Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN AUD PADA ASPEK


PERKEMBANGAN NILAI AGAMA DAN MORAL (2-8)

Perkembangan Anak Usia Dini 2

Dosen Pengampu : 1. Dra. Wiwik Haryani, M.Pd


2. Wilda Isna Kartika, S.Pd, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 5 :

Eka Ambar Setya Putri 2105126041

Shofiyyah Nur Fadhillah 2105126048

Sandra Putri Ananda 2105126062

KELAS B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2022
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Perkembangan Anak Usia Dini 2 dengan
judul “KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN AUD PADA
ASPEK PERKEMBANGAN NILAI AGAMA DAN MORAL (2-8)”

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan


karena kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka untuk kritik dan saran pembaca
agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten, penulis memohon maaf.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Samarinda, 10 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang……………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………...2
C. Tujuan……………………………………………………………………..3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
A. Pengertian Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD……………..3
B. Karakteristik Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD………….4
C. Strategi Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD………………...5
D. Bentuk Perilaku Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD………9
E. Tahapan Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD……………….9
F. Pengembangan Nilai Moral dan Agama AUD………………………...14
G. Penanaman Pendidikan Moralitas pada Nilai Pancasila AUD………16
BAB III
PENUTUP..................................................................................................................18
A. Kesimpula………………………………………………………………..18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah penerus generasi keluarga dan bangsa, perlu mendapat
pendidikan yang baik sehingga potensi-potensi dirinya dapat berkembang dengan
pesat, sehingga akan tumbuh menjadi manusia yang memiliki kepribadiian yang
tangguh dan memiliki berbagai macam kemampuan dan keterampilan yang
bermanfaat. Oleh karena itu penting bagi keluarga, lembaga-lembaga pendidikan
berperan dan bertanggung jawab dalam memberikan berbagai macam stimulasi
dan bimbingan yang tepat sehingga akan tercipta generasi penerus yang tangguh.
Pentingnya nilai agama dan moral bagi anak usia dini. dalam hal ini tentu orang
tualah yang paling bertanggung jawab, karena pendidikan yang utama dan
pertama adalah pendidikan dalam keluarga. Keluarga tidak hanya sekedar
berfungsi sebagai persekutuan sosial, tetapi juga merupakan lembaga pendidikan.
oleh sebab itu kedua orang tua bahkan semua orang dewasa   berkewajiban
membantu, merawat, membimbing dan mengarahkan anak-anak yang belum
dewasa di lingkungannya dalam pertumbuhan dan perkembangan mencapai
kedewasaan masing-masing dan dapat membentuk kepribadian, karena pada masa
usia dini adalah masa peletakan dasar pertama dalam mengembangkan
kemampuan fisik, moral dan agama.
Pengembangan moral agama sangat erat kaitannya dengan budi pekerti,
sikap sopan santun, dan kemauan melaksanakan ajaran agama dalam
kehidupansehari-hari. Pembahasan filosofis yang di kemukakan oleh Kilpatrick
pendidikan moral akan terus berkembang dengan berbagai pendapat pakar dalam
aspek budi pekerti, nilai moral dan keagamaan. (William Kilpatrick, 1993).
Lawrence Kholbergh lebih menekankan pendidikan moral diarahkan kepada
tahap-tahap pembentukannya, sehingga pendidikan moral di dasarkan untuk
membentuk setiap tahap-tahap peserta didik. Disamping tahapan perkembangan
moralnya, Lawrence Kholbergh juga menawarkan konsep keadilan sebagai dasar
pelaksanaan pendidikan moral di Barat. Prinsip tersebut merupakan suatu kondisi
dimana dalam jaringan reaksi social atau suatu hukum yang mengatur
keseimbangan semua relasi social tersebut (LawrenceLawrence Khobergh, 2008).
Oleh karena itu, Kholbergh memberikan cerita kepada orang-orang yang memiliki
umur yang berbeda dan budaya yang menempatkan seseorang dalam posisi dan

1
situasi tertentu yang di konfrontaris dengan masalah moral dalam standar tertentu.
Kholbergh kemudian menanyai orang-orang bagaimana mereka akan mengatasi
masalah ini dan memberikan alasan serta solusinya.
Piaget menyatakan bahwa anak anak berfikir dengan 2 cara yang sangat
berbeda tentang moralitas tergantung pada kedewasaan perkembangan mereka.
Piaget juga mengemukakan bahwa seorang manusia dalam kehidupannya akan
mengalami rentangan perkembangan moral yaitu : a) tahap heteronomous yakni
cara berfikir anak tentang keadilan peraturan yang bersifat objektif artinya tidak
dapat diubah dan tidak dapat di tiadakan oleh manusia. b) dan tahap autonomous
yaitu anak mulai menyadari adanya kebebasan untuk tidak sepenuhnya menerima
aturan itu sebagai hal yang datang dari luar dirinya (Carpendale, Jeremy Im.
Kohlberg and Piaget, 2000).
Menurut Kohlberg pengembangan dasar moral anak (≥10 tahun) berada
dalam pada fase pra konvensional yang di warnai dengan penalaran moral, anak
menentukan keburukan perilaku berdasarkan tingkat hukuman dan akibat
keburukan tersebut, sesangkan perilaku baik akan dihubungkan dengan
pengindraan dari hukuman. Dan perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan
kinginan dan kebutuhan sendiri tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain
(William C Campbell, Frank J Cavico, Pedro F. Pellet, Bahaudin J. Mubtaja,
2010).
Menurut Syaodih menyatakan bahwa perkembangan nilai-nilai agama dan
moral anak usia dini antara lain: anak besikap imitasi (imitation) yakni mulai
menirukan sikap, cara pandang serta tingkah laku orang lain, anak bersikap
inernalisasi yakni anak sudah mulai bergaul dengan lingkungan sosialnya dan
mulai terpengaruh dengan keadaan di lingkungan tersebut, anak bersikap introvert
dan ekstrovert yakni reaksi yang ditunjukkan anak berdasarkan pengalaman (Erma
Purba, 2013). Menurut John Dewey, tahapan perkembangan moral sesorang
berada pada fase pra konvensional yang memiliki karakteristik sikap dan perilaku
anak dilandasi oleh implus biologis dan social ( Asti Inawati, 2017).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang didapatkan dari materi ini ialah:
1. Apa pengertian dari perkembangan nilai agama dan moral anak usia dini?
2. Apa saja karakteristik perkembangan nilai agama dan moral anak usia dini?
3. Strategi apa saja yang digunakan dalam perkembangan nilai agama dan moral
anak usia dini?

2
4. Bagaimana bentuk perilaku perkembangan nilai agama dan moral anak usia
dini?
5. Apa indikator yang digunakan dalam perkembangan nilai agama dan moral
anak usia dini?
6. Bagaimana cara atau metode yang digunakan untuk pengembangan Nilai
Moral dan Agama AUD?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini ialah untuk mengetahui beberapa hal seperti berikut:
1. Mengetahui pengertian dari perkembagan nilai moral dan agama pada anak
usia dini.
2. Mengetahui karakteristik perkembangan nilai agama dan moral anak usia dini.
3. Mengetahui strategi yang digunakan dalam mengembangkan nilai moral dan
agama pada anak usia dini.
4. Mengetahui bentuk perilaku perkembangan nilai agama dan moral anak usia
dini.
5. Mengetahui tahapan perkembangan nilai agama dan moral anak usia dini
6. Mengetahui indikator perkembangan nilai agama dan moral anak usia dini.
7. Mengetahui cara pengembangan Nilai Moral dan Agama pada Anak Usia
Dini.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD


Perkembangan nilai-nilai moral dan agama adalah kemampuan anak untuk
bersikap dan bertingah laku. Islam telah mengajarkan nilai-nilai positif yang
bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menyebabkan perlunya
pengembangan pembelajaran terkait nilai nilai moral dan agama. Hasil analisis
menunjukkan bahwa dalam ajaran Islam telah dijelaskan bagaimana proses
pengembangan nilai-nilai agama dan moral pada anak usia dini dapat diterapkan
dengan benar.

B. Karakteristik Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD


Keberagamaan pada anak usia dini berkembang melalui pengalaman dari
lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pengalaman anak yang bersifat
keagaaman akan membawa pada sikap, perilaku dan tindakan yang sesuai dengan
ajaran agamanya. Sifat dan bentuk pemahaman keagamaan pada anak usia dini,
Mansur (Akbar, 2019:56) adalah sebagai berikut:
1. Tidak mendalam (Unreflective), ajaran agama yang diterima dari lingkungan
akan dipahami anak sekedarnya. Artinya anak akan merasa puas dengan
keterangan yang diberikan meskipun kurang masuk akal.
2. Egosentris, seiring dengan pertumbuhan yang dialami, egosentris pada anak
akan semakin meningkat sejalan dengan pengalaman yang diperolehnya.
Sehingga, konsep keagamaan dipahami anak berdasarkan kesenangan
pribadinya dan menonjolkan kepentingan dirinya.
3. Antrophomorphis, artinya anak memahami konsep ketuhanan seperti manusia.
Bagi anak, Tuhan adalah sosok yang memiliki wajah, hidung, tangan dan
sebagainya.
4. Verbal dan ritualis, perkembangan keberagamaan anak muncul seiring dengan
pembiasaaan yang diberikan kepadanya. Kehidupan beragama pada anak

4
muncul dengan cara menghapal kalimat-kalimat keagamaan serta tuntutan
perilaku dari lingkungan.
5. Imitatif, anak melakukan kegiatan keagamaan berdasarkan hal-hal yang
dilihatnya di lingkungan kemudian ditiru oleh anak. Contoh ketika orangtua
melakukan ibadah anak menirukan gerakan ibadah tersebut sesuai dengan
yang dilihatnya. Sifat peniru pada anak menjadi pengaruh yang besar dalam
pendidikan keagamaan pada anak usia dini.
6. Rasa heran, sifat keagamaan pada anak adalah rasa heran. Artinya anak merasa
kagum pada keindahan sesuatu. Rasa kagum pada anak adalah rasa kagum
pada keindahan yang bersifat lahiriah. Sehingga untuk mengembangkan nilai
keagamaan pada anak, dapat disalurkan melalui berbagai cara yang
menimbulkan rasa kagum pada diri anak, seperti bercerita.
Selain itu, rasa keberagamaan pada anak dapat timbul melalui dua hal (Akbar,
2019:57), yaitu:
1. Rasa ketergantungan, manusia memiliki empat keinginan sejak dilahirkan,
yaitu keinginan perlindungan, pengalaman baru, mendapatkan tanggapan dan
dikenal. Melalui keinginan inilah manusia hidup dalam ketergantungan.
Melalui pengalaman yang diperoleh dari kenyataan dan kerjasama dari
keempat keinginan tersebut, akan terbentuk rasa keagamaan pada diri anak.
2. Insting keagamaan, bayi yang baru lahir telah memiliki insting keagamaan.
Namun insting tersebut belum berfungsi dengan matang karena beberapa
fungsi kejiwaan yang menopang insting tersebut belum sempurna.
Robert W.Crapps (Akbar, 2019:58) menjelaskan proses pendidikan agama
pada anak usia dini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Pembinaan pribadi anak
Orangtua merupakan pembina pribadi pertama dalam hidup anak. Melalui
proses pendidikan orangtua maupun guru dapat melakukan pembinaan pada anak
baik melalui pendidikan formal maupun informal. Setiap pengalaman yang
diperoleh anak melalui penglihatan, pendengaran, maupun perilaku yang
diperoleh anak, akan membentuk pembinaan pribadi pada anak.
2. Perkembangan agama pada anak
Pengalaman keagaaman pada anak akan membentuk sikap dan perilaku yang
sesuai dengan agama yang dianutnya. Pendidikan agama bagi anak usia dini
sebaiknya ditanamkan bersamaan dengan pertumbuhan pribadinya, bahkan sejak
anak berada dalam kandungan.

5
3. Pembiasaaan pendidikan pada anak
Dalam menanamkan sikap terpuji pada anak, tidak cukup bila hanya
penjelasan saja, melainkan perlu adanya proses pembiasaan. Pembiasaan dan
latihan akan membawa anak pada perilaku yang baik. Agama akan lebih memiliki
arti pada anak apabila dijelaskan dengan cara yang lebih dekat pada anak dalam
kehidupan sehari-hari dan lebih konkret.

C. Strategi Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD


Islam telah mengajarkan nilai-nilai positif yang bermanfaat dalam
kehidupan bermasyarakat. Tetapi kondisi saat ini sangat memprihatinkan, dimana
tanda-tanda kehancuran suatu bangsa yang dirumuskan oleh tokoh pendidikan
sudah terlihat pada bangsa Indonesia. Hal ini menyebabkan perlunya
pengembangan pembelajaran terkait moral dan nilai-nilai agama. Penelitian ini
membahas mengenai moral, karakter, dan bagaimana strategi pengembangan
nilai-nilai Agama dan moral sesuai dengan ajaran Islam.Pendidikan merupakan
salah satu upaya pelestarian moralitas yang sangat berpengaruh dalam kehidupan
suatu bangsa. Kehidupan suatu bangsa membutuhkan pendidikan sebagai salah
satu alat untuk mencetak generasi yang bermutu. Pendidikan dalam hal ini tidak
bisa terlepas dari peran pendidikan anak usia dini yang memberikan bimbingan
dan pengenalan mengenai nilai agama dan moral kepada anak sejak awal masa
pertumbuhan. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Islam telah
mengajarkan nilainilai positif yang bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat.
Tetapi kondisi saat ini sangat memprihatinkan, dimana tanda-tanda kehancuran
suatu bangsa sudah terlihat pada bangsa Indonesia. Menurut Dr. Thomas Lickona
bahwa ada 5 tanda dari perilaku manusia yang menunjukan arah kehancuran suatu
bangsa, yaitu:
1) Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja,
2) Ketidak jujuran yang membudaya,
3) Semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orang tua, guru, dan
figure pemimpin,
4) Pengaruh peer group terhadap tindakan kekerasan,
5) Meningkatnya kecurigaan dan kebencian
Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama :
1. Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT. Diantara cara membimbing
anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk

6
mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak dini. Pada saat tersebut,
mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia,
binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka. Selain itu,
juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang telah
menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha
dermawan.Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh mencintai
seluruh ciptaannya, termasuk mencintai orang tua, keluarga, dan tetangga.
Strategi penanaman nilai-nilai agama dengan mencintai Allah dan segala
ciptaannya akan menciptakan seorang anak yang penuh cinta kasih, sehingga
perkataan dan perbuatannya menjadi menyenangkan dan tumbuh menjadi
pribadi yang bermanfaat bagi sesamanya.
2. Menciptakan Rasa Aman, perasaan aman dan ketenangan adalah kebutuhan
yang mendasar yang selalu didambakan anak. Saat dia sakit dan menangis dia
mengharapkan ibunya bangun dan berjaga sepanjang malam untuk berada
disampinynya, memberikan kehangatan jika diinginkan (Mursi, 2006: 24).
Kebutuhan akan rasa aman tidak hanya dari lingkungan keluarga saja, tetapi
sekolah beserta seluruh aparaturnya dan lingkungan tempat tinggal juga
memberikan pengaruh dalam menciptakan rasa aman bagi seorang anak.
Strategi pengembangan moral dan nilai agama tidak bisa mengesampingkan
pentingnya rasa aman bagi seorang anak. Rasa aman ini akan berdampak juga
dalam penyerapan nilai-nilai agama dan moral yang diajarkan oleh orang tua
maupaun guru di sekolah. Apabila anak merasa aman dan nyaman di rumah
maupun di sekolah maka anak tersebut akan mudah menerima pembelajaran
ataupun contoh-contoh positif yang diberikan oleh orang tua atau oleh
gurunya Rasa aman berdampak pada proses pembelajaran yang dapat berjalan
dengan optimal, sehingga anak dapat berkembang pesat sesuai masa
pertumbuhannya. Misalnya saja dalam hal pengaturan waktu tidur. Seorang
anak membutuhkan tidur dalam keadaan tenang dan waktu lebih awal. Tidur
siang (kira-kira dari pukul 13.0016.00). Jangan menghukum dengan melarang
tidur atau mengurangi waktu tidurnya. Jangan mengganggu tidurnya dengan
alasan apapun, karena hal ini akan berpengaruh pada jantungnya. Jangan
membangunkan anak supaya dia buang air, atau mmbangunkannya ketika
sang ayah baru datang atau membangunkannya untuk memarahi atau
menegurnya. Waktu tidur yang cukup tidak kurang dari tujuh jam atau lebih
dalam sehari semalam.

7
3. Mencium dan Membelai Anak Mencium anak merupakan hal yang yang
mampu memenuhi kebutuhan akan rasa kasih sayang. Rasul SAW bersabda
yang intinya agar memperbanyak mencium anaknya, karena setiap ciuman
adalah satu derajat di surga dan jarak antara derajat satu dengan yang lain
adalah lima ratus tahun. Jika seseorang mencium anaknya, maka Allah akan
menuliskan untuknya satu kebaikan. Jika menggembirakan anaknya, maka
pada hari kiamat Allah akan menggembirakannya. Jika mengajarkan al-Quran
maka pada hari kiamat ia akan diberi pakaian dari cahaya sehingga wajah
para penghuni surga menjadi terang dan bercahaya (Mansur, 2011: 306).
Begitu besar kebaikan yang akan kita dapatkan jika kita memberikan ciuman
pada seorang anak. Tidak hanya ciuman saja tetapi belaian juga merupakan
bentuk kasih sangat yang sangat diperlukan bagi anak. Kebutuhan akan
ciuman dan belaian bagi seorang anak akan menumbuhkan rasa aman dan
nyaman sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang penuh kasih sayang.
Hal ini akan berdampak pada tumbuhkan cinta kasih terhadap teman atau
saudaranya.
4. Menanamkan Cinta Tanah Air adalah Strategi dalam pengembangan moral
dan nilai agama untuk anak usia dini salah satunya adalah menanamkan rasa
cinta tanah air sejak dini. Cinta tanah air ini dapat diperkenalkan pada anak
melalui kegiatan upacara. Dalam kegiatan upacara terdapat bendera merah
putih yang harus dihormati. Lagu Garuda Pancasila dan lagu Indonesia Raya
yang dinyanyikan bersama pada saat upacara juga menjadi hal yang menarik
bagi anak-anak. Slogan Cinta Tanah Air itu asli fatwa dan Jargon dari KH
Hasyim Asy'Ari pendiri NU, jargon Cinta Tanah Air ulama Indoensia ini
tidak dimiliki ulama-ulama dinegara manapun termasuk Timur Tengah. Cinta
tanah Air, adalah bagian dari Iman kepada Allah, Slogan dari Ulama
Indonesia tersebut telah terbukti dapat menyatukan bangsa Indonesia pada
masa-masa perang kemerdekaan. Oleh karena itu membela bangsa dan segala
hal yang terkait dengan cinta tanah air perlu diajarkan pada anak usia dini.
Selain melalui upacara bendera di sekolah. Guru atau orang tua juga dapat
memperkenalkan rumah adat atau baju adat dari berbagai suku di Indonesia.
Walaupun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama tetapi kita
tetap satu kesatuan Bangsa Indoneisa.
5. Meneliti dan Mengamati Anak memiliki kecenderungan alami untuk meneliti
sehingga dia mendapatkan pengetahuan, kemudian dia kembangkan

8
berdasarkan pengalaman dirinya. Tidak adanya pengalaman dalam beberapa
hal dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, karena adanya dorongan untuk
selalu mencoba. Dia ingin medengarkan suara kaca apabila dijatuhkan ke
lantai, maka dia jatuhkan kaca. Memberikan kepuasaan pada anak untuk
mengetahui hal-hal yang ada disekitarnya akan banyak membantunya dalam
perkembangan akalnya dan kecintaan kepada apa yang ada di sekelilingnya.
6. Menyentuh dan Mengaktikan Potensi Berfikir Anak Strategi pengembangan
moral dan nilai agama untuk anak usia dini dapat dilakukan dengan
menyentuh dan mengaktifkan potensi berfikir anak melalui cerita atau
dongeng. Anak sangat menyukai dongeng atau cerita yang dibacakan oleh
guru, orang tua atau orang terdekatnya. Dalam hal ini pilihlah cerita-cerita
yang berkaitan dengan cerita kenabian atau orang-orang sholeh. Karena cerita
tokoh-tokoh tersebut pasti terdapat nilai-nilai positif yang bermanfaat untuk
anak-anak. Cerita dapat membangkitkan kesadaran serta mempengaruhi jalan
pikiran, dan dapat menyumbangkan nilai-nilai positif dalam diri mereka
(Rajih, 2008: 186). Cerita atau dongeng akan meningkatkan daya imaginasi
seorang anak. Anak akan mengembangkan pikirannya ketika sedang
dibacakan sebuah cerita.

D. Bentuk Perilaku Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD


Perkembangan nilai-nilai moral dan agama adalah kemampuan anak untuk
bersikap dan bertingkah laku. Pada perkembangan ini mengajarkan banyak nilai-
nilai positif untuk hidup bermasyarakat. Berikut bentuk perilaku perkembangan
nilai agama dan moral anak usia dini sesuai Jurnal Paramurobi.
PERKEMBANGAN NILAI AGAMA DAN MORAL (STTPA TERCAPAI).
1. Sudah dapat mengucapkan salam dan kata-kata baik.
2. Mengetahui yang mana perilaku baik dan buruk
3. Mulai bisa meniru bacaan doa pendek sesuai agamanya.
4. Sudah mengenal agama yang dianut dan mengetahui hari besar agamanya.
5. Sudah bisa mengerjakan ibadah.
6. Menghormati toleransi beragama
7. Mulai memahami arti kasihan dan kasih sayang kepada sesama manusia.
8. Dapat membiasakan diri berperilaku baik.
9. Memahami bahwa apa yang mereka lakukan akan berpengaruh pada orang
lain.

9
E. Tahapan Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD
Moral merupakan tata cara, kebiasaan, adat, dan etika yang dimilki
seseorang. Lantas apa yang dimaksud dengan perkembangan moral itu sendiri?
Perkembangan moral merupakan Perubahan yang berkaitan dengan pikiran,
emosional, kebiasaan dan sikap yang dimilki seseorang berdasarkan standar benar
atau salahnya perilaku yang ditetapkan dalam kehidupan masyarakat.
Teori Psikoanalisa menyebutkan bahwa perkembangan moral adalah proses
internalisasi norma-norma masyarakat dan kematangan organic-biologik. Teori ini
menyebutkan bahwa seseorang telah mengembangkan aspek moral bila gtelah
menginternalisasikan aturan-aturan atau kaidah-kaidah kehidupan di dalam
masyarakat dan dapat mengaktualisasikan dalam perilaku yang terus menerus atau
dengan kata lain sudah menetap dalam diri seseorang.
Perkembangan moral berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa
yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.
Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas
seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal
yang mengatur interaksi sosial dalam penyelesaian konflik. Pada usia 4-6 tahun
anak mulai menyadari dan mengartikan bahwa sesuatu tingkahlaku ada yang baik
dan ada yang tidak baik.
Ada beberapa tahap perkembangan moral Anak Usia Dini, menurut seorang
ahli yaitu Piaget, Dia mengatakan bahwa tahap cara berfikir anak terhadap
moralitas itu berbeda-beda.
1. Tahap Moralitas Heteronom, yaitu anak usia 4-7 tahun
Tahap moralitas heteronom, yaitu tahap pertama dari perkembangan
moral. Anak berfikir bahwa keadilan dan peraturan adalah properti dunia
yang tidak bisa diubah dan dikontrol oleh orang. Anak berfikir bahwa
peraturan dibuat oleh orang dewasa dan terdapat pembatasan dalam
berperilaku.Pada tahap ini, anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah
laku berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan.
Anak juga percaya bahwa aturan tidak bisa diubah dan diturunkan oleh
sebuah otoritas yang berkuasa. Anak berfikir bahwa mereka tidka berhak
membuat peraturan sendiri, melainkan dibuatkan aturan oleh orang dewasa.
Orang dewasa perlu memberikan kesempatan pada anak untuk membuat
peraturan, agar anak menyadari bahwa peraturan berasal dari kesepakatan dan
dapat diubah.

10
2. Tahap Moralitas Otonom, yaitu anak usia 7-10 tahun
Tahap ini anak berada dalam masa transisi dan menunjukkan sebagian
ciri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap
kedua yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum
dibuat oleh manusia, dan ketika menilai sebuah peraturan, anak akan
mempertimbangkan niat dan konsekuensinya. Moralitas akan muncul dengan
adanya kerjasama atau hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan
dimana akan berada pada masa ini anak percaya bahwa ketika mereka
melakukan pelanggaran, maka otomatis mereka akan mendapatkan
hukumannya.Hal ini sering membuat anak merasa khawatir dan takut berbuat
salah. Namun ketika anak mulai berfikir secara heteronom, anak mulai
menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada bukti dalam melakukan
pelanggaran.
Seorang ahli lain yaitu Kohlberg juga mengemukakan bahwa cara berfikir
anak tentang moral berkembang dalam sebuah tahapan. Kohlberg membagi 3
tingkatan penalaran moral, dan setiap tingkatan dari tingkatan kohlberg memiliki
2 tahapan, yaitu :
1. Moralitas Prakonvensional
Pada tingkatan ini, baik dan buruk anak diinterpretasikan dengan
reward (imbalan / pujian) atau punishment (hukuman). Dalam tingkatan ini
ada dua tahap, yaitu tahap moralitas heteronom dan tahap individualisme.
Pada tahap yang pertama (Tahap Moralitas Heteronom), anak
berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak berfikir bahwa mereka harus
patuh dan takut pada hukuman. Sedangkan pada tahap yang kedua (Tahap
Individualisme), anak berfikir bahwa mementingkan diri sendiri adalah hal
yagn benar dan hal ini juga berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak berfikir
apapun yang mereka lakukan harus mendapatkan imbalan atau pertukaran
yang setara. Jika dia berbuat baik, maka orang juga harus berbuat baik
terhadap dirinya, anak menyesuaikan terhadap sosial untuk memperoleh
penghargaan.
2. Moralitas Konvensional
Pada tingkatan ini individu memberlakukan standar tertentu, tetapi
standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh orang tua atau
pemerintah. Moralitas atas dasar penyesuaian dengan peraturan untuk
mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan

11
baik dengan mereka. Pada tingkatan ini ada dua tahapan, yaitu tahap pertama
ekspektasi interpersonal, dan tahap kedua moralitas sistem sosial.
Pada tahap pertama (Tahap Ekspektasi) Interpersonal anak menghargai
kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap orang lain sebaga dasar
penilaian moral. Seseorang menyesuaikan dengan peraturan untuk
mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan
baik dengan mereka. Contoh: mengembalikan krayon ke tempat semula
sesudah digunakan (nilai moral tanggungjawab).
Pada tahap kedua (Tahap Moralitas Sitem Sosial), penilaian moral
didasari oleh pemahaman tentang keteraturan di masyarakat, hukum,
keadilan, dan kewajiban. Seseorang yakin bahwa bila kelompok sosial
menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, maka
mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari kamanan
dan ketidaksetujuan sosial. Contoh; bersama-sama membersihkan kelas,
semua anggota kelompok wajib membawa alat kebersihan (nilai moral-
gotong royong).
3. Moralitas Pascakonvensional
Pada tingkatan ini seseorang menyadari adanya jalur moral alternatif,
dapat memberikan pilihan, dan memutuskan bersama tentang peraturan, dan
moralitas didasari pada prinsip-prinsip yang diterima sendiri. Ini mengarah
pada moralitas sesungguhnya, tidak perlu disuruh karena merupakan
kesadaran dari diri orang tersebut. Tingkatan ini memiliki dua tahap, pertama
hak individu, dan tahap kedua prinsip universal. Pada tahap pertama (Hak
Individu), individu menalar bahwa nilai, hak, dan prinsip lebih utama.
Seseorang menyadari perlunya keluwesan dan adanya modifikasi dan
perubahan standar moral apabila itu dapat menguntungkan kelpmpok secara
keseluruhan. Contoh: pada awal tahun ajaran, orang tua diperkenankan
menunggu anaknya selama kurang lebih satu minggu, setelah itu anak harus
berani ditinggal.
Pada tahap kedua (Prinsip Universal), seseorang menyesuaikan dengan
standar sosial dan cita-cita internal terutama untuk menghindari rasa tidak
puas dengan diri sendiri dan bukan menghindari kecaman sosial. Contoh;
anak secara sadar merapikan kamar sendiri segera setelah ia bangun tidur
dengan harapan agar kamarnya terlihat selalu dalam keadaan rapi. Untuk itu
orangtua mempunyai kewajiban terhadap anak untuk menumbuhkan atau

12
mengembangkan moral anak. Nilai-nilai yang dapat dikembangkan anak usia
dini yaitu, Kerjasama, Disiplin Diri, Gotong Royong, Tanggung Jawab,
Kujujuran, dan bersikap sopan.
Kemudian pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu seri perbuatan
menurut aturan-aturan tertentu dari keadaan semula menuju keadaan yang lebih
lengka ataupun yang lebih matang ( mature ). Begitupun perkembangan agama
yang terjadi pada seorang akan tentunya berlangsung seara beraturan, tergantung
dimana seorang anak tersebut dilahirkan dan dibesarkan. Pada umumnya apabila
seorang anak dilahirkan dan dibesarkan akan cenderung lebih dekat dengan
Tuhannya atau agamanya walaupun tidka berlaku mutlak ya sobat. Sebaliknya
apabila seorang anak dilahirkan dan dibesarkan di keluarga yang “ broken home “
ada kecenderungan akan mengikuti lingkungan keluarganya juga.
Adapun tahap perkembangan beragama pada anak melewati beberapa
tahapan. Tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Tingkat Dongeng ( The fairy tale stage )
Tahap yang pertama adalah tingkat dongeng. Hal ini ditandai dengan
kesenangan anak –   anak bercerita hal –  hal yang luar biasa seperti kebesaran,
kehebatan dan kekuatan Tuhan. Dan pada tahap ini, tidak jarang anak
membandingkan Tuhan dengan tokoh – tokoh yang ia kenal seperti batman, power
rangers atau tokoh yang lainnya yang menurutnya hebat.
2. Tingkat Kenyataan ( The Realistic Stage )
Tahap yang kedua adalah tingkat kenyataan. Ini tampak dengan mulai
pahamnya anak –  anak tentang sosok Tuhan yaag di percayai sebagai sosok yang
kuat, serta maha pencipta. Dari sini anak akna menyadari bahwa kepatuhan
kepadaNya adalah suatu hal yang lumrah dan mesti  umatNya lakukan. Hal inilah
yang menyebabkan mereka bergairah atau semangat mengikuti acara – acara
keagaman sesuai dengan agama yang dianutnya.
3. Tingkat Individu ( The Individual Stage )
Tahap yang ketiga adalah tingkat individu. Tanda ini terlihat pada
sensitivitas keberagamaan anak. Dan yang paling penting, tahap ini dibagi atau
dikategorikan menjadi tiga bagian, antara lain :
Konsep ketuhanan yang konvensional dan konsevatif. Seorang anak akan
takut kepada kemurkaan Allah, serta adanya ketakutan akan neraka. Sedangkan
dibalik itu sobat, orang yang baik akan masuk ke surga yang konon dipercaya
semua orang adalah tempat yang paling indah yang akan dihuni oleh orang baik

13
yang beriman kepada Tuhannya. Konsep ketuhanan yang lebih murni yang
dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan). Pada tahap ini,
anak ingin meniru Tuhan dan ingin cederung dekat dengannya. Seorang anak
ingin merasakan sentuhan kasih Tuhan dan menampung internalisaasi kekuatan
Tuhan. Pada tahap ini, seorang anak akan benar – benar mengadalkan Tuhannya
dalam segenap aspek kehidupannya. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik.
Tanda ini tampak pada pengakuan mereka akan pentingnya sebuah keadilan.
Buruknya perbuatan jahat, selalu tertoreh falam hatinya, sehingga apabila
seoranga anak melakukan hal buruk tersebut ia akan merasa gelisah, bingung,
sedih, dan juga adanya rasa malu karena sudah melakukan hal tersebut.

F. Pengembangan Nilai Moral dan Agama AUD


Pengembangan nilai nilai moral dan agama anak dapat dikembangkan
melalui metode sebagai berikut :
1. Metode bercerita
Metode Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat. Dalam cerita atau dongeng dapat ditanamkan
berbagai macam nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan
sebagainya. Ketika bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat
peraga untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara
abstrak (Zainab, 2012).
2. Metode bernyanyi
Metode Bernyanyi adalah suatu pendekatan pembelajaran secara nyata yang
mampu membuat anak senang dan bergembira. Anak diarahkan pada situasi
dan kondisi psikis untuk membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati
keindahan, mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan nada. Pesan-
pesan pendidikan berupa nilai dan moral yang dikenal- kan kepada anak
tentunya tidak mudah untuk diterima dan dipahami secara baik. Anak tidak
dapat disamakan dengan orang dewasa(sabiati Amin 2016).
3. Metode bersyair
Pendekatan pembelajaran melalui kegiatan membaca sajak merupakan salah
satu kegiatan yang akan menimbulkan rasa senang, gembira, dan bahagia pada
diri anak.Secara psikologis anak Taman Kanak-kanak sangat haus dengan
dorongan rasa ingin tahu, ingin mencoba segala sesuatu, dan ingin melaku-
kan sesuatu yang belum pernah dialami atau dilakukannya. Melalui metode
sajak guru bisa menanamkan nilainilai moral kepada anak. Sajak merupakan

14
metode yang juga dapat membuat anak merasa senang, gembira dan bahagia
( Arief Armai, 2011)
4. Metode karyawsata
Metode ini bertujuan untuk mengembangkan aspek perkembangan anak
Taman Kanak-kanak yang sesuai dengan kebutuhannya. Tujuan berkarya
wisata ini perlu dihubungkan dengan tema-tema yang sesuai dengan
pengembangan aspekperkembangan anak Taman Kanak- kanak. Tema yang
sesuai seperti: binatang, pekerjaan, kehidupan kota atau desa, pesisir, dan
pegunungan ( Mahyumi Natina, 2012).
5. Metode pembiasaan
Metode Pembiasaan terkait dengan penanaman moral, lebih banyak dilakukan
melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Ini
dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa
sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman,
merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan
sebagainya ( Ayi Olim, 2010 ).
6. Metode bermain
Metode Bermain ternyata banyak sekali terkandung nilai moral, diantaranya
mau mengalah, kerjasama, tolong menolong, budaya antri dan menghormati
teman. Nilai moral mau mengalah terjadi manakala siswa mau mengalah
terhadap teman lainnya yang lebih membutuhkan untuk satu jenis mainan.
Pengertian dan pemahaman terhadap nilai moral mau menerima kekalahan
atau mengalah adalah salah satu hal yang harus ditanamkan sejak dini
(Rozalena, 2017).
7. Metode outbond
Metode Outbond merupakan suatu kegiatan yang me-mungkinkan anak untuk
bersatudengan alam. Melalui kegiatan outbond siswa akan dengan leluasa
menikmati segala bentuk tanaman, hewan, dan mahluk ciptaan Allah yang
lain. Cara ini dilakukan agar anak tidak hanya memahami apa yang
diceritakan atau dituturkan oleh guru atau pendidik di dalam kelas. Melainkan
mereka diajak langsung melihat atau memperhatikan sesuatu yang sebelumnya
pernah diceritakan di dalam kelas, sehingga apa yang terjadi di kelas akan ada
sinkronisasi dengan apa yang tampak di lapangan atau alam terbuka (Yunaida,
Hana; Rosita, Tita, 2018 )
8. Metode bermain peran

15
Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan dlam menanamkan
nilai nilai moral ke pada anak TK. Dengan bermain peran anak akan
mempunyai ksadaran merasakana jika ia menjadi seseorang yang dia perankan
dalam kegiatan bermain peran ( Vivit Risnawati, 2012).
9. Metode diskusi
Metode ini adalah metode utuk mendiskusikan tentang suatu peristiwa.
Biasanya dilakukan dengan cara siswa diminta untuk memperhatikan sebuah
tayangan dari CD, kemudian setelah selesai siswa diajak berdidskusi tentang
tayangan tersebut. Isi diskusinya antara lsin mengapa hal tersebut dilakukan,
mengapa anak itu dikatakan baik, mengapa harus menyanyangi dan sebaginya
( Sapendi, 2015). Metode keteladanan Menurut Cheppy Cahyono, guru moral
ideal adalah yang dapat menempatkan dirinya sebagai fasilitator, pemimpin,
orangtua dan bahkan tempat menyandarkan kepercayaan, serta membantu orag
lain dalam melakukan refleksi ( Cahyatun Mchsunah, 2017)

G. Penanaman Pendidikan Moralitas pada Nilai Pancasila AUD


Saat ini berbagai masalah dihadapi dalam dunia penddikan diantaranya
masalah moral. Dimana moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan dan
perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Secara kasat mata
moral adalah hal-hal dan perilaku manusia yang berhubungan dengan proses
sosialisasi baik secara pribadi maupun kelompok, dengan kata lain manusia tidak
dapat bersosialisasi dengan baik tanpa memiliki moral yang baik. Penilaian ter-
hadap moral dapat diukur dari kebudayaan masyarakat setempat yang merupakan
penanda kualitas diri.
Moral merupakan produk dari budaya dan agama, dimana setiap budaya
memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan system nilai yang telah
terbangun sejak lama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tin-
dakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu
berdasarkan pegalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll. Sedangkan pen-
didikan moral adalah usaha yang dilakukan secara terencana untuk mengubah
sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan peserta didik agar mampu
berinteraksi dengan lingkungan masyarakatnya sesuai dengan nilai moral dan ke-
budayaan masyarakat setempat. Anggun (2013).
Manusia yang bermoral baik, maka akan dipandang sebagai pribadi yang
memiliki kualitas baik oleh manusia lainnya. Moral juga dianggap sebagai pedo-
man hidup bermasyarakat dimana banyak memiliki hokum-hokum dan norma-

16
norma yang berlaku didalamnya. Pendidikan moral jugdianggap penting, terma-
suk menurut Sistem Pendidikan Nasional, karena pendidikan moral dapat
menekan potensi penyimpangan norma yang berlaku terutama diranah sekolah.
Meberikan pendidikan moral dengan menekankan pada akibat yang akan diterima
bila seseorang siswa melakukan penyimpangan pada norma yang berlaku baik dil-
ingkunga sekolah maupun masyarakat, dapat memberikan dorongan kepada siswa
untuk lebih memperhitungkan segala tindakan yang akan dilakukannya. Tujuan
dalam Penyuluhan ini agar siswa mampu memahami dan dapat memperkecil
potensi untuk melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan masalah social baik
dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.Pendidikan di Indonesia
memiliki karakter yang yang berlandaskan Pancasila. Setiap aspek dalam karakter
tersebut didasari dari kelima sila yang terdapat dalam pancasila.
Hal ini dianggap sangat penting bagi bangsa Indonesia karena dapat meben-
tengi diri dari berbagai fenomena kehidupan yang tak sesuai dengan nilai dan
moral. Melalui pendidikan yang berbasis nilai-nilai luhur Pancasila mampu menc-
etak generasi muda menjadi warga negara yang sadar dan memahami akan Hak
dan kewajibannya. Serta memahami ideology secara utuh dan menjadi warga ne-
gara Indonesia yang baik, cerdas, terampil dan berkarakter serta bermoral sesuai
dengan Pancasila dan UUD 1945.Usia dini merupakan waktu yang tepat untuk
menanamkan pendidikan moral dan nilai-nilai pancasila. Anak usia dini memiliki
rasa ingin tau yang tinggi dan biasanya cenderung bertindak susuai keinginannya
sendiri tanpa memperhatikan konsekuensi yang akan ia dapatkan. pentingnya pen-
didikan moral pancasila ditanamkan sejak dini agar setiap tingkah laku dan perbu-
atannya dibimbing untuk bisa mengikuti nilai-nilai pancasila secara bertahap.
Nilai-nilai Pancasila harus selalu dijadikan landasan pokok dalam berfikir dan
berbuat, dalam hal ini mengharuskan bangsa Indonesia untuk merealisasikan nilai-
nilai Pancasila itu kedalam sikap dan perilaku baik dalam berperilaku hidup dalam
masyarakat, berbagsa maupun bernegara. Nilai- nilai Pancasila meliputi;
a. Nilai dasar yang berupa nilai yang tetap dan tidak dapat berubah yang ru-
musannya terdapat dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang berupa ni-
lai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang
sekaligus merupakan hakikat Pancasila.
b. Nilai instrumental merupakan arah, kebijakan, strategi, sarana dan upaya
yang dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan ja-
man.

17
c. Nilai psikis adalah nilai yang dilaksanakan dan dipraktekkan dalam kehidu-
pan konkrit. Nilai-nilai Pancasila perlu ditanamkan pada anak terutama se-
jak usia dini.
Hal ini disebabkan karena usia dini merupakan masa keemasan, dimana pada
masa ini perkembangan otak anak berkembang dengan sangat pesat dan pada
dasarnya anak usia dini masih lunak dan mudah dibimbing daripada anak yang su-
dah remaja. Kepribadian anak usia dini masih labil. Mereka sering meniru apa
yang dilakukan oleh orang dewasa maupun orang yang sudah tua. Oleh karenanya
pada masa ini anak harus benar-benar distimulasi perkembangannya secara maksi-
mal demi masa depannya. Stimulasi dapat diberikan melalui pendidikan baik for-
mal maupun non formal.
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman nilai
moral menurut Dwi Siswoyo dkk (2005) yaitu:
a) Indokrinasi, menutrut Alfi Kohn, dalam Dwi Siswoyo (2005) menyatakan
bahwa utuk membantu anak-anak agar tumbuh menjadi dewasa, maka
mereka harus ditanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini melalui interaksi
baik anatar orang tua dan anak maupun guru dan siswa.
Dalam rangka membentuk karakter siswa yang berdasarkan moral pancasila
salah satu aspek yang dikembangkan ialah pendidikan nilai. Pendidikan nilai dan
moral sejak usia dini diharapkan mampu membentuk siswa untuk mampu membe-
dakan baik buruk, benar salah, sehingga anak dapat menerapkannya dalam ke-
hidupan sehari-hari. Hal ini akan berpengaruh terhadap mudah tidaknya anak di-
terima oleh masyarakat sekitarnya dalam hal besosialisasi. Salah satu bidang yang
harus ada dalam pendidikan nilai moral adalah penanaman nilai moral nasional-
isme. Seperti diketahui bahwa di era globalisasi ini wawasn kebangsaan menjadi
sangat penting untuk diberikan kepada anak. Dengan diberikannya wawasan ke-
bangsaan diharapkan anak-anak akan tumbuh menjadi generasi penerus bangsa
yang cinta akan bangsa dan tanah airnya. Sebaliknya jika anak-anak tidak dibekali
dengan nilai-nilai wawasan kebangsaan yang kuat, di masa mendatang akan san-
gat rentan dijajah oleh berbagai hal dari luar. Penjajahan ini diantaranya budaya,
tingkah laku, dan lain sebagainya. (Gutama, 2005).

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pentingnya nilai agama dan moral bagi anak usia dini. Perkembangan
nilai-nilai moral dan agama adalah kemampuan anak untuk bersikap dan bertingah
laku. Islam telah mengajarkan nilai-nilai positif yang bermanfaat dalam kehidupan
bermasyarakat. Keberagamaan pada anak usia dini biasanya berkembang melalui
pengalaman dari lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pengalaman
anak yang bersifat keagaaman akan membawa pada sikap, perilaku dan tindakan
yang sesuai dengan ajaran agamanya.

19
DAFTAR PUSTAKA
Syamsudin, Amir. (2016). EVALUASI KETERCAPAIAN STANDAR ISI
PERKEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA DAN MORAL ANAK USIA
DINI PADA SEMESTER GASSAL 2016/2017 KB/TK PEDAGOGIA.
Jurnal Pendidikan Anak, Vol 5, Edisi 2
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=indkator+perkembagan+nilai+agama+dan+moral+aud&bt
nG=#d=gs_qabs&t=1663085171847&u=%23p%3Daftu1VS8WW0J
Anggraini, Wardah. Syafril, Syafrimen. Pengembangan Nilai-nilai Moral dan
Agama pada Anak Usia Dini.
Nurjanah, Siti. (2018). PERKEMBANGAN NILAI AGAMA DAN MORAL (STTPA
TERCAPAI). Jurnal Paramurobi, Vol 1, No 1
Ardy wiyani, Novan. (2014). Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini, Yogyakarta:
Gava Media
Mansur. (2017). Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka
Belajar
Sjarkawi. (2006). Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara
Muhammad Ali Saputra. (2017). Penanaman nilai-nilai agama pada anak usia dini
di RA DDI Addariyah kota palopo, Jurnal Al-Qolam, Vol 20, No 2
Ruslan. Dkk. (2020). Penanaman Pendidikan Moralitas Dan Nilai Pancasila Anak
Usia Dini Dalam Perkembangan Iptek. Universitas Muhammadiyah
Sorong.

20

Anda mungkin juga menyukai