan soal dan
sebagainya.
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Perubahan senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu
yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha
belajar maka makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.

19
Perubahan yang bersifat aktif artinya perubahan itu tidak terjadi dengan
sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.
d. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara
Itu berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat
menetap. Misal, kecakapan seseorang memainkan piano setelah belajar,
tidak akan hilang begitu saja dan akan terus dimiliki bahkan akan makin
berkembang jika terus dipergunakan tau dilatih.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan
Perubahan itu terjadi karena adanya tujuan yang akan dicapai. Perbuatan
belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
Misal, seorang yang belajar komputer, sebelumnya sudah menetapkan
apa yang dapat dicapai dengan belajar komputer. Dengan demikian
perbuatan belajar yang dapat dilakukan senantiasa terarah kepada
tingkah laku yang telah ditetapkan.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar
meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika individu belajar
sesuatu, sebagai hasilnya mengalami perubahan tingkah laku secara
menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
Sebagai contoh, jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka
perubahan yang tampak adalah dalam keterampilan naik sepeda. Akan
tetapi ia telah mendapatkan pemahaman lainnya seperti tentang fungsi
sadel, pemahaman tentang alat-alat sepeda, ingin punya sepeda dan
sebagainya. Jadi aspek perubahan tingkah laku berhubungan erat dengan
aspek lainnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa belajar diartikan sebagai


perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Pengetahuan mutakhir proses
belajar diperoleh dari kajian pengolahan informasi, neurofisiologi, neuropsikologi
dan sain kognitif. Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford (1992)
menyebut bahwa belajar sebagai kegiatan pemrosesan informasi, membuat
penalaran, mengembangkan pemahaman dan meningkatkan penguasaan
keterampilan dan proses pembelajaran. Pembelajaran, diartikan sebagai upaya

20
membuat individu belajar, yang dirumuskan Robert W. Gagne (1977) sebagai
pengaturan peristiwa yang ada diluar diri seseorang peserta didik, dan dirancang
serta dimanfaatkan untuk memudahkan proses belajar. Pengaturan situasi
pembelajaran biasanya disebut management of learning and conditions of learning.

Pembelajaran saat ini menekankan proses pembelajaran bagaimana belajar


(learning how to learn), serta mengutamakan strategi mendorong dan melancarkan
proses belajar peserta didik. Kecendrungan lainnya adalah membantu peserta didik
agar berkecakapan dalm mencari jawab atas pertanyaan, bukan lagi menyampaikan
informasi langsung pada peserta didik. Dalam persepsi guru, pembelajaran biasanya
dimaknai sebagai (a) berbagai pengetahuan bidang studi dengan peserta didik lain
secara efektif dan efisien, (b) mencipta dan memelihara relasi antara pribadi antara
dosen dengan peserta didik serta mengembangkan kebutuhan bertumbuh kembang
di bidang kehidupan yang dibutuhkan peserta didik. (c) menerapkan kecakapan
teknis dalam mengelola sekaligus sejumlah peserta didik yang belajar.

6. Penerapan teori belajar behavioristik

Teori belajar behavioristik menekankan terbentuknya perilaku terlihat


sebagai hasil belajar. Teori belajar behavioristik dengan model hubungan stimulus
respons, menekankan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Munculnya
perilaku siswa yang kuat apabila diberikan penguatan dan akan menghilang jika
dikenai hukuman (Nasution, 2006:66). Teori belajar behavioristik berpengaruh
terhadap masalah belajar, karena belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan untuk
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. Dengan memberikan
rangsangan, siswa akan bereaksi dan menanggapi rangsangan tersebut. Hubungan
stimulus-respons menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis belajar. Dengan
demikian kelakuan anak terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-
stimulus tertentu.

Teori belajar behavioristik cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir.


Pandangan teori belajar behavioristik merupakan proses pembentukan, yaitu
membawa siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa tidak

21
bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar
behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar
merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan kepada siswa. Oleh sebab itu, siswa diharapkan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang diterangkan
oleh guru itulah yang harus dipahami oleh siswa.
Menurut Mukinan (1997:23), beberapa prinsip tersebut yaitu:
1. Teori belajar behavioristik beranggapan yang dinamakan belajar adalah
perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar jika yang
bersangkutan dapat menunjukkan tingkah laku,
2. Teori ini beranghapan yang terpenting dalam belajar adalah stimulus dan
respons, karena hal ini yang dapat diamati, sedangkan apa yang terjadi
dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati
3. Pengauatan, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons,
merupakan faktor penting dalam belajar. Pendidikan berupaya
mengembangkan perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Pendidik berupaya
agar dapat memahami peserta didik yang beranjak dewasa. Perkembangan
perilaku merupakan objek pengamatan dari ajaran-ajaran behaviorisme.
Perilaku daat berua sikap, ucapan, dan tindakan seseorang sehingga perilaku
ini merupakan bagian dari psikologi. Oleh sebab itu, psikologi pendidikan
mengkaji masalah yang mempengaruhi perilaku orang ataupun kelompok
dalam proses belajar.

Jika ingin siswa berhasil guru harus memperhatikan prinsip berikut guna
menilai suatu dari keberhasilan.

Pertama guru harus tahu stimulus yang tepat untuk diberikan kepada
siswa kedua, guru harus tahu nanntinya respon apa yang timbul ketika
sudah diberika stimulus. Agar menunjukkan respon itu apakah sudah benar
maka guru harus menetapkan bahwa respon tersebut harus dapat dilihat,
dinilai, dan diukur sekaligus pemberian hadiah terhadap siswa jika respon
itu sesuai.

22
Agar tujuan dalam pembelajaran sampai secara maksimal menurut teori ini
guru harus melakukan dan menyiapkan kegiatan berikut.

1) Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa


Tentunya seorang guru harus mengetahui kemampuan siswa terlebih
dahulu, bukan tidka mungkin siswa tidak memiliki pengalaman dasar yang
sudah dimilikinya sehingga kita dapat mengamati perubahan-perubahan
secara jelas baik fisik maupun kerohanian.

2) Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan


Materi yang akan diberikan dapat sesuai dengan siswa atau siswa yang
menyesuaikan dengan materi dapat dilakukan dengan perencanaan.
perencanaan ini dapat dilakukan dengan tes yang dilakukan sebelum
kegiatan pembelajaran, Hasilnya adalah nanti pengajar akan tahu apakah
mana siswa yang punya pengetahuan da siswa yang belum punya
pengetahuan, kemudian dikelompokkan berdasarkan dari hasil tersebut.

Kegiatan yang dapat dilakukan juga dengan membentuk kelompok belajar


sesudah hasil tes tadi. menempatkan beberapa siswa yang berkompeten
dicampur dengan siswa yang belum tahu akan menambah proses mencapai
tujuan pendidikan tersampaikan.

7. Kekurangan dan Kelebihan Teori Behavioristik

Kelebihan

1. Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek


dan pembiasaan Dengan bimbingan yang diberikan secara terus menerus
akan membuat peserta didik paham sehingga mereka bisa menerapkannya
dengan baik.
2. Materi yang diberikan sangat detail. Hal ini adalah proses memasukkan
stimulus yang yang dianggap tepat. Dengan banyaknya pengetahuan yang

23
diberikan, diharapkan peserta didik memahami dan mampu mengikuti
setiap pembelajarannya.
3. Membangun konsentrasi pikiran. Dalam teori ini adanya penguatan dan
hukuman dirasa perlu. Penguatan ini akan membantu mengaktifkan siswa
untuk memperkuat munculnya respon. Hukuman yang diberikan adalah
yang sifatnya membangun sehingga peserta didik mampu berkonsentrai
dengan baik.
Kekurangan :
1. Pembelajaran peserta didik hanya perpusat pada guru. Peserta didik
hanya mendapatkan pembelajaran berdasarkan apa yang diberikan guru.
Mereka tidak diajarkan untuk berkreasi sesuai dengan
perkembangannya. Peserta didik cenderung pasif dan bosan.
2. Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru..
Pembelajaran seperti bisa dikatakan pembelajaran model kuno karena
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif. Penggunaan hukuman biasanya sebagai salah satu cara
untuk mendisiplinkan.
3. Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Karena menurut
teori ini belajar merupakan proses pembentukan yang membawa peserta
didik untuk mencapai target tertentu. Apabila teori ini diterapkan terus
menerus tanpa ada cara belajar lain, maka bisa dipastikan mereka akan
tertekan, tidak menyukai guru dan bahkan malas belajar.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan padatingkah
laku manusia sebagai akibat dari nteraksi antara stimulus dan respon. Teori belajar
behavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu. Pertama, aliran ini mempelajari perbuatan
manusia bukan dari kesadarannya, melainkan hanya mengamati perbuatan dan
tingkah laku yang berdasarkan kenyataan. Pengalaman-pengalaman batin di
kesampingkan dan hanya perubahan serta gerak-gerak pada badan yang dipelajari.
dikembangkan oleh beberapa para ahli seperti John B. Watson, Ivan P. Pavlov,dan
B.F. Pandangan teori belajar behavioristik merupakan proses pembentukan, yaitu
membawa siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa yang
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori
belajar behavioristik memandan gpengetahuan adalah objektif, sehingga belajar
merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan kepada siswa. Hal yangpaling penting dalam teori belajar
behavioristik adalah masukan dan keluaran yang berupa respons. Menurut teori ini,
antara stimulus dan respons dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan diukur. Dengan demikian yangdapat diamati hanyalah stimulus
dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan oleh guru dan apa saja yang
dihasilkanoleh siswa semuanya harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan
untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku.
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sajikan materi Teori Belajar Behaviorisme
dalam makalah ini, Kami sangat berharap pembelajaran Psikologi Pendidikan ini
akan senantiasa berlanjut dengan mencari buku-buku pedoman lainnya hingga
tercapainya tujuan dari pembelajaran perkuliahan ini, dan berakhir memberikan
manfaat untuk kehidupan kita, banyak sekali kekurangan dari makalah kami, kami
memohon keridhoan teman-teman atau pembaca untuk memberikan saran serta
kritik yang membangun demi perbaikan makalah kami.

25
DAFTAR PUSTAKA

Lapono, Nabisi.2008. teori belajar dan pengajaran 2 sks. Jakarta: direktorat


Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Pervin, A. Lawrence dkk. 2010. Psikologi kepribadian teori dan penelitian.


Jakarta: Kencana.

Irwan Nahar, Novi. 2016. Penerapan teori behavioristik dalam proses


pembelajaran pengetahuan sosial 1.(1): 66-72.

Burhaddin, Afid. 29 September 2018. Kekurangan dan kelebihan teori


behavioristik dan humanistik, (online),
(https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/19/kekurangan-dan-
kelebihan-teori-behavioristik-dan-humanistik-2/).

26

Anda mungkin juga menyukai