“Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah
Perkembangan Peserta Didik”
Disusun oleh :
CICALENGKA-BANDUNG
2022-2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Perkembangan Moral dan
Keagamaan Anak-I” dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Makalah ini dibuat berdasarkan standar kompetensi mahasiswa STAI
ALFALAH Cicalengka Bandung. Dengan beberapa penyesuaian makalah ini
kami ajukan untuk menyelesaikan tugas dari mata kuliah Perkembangan Peserta
Didik. makalah ini sebagai acuan materi-materi pendalamannya tentang
perkembangan moral dan keagamaan.
Akhirnya kami penyusun makalah ini masih sangat terbuka terhadap
kritikan konstruktif terhadap segala kekurangan yang terdapat dalam penulisan
makalah ini, sehingga dapat menjadi lebih sempurna untuk kedepannya. Ucapan
terima kasih senantiasa kami sampaikan kepada Bapak Ofa Ch Pudin, M.P.d.
sebagai dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Semoga
Allah SWT memberikan segala kemudahan kepada kita semua. Aamiin YaRabbal
Alamin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
Daftar isi.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Nilai, Moral Dan Sikap...............................................................3
B. Pengertian Agama, Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan...........8
C. Hubungan Antara Moral , Nilai, Dan Sikap................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
B. Saran............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai agama dan moral pada anak yang masih usia dasar dapat disebut
sebagai perkembangan psikis yang dialami oleh anak terkait kemampuannya
dalam memahami dan berperilaku sesuai dengan nilai agama dan moral. Pola
pikir, tingkah laku dan tutur kata sangat erat keterkaitannya dengan moral
seseorang, adapun dengan moral agama yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
apa yang dianut oleh sesorang dan bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.
Pondisi nilai agama dan moral merupakan hal yang cukup berperan penting
dalam perkembangan psikis anak dalam kehiduannya.
Banyak perbuatan fenomenan penyimpangan terjadi pada anak di zaman
sekarang. Contoh kasus dugaan pengeroyokan siswa SD oleh temannya di
Kediri saat bermain bola yang terjadi pada Januari 2018. 1 Ada bermacam-
macam masalah yang terkait dengan nilai agama dan moral anak, sepert;
bullying, merokok, mencuri, tawuran, seks bebas, melawan orang tua, narkoba
dan sebagainya yang cukup meresahkan masyarakat khususnya orang tua dan
guru peserta didik. Harus diketahui bahwa salah satu yang dapat
meningkatkan aspek kognitif anak tidak hanya pengetahuan saja namun nilai
agama dan moral juga cukup berperan penting dalam hakl tersebut. Baik
tidaknya kepribadian seorang anak dapat dilihat dari perilakunya dalam sehari-
hari. Pada masa sekolah anak masi suka mengamati hinggan meniru apa yang
dilakukan atau kebiasaan dari lingkungannya. Anak pada usia dasar
merupakan salah satu perkembangan atas pondasi yang telah ia miliki dari
sejak masa usia dini, pondasi tersebut terus berlanjut dalam hal nilai agama
dan moral sebagai bekal kehidupan.
1
C Damanik, “gara-gara cetak gol bunuh diri siswa SD dianiaya teman-teman hingga masuk,”
https://www.kompas.com/. diambil kembali dari
https://regional.kompas.com/read/2018/01/29/10365701/gara-gara-cetak-gol-bunuh-diri-siswa-sd-
dianiaya-teman-teman-hingga-masuk, pada tanggal 26 Desember 2020.
1
2
2
S. D Kusrahmadi, Pentingnnya Pendidikan Moral Bagi Anak Sekolah Dasar (Dinamika
Pendidikan, 2007), hal, 129.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian
(pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi,
berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian
diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang
dimaksud dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk
kehidupan sopan santun dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan,
yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata
susila berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti
“dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti
peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses
sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena
banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang
yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan
manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.
Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral merupakan perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam
berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai
dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai
moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan
Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan
yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan
pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.4
Pengertian moral menurut para ahli:
4
https://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-moral-menurut-para-ahli.html
5
5
Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to
Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley. Hal.12.
6
bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons reaksi dari sikapnya
terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa, atau situasi.
Menurut Chaplin dalam Dictionary of Psychology menyamakan sikap
dengan pendirian. Chaptin menegaskan bahwa sumber dari sikap tersebut
bersifat kultural, familiar, dan personal.6 Artinya, kita cenderung beranggapan
bahwa sikap-sikap itu akan berlaku dalam suatu kebudayaan tertentu, selaku
tempat individu dibesarkan. Jadi, ada semacam sikap kolektif (collective
attitude) yang menjadi stereotipe sikap kelompok budaya masyarakat tertentu.
Sebagian besar dari sikap itu berlangsung dari generasi ke generasi di dalam
struktur keluarga. Akan tetapi, beberapa darin tingkah laku individu juga
berkembang selaku orang dewasa berdasarkan pengalaman individu itu sendiri.
Para ahli psikologi sosial bahkan percaya bahwa sumber-sumber penting dari
sikap individu adalah propaganda dan sugesti dari penguasa-penguasa,
lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga lainnya yang secara sengaja
diprogram untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu.
Stephen R. Covey mengemukakan tiga teori determinisme yang diterima
secara luas, baik sendiri-sendiri maupun kombinasi, untuk menjelaskan sikap
manusia, yaitu:
1. Determinisme genetis (genetic determinism): berpandangan bahwa sikap
individu diturunkan oleh sikap kakek-neneknya. Itulah sebabnya, seseorang
memiliki sikap dan tabiat seperti sikap dan tabiat nenek moyangnya.
2. Determinisme psikis (psychic determinism): berpandangan bahwa sikap
individu merupakan hasil pelakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua
yang diberikan kepada anaknya.
3. Determinism lingkungan (environmental determinism): berpandangan
bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan
individu itu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu
tersebut. Bagaimana atasan/pimpinan memperlakukan kita, bagaimana
pasangankita memperlakukan kita, situasi ekonomi, atau kebijakan-
6
Chaplin, J.P. 1981. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Hal.32.
7
Sikap merupakan salah satu aspek psikologi individu yang sangat penting
karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan
banyak mewarnai perilaku seseorang. Sikap setiap orang berbeda atau
bervariasi, baik kualitas maupun jenisnya sehingga perilaku individu menjadi
bervariasi. Pentingnya aspek sikap dalam kehidupan individu, mendorong para
psikolog untuk mengembangkan teknik dan instrumen untuk mengukur sikap
manusia. Beberapa tipe skala sikap telah dikembangkan untuk mengukur sikap
individu, kelompok, maupun massa untuk mengukur pendapat umum sebagai
dasar penafsiran dan penilaian sikap.
Dari beberapa teknik atau skala sikap yang dapat digunakan, ada dua skala
sikap yang utama dan dikenal sangat luas, yaitu:7
1) Skala Likert
Dalam skala ini disajikan satu seri pertanyaan-pertanyaan sederhana.
Kemudian responden diukur sikapnya untuk menjawab dengan cara
memilih salah satu pilihan jawaban yang telah disediakan. Yaitu:
a) Sangat setuju
b) Setuju
c) Ragu-ragu/netral
d) Tidak setuju, dan
e) Sangat tidak setuju.
2) Skala Thurstone
Dalam skala ini terdapat sejumlah pernyataan derajat-derajat kekuatan
yang berbeda-beda dan responden/subjek yang bersangkutan dapat
menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap pernyataan-pernyataan
tersebut. Butir-butir pernyataannya dipilih sedemikian rupa sehingga
tersusun sepanjang satu skala interval-sama, dari yang sangat menyenangi
sampai yang sangat tidak menyenangkan.
7
Umami, Ida. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Hal. 55.
8
Kesemuanya memiliki makna yang sama atau mirip, yaiut pegi. Setelah
mendapatkan awalan dan akhiran a, ia mengalami perubahan makna. Dari
bermakna pergi berubah menjadi jalan. Kemiripan seperti ini mudah
dimaklumi karena bahasa Sansekerta, Belanda, Jerman, dan Inggris,
kesemuanya termasuk rumpun bahasa Indo-Jerman.
Selain itu, dikenal pula istilah religion bahasa Inggris, religio atau religi
dalam bahasa Latin, al-din dalam bahasa Arab, dan dien dalam bahasa Semit.
Kata-kata itu ditengarai memiliki kemiripan makna dengan kata “agama” yang
berasal dari bahasa Sansekerta itu. Religious (Inggris) berarti kesalehan,
ketakwaan, atau sesuatu yang sangat mendalam dan berlebih-lebihan. Yang
lain menyatakan bahwa religion adalah: (1) keyakinan pada Tuhan atau
kekuatan supramanusia untuk disembah sebagai pencipta dean penguasa alam
semesta; (2) sistem kepercayaan dan peribadatan tertentu.
Menurut Olaf Scuhman, baik religion maupun religio, keduanya berasala
dari akar kata yang sama, yaitu religare yang berarti “mengikat kembal”,
atau dari kata relegere yang berarti “menjauhkan, menolak, melalui”. Arti
yang kedua, relegere dipegang oleh pujangga ada filosof Romawi Cicero dan
Teolog Protestan Karl Barth, dan sebab itu mereka melihat religio sebagai
usaha manusia yang hendak memaksa Tuhan untuk memberikan sesuatu, lalu
manusia menjauhkan diri lagi.
Sedangkan arti yang pertama, religare, dipegang oleh gereja Latin (Roma
Katolik). Erasmus dari Rotterdam menyatakan bahwa paham ini dikaitkan
dengan sikap manusia yang benar terhadap Tuhan. Benar pula, karena ajara-
ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia yang
mempercayainya. Agama (religio) dalam arti religare juga berfungsi untuk
merekatkan pelbagai unsur dalam memelihara keutuhan diri manusia, diri
orang per orang atau diri sekelompok orang dalam hubungannya terhadap
Tuhan, terhadap sesama manusia, dan terhadap alam sekitarnya.
Sementara Sayyed Hossein Nasr mengatakan “religare” yang berarti
“mengikat” merupakan lawan dari “membebaskan”. Ajaran Sepuluh Perintah
(Ten Commandments) yang membentuk fondasi moralitas Yahudi dan Kristen
10
bagian (unsur) yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kedudukan
masing-masing.
Mukti Ali mengatakan, agama adalah percaya pada adanya Tuhan Yang
Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada utusanNya bagi
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Mukti Ali membatasi
pengertian agama pada kepercayaan dan hokum. Mehdi Ha’iri Yazdi
berpendapat, agama adalah kepercayaan kepada Yang Mulak atau Kehendak
Mutklak sebegai kepedulian tertinggi. Pengertian inimenjadikan Tuhan
sebagai focus perhatian dan kepedulian tertinggi agama sehingga agama
cenderung mengabaikan persoalan kemanusiaan. Agama akhirnya bersifat
teosentris, tanpa perhatian yang cukup terhadap soal-soal kemiskinan dan
keterbelakangan umat.
Harun Nasution mengemukakan berbagai pengertian tentang agama yang
dikemukakan sejumlah ahli, yaitu: (1) pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi; (2) pengakuan terhadap
adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang menguasai manusia; (3)
mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada di luar manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-
perbuatan manusia; (4) kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang
menimbulkan cara hidup tertentu; (5) suatu sistem tingkah laku (code of
conduct) yang berasal dari suatu kekuatan gaib; (6) pengakuan terhadap
adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada kekuatan gaib; (7)
pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari \perasaan takut terhadap
kekuatan misterius yang terdapat di alam sekitar manusia; (8) ajaran-ajaran
yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.
2. Pengertian Pendidikan Agama
Pendidikan berasal dari kata didik, yang mengandung arti perbuatan, hal,
dan cara. Pendidikan Agama dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah religion education, yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang
bertujuan untuk menghasilkan orang beragama. Pendidikan agama tidak cukup
12
8
S. D Kusrahmadi. 2007. Pentingnnya Pendidikan Moral Bagi Anak Sekolah Dasar. Dinamika
Pendidikan. Hal. 10.
13
materi pelajaran kepada tujuan pendidikan agama Islam yang hendak dicapai
proses pembelajaran.9
Dalam konteks tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah umum,
Departemen Pendidikan Nasional merumuskan sebagai berikut :
a. Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan,
serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada
Allah SWT.
b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia
yaitu manusia berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur,
adil, berdisiplin, bertoleran (tasamuh), menjaga keharmonisan secara
personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam
komunitas sekolah.
Lebih lanjut, menurut Arifin, ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam
tujuan pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode, yaitu :
pertama, membentuk peserta didik menjadi hamba Allah yang mengabdi
kepadaNya semata. Kedua, bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk
Al-Qur’an dan Al-hadist. Ketiga, berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan
sesuai dengan ajaran al-Qur’an yang disebut pahala dan siksaan.
Berangkat dari beberapa penjelasan tersebut, dapat dikemukan bahwa
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah usaha sadar, yakni suatu kegiatan
membimbing, pengajaran dan / atau latihan yang dilakukan guru pendidikan
agama Islam secara berencana dan sadar dengan tujuan agar peserta didik bisa
menumbuh kembangkan akidahnya melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi muslim
yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT yang
9
Rahman, Nazarudin. 2009. Manajemen Pembelajaran. Implementasi Konsep, Karakteristik dan
Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Cet I. Yogyakarta: Pustaka Felicha.
Hal.35.
14
objek. Sikap merupakan sistem yang bersifat menetap dari komponen kognisi,
afeksi, dan konasi. Perubahan pengetahuan individu tentang suatu objek atau
sekumpulan objek akan menimbulkan perubahan perasaan individu yang
bersangkutan mengenai objek atau sekumpulan objek tersebut dan selanjutnya
akan memengaruhi kecendrungannya untuk bertindak terhadap objek atau
sekumpulan objek tersebut.
Dengan demkian, dapat ditarik benang merah bahwa nilai merupakan
dasar petimbangan bagi individu untuk melakukan sesuatu, moral merupakan
perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap
merupakan predisposisi atau kecendrungan individu untuk merespons
terhadap suatu objek atau sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sitem
nilai dan moral yang ada didalam dirinya. Sistem nilai mengarahkan pada
pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan
sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan
sistem nilai yang dimiliki, individu akan menentukan perilaku mana yang
harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan
perilaku nyata sebagai perwujudan dari sitem nilai dan moral yang
mendasarinya.
Bagi Sigmund Freud , yang telah menjelaskan melalui teori
Psikoanalisinya, antara nilai, moral, dan sikap adalah satu kesatuan dan tidak
dibeda-bedakan. Nilai dan moral itu menyatu dalam salah satu struktur
kepribadiannya, yang dikenal dengan super ego atau das uber ich yang
merupakan sumber moral. Dalam konsep Sigmand Freud, struktur kepribadian
manusia itu terdiri dari tiga, yaitu :
1. Id atau Das Es,
2. Ego atau Das Ich, dan
3. Super Ego atau Das Uber Ich.
Id berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak sadar, amoral,
dan bersifat memenuhi dorongan kesengangan yang diarahkan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan dan menghindari kesakitan. Id
merupakan kepribadian yang orisinil. Kepribadian setiap manusia ketika lahir
17
hanya terdiri dari id. Ego merupakan eksekutif dari kepribadian yang
memerintah, mengendalikan, dan mengatur kepribadian individu. Tugas
utama ego adalah mengantar dorongan-dorongan naluriah dengan kenyataan
yang ada didunai sekitar. Super ego adalah kode moral individu yang tugas
utamanya adalah mempertimbangkan apakah suatu tindakan baik atau buruk,
benar atau salah. Super ego mempresentasikan hal-hal yang ideal bukan hal-
hal yang riil, serta mendorong ke arah kesempurnaan bukan kesenangan.
Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral dan sikap adalah jika
ketiganya sudah menyatu dalam super ego dan seseorang yang telah mampu
mengembangkan super ego nya dengan baik, sikapnya akan cendrung
didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu sehingga akan
terwujud dalam perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi karena super ego
yang sudah berkembang dengan baik dapat mengontrol dorongan-dorongan
naluriah dari id yang bertujuan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan.
Berkembangnya super ego dengan baik, juga akan mendorong berkembang
kekuatan ego untuk mengatur dinamika kepribadian antara id dan super ego,
sehingga perbuatannya selaras dengan kenyataan didunia sekelilingnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Moral dan keagamaan merupakan pengetahuan yang menyangkut budi
pekerti manusia yang beradab. Moral juga menyangkut ajaran yang baik dan
buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak) seseorang. Sedangkan Agama
merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan kepada anak sedini
mungkin, karena proses pertumbuhan keagamaan dan moral pada anak akan
berpengaruh besar terhadap anak dimasa dewasanya nanti dan akan sangat
penting bagi mereka untuk berkembang menjadi manusia yang mempunyai
akhlak yang baik.
B. Saran
1. Setiap anak memiliki pemahaman yang berbeda, oleh karena itu pendidik
harus mengetahui sampai mana anak itu memahami tentang moral.
2. Perkembangan moral yang dilakukan oleh psikologi dengan cara
pendekatan kognitif, seharusnya psikologi melakukan penelitian tentang
perkembangan moral pada anak usia dini.
3. Dalam perkembangan moral dan keagamaan anak, sangat dipengaruhi
oleh lingkungan keluarga,sekolah, masyarakat serta media informasi
lainnya. Oleh karena itu perhatian orang tua sangat diperlukan untuk
bekal anak-anak dalam bergaul dengan lingkungan sekitarnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
19