Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH TINJAUAN TEORI BELAJAR DAN IMPLIKASI TEORI

BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN


MATA KULIAH KAJIAN MASALAH PEMBELAJARAN SD
Dosen pengampu Santi Hendayani, M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelas: 5 A

Kelompok 4

Agata Alvi Dwi Tantri 2019406405033

Bagas Aditiya 2019406405018

Dian Fanesya 2019406405003

Rosaliana 2019406405063

PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan


rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Tinjauan Teori Belajar dan Implikasi Teori Belajar dalam
Pembelajaran”, adapun penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah kajian masalah pembelajaran SD, dengan segala upaya serta bantuan,
bimbingan maupun pengarahan dan hasil diskusi dari berbagai pihak dalam proses
penulisan makalah ini, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Santi Hendayani., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah kajian


masalah pembelajaran SD yang telah membimbing dalam penulisan
makalah ini.
2. Rekan-rekan kelompok 4 yang telah membantu menyelesaikan makalah
ini.

Makalah yang ditulis penulis ini berbicara mengenai tinjauan teori belajar, dan
implikasi teori belajar dalam pembelajaran.

Penulis berterimakasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis


dalam penyelesaian makalah ini. Hingga tersusun makalah yang sampai
dihadapan pembaca saat ini, semoga materi yang telah penulis paparkan dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Pagelaran, 25 September 2021

Penulis

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................1

C. Tujuan Penulisan............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Tinjauan Teori Belajar...............................................................................3

B. Implikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran........................................21

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................28

B. Saran..........................................................................................................29

LAMPIRAN..........................................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan
dengan proses mendidik, yakni proses dalam rangka mempengaruhi
peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dalam
lingkungannya sehingga akan menimbulkan perubahan dalam dirinya,
yang dilakukan dalam bentuk pembimbingan, pengajaran, dan atau
pelatihan, dimana setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang
layak. Jadi pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan suatu proses
perubahan perilaku dan pola pikir yang dialami oleh seseorang, misalnya
dari sesuatu hal yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tau menjadi tau.
Selama proses belajar manusia pasti tak luput dari kesalahan, untuk itu
perlu adanya teori-teori belajar yang tepat yang diterapkan dalam proses
pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang diinginkan bisa tercapai
dengan maksimal.

Teori-teori pembelajaran berpedoman pada prinsip-prinsip pembelajaran


yang dihasilkan daripada kajian-kajian ahli psikologi pendidikan. Teori ini
merupakan azas kepada para pendidik agar dapat memahami tentang cara
pelajar belajar. Selain itu, dengan adanya pengetahuan yang menyeluruh
tentang teori ini pendidik diharapkan agar dapat menghubungkan prinsip
dan hukum pembelajaran dengan kaedah dan teknik yang akan digunakan.

Berdasarkan pemaparan diatas, dalam makalah ini penulis akan membahas


mengenai teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, teori belajar
humanisme dan implementasi teori belajar dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini, diantaranya sebagai berikut.

1
1. Apa saja tinjauan teori belajar?
2. Bagaimana implikasi teori belajar dalam pembelajaran?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, diantaranya sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui tinjauan teori belajar.
2. Untuk mengetahui implikasi teori belajar dalam pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Teori Belajar


Terdapat tiga jenis tinjauan teori belajar, yaitu teori belajar behaviorisme,
teori belajar kognitivisme (kognitif), dan teori belajar humanistik.

1. Teori Behaviorisme
Teori behavioristik/behaviorisme adalah teori yang mempelajari
perilaku manusia, yang berfokus pada peran dari belajar dalam
menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi melalui rangsangan
berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif
(respons) hukum-hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah
laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya
ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan, dan bisa ditentukan.

Menurut teori ini, seseorang terlibat dalam tingkah laku tertentu karena
mereka telah mempelajarinya, melalui pengalaman-pengalaman
terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah.
Seseorang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah
laku tersebut belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Teori
behavioristik memandang, belajar adalah sebagai perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.

Teori behaviorisme menekankan belajar merupakan interaksi antara


stimulus dan respon yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.
Behaviorisme menginginkan psikologi sebagai pengetahuan ilmiah,
yang dapat diamati secara obyektif, data yang didapat dari observasi
diri dan intropeksi diri dianggap tidak obyektif. Jika ingin menelaah
kejiwaan manusia, amatilah perilaku yang muncul, maka akan
memperoleh data yang dapat dipertanggung jawabkan keilmiahannya.
(Prof. Dr. Nurhidayah, M.Pd., 2017)

3
Klasifikasi Teori Belajar Behaviorisme
Klasifikasi teori belajar behaviorisme berdasarkan tokoh-tokoh yang
terkenal meliputi E.L. Thorndike, I.P. Pavlov, B.F. Skinner, dan
J.B.Watson. Berikut ini adalah penjelasan teori behaviorisme menurut
beberapa tokoh, diantaranya sebagai berikut.

a. Teori Belajar Thorndike


Thorndike lahir 1874 di Williamsburg, Massachusetts, putra kedua
dari seorang pendeta Methodis. Ia dikenal rajin dalam melakukan
riset terbukti dalam autobioghrafinya dia melaporkan bahwa
sampai usia 60 tahun dia menghabiskan 20 jam sehari untuk
membaca dan mendalami buku atau jurnal ilmiah. Namun,
teorinya yang paling terkenal adalah connectionism yaitu asosiasi
antara kesan indrawi dan impuls dengan tindakan sebagai
ikatan/kaitan atau koneksi.

Menurut Thorndike, teori behavioristik dikaitkan dengan belajar


adalah proses interaksi antara stimulus yang berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan dan respons, perubahan tingkah laku boleh
berwujud sesuatu yang konkret dapat diamati atau yang non-
konkret tidak bisa diamati. Teori Thorndike disebut sebagai aliran
koneksionisme (connectionism).

Prosedur eksperimennya ialah membuat setiap binatang lepas dari


kurungannya sampai ketempat makanan, dalam hal ini apabila
binatang terkurung maka binatang itu sering melakukan
bermacam-macam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan
badannya ke sisi-sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu
tersandung pada palang sehingga kotak terbuka dan binatang itu
lepas ke tempat makanan.

4
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara
stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
1) Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap
organisme/individu memperoleh suatu perubahan tingkah
laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
2) Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu
tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi
tersebut akan semakin kuat.
3) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus dan
respon cenderung diperkuat apabila jika berakibat
menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan.

Berdasarkan hal diatas dijelaskan bahwa teori belajar


behavioristik adalah perubahan tingkah laku melalui stimulus dan
respon. Artinya, perubahan tingkah laku dibentuk sesuai dengan
keinginan lingkungan karena individu merespon sesuai dengan
stimulus yang diberikan. Selain itu, respon yang diberikan akan
baik, jika seseorang tersebut sudah siap dalam menerima
stimulus, sehingga menimbulkan kepuasan bagi diri individu itu
sendiri. Untuk mendapatkan hasil belajar yang baik berupa
perubahan tingkah laku, maka pemberian stimulus harus sering
dilakukan secara berulang kali, agar respon yang diberikan juga
semakin baik (Prof. Dr. Nurhidayah, M.Pd., 2017).

b. Teori Belajar Ivan Petrovich Pavlov


Bagi kalangan akademisi nama paplov sangat terkenal dengan
karyanya tentang pengkondisian klasik (classical conditioning)
atau substitusi stimulus. Menurutnya, tingkah laku merupakan
rangkaian reflex berkondisi, dengan kata lain reflex-repleks terjadi

5
setelah adanya proses kondisi. Classic conditioning
(pengkondisian atau persyaratan klasik) ditemukan Pavlov melalui
percobaannya terhadap hewan anjing, di mana perangsang asli dan
netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-
ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

Melalui percobaan dengan hewan anjing bahwa dengan


menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan
melalui cara dengan mengganti stimulus alami dengan stimulus
yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Berdasarkan eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol
oleh pihak luar; pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang
akan diberikan sebagai stimulus.

Peranan orang yang belajar bersifat pasif karena untuk


mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu.
Sedangkan mengenai penguat menurut Pavlov bahwa stimulus
yang tidak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai
hubungan dengan penguatan. Stimulus menyebabkan adanya
pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat.

Peristiwa kondisioning juga banyak terdapat pada diri manusia,


misalnya anda dapat menjadi terkondisi terhadap gambar makanan
dalam berbagai iklan yang menampilkan makanan malam dengan
steak yang lezat, dapat memicu respon air liur meskipun anda
mungkin tidak lapar. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh
Ivan Pavlov maka terlihat bahwa pentingnya mengkondisi
stimulus agar terjadi respon. Dengan demikian pengontrolan
stimulus jauh lebih penting dari pada pengontrolan respon. Konsep

6
ini megisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan
faktor lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal).

2. Teori Kognitif
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada
hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa
belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.
Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang
sering disebut sebagai model perseptual, yang mengatakan bahwa
tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi


saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini
berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-
aspek kejiwaan lainnya, yang melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan
stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif
yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang
berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Klasifikasi Teori Pembelajaran Kognitif


teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti:
“Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J. Piaget,
Advance organizer oleh Ausubel, Pemahaman konsep oleh Bruner,
Hirarkhi belajar oleh Gagne, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan
lebih rinci beberapa pandangan mereka (Nurjan, 2016).

7
a. Teori Perkembangan Jean Piaget (1896-1980)
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme
biologis perkembangan sistem syaraf, dengan makin
bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan
sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika
individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami
adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan
adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur
kognitifnya.

Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-


tahap asimilasi. Proses perkembangan kognitif anak sangat
berbeda dari orang dewasa, anak-anak berubah melalui empat
tahap perkembangan secara otonom dan mandiri. Tujuan akhir
dari pendidikan adalah menciptakan manusia yang dapat membuat
sesuatu yang baru. Guru harus memberikan tugas yang sesuai
dengan tahapan perkembangan anak dan memelihara kemandirian
berpikir dan kreativitas akomodasi, dan ekuilibrasi
(penyimbangan). Proses asimilasi merupakan proses
pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur
kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi
merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Sebagai contoh, seorang anak sudah memahami prinsip


pengurangan. Ketika mempelajari prinsip pembagian, maka terjadi

8
proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan yang sudah
dikuasainya dengan prinsip pembagian (informasi baru). Inilah
yang disebut proses asimilasi. Jika anak tersebut diberikan soal-
soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya, anak
tersebut sudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip-
prinsip pembagian dalam situasi yang baru dan spesifik.

Agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah


pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam
dirinya, maka diperlukan proses penyimbangan. Proses
penyimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar
dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah
yang disebut ekuilibrasi. Tanpa proses ekuilibrasi, perkembangan
kognitif seseorang akan mengalami gangguan dan tidak teratur
(disorganized).

Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan


tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan
tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan
urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang
berada di luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap
perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu.
1) Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik
dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok
perkembangannya berdasarkan tindakan, dan
dilakukanlangkah demi langkah. Kemampuan yang
dimilikinya antara lain:
a) Melihat dirinya sendiri sebagai mahkluk yang berbeda
dengan obyek di sekitarnya.
b) Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
c) Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.

9
d) Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
e) Memperhatikan obyek sebagai hal yang tetap, lalu ingin
merubah tempatnya.

2) Tahap preoperasional (umur 2-7 tahun)


Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada
penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai
berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi
menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional
(umur 2-7 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa
dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat
sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami
obyek.
Karakteristik tahap ini adalah:
a) Self counter nya sangat menonjol.
b) Dapat mengklasifikasikan obyek pada tingkat dasar
secara tunggal dan mencolok.
c) Tidak mampu memusatkan perhatian pada obyek-obyek
yang berbeda.
d) Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria,
termasuk kriteria yang benar.
e) Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi
tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.

3) Tahap operasional konkrit (umur 7-11 tahun)


Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah
mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan
ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah
memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan
benda-benda yang bersifat konkrit. Operation adalah suatu

10
tipe tindakan untuk memanipulasi obyek atau gambaran yang
ada di dalam dirinya.
Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan,
karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model
“kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat
menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak
mampu menangani sistem klasifikasi, atau dapat melakukan
pengklasifikasian, pengelompokan dan pengaturan masalah
(ordering problems). Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif. Untuk menghindari
keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkrit,
sehingga ia mampu menelaah persoalan.

4) Tahap Operasional formal (umur 11-dewasa).


Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah
mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola
berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe
hipothetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki
anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan
dan mengembangkan hipotesa.

Menurut Piaget proses belajar yang dialami seorang anak pada


tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses belajar
yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasiaonal,
dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada
pada tahap operasional konkrit, bahkan dengan mereka yang
sudah berada pada tahap operasional formal (Nurjan, 2016).

b. Teori Belajar Jerome S. Bruner


Proses belajar menggunakan teori belajar Bruner pada dasarnya
adalah membentuk manusia untuk menciptakan individu agar
mampu mempelajari dan mudah memahami suatu materi

11
berdasarkan penemuannya. Jerome Bruner adalah seorang
pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan
fungsi kognitif. Ia menandai perkembangan kognitif manusia
sebagai berikut:
1) Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan
dalam menanggapi suatu rangsangan.
2) Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan
sistem penyimpanan informasi secara realis.
3) Perkembangan intelektual meliputi perkembangan
kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain
melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah
dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan
dengan kepercayaan pada diri sendiri.
4) Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau
orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan
kognitifnya.
5) Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa
merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami
konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa
diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada
orang lain.
6) Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk
mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih
tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi.

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui


tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu;
enactive, iconic, dan symbolic.
1) Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam
upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya,
dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan

12
pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan,
pegangan, dan sebagainya.
2) Tahap ikonik, seseorang memahami obyek-obyek atau
dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan
(komparasi).
3) Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau
gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam
memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-
simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem


simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya,
semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak,
berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik.
Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah
satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam
proses belajar (Nurjan, 2016).

c. Teori Belajar Gagne


Teori belajar yang dikemukakan Robert M. Gagne merupakan
perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan kognitisme,
yang berpangkal pada teori pemrosesan informasi, dalam
pemrosesan informasi terjadi interaksi antar kondisi internal
dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal adalah
keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi di dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan
yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Kondisi
eksternal ini oleh Gagne disebut sebagai sembilan peristiwa

13
pembelajaran yang akan dibahas di bagian selanjutnya (Asrori,
2019).

Model pemrosesan informasi digambarkan sebagai kumpulan


kotak yang dihubungkan dengan garis. Kotak itu menggambarkan
fungsi atau keadaan sistem dan garis menggambarkan transformasi
yang terjadi dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Proses aliran
informasi yang terjadi dalam model belajar seperti pada gambar di
atas adalah sebagai berikut. Stimulus lingkungan mempengaruhi
reseptor peserta didik dan masuk ke sistem saraf melalui registor
penginderaan (sensory register). Penerimaan stimulus ini adalah
persepsi objek yang pertama kali bagi peserta didik. Stimulus yang
berupa informasi itu dikodekan dalam registor penginderaan yang
representasinya berbentuk pola tertentu.

Memasuki ingatan jangka pendek (short-term memory) informasi


itu dikodekan lagi ke dalam konseptual. Jika informasi itu harus
diingat maka sekali lagi informasi itu ditransformasikan dan
masuk ke dalam ingatan jangka panjang (long-term memory),
disimpan untuk diungkapkan kembali. Perlu dicatat bahwa ingatan
jangka pendek maupun ingatan jangka panjang sebenarnya tidak
berbeda dalam struktur, tetapi hanya berbeda pada cara
penggunaannya. Informasi, baik dari “ingatan jangka pendek
maupun ingatan jangka panjang” bila diungkapkan akan melalui
penghasil respon (respon generator).

14
Penghasil respon akan mentransformasikan informasi itu ke dalam
tindakan. Perintah/pesan dalam struktur ini mengaktifkan
“efektor” yang berupa otot-otot dan kemudian menghasilkan
tingkah laku yang mempengaruhi lingkungan peserta didik, dari
tingkah laku peserta didik tersebut dapat diamati bahwa stimulus
telah mengakibatkan tingkah laku yang diharpkan. Ini berarti
bahwa informasi telah diproses, sehingga belajar telah
terjadiperistiwa belajar telah terjadi (Asrori, 2019).

Cara bagaimana belajar terjadi sangat dipengaruhi oleh proses


yang terjadi di dalm struktur kontrol eksekutif dan harapan.
Sebagai contoh, dalam situasi belajar setiap individu mempunyai
harapan tentang apa yang akan dapat dilakukan setelah belajar.
Harapan ini membimbing bagaimana individu akan menerima
stimulus, bagaimana mengkodekan dalam ingatan (memory) dan
bagaimana mentransformasikan ke dalam tindakan.

d. Teori Belajar David Ausubel


Teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar
bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru
dengan konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang. Berdasarkan teori Ausubel, dalam membantu
siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat
diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang
berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.

Menurut David P. Ausubel, secara umum kelemahan teori belajar


adalah menekankan pada belajar asosiasi atau menghafal, dimana
materi dihafal. Padahal, belajar seharusnya merupakan asosiasi
asimilasi yang bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan
dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki dalam

15
struktur kognitifnya. Ausubel memisahkan antara belajar
bermakna dengan belajar menghafal.

Ketika seorang peserta didik melakukan belajar dengan


menghafal, maka mereka akan berusaha menerima dan menguasai
bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Hal ini berbeda dengan belajar bermakna, dimana belajar
bermakna ini terdapat dua komponen penting, yaitu bahan yang
dipelajari, dan struktur kognitif yang ada pada individu.

Struktur kognitif ini adalah kualitas, kejelasan, pengorganisasian


dari pengetahuan yang sekarang dikuasai oleh individu. Agar
tercipta belajar bermakna, maka bahan yang dipelajari harus
bermakna: istilah yang mempunyai makna, konsep-konsep yang
bermakna, atau hubungan antara dua hal atau lebih yang
mempunyai makna. Selain itu, bahan pelajaran hendaknya
dihubungkan dengan struktur kognitifnya secara substansial dan
dengan beraturan. Substansial berarti bahan yang dihubungkan
sejenis atau sama substansinya dengan yang ada pada struktur
kognitif. Beraturan berarti mengikuti aturan yang sesuai dengan
sifat bahan tersebut (Titik et al., 2017).

3. Teori Belajar Humanistik


Teori humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun
1950an. Teori humanistik memandang manusia sebagai manusia,
artinya manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan fitrah-
fitrah tertentu. Menurut teori humanistik, belajar menekankan isi dan
proses yang berorientasi pada peserta didik sebagai subjek belajar. Ciri
khas teori humanistik adalah berusaha untuk mengamati perilaku
seseorang dari sudut si pelaku dan bukan si pengamat.

16
Sebagai makhluk hidup, ia harus melangsungkan, mempertahankan,
mengembangkan hidupnya dengan potensipotensi yang dimilikinya.
Teori humanisme merupakan konsep belajar yang lebih melihat sisi
perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi untuk
mencari dan menemukan kemampuan dan mengembangkan
kemampuan tersebut.

Teori belajar humanistik sifatnya sangat mementingkan isi yang


dipelajari dari pada proses belajar itu, yang berbicara tentang konsep
pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan dan
bertujuan untuk memanusiakan manusia itu sendiri serta tentang proses
belajar dalam bentuknya yang paling ideal (Nast & Yarni, 2019).

Klasifikasi Teori Belajar Humanisme


Teori belajar humanisme, menganggap bahwa belajar adalah proses
yang berpusat pada siswa dan dipersonalisasikan, dan peran pendidik
adalah sebagai seorang fasilitator. Tokoh-tokoh teori humanisme
meliputi Abraham Maslow dan Carl Rogers, berikut ini adalah
penjelasan lebih lanjut mengenai teori belajar humanisme.
a. Teori Belajar Abraham Maslow
Abraham Harold Maslow adalah anak pertama dari tujuh
bersaudara. Ia lahir di Brooklyn, New York, USA, pada tanggal 1
April 1908. Orang tuanya adalah imigran berkebangsaan Rusia-
Yahudi yang pindah ke Amerika Serikat sebagai pembuat senjata.
Abraham Maslow, seorang teoris kepribadian yang realistik,
dipandang sebagai bapak spiritual, pengembang teori, dan juru
bicara yang paling cakap bagi psikologi humanistik. Terutama
pengukuhan Maslow yang gigih atas keunikan dan aktualisasi diri
manusialah yang menjadi simbol orientasi humanistik.

Maslow menyatakan manusia memiliki kodratnya sendiri yang


hakiki, suatu kerangka struktur psikologis yang dapat dipandang

17
dan dibicarakan secara analog dengan struktur fisiknya, yakni
bahwa ia memiliki kebutuhan, kapasitas dan kecenderungan yang
bersifat genetik, beberapa diantaranya merupakan sifat-sifat khas
dari seluruh spesies manusia, melintas semua batas kebudayaan,
dan beberapa lainnya adalah unik untuk masing-masing individu.
Kebutuhan-kebutuhan ini pada dasarnya baik atau netral dan
bukan jahat.

Perspektif humanistik (humanistic perspective) menuntut potensi


peserta didik dalam proses tumbuh kembang, kebebasan
menemukan jalan hidupnya. Humanistik menganggap peserta
didik sebagai subjek yang merdeka guna menetapkan tujuan hidup
dirinya. Peserta didik dituntun agar memiliki sifat tanggung jawab
terhadap kehidupannya dan orang di sekitarnya. Pembelajaran
humanistik menaruh perhatian bahwa pembelajaran yang pokok
yaitu upaya membangun komunikasi dan hubungan individu
dengan individu maupun individu dengan kelompok.

Edukasi bukan semata-mata memindah pengetahuan, kecakapan


berbahasa para peserta didik, tapi sebagai wujud pertolongan
supaya siswa mampu mengaktualisasikan dirinya relevan dengan
tujuan pendidikan. Edukasi yang berhasil pada intinya adalah
kecakapan menghadirkan makna antara pendidik dengan
pembelajar sehingga dapat mencapai tujuan menjadi manusia yang
unggul dan bijaksana. Maksudnya ialah menuntun peserta didik
bahwa mereka butuh pendidikan karakter. Pendidik memfasilitasi
siswa menggali, mengembangkan dan menerapkan kecakapan-
kecakapan yang mereka miliki agar bisa memaksimalkan
potensinya.

Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia menjadi


lima tingkat, yaitu:

18
1) Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan yang paling dasar, paling kuat dan jelas dari antara
sekalian keebutuhan manusia adalah kebutuhannya untuk
mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhannya
akan makanan, minuman, teempat berteduh, tidur dan
oksigen. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan,
harga diri dan cinta pertama-tama akan memburu makanan
terlebih dahulu. Ia akan mengabaikan atau menekan dulu
semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu
terpuaskan.
2) Kebutuhan Rasa Aman
Seorang anak membutuhkan suasana ketertiban, keserasian
atau irama yang teratur. Keadaan-keadaan yang tidak adil,
tidak wajar, atau tidak konsisten pada diri orang tua akan
secara cepat mendapatkan reaksi dari anak. Ia akan merasa
cemas dan tidak aman. Bahkan lebih jauh lagi, bagi seorang
anak, kebebasan yang terbatas adalah lebih baik daripada
kebebasan yang tak terbatas.
3) Kebutuhan Kasih Sayang
Selama tahun-tahun prasekolah, hubungan dengan orang tua
atau pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan
emosional dan sosial anak. Sejumlah ahli mempercayai bahwa
kasih sayang orang tua atau pengasuh selama beberapa tahun
pertama kehidupannya merupakan kunci utama
perkembangan sosial anak, meningkatkan kemungkinan anak
memiliki kompetensi secara sosial dan penyesuaian diri yang
baik pada tahun-tahun prasekolah dan sesudahnya.
4) Kebutuhan Aktualisasi diri
Setiap orang harus berkembang sepenuh sesuai
kemampuannya. Kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan,
mengembangkan dan menggunakan kemampuan poleh

19
Maslow disebut aktualisasi diri, merupakan salah satu aspek
penting teori tentang motivasi manusia.
5) Self Transcendence
Pada tahun 1969 pada masa disiplin ilmu psikologi mulai
mengarahkan perhatian pada dimensi spiritual manusia.
Menurut Maslow, pengalaman keagamaan meliputi peak
experience, plateu dan farther of human nature. Pengalaman
spiritual adalah puncak tertinggi yang dapat dicapai oleh
manusia serta merupakan peneguhan dari keberadaannya
sebagai makhluk spiritual, yang melibatkan perilaku kepada
orang lain, makna hidup dan dalam beragama.

Meskipun individu telah memenuhi kebutuhan diatas, baik


kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan
percintaan dan rasa mempunyai, meliputi kebutuhan akan rasa
penghargaan, ia masih akan diliputi oleh emosi yang tidak
puas. Ketidak puasan ini berasal dari dorongan dirinya yang
terdalam, karena merasa ada kualitas atau potensi dirinya yang
belum teraktualisasikan. Pada intinya seseorang individu akan
dituntut untuk jujur terhadap semua potensi dan sifat yang ada
pada dirinya (Nast & Yarni, 2019).

b. Teori Belajar Carl Rogers


Carl Rogers Carl Ransom Rogers dilahirkan pada tahun 1902 di
Oak Park, Illinois, dan wafat pada tahun 1987 di Lajolla,
California. Pada masa mudanya, Rogers tidak mempunyai banyak
teman sehingga dia lebih banyak menghabiskan waktu-waktunya
untuk membaca, dia akan membaca buku apa saja yang ia ditemui
termasuk kamus dan ensiklopedia, meskipun ia sebenarnya sangat
menyukai buku-buku petualangan. Ia pernah belajar di bidang
agricultural dan sejarah di University of Winconsin. Pada tahun
1928 rogers mendapatkan gelar Master di bidang psikologi dari

20
Universitas Columbia dan kemudian ia mendapatkan gelar Ph.D,
di bidang psikologi klinis pada Society for the prevention of
Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan
pencegahan kekerasan terhadap anak) di Rochester, NY. Salah
satu ranah ide Rogers masih terus memiliki banyak pengaruh
adalah dalam peraihan tujuan. Menetapkan dan meraih tujuan
adalah suatu cara manusia untuk mengatur kehidupannya supaya
dapat memberikan hasil yang diinginkan dan menambah arti pada
kegiatan sehari-hari. Menetapkan tujuan merupakan hal yang
mudah, namun menetapkan tujuan yang tepat dapat menjadi lebih
sulit daripada kelihatannya.

Pandangan Rogers lingkungan mempengaruhi kecenderungan.


Pengalaman dan interpertasi terhadapnya menguatkan atau
merintangi usaha bertumbuh. Seiring perkembangan, individu
menjadi lebih menyadari diri dan gungsi mereka (pengalaman
diri), dan pengetahuan diri sendiri dibentuk melalui berbagai
pengalaman.

Manusia dapat merumuskan dirinya dari pengalamnnya, bukan


memaksakan rumusan diri terhadap pengalaman. Rogers meyakini
pengetahuan tentang diri sendiri dan penghargaan terhadap diri
sendiri dibentuk melalui berbagai macam pengalaman manusia
dalam berinteraksi dengan lingkungannya sejak usia dini.

B. Implikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran


1. Implikasi Teori Belajar Behavioristik
Prosedur pengembangan tingkah laku baru, disamping penggunaan
reinforcement untuk memperkuat tingkah laku. Terdapat beberapa
metode lain yang dapat digunakan untuk mengembangkan pola tingkah
laku baru diantaranya, sebagai berikut.
a. Shaping

21
Shaping adalah urutan tingkah laku yang kompleks, bukan hanya
"simple response". guru membimbing siswa menuju pencapaian
tujuan dengan memberikan reinforcement pada langkah-langkah
menuju keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik yang
disebut shaping. Terdapat lima langkah perbaikan tingkah laku
belajar murid antara lain:

1) Datang di kelas pada waktunya.


2) Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru.
3) Menunjukkan hasil-hasil tes dengan baik.

4) Mengerjakan pokerjaan rumah.


5) Penyempurnaan.
b. Modelling
Modelling adalah suatu bentuk belajar yang dapat diterangkan
secara tepat oleh classical conditioning maupun oleh operant
conditioning, dimana seseorang individu belajar
menyaksikan tingkah laku orang lain sebagai model, baiak
secara bahasa, gaya pakaian, dan musik. Modelling dapat
terjadi, baik dengan “direct reinforcement” maupun “vicarious
reinforcemen”. Misalnya, ada seseorang yang menjadi idola
kita menawarkan produk tertentu di layar TV. Kita akan
merasa senang jika bisa memakai produk serupa.
c. Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang yang
melakukan perbuatan berulang-ulang, sehingga ia menjadi lelah
atau jera. Contohnya, seorang ayah sedang memergoki anaknya
merokok, kemudian ayah tersebut menyuruh anaknya merokok
sampai habis satu pak sehingga anak itu bosan.
d. Tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi
stimulus yang mempengaruhi tingkah laku itu. Jika, ada siswa
yang sedang belajar di kelas, sedangkan ada siswa yang berada
di luar kelas yang membuat suara gaduh, maka guru dapat

22
memberi peringatan kepada siswa yang di luar kelas dengan
cara mengetuk jendela agar dapat menghentikan gangguan
tersebut.
e. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tak diinginkan
dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan
reinforcement.
Ada dua bentuk hukuman, diantaranya sebagai berikut.
1) Pemberian stimulus, misalnya: memberikan peringatan bagi
siswa. Contoh bagi siswa yang tidak mengerjakan tugas ibu
guru akan memberikan tugas tambahan.
2) Pembatalan perlakuan positif, misalnya: mengambil suatu
mainan atau mencegah anak untuk bermain- main bersama
teman-temannya.

Pengajaran Terprogram
Pengajaran ini berlangsung seperti halnya paket pengajaran diri
sendiri yang menyajikan suatu topik yang disusun secara cermat
untuk dipelajari dan dikerjakan oleh murid. Tiap-tiap pekerjaan
murid langsung diberi "feedback". Program dapat tertuang dalam
buku-buku, mesin- mesin mengajar, atau komputer (Computer Asisten
Instruction).
Ada bermacam-macarn pengajaran terprogram, antara lain
a. Program linear, adalah program yang menentukan urut-urutan
kegiatan murid untuk menyelesaikan kegiatan.
b. Program intrinsik atau "branching programprogram ini respon-
respon murid menentukan arah kegiatan murid-murid
c. Individually Guide Education (IGE) adalah program
pengajaran individual yang disusun dalam bentuk
unit-unit belajar dengan rumusan tujuan pembelajaran,
bahan pelajaran, dan cara-cara untuk mencapai tujuan
pembelajaran.

23
2. Implementasi Teori Belajar Psikologi Kognitif
a. Implikasi Teori Piaget untuk Pendidikan
Teori Piaget mengisyaratkan agar guru meneliti bahasa siswa
dengan seksama untuk memahami kualitas berpikir siswa/siswi
di dalam kelas. Deskripsi Piaget mengenai hubungan antara
tingkat perkembangan konseptual anak dengan bahan pelajaran
yang kompleks menunjukkan bahwa guru harus memperhatikan
apa yang harus diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, tipe
kelas yang dikehendaki oleh Piaget adalah yang menekankan
pada transmisi pengetahuan melalui metode ceramah-diskusi dan
mendorong guru untuk bertindak sebagai katalisator dan siswa
belajar sendiri satu di antara hal-hal yang penting dalam belajar
mencakup soal kematangan anak untuk belajar. Menurut Piaget
operasi mental tertentu terdapat pada tingkat perkembangan
yang berbeda-beda yang membatasi kesanggupan anak untuk
mengelola masalah-masalah tertentu terutama pada tahap
abstrak.

b. Implikasi “Discovery Learning” dari Bruner.


Menurut teori bruner discovery learning adalah kegiatan dimana
siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri, yang
mengarah pada self reward, yakni bahwa dengan metode ini
pada gilirannya anak akan mencapai keputusan karena telah
menemukan pemecahan problem sendiri.

c. Implikasi Teori David Ausubel : Expository Teaching


David Ausubel memberikan kritik terhadap discovery learning.
Dia berargumen bahwa siswa/siswi tidak selalu mengetahui apa
yang penting atau relevan, dan beberapa siswa/siswi
membutuhkan motivasi eksternal untuk mempelajari apa yang
diajarkan di sekolah. Guru dalam expository learning maupun

24
discovery learning berbeda, namun keduanya memiliki
kesamaan pandangan antara lain.
1) Sama-sama membutuhkan keaktifan siswa dalam belajar.
2) Kedua pendekatan tersebut menekankan cara-cara
bagaimana pengetahuan siswa yang sudah ada dapat
menjadi bagian dari
3) Kedua pendekatan tersebut sama-sama mengasumsikan
pengetahuan sebagai sesuatu yang dapat berubah terus.

d. Implikasi Teori Belajar Humanistik


Psikologi humanistik memberi perhatian pada guru sebagai
fasilitator. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga
tujuan-tujuan kelompok yang bersifat lebih umum. Guru
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya,
sebagai kekuatan pendorong yang tersembunyi di dalam belajar
yang bermakna tadi. Berikut penjelasan mengenai implikasi teori
belajar humanistik.

Guru sebagai fasilitator, berikut ini adalah berbagai cara untuk


memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sebagai
fasilitator.
a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan
suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas
tujuan-tujuan perorganisasian di dalam kelas dan juga
tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c) Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa
untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di
dalam belajar yang bermakna tadi.

25
d) Mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar
yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk
membantu mencapai tujuan pembelajaran

Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa


Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit
selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode
yang diterapkan. Peran guru dalam pembela jaran humanistik
adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalam an belajar
kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang mema knai proses pengalaman belajarnya sendiri.
Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri
yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada


hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1) Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2) Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak
belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.
3) Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan
siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
4) Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai
proses pem belajaran secara mandiri.
5) Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat,
memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang
diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang
ditunjukkan.

26
6) Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami
jalan pikir an siswa, tidak menilai secara normatif tetapi
mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7) Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan
kecepatannya.
8) Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan
prestasi siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk


diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nur ani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan
aplika si ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan
sikap atas kemauan sendiri.

Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak


terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri
secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut teori
humanistik guru yang baik adalah guru yang memiliki rasa
humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan
dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih
terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan
guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor
yang rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan
siswaa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak
otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tinjauan teori belajar meliputi teori belajar behaviorisme, teori belajar
kognitif, dan teori belajar humanisme.
a. Teori behaviorisme adalah teori yang mempelajari perilaku
manusia, yang berfokus pada peran dari belajar dalam
menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi melalui rangsangan
berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku
reaktif (respons)
b. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada
hasil belajarnya. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan
suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
c. Teori humanistik memandang manusia sebagai manusia, artinya
manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah
tertentu, dalam pembelajaran teori ini menekankan isi dan proses
yang berorientasi pada peserta didik sebagai subjek belajar.
2. Impelentasi teori belajar dalam pembelajaran
a. Implikasi teori belajar psikologi behavioristik dalam pembelajaran
antara lain dimunculkannya prosedur pengembangan tingkah laku
baru dengan metode shaping modeling, satiasi, tingkah laku, dan
hukuman.

28
b. Program pembelajaran dengan assisted learning dan scaffolding
termasuk implikasi teori kognitif karena bermaksud untuk
mengembangkan kemampuan kognitif anak.
c. Implikasi teori belajar psikologi humanistik antara lain dengan
dicetuskannya ide bahwa guru sebagai fasilitator, membuat kriteria
tentang guru yang baik dan tidak baik, bahwa guru yang baik dan
guru yang sejati adalah ia yang humanis dalam pendekatan
pembelajaran. Praktik pembelajaran dalam pandangan teori ini
adalah berlandaskan pada tujuan memanusiakan manusia.
Siswa/siswi adalah subjek belajar bukan objek belajar. Karena itu
alternatif pembelajaran yang mungkin diberikan adalah dengan
metode yang memungkinkan siswa/siswi menggali potensinya
masing-masing sebagaimana adanya. Di antara alternatif
pembelajaran itu, antara lain active learning, the accelerated
learning, quantum learning, dan contextual teaching and learning
(CTL).

B. Saran
1. Setelah mempelajari tinjauan teori belajar dan implikasi teori belajar
dalam pembelajaran, mahasiswa disarankan membaca buku atau dari
berbagai sumber lain mengenai hal-hal yang berkaitan dengan teori
belajar, karena di dalam makalah ini hanya sebatas membahas tentang
konsep dasarnya saja.
2. Sebaiknya mahasiswa memiliki pemahaman awal tentang pengertian
teori belajar, macam-macam teori belajar dan klasifikasinya.
3. Sebelum melaksanakan pembelajaran, sebaiknya pahami dan susun
teori belajar yang akan digunakan agar proses pembelajaran dapat
berjalan secara efektif dan efisien.
4. Untuk menjadi guru yang profesional sangat ditekankan untuk
memahami teori-teori belajar, baik secara teoritis maupun praktis.
5. Penyusun menyadari banyak kekurangan pada makalah ini, karena itu
penyusun berharap masukan dan saran yang membangun demi
sempurnanya makalah ini.

29
DAFTAR PUSTAKA

Asrori. (2019). Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner. In Journal of


Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).

Nast, T. P. J., & Yarni, N. (2019). Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi
Humanistik Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Review
Pendidikan Dan Pengajaran, 2(2), 270–275.
https://doi.org/10.31004/jrpp.v2i2.483

Nurjan, S. (2016). Psikologi Belajar Edisi Revisi. BuatBuku.com

Prof. Dr. Nurhidayah, M.Pd., D. (2017). Psikologi Pendidikan. Journal of


Chemical Information and Modeling, 5.

Titik, S., Ika, H., & Wulandari, S. (2017). Implementasi Gerakan Literasi Sekolah
pada Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar. Sekolah Dasar: Kajian
Teori Dan Praktik Pendidikan, 26(2), 116–123.
http://journal2.um.ac.id/index.php/sd/article/view/3050

30
LAMPIRAN

Hasil Diskusi Presentasi Kelompok 4

Moderator : Agata Alvi Dwi Tantri (033)

Menanggapi presentasi : Fanca Wulandari (058)

Tanggapan : Setelah mendengar dan mengamati presentasi dari kelompok 4,


jika diliat dari power point yang dibuat tampilannya sangat bagus,
estetik dan menarik. apalagi ada beberapa slide anggota kelompok
menggunakan simbol-simbol yang memperjelas bacaan mana yang
sedang dibahas.

Saran untuk pemateri suaranya bisa dilantangkan sedikit karena


suaranya terlalu kecil. Untuk pembahasan yang disampaikan
pemateri sudah bagus karena menjelaskan setiap point yang tertera
di power point tapi di sisi lain pemateri terlalu lama memberi jeda
pada saat menjelaskan materinya.

Sesi diskusi tanya jawab dilaksanakan dengan membuka 2 termin, setiap termin
terdiri dari 3 orang penanya, berikut ini adalah hasil dari diskusi tanya jawab yang
telah dilakukan, diantaranya sebagai berikut.

Termin 1

1. Nama : Vevi Selvia (071)

31
Pertanyaan : Setelah saya membaca makalah yang di sajikan terdapat
bermacam-macarn pengajaran terprogram, antara lain
Program linear, pertanyaan yaitu bagaimana penerapan
program linear di dalam kelas?
Penjawab : Rosaliana (063)
Program linear, adalah program yang menentukan urut
urutan kegiatan murid untuk menyelesaikan kegiatan.
Penerapan program linear dalam kelas yaitu
1) Setiap siswa harus menyelesaikan kolom jawaban
dengan selembar kertas
2) Siswa mempelajari informasi yang diberikan dalam
kerangka mempersiapkan sebuah respon,Respon ini
selanjutnya dibandingkan dengan jawaban yang benar
yang diberikan program.
3) Siswa memproses kerangka selanjutnya dan mengikuti
seluruh prosedur dalam program.

2. Nama : Ayu Sulistiana (001)


Pertanyaan : Apa yang harus dilakukan oleh guru jika hendak
menerapkan teori behavioristik dalam proses pembelajaran?
Penjawab : Dian Fanesya (003)
1) Guru harus menyusun materi atau bahan ajar secara
lengkap. Dimulai dari materi sederhana sampai
kompleks.
2) Guru lebih banyak memberikan contoh berupa
instruksi selama mengajar.
3) Saat guru melihat ada kesalahan, baik pada materi
maupun pada siswa maka guru akan segera diperbaiki.
4) Guru memberikan banyak drilling dan latihan agar
terbentuk perilaku atau pembiasaan seperti yang
diinginkan.
5) Evaluasi berdasarkan perilaku yang terlihat.

32
6) Guru dituntut memiliki kemampuan memberikan
penguatan (reinforcement), baik dari sisi positif dan
negatif.

Penambah Jawaban : Devi Safitri (014)

1) Guru harus tahu stimulus yang tepat untuk diberikan


kepada siswa
2) Guru harus tahu nanntinya respon apa yang timbul
ketika sudah diberika stimulus agar menunjukkan
respon itu apakah sudah benar maka guru harus
menetapkan bahwa respon tersebut harus dapat dilihat,
dinilai, dan diukur sekaligus pemberian hadiah
terhadap siswa jika respon itu sesuai. Agar tujuan
dalam pembelajaran sampai secara maksimal menurut
teori ini guru harus melakukan dan menyiapkan
kegiatan berikut.
3) Menganalisis kemampuan awal dan karakteristik siswa
tentunya seorang guru harus mengetahui kemampuan
siswa terlebih dahulu, bukan tidka mungkin siswa
tidak memiliki pengalaman dasar yang sudah
dimilikinya sehingga kita dapat mengamati perubahan-
perubahan secara jelas baik fisik maupun kerohanian.
4) Merencanakan materi pembelajaran yang akan
dibelajarkan, materi yang akan diberikan dapat sesuai
dengan siswa atau siswa yang menyesuaikan dengan
materi dapat dilakukan dengan perencanaan.
Perencanaan ini dapat dilakukan dengan tes yang
dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran, hasilnya
adalah nanti pengajar akan tahu apakah mana siswa
yang punya pengetahuan da siswa yang belum punya
pengetahuan, kemudian dikelompokkan berdasarkan
dari hasil tersebut.

33
5) Kegiatan yang dapat dilakukan juga dengan
membentuk kelompok belajar sesudah hasil tes tadi.
Menempatkan beberapa siswa yang berkompeten
dicampur dengan siswa yang belum tahu akan
menambah proses mencapai tujuan pendidikan
tersampaikan.

3. Nama : Retno Puja Lestari (032)


Pertanyaan : Setelah saya memperhatikan Dan mendengarkan paparan
materi dari kelompok 4 ada materi yang kurang jelas
penjelasan nya pada makalah hal 27 tentang pembelajaran
terprogam,Tolong jelaskan kembali apa yang dimaskud
pembelajaran terprogam dan berikan salah satu contoh dari
macam macam pembelajaran terprogam?
Penjawab : Agata Alvi Dwi Tantri (033)
: Pengajaran terprogram adalah pengajaran tertulis yang
terdapat dalam buku belajar, dan dapat dipelajari sendiri,
kapan saja dan dimana saja, yang disusun dengan sistematis
urutan langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan
dalam penyelesaian suatu masalah.
Ada 3 (tiga) pengajaran terprogram, antara lain
1) Program linear, adalah program yang menentukan
urut-urutan kegiatan peserta didik untuk
menyelesaikan suatu masalah.
2) Program intrinsik atau "branching” adalah program
yang merespon peserta didik untuk menentukan arah
kegiatan yang akan dilaksanakan
3) Individually Guide Education (IGE) adalah program
pengajaran individual yang disusun dalam bentuk

34
unit-unit belajar dengan rumusan tujuan
pembelajaran, bahan pelajaran, dan cara-cara untuk
mencapai tujuan pembelajaran.

Di sini saya akan memberikan contoh pengajar program


linier yang biasanya terdapat pada pelajaran matematika,
dalam pembelajaran matematika program linear diartikan
sebagai metode yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan suatu masalah dalam bentuk
pertidaksamaan.

Contohnya :
Guru menyajikan bahan ajar tertulis yang di dalamnya
memuat pengertian tentang materi pertidak samaan,
contoh-contoh soal beserta cara penyelesaiannya, dan
pada bagian akhir bahan ajar diberikan soal sebagai
evaluasi pemahaman peserta didik, misalnya:

Seorang tukang jahit akan membuat pakaian model A


dan model B. Model A memerlukan 1 m kain polos dan
1,5 m kain bergaris. Model B memerlukan 2 m kain
polos dan 0,5 m kain bergaris. Persediaan kain polos 20
m dan bergaris 10 m. Banyaknya total pakaian jadi akan
maksimal jika banyaknya model A dan model B masing-
masing...
a. 7 dan 8
b. 8 dan 6
c. 6 dan 4
d. 5 dan 9
e. 4 dan 8

35
Dalam penyelesaiaannya guru menyajikan lembar
jawaban tahap-tahap yang harus diselesaikan seperti.

1) Tahap 1, siswa diminta untuk membuat permisalan


seperti model A dilambangkan (x), dan model B
dilambangkan (y)
2) Tahap 2 memasukkan data yang ada dalam soal ke
dalam bentuk tabel yang telah disediakan,
kemudian menuliskan model matematika dalam
bentuk persamaan.

Model Kain polos Kain bergaris


(m) (m)
Model A (x) ……. ……
Model B (y) ……. ……

3) Tahap 3, siswa diminta untuk mencari nilai x


menggunakan cara eliminasi

Termin 2

1. Nama : Lena Fitriani (013)


Pertanyaan : Dalam makalah kelompok 4 halaman 31 dijelaskan
bahwa Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini
cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran
yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nur ani,
perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Pertanyaannya contoh pembelajaran apa yang mengacu
pada point tersebut!
Penjawab : Bagas Aditiya (018)
Contoh pembelajaran yang mengaju pada point'
pembentukan kepribadian, hari nurani, perubahan sikap
adalah pembelajaran pada muatan agama, ilmu pengetahuan
sosial dan pendidikan kewarganegaraan negara/Pkn yg

36
biasanya di dalam setiap materi pelajaran disajikan materi
tentang bagaimana cara kita bersikap, norma" apa yg harus
kita lakukan dalam kegiatan sehari-hari, apa akibat yang
ditimbulkan jika kita melakukan perbuatan baik, misalnya
jika kita jujur saat mengerjakan tugas maka kita akan
memperoleh hasil sesui dengan kemampuan kita dan tidak
berdosa, sedangkan jika kita mencontek adalah perbuatan
salah dan berdosa, berikan pengertian kepdada siswa bahwa
ketika melakukan perbuatan dosa tuhan akan marah.

2. Nama : Devi Yuliana Sari (006)


Pertanyaan : Setelah saya membaca makalah pada halaman 3 terdapat
Teori behavioristik/behaviorisme, pertanyaan nya yaitu
bagaimana ciri-ciri teori belajar behavioristik?
Penjawab : Rosaliana
Teori behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku
manusia, yang berfokus pada peran dari belajar dalam
menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi melalui
rangsangan berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan
hubungan perilaku reaktif (respons) hukum-hukum
mekanistik.
Ciri-ciri Teori behavioristik yaitu
1) Teori belajar ini sangat mengutamakan pengaruh
lingkungan.
2) Para penganut teori behavioristik berpendapat bahwa
hasil pembelajaran berfokus pada terbentuknya
perilaku yang ingin dibentuk.
3) Teori ini lebih mementingkan pembentukan reaksi atau
respon.
4) Terlihat dengan jelas teori ini bersifat mekanis . salah
satu contohnya adalah jika melakukan kesalahan maka
harus meminta maaf.

37
Penambah Jawaban : Murti Wulandari (034)

Di dalam teori Behavioristik, belajar yang penting


adalah input (berupa stimulus) dan output (berupa respon).
Stimulus merupakan segala sesuatu yang diberikan guru
kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan, karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Dengan demikian, yang
diamati hanyalah stimulus dan responnya saja. Apa yang
diberikan oleh guru dan yang diterima oleh siswa harus
dapat diamati dan diukur. Teori
Behavioristik mengutamakan pengukuran, karena
pengukuran menjadi hal penting untuk mengetahui ada atau
tidaknya perubahan tingkat laku tersebut. Faktor penguatan
(reinforcement) dianggap penting oleh aliran Behavioristik.
Jika penguatan ditambahkan (positive reinforcement), maka
respon akan menjadi semakin kuat.

3. Nama : Wulan Apriliana Winanda Panang (057)


Pertanyaan : Bagaimana peserta didik belajar menurut behavioristik?
Penjawab : Bagas Aditiya (018)
Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar
behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif,
sehingga belajar merupakan perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
kepada siswa. Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan.

38
39

Anda mungkin juga menyukai