Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERKEMBANGAN MORAL DAN KEAGAMAAN ANAK-I

“Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah
Perkembangan Peserta Didik”

Dosen: Ofa Ch Pudin, M.Pd.

Disusun oleh :

Muhamad Aldi Rifaldi (2019.01.035)

Vina Delina (2019.01.077)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-FALAH

CICALENGKA-BANDUNG

2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Perkembangan Moral dan
Keagamaan Anak-I” dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Makalah ini dibuat berdasarkan standar kompetensi mahasiswa STAI
ALFALAH Cicalengka Bandung. Dengan beberapa penyesuaian makalah ini
kami ajukan untuk menyelesaikan tugas dari mata kuliah Perkembangan Peserta
Didik. makalah ini sebagai acuan materi-materi pendalamannya tentang
perkembangan moral dan keagamaan.
Akhirnya kami penyusun makalah ini masih sangat terbuka terhadap
kritikan konstruktif terhadap segala kekurangan yang terdapat dalam penulisan
makalah ini, sehingga dapat menjadi lebih sempurna untuk kedepannya. Ucapan
terima kasih senantiasa kami sampaikan kepada Bapak Ofa Ch Pudin, M.P.d.
sebagai dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Semoga
Allah SWT memberikan segala kemudahan kepada kita semua. Aamiin YaRabbal
Alamin.

Bandung, 13 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
Daftar isi.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Nilai, Moral Dan Sikap...............................................................3
B. Pengertian Agama, Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan...........8
C. Hubungan Antara Moral , Nilai, Dan Sikap................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
B. Saran............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai agama dan moral pada anak yang masih usia dasar dapat disebut
sebagai perkembangan psikis yang dialami oleh anak terkait kemampuannya
dalam memahami dan berperilaku sesuai dengan nilai agama dan moral. Pola
pikir, tingkah laku dan tutur kata sangat erat keterkaitannya dengan moral
seseorang, adapun dengan moral agama yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
apa yang dianut oleh sesorang dan bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.
Pondisi nilai agama dan moral merupakan hal yang cukup berperan penting
dalam perkembangan psikis anak dalam kehiduannya.
Banyak perbuatan fenomenan penyimpangan terjadi pada anak di zaman
sekarang. Contoh kasus dugaan pengeroyokan siswa SD oleh temannya di
Kediri saat bermain bola yang terjadi pada Januari 2018. 1 Ada bermacam-
macam masalah yang terkait dengan nilai agama dan moral anak, sepert;
bullying, merokok, mencuri, tawuran, seks bebas, melawan orang tua, narkoba
dan sebagainya yang cukup meresahkan masyarakat khususnya orang tua dan
guru peserta didik. Harus diketahui bahwa salah satu yang dapat
meningkatkan aspek kognitif anak tidak hanya pengetahuan saja namun nilai
agama dan moral juga cukup berperan penting dalam hakl tersebut. Baik
tidaknya kepribadian seorang anak dapat dilihat dari perilakunya dalam sehari-
hari. Pada masa sekolah anak masi suka mengamati hinggan meniru apa yang
dilakukan atau kebiasaan dari lingkungannya. Anak pada usia dasar
merupakan salah satu perkembangan atas pondasi yang telah ia miliki dari
sejak masa usia dini, pondasi tersebut terus berlanjut dalam hal nilai agama
dan moral sebagai bekal kehidupan.

1
C Damanik, “gara-gara cetak gol bunuh diri siswa SD dianiaya teman-teman hingga masuk,”
https://www.kompas.com/. diambil kembali dari
https://regional.kompas.com/read/2018/01/29/10365701/gara-gara-cetak-gol-bunuh-diri-siswa-sd-
dianiaya-teman-teman-hingga-masuk, pada tanggal 26 Desember 2020.

1
2

Pendidikan moral sangat memerlukan seluruh bagian dari aspek kehidupan


manusia, dapat ditekankan bahwa pendidikan moral bukannya hanya
membutuhkan kognitif saja. Pendidikan moral pada anak usia dasar harus
sesuai dengan jiwa sang anak dalam mengembangkan aspek kehidupan
manusia yang seiras dengan Al-Qur’an dan Hadist. 2 Berdasarkan penjelasan
diatas maka pada kesempatan kali ini penulis menjelaskan bagaimanakah
perkembangan nilai agama da moral siswa usia dasar.
Fokus pada perkembangan moral dan keagamaan anak dalam hal
Pendidikan keagamaan ini meliputi kepada akhlak yang perlu dikembangkan
dengan baik kepada anak. Dengan adanya Pendidikan moral dan keagamaan
kepada anak maka akan mendidik anak menjadi pribadi yang baik dan
memiliki akhlak yang baik. Dengan demikian, pada makalah ini akan dibahas
tentang perkembangan moral dan keagamaan anak.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pengertian nilai, moral dan sikap?
2. Apakah yang dimaksud dengan pengertian agama, Pendidikan agama, dan
Pendidikan keagamaan?
3. Apa hubungan antara nilai, moral, dan sikap?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengertian nilai, moral dan
sikap.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengertian agama,
Pendidikan agama, dan Pendidikan keagamaan.
3. Untuk mengetahui apa hubungan antara nilai, moral, dan sikap.

2
S. D Kusrahmadi, Pentingnnya Pendidikan Moral Bagi Anak Sekolah Dasar (Dinamika
Pendidikan, 2007), hal, 129.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai, Moral Dan Sikap


1. Pengertian Nilai
Dalam kamus bahasa Indonesia, nilai adalah harga, angka kepandaian.
Adapun menurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan
panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan
dalam situasi sosial tertentu. 
Menurut Harrocks, Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu
atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau
sebagai suatu yang ingin dicapai.
Prof. Sinolungan mengatakan nilai adalah suatu yang diyakini
kebenarannya, dipercayai dan dirasakan kegunaannya, serta diwujudkan dalam
sikap atau perilakunya.3 Jadi, nilai bersifat normatif, suatu keharusan yang
menuntut diwujudkan dalam tingkah laku, misalnya nilai kesopanan dan
kesederhanaan. Misalnya, seseorang yang selalu bersikap sopan santun akan
selalu berusaha menjaga tutur kata dan sikap sehingga dapat membedakan
tindakan yang baik dan yang buruk. Dengan kata lain, nilai-nilai perlu dikenal
terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru kemudian
akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut.
Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan
diinternalisasikan oleh individu serta diterima sebagai milik bersama dengan
kelompoknya. Nilai merupakan standar konseptual yang relatif stabil dan
emplisit membimbing individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai
serta aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan psikologisnya.
2. Pengertian Moral
Ada beberapa pengertian moral. Moral merupakan pengetahuan yang
menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang
3
Sinolungan. 1997. Perkembangan Peserta Didik : Psikologi Perkembangan. Cet. Ke.1 Jakarta:
Gunung Agung. Hal. 25-26.

3
4

baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian
(pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi,
berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian
diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang
dimaksud dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk
kehidupan sopan santun dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan,
yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata
susila berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti
“dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti
peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses
sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena
banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang
yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan
manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.
Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral merupakan  perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam
berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai
dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai
moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan
Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan
yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan
pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.4
Pengertian moral menurut para ahli:

4
https://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-moral-menurut-para-ahli.html
5

1) W. J. S. Poerdarminta menyatakan bahwa moral merupakan ajaran tentang


baik buruknya perbuatan dan kelakuan. 
2) Dewey mengatakan bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan
nilai-nilai susila.
3) Baron dkk. Mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan
dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar.
4) Magnis-Susino  mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada pada baik
buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang
kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. 
Nilai moral dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu ajaran agama, adat istiadat dan
ideologi.
a. Nilai moral bersumber agama
Kepatutan yang bersumber pada agama, sehingga hal ini tergantung dari
ajaran masing-masing agama contohnya adalah mencuri, berdusta, ingkar janji,
menfitnah, tindakan asusila dan lain-lain.
b. Nilai moral bersumber adat istiadat
Kepatutan yang bersumber adat istiadat, contohnya adalah tidak duduk
diatas orang yang lebih tua.
c. Nilai moral bersumber dari ideologi
Kepatutan yang bersumber dari ideologi atau paham seseorang, misalnya
seseorang bersihkukuh agar tidak merokok selama hidupnya.
3. Pengertian Sikap
Fishbein mendefenisikan sikap adalah predisposisi emosional yang
dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek.5 Sikap
merupakan variabel laten yang mendasari, mengarahkan dan mempengaruhi
perilaku. Sikap tidak identik dengan respons dalam bentuk perilaku, tidak dapat
diamati secara langsung tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku
yang dapat diamati. Secara operasional, sikap dapat diekspresikan dalam

5
Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to
Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley. Hal.12.
6

bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons reaksi dari sikapnya
terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa, atau situasi.
Menurut Chaplin dalam Dictionary of Psychology menyamakan sikap
dengan pendirian. Chaptin menegaskan bahwa sumber dari sikap tersebut
bersifat kultural, familiar, dan personal.6 Artinya, kita cenderung beranggapan
bahwa sikap-sikap itu akan berlaku dalam suatu kebudayaan tertentu, selaku
tempat individu dibesarkan. Jadi, ada semacam sikap kolektif (collective
attitude) yang menjadi stereotipe sikap kelompok budaya masyarakat tertentu.
Sebagian besar dari sikap itu berlangsung dari generasi ke generasi di dalam
struktur keluarga. Akan tetapi, beberapa darin tingkah laku individu juga
berkembang selaku orang dewasa berdasarkan pengalaman individu itu sendiri.
Para ahli psikologi sosial bahkan percaya bahwa sumber-sumber penting dari
sikap individu adalah propaganda dan sugesti dari penguasa-penguasa,
lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga lainnya yang secara sengaja
diprogram untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu.
Stephen R. Covey mengemukakan tiga teori determinisme yang diterima
secara luas, baik sendiri-sendiri maupun kombinasi, untuk menjelaskan sikap
manusia, yaitu:
1. Determinisme genetis (genetic determinism): berpandangan bahwa sikap
individu diturunkan oleh sikap kakek-neneknya. Itulah sebabnya, seseorang
memiliki sikap dan tabiat seperti sikap dan tabiat nenek moyangnya.
2. Determinisme psikis (psychic determinism): berpandangan bahwa sikap
individu merupakan hasil pelakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua
yang diberikan kepada anaknya.
3. Determinism lingkungan (environmental determinism): berpandangan
bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan
individu itu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu
tersebut. Bagaimana atasan/pimpinan memperlakukan kita, bagaimana
pasangankita memperlakukan kita, situasi ekonomi, atau kebijakan-

6
Chaplin, J.P. 1981. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Hal.32.
7

kebijakan pemerintah, semuanya membentuk perkembangan sikap


individu.

Sikap merupakan salah satu aspek psikologi individu yang sangat penting
karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan
banyak mewarnai perilaku seseorang. Sikap setiap orang berbeda atau
bervariasi, baik kualitas maupun jenisnya sehingga perilaku individu menjadi
bervariasi. Pentingnya aspek sikap dalam kehidupan individu, mendorong para
psikolog untuk mengembangkan teknik dan instrumen untuk mengukur sikap
manusia. Beberapa tipe skala sikap telah dikembangkan untuk mengukur sikap
individu, kelompok, maupun massa untuk mengukur pendapat umum sebagai
dasar penafsiran dan penilaian sikap.
Dari beberapa teknik atau skala sikap yang dapat digunakan, ada dua skala
sikap yang utama dan dikenal sangat luas, yaitu:7
1) Skala Likert
Dalam skala ini disajikan satu seri pertanyaan-pertanyaan sederhana.
Kemudian responden diukur sikapnya untuk menjawab dengan cara
memilih salah satu pilihan jawaban yang telah disediakan. Yaitu:
a) Sangat setuju
b) Setuju
c)  Ragu-ragu/netral
d) Tidak setuju, dan
e) Sangat tidak setuju.
2) Skala Thurstone
Dalam skala ini terdapat sejumlah pernyataan derajat-derajat kekuatan
yang berbeda-beda dan responden/subjek yang bersangkutan dapat
menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap pernyataan-pernyataan
tersebut. Butir-butir pernyataannya dipilih sedemikian rupa sehingga
tersusun sepanjang satu skala interval-sama, dari yang sangat menyenangi
sampai yang sangat tidak menyenangkan.

7
Umami, Ida. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Hal. 55.
8

B. Pengertian Agama, Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan


1. Pengertian Agama
Para pakar memiliki beragama pengertian tentang agama. Secara
etimologi, kata “agama” bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan diambil
dari istilah bahasa Sansekerta yang menunjuk pada sistem kepercayaan dalam
Hinduisme dan Budhisme di India. Agama terdiri dari kata “a” yang berarti
“tidak”, dan “gama” berarti kacau. Dengan demikian, agama adalah sejenis
peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan, serta mengantarkan
menusia menuju keteraturan dan ketertiban.
Ada pula yang menyatakan bahwa agama terangkai dari dua kata, yaitu a
yang berarti “tidak”, dan gam yang berarti “pergi”, tetap di tempat, kekal-
eternal, terwariskan secara turun temurun. Pemaknaan seperti itu memang
tidak salah karena dala agama terkandung nilai-nilai universal yang abadi,
tetap, dan berlaku sepanjang masa. Sementara akhiran a hanya memberi sifat
tentang kekekalan dankarena itu merupakan bentuk keadaan yang kekal.
Ada juga  yang menyatakan bahwa agama terdiri dari tiga suku kata, yaitu:
a-ga-ma. A berarti awang-awang , kosong atau hampa. Ga berarti tempat yang
dalam bahasa Bali disebut genah.  Sementara ma berarti matahari, terang atau
sinar. Dari situ lalu diambil satu pengertian bahwa agama adalah pelajaran
yang menguraikan teta cara yang semuanya penuh misteri kareana Tuhan
dianggap bersifat rahasia.
Kata tersebut juga kerap berawalan i dan atau u,  dengan demikian masing-
masing berbunyi igama  dan ugama. Sebagian ahli menyatakan bahwa agama-
igama-ugama adalah koda kata yang telah lama dipraktikkan masyarakat Bali.
Orang Bali memaknai agama  sebagai peraturan, tata cara, upacara hubungan
manusia denga raja. Sedangkan igama adalah tata cara yang mengatur
hubungan manusia denga dewa-dewa. Sementara ugama dipahami sebagai tata
cara yang mengatur hubungan antamanusia.
Dalam bahasa Belanda, Jerman, dan Inggris, ada kata yang mirip sekaligus
memilliki kesamaan makna dengan kata “gam”. Yaitu ga atau gaa dalam
bahasa Belanda; gein dalam bahasa Jerman, dan go dalam bahasa Inggris.
9

Kesemuanya memiliki makna yang sama atau mirip, yaiut pegi. Setelah
mendapatkan awalan dan akhiran a, ia mengalami perubahan makna. Dari
bermakna pergi  berubah menjadi jalan. Kemiripan seperti ini mudah
dimaklumi karena bahasa Sansekerta, Belanda, Jerman, dan Inggris,
kesemuanya termasuk rumpun bahasa Indo-Jerman.
Selain itu, dikenal pula istilah religion bahasa Inggris, religio atau religi
dalam bahasa Latin, al-din dalam bahasa Arab, dan dien dalam bahasa Semit.
Kata-kata itu ditengarai memiliki kemiripan makna dengan kata “agama” yang
berasal dari bahasa Sansekerta itu. Religious (Inggris) berarti kesalehan,
ketakwaan, atau sesuatu yang sangat mendalam dan berlebih-lebihan. Yang
lain menyatakan bahwa religion adalah: (1) keyakinan pada Tuhan atau
kekuatan supramanusia untuk disembah sebagai pencipta dean penguasa alam
semesta; (2) sistem kepercayaan dan peribadatan tertentu.
Menurut Olaf Scuhman, baik religion maupun religio, keduanya berasala
dari akar kata yang sama, yaitu religare   yang berarti “mengikat kembal”,
atau dari kata relegere yang berarti “menjauhkan, menolak, melalui”. Arti
yang kedua, relegere dipegang oleh pujangga ada filosof Romawi Cicero dan
Teolog Protestan Karl Barth, dan sebab itu mereka melihat religio sebagai
usaha manusia yang hendak memaksa Tuhan untuk memberikan sesuatu, lalu
manusia menjauhkan diri lagi. 
Sedangkan arti yang pertama, religare, dipegang oleh gereja Latin (Roma
Katolik). Erasmus dari Rotterdam menyatakan bahwa paham ini dikaitkan
dengan sikap manusia yang benar terhadap Tuhan. Benar pula, karena ajara-
ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia yang
mempercayainya. Agama (religio) dalam arti religare juga berfungsi untuk
merekatkan pelbagai unsur dalam memelihara keutuhan diri manusia, diri
orang per orang atau diri sekelompok orang dalam hubungannya terhadap
Tuhan, terhadap sesama manusia, dan terhadap alam sekitarnya.
Sementara Sayyed Hossein Nasr mengatakan “religare” yang berarti
“mengikat” merupakan lawan dari “membebaskan”. Ajaran Sepuluh Perintah
(Ten Commandments) yang membentuk fondasi moralitas Yahudi dan Kristen
10

terdiri dari sejumlah pernyataan “janganlah kamu”, yang menunjukkan suatu


pembatasan dan bukan pembebasan.
Agama juga disebut dengan istilah din. Dalam bahasa Semit, din  berarti
undang-undang atau hokum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan.
Bila lafal din disebutkan dalam rangkaian din-ullah, maka dipandang
datangnya agama itu dari Allh, bila disebut dinunnabi dipandang nabilah yang
melahirkan dan menyiarkan, bila disebut dinul-ummah, karena dipandang
manusialah yang diwajibkan memeluk dan menjalankan. Ad-din bisa juga
berarti syari’ah: yaitu nama bagi peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang
telah disyari’atkan oleh Allah selengkapnya atau prinsip-prinsipnya saja, dan
dibedakan kepada kaum muslimin untuk melaksanakannya, dalam mengikat
hubungan mereka dengan Allah dan dengan manusia. Ad-din berarti millah,
yaitu mengikat.
Maksud agama ialah untuk mempersatukan segala pemeluk-pemeluknya,
dan mengikat mereka dalam suatu ikatan yang erat sehingga merupakan batu
pembangunan, atau mengingat bahwa, hokum-hukum agama itu dibukukan
atau didewankan. Ad-din berarti nasihat, seperti dalam hadis dari Tamim ad-
Dari r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Ad-dinu nasihah. Para sahabat bertanya:
“Ya Rasulullah, bagi siapa?” Beliau menjelaskan: “Bagi Allah dan kitab-Nya,
bagi Rasul-Nya dan bagi para pemimpin muslimin dan bagi seluruh
muslimin.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ahmad).
Hadis tersebut memberikan pengertian bahwa ada lima unsur yang perlu 
mendapat perhatian bisa memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksud
dengan agam yang jelas serta utuh. Kelima unsure itu adalah: Allah, kitab,
rasul, pemimpin dan umat, baik mengenai arti masing-masing maupun
kedudukan serta hubungannya satu denagn lainnya.
Pengertian tersebut telah mencakup dalam makna nasihat. Imam Ragib
dalam kita Al-Mufradaat fii Ghariibil Qur’an, dan Imam Nawawi dalam
Syarh Arba’in menerangkan bahwa nasihat itu maknanya sama dengan
menjahit (al-khayyaatu an-nasihuu) yaitu menempatkan serta menghubungkan
11

bagian (unsur) yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kedudukan
masing-masing.
Mukti Ali mengatakan, agama adalah percaya pada adanya Tuhan Yang
Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada utusanNya bagi
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Mukti Ali membatasi
pengertian agama pada kepercayaan dan hokum. Mehdi Ha’iri Yazdi
berpendapat, agama adalah kepercayaan kepada Yang Mulak atau Kehendak
Mutklak sebegai kepedulian tertinggi. Pengertian inimenjadikan Tuhan
sebagai focus perhatian dan kepedulian tertinggi agama sehingga agama
cenderung mengabaikan persoalan kemanusiaan. Agama akhirnya bersifat
teosentris, tanpa perhatian yang cukup terhadap soal-soal kemiskinan dan
keterbelakangan umat.
Harun Nasution mengemukakan berbagai pengertian tentang agama yang
dikemukakan sejumlah ahli, yaitu: (1) pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi; (2) pengakuan terhadap
adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang menguasai manusia; (3)
mengikatkan diri  pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada di luar manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-
perbuatan manusia; (4) kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang
menimbulkan cara hidup tertentu; (5) suatu sistem tingkah laku (code of
conduct) yang berasal dari suatu kekuatan gaib; (6) pengakuan terhadap
adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada kekuatan gaib; (7)
pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari \perasaan takut terhadap
kekuatan misterius yang terdapat di alam sekitar manusia; (8) ajaran-ajaran
yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.
2. Pengertian Pendidikan Agama
Pendidikan berasal dari kata didik, yang mengandung arti perbuatan, hal,
dan cara. Pendidikan Agama dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah religion education, yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang
bertujuan untuk menghasilkan orang beragama. Pendidikan agama tidak cukup
12

hanya memberikan pengetahuan tentang agama saja, tetapi lebih ditekankan


pada feeling attituted, personal ideals, aktivitas kepercayaan.
Dalam bahasa Arab, ada beberapa istilah yang bisa digunakan dalam
pengertian pendidikan, yaitu ta’lim (mengajar), ta’dib (mendidik), dan
tarbiyah (mendidik). Namun menurut al-Attas dalam Hasan Langgulung,
bahwa kata ta’dib yang lebih tepat digunakan dalam pendidikan agama Islam,
karena tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, dan tidak terlalu luas,
sebagaimana kata terbiyah juga digunakan untuk hewan dan tumbuh-
tumbuhan dengan pengertian memelihara. Dalam perkembangan selanjutnya,
bidang speliasisai dalam ilmu pengetahuan, kata adab dipakai untuk
kesusastraan, dan tarbiyah digunakan dalam pendidikan Islam hingga populer
sampai sekarang. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam di sekolah
diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan ajaran agama Islam.
Nazarudin Rahman menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pembelajaran PAI, yaitu sebagai berikut:8
a) Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan
membimbing, pengajaran atau latihan yang dilakukan secara berencana
dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
b) Peserta didik harus disiapkan untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama
Islam.
c) Pendidik atau Guru Agama Islam (GPAI) harus disiapkan untuk bisa
menjalankan tugasnnya, yakni merencanakan bimbingan, pangajaran dan
pelatihan.
d) Kegiatan pembelajaran PAI diarahkan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam.
Sebagai salah satu komponen ilmu pendidikan Islam, metode
pembelajaran PAI harus mengandung potensi yang bersifat mengarahkan

8
S. D Kusrahmadi. 2007. Pentingnnya Pendidikan Moral Bagi Anak Sekolah Dasar. Dinamika
Pendidikan. Hal. 10.
13

materi pelajaran kepada tujuan pendidikan agama Islam yang hendak dicapai
proses pembelajaran.9
Dalam konteks tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah umum,
Departemen Pendidikan Nasional  merumuskan sebagai berikut :
a. Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan,
serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada
Allah SWT.
b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia
yaitu manusia berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur,
adil, berdisiplin, bertoleran (tasamuh), menjaga keharmonisan secara
personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam
komunitas sekolah.
Lebih lanjut, menurut Arifin, ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam
tujuan pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode, yaitu :
pertama, membentuk peserta didik menjadi hamba Allah yang mengabdi
kepadaNya semata. Kedua, bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk
Al-Qur’an dan Al-hadist. Ketiga, berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan
sesuai dengan ajaran al-Qur’an yang disebut pahala dan siksaan.
Berangkat dari beberapa penjelasan tersebut, dapat dikemukan bahwa
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah usaha sadar, yakni suatu kegiatan
membimbing, pengajaran dan / atau latihan yang dilakukan guru pendidikan
agama Islam secara berencana dan sadar dengan tujuan agar peserta didik bisa
menumbuh kembangkan akidahnya melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi muslim
yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT yang

9
Rahman, Nazarudin. 2009. Manajemen Pembelajaran. Implementasi Konsep, Karakteristik dan
Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Cet I. Yogyakarta: Pustaka Felicha.
Hal.35.
14

pada akhirnya mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan


berakhlak mulia.
Agar hal di atas tercapai, maka guru pendidikan agama Islam dituntut
mampu mengembangkan kemampuannya dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam, disinilah pentingnya mempelajari metode pembelajaran
pendidikan agama Islam. 
3. Pengertian Pendidikan Keagamaan
Dalam peraturan pemerintah RI telah dijelaskan mengenai pengertian
tentang pendidikan keagamaan yaitu “pendidikan keagamaan adalah
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama
dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya”.
Pendidikan Keagamaan dalam hal ini bermuara dalam konsep pendidikan
Islam adalah memberi pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani
dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan agama
islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun
perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala
kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.
Pendidikan keagamaan pada anak lebih bersifat teladan atau peragaan
hidup secara riil dan anak belajar dengan cara meniru-niru, menyesuaikan dan
mengintegrasikan diri dalam suatu suasana. Karena itu, latihan-latihan
keagamaan dan pembiasaan itulah yang harus lebih ditonjolkan, misalnya
latihan ibadah shalat, berdoa, membaca al-Qur’an, menghafal ayat atau surat-
surat pendek, shalat berjamaah di masjid dan mushalla, pembiasaan akhlak
dan budi pekerti baik, berpuasa dan sebagainya.
Kandungan yang mendalam dalam melaksanakan pendidikan keagamaan
adalah agar seseorang beriman dan beribadah sesuai dengan agama Islam.
Pendidikan keagamaan pada tahap akhir adalah sebuah proses pencapaian
yang membentuk kepribadian seseorang setelah melalui tahap mengetahui,
berbuat dan mengamalkannya. Kepribadian keagamaan yang dimaksudkan
adalah kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama Islam secara sempurna.
15

Pendidikan keagamaan pada anak lebih bersifat teladan atau peragaan


hidup secara riil dan anak belajar dengan cara meniru-niru, menyesuaikan dan
mengintegrasikan diri dalam suatu suasana. Karena itu, latihan-latihan
keagamaan dan pembiasaan itulah yang harus lebih ditonjolkan, misalnya
latihan ibadah shalat, berdoa, membaca al-Qur’an, menghafal ayat atau surat-
surat pendek, shalat berjamaah di masjid dan mushalla, pembiasaan akhlak
dan budi pekerti baik, berpuasa dan sebagainya. Agama merupakan hal yang
sangat penting untuk diajarkan sedini mungkin, proses kepada peserta didik
harus diajarkan sejak masa kanak-kanak, sebab pertumbuhan keagamaan masa
kanak-kanak adalah mutu pengalaman yang berlangsung lama dengan orang-
orang dewasa yang berarti penting bagi mereka. pengalaman awal dan
emosional dengan orang tua dan orang dewasa yang berarti merupakan dasar
pembangunan keagamaan dimasa mendatang. mutu afektif hubungan anak dan
orang tua merupakan bobot lebih dan dasar utama sebelum pengajaran secara
sadar dan kognitif yang diberikan setelahnya.
C. Hubungan Antara Moral , Nilai, Dan Sikap
Nilai merupakan tatanan tertentu atau kriteria didalam diri individu yang
dijadikan dasar untuk mengevaluasi suatu sistem. Pertimbangan nilai adalah
penilaian individu terhadap suatu objek atau sekumpulan objek yang lebih
berdasarkan pada sistem nilai tertentu daripada hanya sekedar karakteristik
objek tersebut.
Moral merupakan tatanan prilaku yang memuat nilai-nilai tertentu untuk
dilakukan individu dalam hubungannya dengan individu, kelompok, atau
masyarakat. Moralitas merupakan pencerminan dari nilai-nilai idealitas
seseorang. Dalam moralitas terkandung aspek-aspek kognitif, afektif, dan
prilaku.10
Adapun sikap merupakan predisposisi tingkah laku atau kecendrungan
untuk bertingkah laku yang sebenarnya juga merupakan ekspresi atau
manifestasi dari pandangan individu terhadap suatu objek atau sekumpulan
10
S. D Kusrahmadi. 2007. Pentingnya Pendidikan Moral Bagi Anak Sekolah Dasar. Dinamika
Pendidikan. Hal. 4.
16

objek. Sikap merupakan sistem yang bersifat menetap dari komponen kognisi,
afeksi, dan konasi. Perubahan pengetahuan individu tentang suatu objek atau
sekumpulan objek akan menimbulkan perubahan perasaan individu yang
bersangkutan mengenai objek atau sekumpulan objek tersebut dan selanjutnya
akan memengaruhi kecendrungannya untuk bertindak terhadap objek atau
sekumpulan objek tersebut.
Dengan demkian, dapat ditarik benang merah bahwa nilai merupakan
dasar petimbangan bagi individu untuk melakukan sesuatu, moral merupakan
perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap
merupakan predisposisi atau kecendrungan individu untuk merespons
terhadap suatu objek atau sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sitem
nilai dan moral yang ada didalam dirinya. Sistem nilai mengarahkan pada
pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan
sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan
sistem nilai yang dimiliki, individu akan menentukan perilaku mana yang
harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan
perilaku nyata sebagai perwujudan dari sitem nilai dan moral yang
mendasarinya.
Bagi Sigmund Freud , yang telah menjelaskan melalui teori
Psikoanalisinya, antara nilai, moral, dan sikap adalah satu kesatuan dan tidak
dibeda-bedakan. Nilai dan moral itu menyatu dalam salah satu struktur
kepribadiannya, yang dikenal dengan super ego atau das uber ich yang
merupakan sumber moral. Dalam konsep Sigmand Freud, struktur kepribadian
manusia itu terdiri dari tiga, yaitu :
1. Id atau Das Es,
2. Ego atau Das Ich, dan
3. Super Ego atau Das Uber Ich.
Id berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak sadar, amoral,
dan bersifat memenuhi dorongan kesengangan yang diarahkan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan dan menghindari kesakitan. Id
merupakan kepribadian yang orisinil. Kepribadian setiap manusia ketika lahir
17

hanya terdiri dari id. Ego merupakan eksekutif dari kepribadian yang
memerintah, mengendalikan, dan mengatur kepribadian individu. Tugas
utama ego adalah mengantar dorongan-dorongan naluriah dengan kenyataan
yang ada didunai sekitar. Super ego adalah kode moral individu yang tugas
utamanya adalah mempertimbangkan apakah suatu tindakan baik atau buruk,
benar atau salah. Super ego mempresentasikan hal-hal yang ideal bukan hal-
hal yang riil, serta mendorong ke arah kesempurnaan bukan kesenangan.
Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral dan sikap adalah jika
ketiganya sudah menyatu dalam super ego dan seseorang yang telah mampu
mengembangkan super ego nya dengan baik, sikapnya akan cendrung
didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu sehingga akan
terwujud dalam perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi karena super ego
yang sudah berkembang dengan baik dapat mengontrol dorongan-dorongan
naluriah dari id yang bertujuan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan.
Berkembangnya super ego dengan baik, juga akan mendorong berkembang
kekuatan ego untuk mengatur dinamika kepribadian antara id dan super ego,
sehingga perbuatannya selaras dengan kenyataan didunia sekelilingnya.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Moral dan keagamaan merupakan pengetahuan yang menyangkut budi
pekerti manusia yang beradab. Moral juga menyangkut ajaran yang baik dan
buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak) seseorang. Sedangkan Agama
merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan kepada anak sedini
mungkin, karena proses pertumbuhan keagamaan dan moral pada anak akan
berpengaruh besar terhadap anak dimasa dewasanya nanti dan akan sangat
penting bagi mereka untuk berkembang menjadi manusia yang mempunyai
akhlak yang baik.
B. Saran
1. Setiap anak memiliki pemahaman yang berbeda, oleh karena itu pendidik
harus mengetahui sampai mana anak itu memahami tentang moral.
2. Perkembangan moral yang dilakukan oleh psikologi dengan cara
pendekatan kognitif, seharusnya psikologi melakukan penelitian tentang
perkembangan moral pada anak usia dini.
3. Dalam perkembangan moral dan keagamaan anak, sangat dipengaruhi
oleh lingkungan keluarga,sekolah, masyarakat serta media informasi
lainnya. Oleh karena itu perhatian orang tua sangat diperlukan untuk
bekal anak-anak dalam bergaul dengan lingkungan sekitarnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Asrori, Muhammad. 2006. Psikologi Remaja, Jakarta:PT Bumi Aksara.


C Damanik, “gara-gara cetak gol bunuh diri siswa SD dianiaya teman-teman
hingga masuk,” https://www.kompas.com/. diambil kembali dari
https://regional.kompas.com/read/2018/01/29/10365701/gara-gara-cetak-
gol-bunuh-diri-siswa-sd- dianiaya-teman-teman-hingga-masuk, pada
tanggal 26 Desember 2020.
Chaplin, J.P. 1981. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Daryanto. 1997. Kamus Trendy Bahasa Indonesia. Surabaya: Apollo Lestari.
Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley.
http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-moral-menurut-para-ahli.html
Rahman, Nazarudin. 2009. Manajemen Pembelajaran. Implementasi Konsep,
Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum,
Cet I. Yogyakarta: Pustaka Felicha.
S. D Kusrahmadi. 2007. Pentingnya Pendidikan Moral Bagi Anak Sekolah Dasar.
Dinamika Pendidikan.
Sinolungan. 1997. Perkembangan Peserta Didik : Psikologi Perkembangan. Cet.
Ke.1 Jakarta: Gunung Agung.
Umami, Ida. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

19

Anda mungkin juga menyukai