Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

“HAKIKAT PENDIDIKAN MORAL DAN BUDI PEKERTI”

Di Susun Oleh:

Kelompok 2

Kurni Emilia (2019406405023)

Nadia Widya Hastuti (2019406405016)

Mia Kurniasih (2019406405010)

Septian Nur Ayini (2019406405041)

Vevi Selfia (2019406405071)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan Islam sebagai rahmat
diseluruh alam. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW.
Ilmu pengetahuan sebagai cahaya penerang,memberikan manusia jalan keluar atas
ketidaktahuan, memberikan manusia solusi atas permasalahan. Ilmu pengetahuan
di tangan orang yang bijak menjadi manfaat tetapi menjadi alat kejahatan jika
disalahgunakan.

Pembuatan makalah ini adalah sebagai persyaratan penyelesaian mata kuliah


Pendidikan Budi Pekerti. Dengan segala upaya serta bantuan,bimbingan maupun
pengarahan dan hasil diskusi dari berbagai pihak dalam proses penulisan makalah
ini,maka dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Ibu Santi Handayani, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah yang telah
membimbing dalam penulisan makalah ini.
2. Rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, penulis
berharap pembaca dapat memberi kritik dan saran sebagai perbaikan makalah ini.

Pagelaran ,26 September 2021

Penyusun

Kelompok 2

i
DARTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DARTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Masalah.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti, Afektif, Nilai, Moral, dan Karakter.. .4
B. Format Pendidikan Moral di Indonsesia....................................................10
C. Ruang Lingkup Materi dan Substansi Pendidikan Budi Pekerti.................11
D. Budi Pekerti pada Jenjang Pendidikan Formal...........................................16
BAB III PENUTUP..............................................................................................20
A. Kesimpulan.................................................................................................20
B. Saran............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan moral bukanlah sebuah topik baru dalam pendidikan.
Pada kenyataanya, pendidikan moral ternyata sudah seumur pendidikan itu
sendiri. Berdasarkan penelitian sejarah dari seluruh negara yang ada di
dunia ini, pada dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu
membimbing para generasi muda untuk menjadi cerdas dan memiliki
perilaku berbudi. Membimbing anak untuk menjadi cerdas merupakan hal
yang mudah tetapi membimbing anak untuk menjadi baik atau memiliki
perilaku berbudi bukanlah hal yang mudah.
Masalah moral yang menjadi perhatian sekolah yaitu masalah
kenakalan remaja. Seperti masalah ketamakan, ketidakjujuran, tindak
kekerasan, penyalagunaan narkoba, tindakan bunuh diri, pemerkosaan,
pencurian dan tawuran antar pelajar. Maraknya berbagai tanyangan negatif
yang bebas dikonsumsi para pelajar makin kuat mempengaruhi pribadi
mereka.
Masalah moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya
penyelenggaraan pendidikan karakter. Karakter merupakan cerminan
kepribadian seseorang secara utuh atau kepribadian utama. Kepribadian
utama menurut Ahmad D. Marimba pada pengertian pendidikan Islam
adalah kepribadian Muslim. Yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai
Agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat dan berdasarkan
nilai-nilai Islam, dan bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Dimana sumber nilai-nilai Islam adalah Al-Quran dan Hadis.
Pembelajaran tentang tata krama, sopan santun dan adat-istiadat
menjadikan pendidikan karakter lebih menekankan kepada perilaku-
perilaku aktual, tentang bagaimana seorang anak dapat disebut

1
berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang
bersifat kontekstual dan kultural. Sistem norma-norma atau nilai-nilai
dapat digolongkan dalam nilai kemasyarakatan, kesusilaan dan
keagamaan. Baik buruknya sesuatu perbuatan ditentukan berdasarkan
golongan nilai-nilai tersebut.
Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah moral sekolah dituntut
untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nalai yang baik dan
membantu para siswa membentuk dan membangun karakter mereka
dengan nilai-nilai yang baik dan juga membantu siswa untuk memahami,
memperhatikan dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
mereka sendiri. Pendidikan karakter merupakan metode terbaik dalam
mengatasi dan memperbaiki masalah moral terutama di kalangan remaja.
Agar pendidikan karakter dapat diterapkan dengan baik, hendaknya
didukung oleh semua fihak, tidak hanya guru dituntut sepenuhnya, tetapi
peran orang tua sangat penting.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dikemukakan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa itu pendidikan budi pekerti, afektif, nilai, moral, dan karakter?
2. Bagaimana format pendidikan moral di Indonesia?
3. Bagaimana ruang lingkup materi dan substansi pendidikan budi
pekerti?
4. Bagaimana nilai budi pekerti pada jenjang pendidikan formal?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat dikemukakan tujuan masalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pendidikan budi pekerti, afektif, nilai, moral, dan karakter.
2. Mengetahui format pendidikan moral di Indonesia.

2
3. Mengetahui ruang lingkup materi dan substansi pendidikan budi
pekerti.
4. Mengetahui nilai budi pekerti pada jenjang pendidikan formal.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti, Afektif, Nilai, Moral, dan


Karakter
1. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti
Pada hakekatnya, pendidikan budi pekerti memiliki substansi dan
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Haidar (2004) mengemukakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah
usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau
menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam 6 sikap dan prilaku
peserta didik agar memiliki sikap dan prilaku yang luhur (berakhlakul
karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan
Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan.
Secara konsepsional, Pendidikan Budi Pekerti dapat dimaknai
sebagai usaha sadar melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan,
pengajaran dan latihan, serta keteladanan untuk menyiapkan peserta
didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam
segenap peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan budi
pekerti juga merupakan suatu upaya pembentukan, pengembangan,
peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan perilaku peserta didik agar
mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras,
serasi, seimbang antara lahir-batin, jasmani-rohani, material-spiritual,
dan individu sosial. (Balitbang Puskur, Depdiknas, 2001).
Sedang secara operasional, pendidikan budi pekerti dapat dimaknai
sebagai suatu upaya untuk membentuk peserta didik sebagai pribadi
seutuhnya yang tercermin dalam kata, perbuatan, sikap, pikiran,
perasaan, dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma
dan moral luhur bangsa Indonesia melalui kegiatan bimbingan,
pelatihan dan pengajaran. Tujuannya agar mereka memiliki hati nurani

4
yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam
melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama
makhluk (Balitbang Puskur, Depdiknas, 2001).
Berkaitan dengan hal tersebut, Pusbangkurandik (1997)
mengkategorikan pendidikan budi pekerti menjadi tiga komponen
yaitu:
1. Keberagamaan, terdiri dari nilai-nilai; (a) kekhusukan
hubungan dengan Tuhan, (b) kepatuhan kepada Agama, (c) niat
baik dan keikhlasan, (d) perbuatan baik, (e) pembalasan atas
perbuatan baik dan buruk.
2. Kemandirian, terdiri dari nilai-nilai; (a) harga diri, (b) disiplin,
(c) etos kerja (kemauan untuk berubah, hasrat mengejar
kemajuan, cinta ilmu, teknologi dan seni), (d) rasa tanggung
jawab, (e) keberanian dan semangat, (f) keterbukaan, (g)
pengendalian diri.
3. Kesusilaan, terdiri dari nilai-nilai; (a) cinta dan kasih sayang,
(b) kebersamaan, (c) kesetiakawanan, (d) tolong-menolong, (e)
tenggang rasa, (f) hormat menghormati, (g) kelayakan
(kapatutan), (h) rasa malu, (i) kejujuran dan (j) pernyataan
terima kasih, permintaan maaf (rasa tahu diri).
(Pekerti et al., n.d.)

2. Pengertian Ranah Afektif


Yang dimaksud dengan ranah afektif adalah ranah yang berkaitan
dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat dilihat perubahannya bila seseorang telah memiliki
penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif
kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai
ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada
siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap

5
pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman kelas,
kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.

Adapun pengertian afektif menurut para ahli adalah sebagai berikut.

1. Menurut Sudjana, yaitu berhubungan dengan sikap dan nilai.


2. Menurut David R. Krathwohl, yaitu perilaku yang memberatkan
perasaan, emosi, atau derajat tingkat penolakan atau penerimaan
terhadap suatu objek.
3. Menurut Syamsu Yusuf, yaitu tingkah laku yang mengandung
penghayatan suatu emosi atau perasaan tertentu.
4. Menurut Pophan, yaitu ranah yang menentukan tingkat keberhasilan
seseorang.
Ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Karena
orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu akan sulit
untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang
memiliki minat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai
hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik
harus mampu membangkitkan minat siswa untuk mencapai
kompetensi pembelajaran yang telah ditentukan. (Ii & Afektif, n.d.)
Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap, watak,
karakter, emosi, dan perilaku. Pada kegiatan pembelajaran, ranah
afektif menjadi hal penting yang harus menjadi perhatian guru karena
tujuan pendidikan tidak hanya mencerdaskan peserta didik, melainkan
juga meningkatkan moralnya. 

Ranah ini dibagi ke dalam lima aspek afektif, yaitu sebagai berikut.

1. Menerima atau memperhatikan (receiving atau attending)


Aspek ini merupakan aspek yang menekankan adanya rangsangan
atau stimulus dari luar. Rangsangan itu bisa berupa masalah, situasi,
atau gejala lain. Pada aspek ini, peserta didik diarahkan agar bisa
menerima nilai-nilai kebaikan yang diperoleh dari pembelajaran. 

6
Misalnya, tidak pernah mencontek saat mengerjakan tugas, datang
ke kelas tepat waktu, rajin mengerjakan PR, dan sebagainya.
2. Menanggapi (responding)
Pada aspek ini, peserta didik bisa melibatkan dirinya secara aktif
dalam suatu kejadian dan memberikan reaksinya. Contohnya, muncul
keinginan peserta didik untuk mempelajari hal-hal tentang bela negara.
3. Menilai atau menghargai (valuing)
Pada aspek ini, peserta didik sudah mampu memberikan penilaian
suatu kejadian itu baik atau buruk. Tidak sampai situ, setelah mereka
bisa menilai sesuatu, mereka akan berusaha untuk
mengimplementasikan sisi baiknya dan menjauhi sisi buruknya. 
Misalnya, bermula dari sekolah, seorang peserta didik mampu
menerapkan kedisiplinan di rumah, masyarakat, dan di manapun ia
berada.
4. Mengatur (organization)
Pada aspek ini, peserta didik sudah bisa mengombinasikan dua
nilai berbeda sehingga menjadi satu nilai baru yang bersifat universal,
sehingga terbentuk perbaikan nilai secara umum. Contohnya,
keikutsertaan peserta didik di ajang penegakan hukum nasional.
5. Karakteristik dengan suatu nilai (characterization)
Aspek ini merupakan aspek tertinggi di ranah afektif karena
peserta didik sudah mampu memadukan semua nilai, sehingga
tercermin dari kepribadian beserta tingkah lakunya. Artinya, pada
aspek ini sudah tertanam nilai-nilai yang secara konsisten membentuk
kepribadian peserta didik.

3. Pengertian Pendidikan Nilai


Pada dasarnya, Pendidikan Nilai dapat dirumuskan dari dua
pengertian dasar yang terkandung dalam istilah pendidikan dan nilai.
Ketika dua istilah itu disatukan, arti keduanya menyatu dalam definisi

7
Pendidikan Nilai. Namun, karena arti pendidikan dan arti nilai
dimaksud dapat dimaknai berbeda, definisi Pendidikan Nilai-pun dapat
beragam bergantung pada tekanan dan rumusan yang diberikan pada
kedua istilah itu.
Sastrapratedja (Kaswardi, 1993) menyebutkan bahwa Pendidikan
Nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri
seseorang Dalam pengertian yang hampir sama, Mardiatmadja (1986)
mendefinisikan Pendidikan Nilai sebagai bantuan terhadap peserta
didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya
secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Pendidikan Nilai tidak
hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah
mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program
pendidikan.
Hakam (2000: 05) mengungkapkan bahwa Pendidikan Nilai adalah
pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut
pandang non moral, meliputi estetika, yakni menilai objek dari sudut
pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar
atau salahnya dalam hubungan antarpribadi.
Dari tiga definisi di atas, dapat dimaknai bahwa Pendidikan Nilai
adalah proses bimbingan melalui suritauladan, pendidikan yang
berorientasi pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang di dalamnya
mencakup nilai agama, budaya, etika, dan estetika menuju
pembentukan pribadi peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang utuh, berakhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan
negara. (Annisa et al., n.d.)

4. Pengertian Pendidikan Moral


Moral berasal dari bahasa latin mores, dari suku kata mos yang
artinya adat istiadat, kelakuan, watak, tabiat, dan akhlak (K. Prent
dalam Soenarjati 1989: 2). Dalam perkembangannya moral diartikan

8
sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, yang susila.
Pendidikan moral adalah usaha dalam membentuk moralitas anak didik
menjadi generasi bangsa yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan bermoral. Dari pengertian tersebut dinyatakan bahwa moral adalah
berkenaan dengan kesusilaan. Seorang individu dapat dikatakan
memiliki moral baik apabila bertingkah laku sesuai dengan kaidah-
kaidah moral yang ada. Sebaliknya jika perilaku individu itu tidak
sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, maka ia akan dikatakan tidak
bermoral.
Moral sebagai prinsip baik buruk yang ada dan melekat dalam diri
individu atau seseorang. Walaupun moral itu berada di dalam diri
individu, tetapi moral berada dalam suatu sistem yang berwujud aturan
( Ouska dan Whellan dalam Ruminiati, 2007: 32). Moral dan moralitas
memiliki perbedaan, karena moral adalah prinsip baik buruk
sedangkan moralitas merupakan kualitas pertimbangan baik buruk.
Dengan demikian hakikat dan makna moralitas dapat dilihat dari cara
individu yang memiliki moral dalam mematuhi maupun menjalankan
aturan. (Pekerti et al., n.d.)
Pendidikan moral merupakan salah satu pendekatan yang dianggap
sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai secara komprehensif.
Pendidikan moral mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keterampilan mengatasi konflik, dan perilaku yang baik, jujur, dan
penyayang (kemudian dinyatakan dengan istilah ”bermoral”).
Tujuan utama pendidikan moral adalah menghasilkan individu
yang otonom, memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen
untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
moral mengandung beberapa komponen yaitu pengetahuan tentang
moralitas, penalaran moral, perasaan kasihan dan mementingkan
kepentingan orang lain, dan tendensi moral (Darmiyati Zuchdi,
2003:13).

9
Pendidikan moral sangat penting untuk di terapkan di sekolah dasar
dalam rangka menghasilkan anak-anak bermoral. Pestalozzi (Heafford
M.R., 1967) menjelaskan kenapa pendidikan moral menjadi sangat
mendasar dan penting karena hubungan antara pendidikan intelektual
dengan pendidikan moral secara langsung di dasari pada pemahaman
bahwa tujuan dari pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas diri
dalam memahami sifat alamiah dan kemurnian serta sifat-sifat baik
yang ada dalam diri kita. Kemampuan memahami hal tersebut, tidak
bisa hanya menggunakan akal saja melainkan dengan hati”.
Lebih lanjut pestalozzy menjelaskan bahwa tujuan pendidikan
bukan untuk menanamkan pengetahuan, namun untuk membentangkan
kemampuan alami dan mengembangkan kemampuan tersembunyi
yang ada dalam setiap orang. Dengan kata lain, pendidik perlu
memfokuskan pada anak, dan bukan pada pendidikan itu sendiri.
Pendidikan moral bagi anak SD diharapkan dapat merubah perilaku
anak, sehingga peserta didik jika sudah dewasa memiliki tanggung
jawab, menghargai sesamanya, dan mampu menghadapi tatangan
jaman yang cepat berubah. Disinilah pentingnya nilai-nilai moral yang
berfungsi sebagai media transformasi untuk Indonesia lebih baik
dengan memiliki keunggulan dan kecerdasan di berbagai bidang; baik
kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual,
kecerdasan kinestika, kecerdasan logis, musikal, lenguistik, serta
kecerdasan spesial (Habibah, 2007: 1).
5. Pengertian Pendidikan Karakter
Istilah karakter diambil dari bahasa Yunani “Charassian” yang
berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek
lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang
perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter
mulia. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah

10
“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,
sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter, adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak.
Sementara untuk pengertian pendidikan karakater Lickona (1992)
menyebutkan “character education is the deliberate effort to help
people understand, care about, and act upon core ethical values”, hal
ini berarti bahwa pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja
untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan
nilai-nilai etika inti. Pendidikan Karakter adalah pendidikan yang
mendukung perkembangan sosial, emosional, dan etis siswa.
Semantara secara sederhana pendidikan karakter dapat dimaknai
sebagai hal postif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh
kepada karakter siswa yang diajarnya (Samani & Hariyanto, 2013).
Pendidikan karakter merupakan sebuah upaya untuk membangun
karakter (character building). Elmubarok (2008, p. 102) menyebutkan
bahwa character building merupakan proses mengukir atau memahat
jiwa sedemikian rupa, sehingga berbentuk unik, menarik, dan berbeda
atau dapat dibedakan dengan orang lain, ibarat sebauh huruf dalam
alfabeta yang tak pernah sama antara yang satu dengan yang lain,
demikianlah orangorang yang berkarakter dapat dibedakan satu dengan
yang lainnya. Pendidikan karakter dapat disebut juga sebagai
pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan dunia afektif,
pendidikan akhlak, atau pendidikan budi pekerti. (Annisa et al., n.d.)

B. Format Pendidikan Moral di Indonsesia


Moral merupakan ajaran tentang baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya (Kesuma, dkk,
2011, h. 22). Penanaman moral sejak dini, merupakan salah satu strategi
untuk membentuk moral remaja yang berbudi pekerti luhur. Kesalahan
konsep pendidikan dalam memberikan nilai-nilai moral, dapat

11
mengakibatkan moral hanya sekedar konteks kata yang tidak bermakna
bagi kehidupannya.
Formalisme pendidikan di Indonesia saat ini diasumsikan pada dua
metode yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung
dimulai dengan menentukan perilaku yang dinilai baik, dengan cara
indoktrinasi konsep moral. Strategi ini memusatkan perhatian secara
langsung pada pembelajaran, melalui diskusi, ilustrasi, menghafal dan
mengucapkan. Metode kedua adalah metode tidak langsung yang dimulai
dengan menentukan perilaku yang diinginkan, tetapi dengan menciptakan
situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat dipraktikkan.
Keseluruhan pengalaman pembelajaran di sekolah maupun lingkungan
digunakan untuk mengembangkan konsep moral yang baik.
Konsep pembelajaran di Indonesia ternyata didominasi oleh
pembelajaran langsung, sehingga proses indoktrinasi menjadi salah satu
ciri pembelajaran moral. Kecenderungan indoktrinasi ini menjadikan
kegalauan bahwa indoktrinasi hanya akan menghasilkan dua
kemungkinan. Pertama nilai-nilai yang diindoktrinasikan diserap bahkan
dihafal luar kepala, tetapi tidak terinternalisasi. Kedua, nilai-nilai tersebut
diterapkan dalam kehidupan, tetapi karena adanya pengawasan bukan
karena kesadaran sendiri. Indoktrinasi dalam proses pembelajaran akan
menghasilkan peserta didik yang mengerti akan moral, tetapi tidak dapat
mengimplementasikan dalam kehidupan. Hal inilah yang memberikan
dasar asumsi mengapa peserta didik kadang melakukan pelanggaran
moral, padahal peserta didik memahami akan arti moral. Pemahaman akan
moral hanya sebatas pada teoritis dan normatif saja, sehingga kadang
terjadi perbedaan perilaku dari peserta didik dalam penerapannya. (Dasar,
2019)

C. Ruang Lingkup Materi dan Substansi Pendidikan Budi Pekerti


Secara etimologis, istilah budi pekerti, atau dalam bahasa Jawa
disebut budi pakerti, dimaknai sebagai budi berarti pikir, dan pakerti

12
berarti perbuatan. Dengan demikian, budi pakerti dapat diartikan sebagai
perbuatan yang dibimbing oleh pikiran; perbuatan yang merupakan
realisasi dari isi pikiran; atau perbuatan yang dikendalikan oleh pikiran.
Budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur
menurut kebaikan dan keburukannya melalui ukuran norma agama, norma
hukum, tata krama, dan sopan santun, norma budaya/adat istiadat
masyarakat. Pendidikan budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif
yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran,
sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik. Budi pekerti luhur dapat
menciptakan sikap sopan santun, suatu sikap dan perbuatan menunjukkan
hormat, takzim, tertib menurut adat yang baik yang menunjukkan tingkah
laku yang beradab.
Ruang lingkup materi budi pekerti menurut Milan Rianto, (2001: 4-
10) secara garis besar dapat dikelompokkan dalam tiga hal nilai akhlak
yaitu sebagai berikut.
1. Akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa
a. Tuhan sebagai Pencipta
Manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan semua benda yang
ada di sekeliling kita adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Kuasa. Kita harus percaya kepada Tuhan yang mencitakan
alamsemesta ini, artinya kita wajib mengakui dan meyakini bahwa
Tuhan Yang Maha Esa itu memeng ada.
Kita harus beriman dan bertakwa kepada-Nya dengan yakin
dan patuh serta taat dalam menjalankan segala perintah dan
menjauhi segala larangan-Nya. Semua agama mempunyai
pengertian tentang ketakwaan, secara umum takwa berarti taat
melaksanakan penrintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Jadi
kita harus ingat dan waspada serta hati-hati jangan sampai
melanggar perintah-Nya.

b. Tuhan sebagai Pemberi (pengasih, penyayang)

13
Tuhan Yang Maha Esa adalah maha pemberi, pengasih, dan
penyayang. Asalkan kita meyakini akan keberadaannya, akan
kekuasaan dan kebesarannya maka Tuhan akan memberikan
apapun yang kita minta. Dalam ajaran agama disebutkan “Mintalah
kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya”. Oleh karena itu,
jangan kita merasa bosan untuk berdoa dan memohon, jangan pula
cepatmenyerah, tetapi harus tetap berusaha dengan sekuat tenaga.
Setiap akan melakukan suatu pekerjaan jangan lupa membaca
kalimat Tuhan “Bismillahirahmanirahhim” agar mendapatkan hasil
yang baik, memuaskan serta selamat. Setelah selesai sampaikan
rasa syukur kita, misalnya dengan mengucapkan “
Alhamdulillahirabilalamin”.

c. Tuhan sebagai Pemberi Balasan (baik dan buruk)


Selain Tuhan Maha Pemberi, juga akan selalu member
balasan terhadap apa yang kita kerjakan di manapun dan kapanpun.
Jika kita berbuat baik, pasti Tuhan akan membalasnya dengan
kebaikan dan pahala yang berlipat ganda, tetapi sebaliknya jika
berbuat buruk atau jahat, Tuhan pun akan membalasnya dengan
siksa dan dosa.
Menurut norma agama, jika kita melanggar perintah Tuhan
maka kita akan mendapatkan hukuman dari Tuhan karena kita
berdosa. Oleh karena itu, marilah kita berbuat baik dan beribadah
sesuai dengan ajaran agama kta masing-masing. Sikap ini sangat
baik bagi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Keadaan kehidupan bermasyarakat akan lebih baik apabila
semua umat beragama melaksanakan ajaran agamanya dengan
penuh kesadaran, ketakwaan dan keikhlasan.

2. Akhalak terhadap Sesama Manusia


a. Terhadap Diri Sendiri

14
Setiap manusia harus mempunyai jati diri. Dengan jati diri,
seseorang mampu menghargai dirinya sendiri, mengetahui
kemampuannya, kelebihan dan kekurangan.

b. Terhadap Orangtua
Orang tua adalah pribadi yang ditugasi Tuhan untuk
melahirkan, membesarkan memelihara, dan medidik. Maka sudah
sepatutnya seorang anak menghormati dan mencintai orangtua
serta taat dan patuh kepadanya. Beberapa sikap dan yang perlu kita
perhatikan dan lakukan kepada orangtua adalah sebagai berikut:
1) Memohon izin, member salam pada saat akan pergi dan
pulang dari sekolah, lebih baik lagi jika mencium
tangannya.
2) Memberitahukan jika kita akan pergi ke suatu tempat dan
berapa lamanya.
3) Gunakan dan peliharalah perabot atau barang-barang yang
ada di rumah kita.
4) Tidak meminta uang yang berlebihan dan jangan bersifat
boros.
5) Membantu pekerjaan yang ada di rumah, misalnya
membersihkan rumah, memasak dan mengurus tanaman.

c. Terhadap orang yang lebih tua


Bersikaplah hormat, menghargai, dan mintalah saran,
pendapat, petunjuk, dan bimbingannya. Karena orang yang lebih
tua dari kita, pengetahuan, pengalaman, dan kemampuannya lebih
dari kita. Di manapun kita berjumpa berikan salam dan datanglah
ke tempat orang yang lebih tua dari kita. Jika kita mempunyai
saran dan pendapat maka sampaikanlah dengan tenang, tertib, dan
tidak menyinggung perasaannya.

15
d. Terhadap Sesama
Melakukan tata karma dengan teman sebaya memeng agak
sulit karena mereka merupakan teman sederajat dan sehari-hari
berjumpa dengan kita sehingga sering lupa memperlakukan mereka
menurut tata cara dan sopan santun yang baik. Sikap yang perlu
diperhatikan antara lain sebagai berikut:
1) Menyapa jika bertemu
2) Tidak mengolok-olok sampai melewati batas
3) Tidak berprasangka buruk
4) Tidak menyinggung perasaannya
5) Tidak memfitnah tanpa bukti
6) Selalu menjaga nama baiknya
7) Menolongnya jika mendapat kesulitan

Selain itu kita pun harus bergaul dengan semua teman tanpa
memandang asal-usul keturunan, suku bangsa, agama,, maupun
status sosial.

e. Terhadap orang lain yang lebih muda


Janganlah karena lebih tua lalu kita seenaknya saja
memperlakukan teman yang lebih muda. Justru kita yang lebih tua
seharusnya melindungi, menjaga, dan membimbingnya. Berilah
mereka petunjuk, nasehat atau saran/pendapat yang baik sehingga
akan berguna bagi kehidupannya yang akan datang. Perangi kita
yang buruk dan janganlah diperlihatkan sifat-sifat/ perilaku buruk
kepada orang yang lebih muda dari kita, sebab khawatir mereka
mencontoh perilaku tersebut.

3. Akhlak terhadap Lingkungan


a. Alam
1) Flora

16
Manusia tidak mungkin bertahan hidup tanpa adanya
dukungan lingkungan alam yang sesuai, serasi seperti yang
dibutuhkan. Untuk itulah kita harus mematuhi aturan dan
norma demi menjaga kelestarian dan keserasian hubungan
antara menusia dengan alam sekitarnya. Tumbuh-tumbuhan
(flora) sangat berguna bagi kehidupan manusia, misalnya
sayur-sayuran, buah-buahan, dan padi.
Bahkan tidak sedikit tumbuh-tunbuhan yang dapat
digunakan untuk obat. Hutan harus dapat dilestarikan sebab
dari hutanpun banyak hasil yang didapatkan misalnya kayu,
rotan, dan lain-lain. Tidak sedikit pula perkebunan
menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan penduduk,
misalnya perkebunan teh, kopi, kelapa sawit, cokelat, dan lain-
lain.
2) Fauna
Bumi Indonesia dikaruniai Tuhan berbagai fauna. Hal ini
memperkaya keindahan dan kemakmuran penduduk . Hewan-
hewan ada yang dipelihara, diternakkan, ada juga yang masih
liar. Peternakan yang banyak menghasilkan dan
menguntungkan misalnya sapi, kerbau, kambing.

b. Sosial-Masyarakat-Kelompok
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan bisa hidup
tanpa bantuan orang lain. Bagaimanapun keadaannya atau
kemampuannya pasti memerlukan bantuan orang lain. Hubungan
antara manusia dengan manusia dalam masyarakat ataupun
kelompok harus selaras, serasi dan seimbang. Kita harus saling
menghormati, menghargai, dan tolong-menolong untuk mencapai
kebaikan.

17
D. Budi Pekerti pada Jenjang Pendidikan Formal
Budi pekerti adalah nilai-nilai hidup manusia yang sungguh
sungguh dilaksanakan bukan karena sekedar kebiasaan, tetapi berdasar
pemahaman dan kesadaran diri untuk menjadi baik. Nilai-nilai yang
disadari dan dilaksanakan sebagai budi pekerti hanya dapat diperoleh
melalui proses yang berjalan sepanjang hidup manusia. Budi pekerti
didapat melalui proses internalisasi dari apa yang ia ketahui, yang
membutuhkan waktu sehingga terbentuklah pekerti yang baik dalam
kehidupan umat manusia.
Mengingat bahwa penanaman sikap dan nilai hidup merupakan
proses, maka hal ini dapat diberikan melalui pendidikan formal yang
direncanakan dan dirancang secara matang. Direncanakan dan dirancang
tentang nilai-nilai yang akan diperkenalkan, metode dan kegiatan yang
dapat digunakan untuk menawarkan dan menanamkan nilai-nilai tersebut.
Nilai-nilai yang ditawarkan dan ditanamkan kepada siswa harus
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tugas perkembangan kejiwaan
anak.
Pada tahap awal proses penanaman nilai, anak diperkenalkan pada
tatanan hidup bersama. Tatanan hidup dalam masyarakat tidak selalu
seiring dengan tatanan yang ada dalam keluarga. Pada tahap awal, anak
diperkenalkan pada penalarannya, tahap demi tahap. Semakin tinggi
tingkat pendidikan anak, maka semakin mendalam unsure pemahaman,
argumentasi, dan penalarannya. Nilai-nilai hidup yang diperkenalkan dan
ditanamkan ini merupakan realitas yang ada dalam masyarakat kita.
Berikut beberapa nilai yang dapat dipilih dan ditawarkan kepada
anak melalui jenjang pendidikan formal. Nilai-nilai yang ditawarkan ini
dipertimbangkan berdasarkan pemahaman akan kebutuhan dan
permasalahan yang ada dalam masyarakat dewasa ini.
a. Kebutuhan akan adanya nilai dan isu persatuan untuk menjawab
kecenderungan perpecahan.

18
b. Nilai dan isu gender merupakan kebutuhan untuk menghargai perempuan
sebagai makhluk dan bagian masyarakat yang setara dengan laki-laki.
c. Nilai dan iisu lingkungan hidup untuk menjawab kebutuhan menghargai,
menjaga, mencintai, dan mengembangkan lingkungan alam yang cenderung
dieksploitasi tanpa memerhatikan keseimbangan untuk hidup.
d. Keprihatinan akan kebenaran dan keadilan yang tampak masih jauh dari
harapan kehidupan masyarakat. Hal ini bukan berarti hanya inilah yang
termasuk nilai hidup, tetapi dari semua yang ditawarkan masih terbuka
untuk nilai-nilai yang lain. Nilai-nilai hidup yang ditawarkan menurut Paul
Suparno, dkk., (2002:63-93) adalah sebagai berikut.
1) Religiusitas
a) Menyukuri hidup dan percaya kepada Tuhan
b) Sikap toleran.
c) Mendalami ajaran agama
2) Sosialitas
a) Penghargaan akan tatanan hidup bersama secara positif.
b) Solidaritas yang benar dan baik.
c) Persahabatan sejati.
d) Berorganisasi dengan baik dan benar.
e) Membuat acara yang sehat dan berguna
3) Gender
a) Penghargaan terhadap perempuan.
b) Kesempatan beraktivitas yang lebih luas bagi perempuan.
c) Menghargai kepemimpinan perempuan
4) Keadilan
a) Penghargaan sejati dan orang lain secara mendasar.
b) Menggunakan hak dan melaksanakan kewajiban secara benar dan
seimbang.
c) Keadilan berdasarkan hati nurani.
5) Demokrasi

19
a) Menghargai dan menerima perbedaan dalam hidup bersama
dengan saling menghormati.
b) Berani menerima realita kemenangan maupun kekalahan.
6) Kejujuran
a) Menyatakan kebenaran sebagai penghormatan pada sesama.
7) Kemandirian
a) Keberanian untuk mengambil keputusan secara jernih dan benar
dalam kebersamaan.
b) Mengenal kemampuan diri.
c) Membangun kepercayaan diri.
d) Menerima keunikan diri.
8) Daya juang
a) Memupuk kemauan untuk mencapai tujuan.
b) Bersikap tidak mudah menyerah.
9) Tanggung jawab
a) Berani menghadapi konsekuensi dari pilihan hidup.
b) Mengembangkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
c) Mengembangkan hidup bersama secara positif.
10) Penghargaan terhadap lingkungan alam
a) Menggunakan alam sesuai dengan kebutuhan secara wajar dan
seimbang.
b) Mencintai kehidupan.
c) Mengenali lingkungan alam dan penerapannya.

20
21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan Budi pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan dalam


rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke
dalam 6 sikap dan prilaku peserta didik agar memiliki sikap dan
prilaku yang luhur (berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia
maupun dengan alam/lingkungan.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat dilihat
perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif
tingkat tinggi.
Pendidikan Nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan
objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi estetika,
yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi,
dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan
antarpribadi.
Pendidikan moral adalah usaha dalam membentuk moralitas anak
didik menjadi generasi bangsa yang takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan bermoral.
Pendidikan Karakter adalah pendidikan yang mendukung
perkembangan sosial, emosional, dan etis siswa. Semantara secara
sederhana pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai hal postif apa
saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang
diajarnya.
Formalisme pendidikan di Indonesia saat ini diasumsikan pada dua
metode yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung

22
dimulai dengan menentukan perilaku yang dinilai baik, dengan cara
indoktrinasi konsep moral. Strategi ini memusatkan perhatian secara
langsung pada pembelajaran, melalui diskusi, ilustrasi, menghafal dan
mengucapkan. Metode kedua adalah metode tidak langsung yang
dimulai dengan menentukan perilaku yang diinginkan, tetapi dengan
menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat
dipraktikkan.

Ruang lingkup pendidikan budi pekerti ada 3 yaitu:

1. Akhlak terhadap Tuhan YME


2. Akhlak terhadap sesama manusia
3. Akhlak terhadap lingkungan

B. Saran

Dengan adanya makalah ini penulis berharap pembaca dapat


memahami isi dari makalah ini dan tentu dapat menambah pengetahuan
mengenai hakekat pendidikan moral dan budi pekerti. Semoga pembaca
bisa terus menggali wawasanya dengan terus mencari referensi lain selain
dari makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, M. N., Wiliah, A., Rahmawati, N., & Tangerang, U. M. (n.d.).


PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK. 2(April 2020), 35–
48.

Dasar, S. (2019). IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MORAL DI SEKOLAH


DASAR Fathurrohman. 3(1), 79–86.

Ii, B. A. B., & Afektif, A. R. (n.d.). No Title. 168–169.

Pekerti, B., Efektif, S., & Sekolah, D. I. (n.d.). ) Adalah Dosen Program Studi
Teknologi Pendidikan FIP UNY 1. 4, 1–13.

24
CATATAN PEMBELAJARAN

Moderator : Kurni Emilia (2019406405023)

Menanggapi: Agata Alvi Dwi Tantri (2019406305033)

Pada penyajian makalah kelompok 2 sudah cukup bagus dan baik,ppt sudah
powerpointnya tidak power teks.

Pemaparan materi sudah cukup jelas namun pemateri hanya memaparkan pada
slide 8 dan 9 saja.

1. Penanya : Mully Hikmalia (2019406405047)


Pertanyaan : Apa pengaruh perkembangan moral terhadap
perkembangan anak dalam belajar ?
Penjawab : Nadia widya hastuti (2019406405016)
Jawaban : Perkembangan moral peserta didik dengan perkembangan
dalam belajar terdapat hubungan yang saling
mempengaruhi .
Bagi peserta didik yang memiliki moral yang baik maka
dalam melaksanakan pembelajaran disekolah akan baik
karena peserta didik tersebut dalam kesehariannya bermoral
yang baik,begitu dengan peserta didik yang moralnya tidak
baik akan dalam melaksanakan proses pembelajaran
disekolah,peserta didik tersebut akan bermalas-malasan dan
tidak semangat dalam melaksanakan pembelajaran. Hal itu
akan sangat berpengaruh tehadap prestasi belajar anak
tersebut,untuk meningkatkan prestasi peserta didik dalam
pembelajaran disekolah ditentukan oleh peserta didik itu
sendiri. Peranana orangtua dan pendidik harus
mencerminkan moral yang baik, karena anak yang memiliki

25
rasa ingin tahu yang besar akan mencoba apa yang mereka
lihat dalam kehidupan sehari-hari.

2. Penanya : Ilhami Robbi (20194064050290)


Pertanyaan : jelaskan pengertian budi pekerti menurut pendapat
kelompok kalian secara singkat dan jelas agar lebih mudah
dipahami?
Penjawab : Vevi Selvia (2019406405071)
Jawaban : Pengertian budi pekerti adalah kesadaran perbuatan atau
perilaku seseorang. Dari segi etimologi kata, istilah budi
pekerti adalah gabungan dari dua 2 kata yaitu budi dan
pekerti.
Arti kata budi sendiri adalah sadar, nalar, pikiran atau
watak. Sedangkan arti kata pekerti adalah perilaku,
perbuatan, perangai, tabiat, watak. Yang jika disimpulkan
bahwa budi pekerti merupakan sesuatu yang berkaitan
sangat erat mengenai karakter manusia baik dalam sifat
maupun perbuatan, yang dilakukan dengan kesadaran.
Sedangkan pengertian budi pekerti menurut KBBI adalah
tingkah laku, akhlak, perangai atau watak. Dalam bahasa
Arab, istilah budi pekerti sendiri disebut dengan akhlak

3. Penanya : Farid Mansyur (2019406405042)


Pertanyaaan : Menurut kelompok kalian, strategi apa saja untuk
membentuk moral anak agar berbudi pekerti yang luhur?
Penjawab : Septian Nur Aini (2019406405041)
Jawaban : strategi diantaranya adalah
 Dengan mengajarkan budi pekerti disekolah
1) Berikan pengertian

26
Sekolah bisa memberikan pelajaran khusus yang membahas
budi pekerti atau bisa memberikan pelajaran budi pekerti
berdampingan dengan pelajaran lain. Misalnya memberi
pengertian kepada anak pentingnya budi pekerti itu
diketahui dan diterapkan dikehidupan sehari-hari

2) Memberikan teladan yang baik


Guru merupakan panutan atau sebagai contoh untuk
anak yang ada disekolah. Untuk bisa mengajarkan
budi pekerti disekolah penting bagi guru untuk
memberi teladan yang baik untuk peserta didiknya.
3) Berikan motivasi
Sebagai seorang calon pendidik kita bisa
memberikan motivasi untuk mendorong anak terus
melakukan budi pekerti yang baik. Dimana guru
sebagai motivator supaya anak tetap konsisten
melakukan budi pekerti yang luhur dengan cara
memberikan saran yang ringan namun bisa
menyentuh hati peserta didik untuk melakukannya.
4) Evaluasi
Guru bisa mengevaluasi apakah pelaksanaan budi
pekerti disekolah sudah seperti yang diharapkan
atau masih belum. Jikae belum bisa mengubah
metode pengajaran berbeda dari sebelumnya.

27
28

Anda mungkin juga menyukai