Anda di halaman 1dari 18

ASPEK NILAI AGAMA DAN MORAL ANAK USIA DINI

(Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah BK Paud dan SD


Program Studi Bimbingan dan Konseling Semester Genap)

KELOMPOK 7

Dian Munawarah 1944041023


Nabila 1944041029
Natasya Salsabilah 1944041041
Izzahra Reffisabilla 1944042033
A Nurul Awaliah 1944042039

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING


JURUSANPSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “HAKIKAT BIMBINGAN DAN KONSELING DI PAUD”.

Kami menyadari dapat bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kita. Aamiin.

Makassar, 13 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................................................................................ 1
C. Tujuan penulisan .................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3
A. Pengertian Perkembangan Nilai Agama dan Moral Anak Usia Dini ................................. 3
B. Macam-macam Nilai Agama Dan Moral Anak Usia Dini................................................... 4
C. Perkembangan Moral Anak Usia Dini ................................................................................. 8
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral ................................................. 9
E. Strategi dan Teknik Perkembangan Moral Anak Usia Dini .............................................. 10
F. Perkembangan nilai agama pada anak usia dini ................................................................ 11
G. Ciri dan sifat keberagamaan pada anak-anak sebagai berikut : ......................................... 12
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 14
B. Saran .................................................................................................................................. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah penerus generasi keluarga dan bangsa, perlu mendapat pendidikan yang baik
sehingga potensi-potensi dirinya dapat berkembang dengan pesat, sehingga akan tumbuh menjadi
manusia yang memiliki kepribadiian yang tangguh dan memiliki berbagai macam kemampuan
dan keterampilan yang bermanfaat. Oleh karena itu penting bagi keluarga, lembaga-lembaga
pendidikan berperan dan bertanggung jawab dalam memberikan berbagai macam stimulasi dan
bimbingan yang tepat sehingga akan tercipta generasi penerus yang tangguh.
Pentingnya nilai agama dan moral bagi anak usia dini. dalam hal ini tentu orang tualah yang
paling bertanggung jawab, karena pendidikan yang utama dan pertama adalah pendidikan dalam
keluarga. Keluarga tidak hanya sekedar berfungsi sebagai persekutuan sosial, tetapi juga
merupakan lembaga pendidikan. oleh sebab itu kedua orang tua bahkan semua orang dewasa
berkewajiban membantu, merawat, membimbing dan mengarahkan anak-anak yang belum dewasa
di lingkungannya dalam pertumbuhan dan perkembangan mencapai kedewasaan masing-masing
dan dapat membentuk kepribadian, karena pada masa usia dini adalah masa peletakan dasar
pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, moral dan agama. Peran orang tua juga sangat
berpengaruh bagi tingkat keimanan anak melalui bimbingan orang tua anak dapat dibimbing untuk
mengenal siapa itu Tuhan, sifat-sifat Tuhan, bagaimana kewajiban manusia terhadap tuhan.

Perkembangan nilai-nilai moral dan agama adalah kemampuan anak untuk bersikap dan
bertingah laku. Islam telah mengajarkan nilai-nilai positif yang bermanfaat dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal ini menyebabkan perlunya pengembangan pembelajaran terkait nilai nilai
moral dan agama. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam ajaran Islam telah dijelaskan
bagaimana proses pengembangan nili-nilai agama dan moral pada anak usia dini dapat diterapkan
dengan benar.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan :
1. Pengertian perkembangan nilai agama dan moral anak usia dini
2. Macam-macam nilai agama dan moral anak usia dini
3. Perkembangan moral anak usia dini
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral
5. Strategi dan teknik perkembangan moral anak usia dini
6. Perkembangan nilai agama pada anak usia dini

1
7. Ciri dan sifat keberagamaan pada anak usia dini

C. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah maka dapat disimpulkan :
1. Untuk mengetahui pengertian perkembangan nilai agama dan moral anak usia dini
2. Untuk mengetahui macam-macam nilai agama dan moral anak usia dini
3. Untuk mengetahui perkembangan moral anak usia dini
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral
5. Untuk mengetahui strategi dan teknik perkembangan moral anak usia dini
6. Untuk mengetahui perkembangan nilai agama anak usia dini
7. Untuk mengetahui ciri dan sifat keberagamaan anak usia dini

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Nilai Agama dan Moral Anak Usia Dini


1. Pengertian Nilai
Nilai adalah suatu yang diyakini, dipercaya, dan dirasakan serta diwujudkan dalam sikap atau
perilak. Biasanya, nilai bermuatan pegalaman emosional masa lalu yang mewarnai cita-cita
seseorang, kelompok atau masyarakat. Moral merupakan wujud abstrak dari nilai-nilai, dan
tampila secara nyata/kongkret dalam perilaku terbuka yang dapat diamati. Sikap moral muncul
dalam praktek moral dengan kategori positif/menerim, netral, atau negatif/menolak.
Anak yang bersikap positif atau menerima nilai-nilai moral, diekspresiakan dalam perilaku
yang bersimpati dalam berinteraksi dengan nilai dan orang disekitarnya, seperti mau menerima,
mendukung, peduli, dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Sikap moral yang netral
diekspresikan dalam perilaku sikap tidak memihak (mendukung atau menolak) terhadap nilai
yang ada di masyarakat. Siakp moral yang negatif diekspresikan dalam perilaku menolak yang
diwarnai emosi dan sikap negatif seperti kecewa, kesal, marah, benci, bermusuhan, dan
menentang, perhadap nilai moral yang ada di masyarakat.
Jadi, nilai adalah suatu yang diyakini, dipercayai, dirasakan dan diwujudkan dalam
sikap/perilaku.
2. Pengertian Agama

Menurut Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk., 2008: 1.9), agama suatu keimanan yang
diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan dilaksanakan dalam tindakan, perkataan,
dan sikap. Perkembangan nilai-nilai agama artinya perkembangan dalam kemampuan
memahami, mempercayai, dan menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang
Pencipta, dan berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur kata,
bersikap dan bertingkah laku dalam berbgaia situasi.
3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata latin “mores” yang berarti tata cara. kebiasaan, dan adat. Perilaku
sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang
dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan
perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral inilah yang
menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh anggota kelompok.

3
Jadi kesimpulannya perkembangan nilai agama dan moral adalah mencakup tentang
perkembangan fikiran (kognitif), perasaan dan perilaku menurut aturan atau kebiasaan mengenai
hal-hal yang seharusnya dilakukan seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain (Hurlock).
Agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral menurut Adams dan Gullota (1983).
Agama memberikan sebuah rangkaian moral, sehingga seseorang mampu membandingkan
tingkah laku. Agama dapat menjelaskan kenapa seseorang hidup didunia. Melalui dua cara ini kita
bisa mengetahui bagaimana perkembangan moral dan agama pada anak usia dini.
Moral berkembang melalui norma-norma sosial atau mengikuti cara yang dipakai oleh
keluarga, seorang pendidik dan lingkunganya. Sebagai seseorang yang penting dalam mengasuh
anak agar menjadi contoh yang baik dan memberikan norma yang sesuai dengan perkembangan
anak.

B. Macam-macam Nilai Agama Dan Moral Anak Usia Dini


Nilai internal dimiliki seorang anak dari hasil pembelajaran yang ia peroleh dari
lingkungannya, dalam hal ini lingkungan luar pertama dan terdekat yang diketahui dan
dihadapi seorang anak, sebelum ia mengenal lingkungan sosial yang lebih luas, yaitu orang
tuanya. Pembelajaran orang tua hanya akan diserap dengan baik jika orang tua juga
mencipakan situasi dan kondisi yang mendukung nilai-nilai tersebut.
Berikut ini adalah macam-macam nilai-nilai agama dan moral pada anak usia dini.
1. Kejujuran.
Kejujuran adalah suatu kemampuan untuk mengakui perasaan atau pemikiran atau
juga tindakan seseorang pada orang lain. Kejujuran menjadi penting karena dengan
mengakui apa yang ia pikirkan, ia rasakan, dan ia lakukan sebagaimana adanya, seseorang
dapat terhindar dari rasa bersalah yang timbul akibat kebohongan yang ia lakukan.
2. Disiplin.
Disiplin dimengerti sebagai cara untuk membentuk anak agar dapat mengembangkan
pengendalian diri. Dengan disiplin, anak dapat memperoleh batasan untuk memperbaiki
tingkah lakunya yang salah. Disiplin mendorong, membimbing, dan membantu anak agar
memperoleh perasaan puas karena kesetiaan dan kepatuhannya dan mengajarkan kepada
anak bagaimana berpikir secara teratur.
3. Perhatian dan Peduli pada Orang Lain.

4
Setiap orang tua, muda, besar, kecil, orang tua maupun anak-anak, pasti sependapat
bahwa perhatian pada orang lain adalah sesuatu hal yang baik dan diharapkan dimiliki oleh
setiap orang. Setiap orang senang ketika diperlakukan dengan baik oleh orang lain.
4. Empati.
Para ahli mengatakan bahwa dengan empati, anak dapat menghindarkan diri dari
melakukan perbuatan keji karena paham efek negatif yang ditimbulkan dari perbuatan tidak
bermoral tersebut. Anak yang memiliki empai yang baik akan mempunyai kemampuan
tenggang rasa terhadap orang lain dan peka terhadap situasi orang lain.
5. Menghormati Orang Lain.
Menghargai dan menghormati orang lain berarti memperlakukan orang lain dengan
baik dan manusiawi. Sikap menghargai dan menghormati orang lain tidak tumbuh begitu
saja dalam diri seorang anak. Sikap ini muncul ketika anak sudah tumbuh besar dan sudah
mulai dapat mengerti hal-hal yang sifatnya abstrak. namun proses pembelajaran
kemampuan moral ini dapat dimulai sejak dini, yaitu dengan memberi teladan pada anak,
mengenai apa yang disebut dengan menghargai dan menghormati orang lain.
6. Kontrol Diri .
Kontrol diri adalah ekspresi emosi. Bagaimana anak mengekspresikan emosinya erat
kaitanya dengan kontrol diri yang ia lakukan. Ekspresi emosi termasuk pada ketrampilan
moral anak yang berhubungan dengan relasi anak dengan lingkungan sosialnya karena
ekspresi emosi erat kaitanya dengang penerimaan lingkungan. Anak menyalurkan perasaan
dalam beragam ekspresi sesuai dengan perasaanya. Bahkan mungkin saja seorang anak
memiliki berbagai ekspresi untuk menyatakan suatu perasaan.
7. Keadilan.
Keadilan adalah perasaan atau keyakinan yang memberikan motivasi untuk bersikap
jujur, bertindak benar, dan berbagi dengan orang lain. Biasanya, anak yang memiliki
perasaan adil menjadi peka terhadap unsur-unsur moral lainnya dan selalu membela yang
benar.
8. Religiusitas.
Membiasakan diri untuk berterima kasih dan bersyukur akan membawa pengaruh
pada suasana hidup yang menyenangkan, ceria, dan penuh warna yang sehat dan seimbang.
Memperkenalkan kebiasaan berdoa sebelum dan sesudah selesai pelajaran, sebelum dan

5
sesudah makan, serta sebelum dan sesudah bangun tidur. Selain berdoa nilai religiusitas
juga dapat ditanamkan melalui kegiatan bernyanyi yang sederhana dan mempunyai nilai
hidup.Lagu anak yang berkaitan dengan keindahan alam dan hidup manusia akan menjadi
wahana paling baik untuk memperkenalkan akan kebesaran dan keagungan Tuhan bagi
hidup manusia.
9. Sosialitas.
Anak diajak untuk lebih bersikap terbuka, rendah hati, saling menerima dan memberi,
tidak bersikap egois dan mau menang sendiri. Sebagai langkah awal yang bisa dilakukan
berupa sikap dan perilaku mau berbagi mainan dengan teman, mau bergantian dengan
teman, serta mau bermain bersama teman, tidak asik dengan kepentingan dan dirinya
sendiri.
10. Gender.
Sikap, kondisi, situasi, serta suasana yang dibentuk dan dikondisikan sejak dini yang
membedakan secara tajam antara laki- laki dan perempuan terus berlangsung dan diterima
secara turun-temurun dalam sebagian besar masyarakat Indonesia yang kental dengan
ideologi patriarki. Pembedaan yang ada bukanlah menunjukkan perbedaan yang esensial,
tetapi pembedaan berdasarkan kebiasaan belaka. Secara esensial perempuan sebenarnya
bukanlah makhluk yang lemah dan perlu dikasihani, melainkan sebaliknya ia adalah
makhluk yang kuat dan memiliki potensi yang bisa dioptimalkan eksistensinya. Main set
dan pandangan yang demikian harus ditanamkan pada diri anak-anak didik di sekolah.
Begitu juga laki-laki, bukanlah identik dengan kasar dan hanya mengandalkan otot. Hal ini
pun harus disosialisasikan sejak kecil melalui permainan dan kegiatan bersama yang tidak
membedakan antara laki-laki dengan perempuan.
11. Demokrasi.
Demokrasi bisa ditanamkan sejak dini melalui kegiatan menghargai perbedaan yang
tahap demi tahap harus diarahkan pada pertanggungjawaban yang benar dan sesuai dengan
nalar. Untuk memulainya di lingkungan sekolah Taman Kanak-Kanak dapat dilakukan
melalui kegiatan menggambar. Biarkan imajinasi dan kreativitas anak muncul dengan
leluasa. Apapun yang dihasilkan anak perlu diberikan pujian, sekaligus ditanya untuk
mendapat penjelasan dan kesempatan agar dapat memahami cara berpikirnya.
12. Kemandirian.

6
Melalui kegiatan bermain bersama, anak diajak untuk terbiasa dan senang bermain
dengan teman sebayanya. Dengan perasaan senang bermain bersama teman sebayanya,
setahap demi setahap anak-anak mulai siap untuk sekolah tanpa harus ditunggui. Pada
tahap berikutnya yang perlu dilakukan oleh guru adalah membiasakan anak mengurus
permainan yang digunakan, diajar, dan diajak untuk membereskan dan mengembalikan
permainan ke tempat yang sudah ditentukan. Anak dibiasakan hidup tertib dan teratur serta
bertanggung jawab terhadap kegiatan yang telah dilakukan.
13. Daya juang.
Penanaman nilai daya juang di lingkungan Taman Kanak- Kanak terlihat pada
kegiatan secara berkala, anak diajak jalan-jalan dalam jarak yang wajar, tidak terlalu jauh
dan tidak terlalu dekat. Kemampuan menempuh jarak tertentu menjadi dasar untuk
mengembangkan daya juang anak. untuk itu, pujian dan dukungan dari guru sangat
membantu mengembangkan daya juang anak. melalui kegiatan jalan-jalan ini, anak juga
diajak untuk mengenal lingkungan sekitar dan cara hidup bersama di jalan umum; disiplin,
tertib, hati-hati untuk keselamatan diri dan sesama, keterpimpinan serta menghargai
kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan dijalanan.
14. Tanggung jawab.
Nilai tanggung jawab di sekolah dapat dilakukan melalui permainan atau tugas-tugas
yang menggunakan alat. Hal ini dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan dan melatih
tanggung jawab pada diri anak. menjaga agar alat permainan tidak mudah rusak, berani
melaporkan apabila alat permainan rusak merupakan awal pembentukan sikap dan perilaku
bertanggung jawab. Melalui kegiatan dan kebiasaan yang seperti itu, anak-anak diajarkan
untuk tahu bagaimana menjaga dan memelihara permainan dan peralatan yang
digunakannya.
15. Penghargaan terhadap lingkungan alam
Penghargaan terhadap lingkungan alam dapat dilakukan dengan cara mengajak dan
mengajari anak memelihara tanaman di sekolah. Anak diajak berkebun, dan jika
memungkinkan setiap anak diberi tanggung jawab terhadap satu tanaman, sekaligus saling
membantu dan mengingatkan satu sama lain apabila ada yang lupa menjalankan tugas.
Menjaga dan memelihara tanaman merupakan awal untuk mencintai lingkungan alam yang
lebih luas lagi di jagad semesta ini.

7
C. Perkembangan Moral Anak Usia Dini
Mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik usia dini piaget (sinolungun, 1997)
mengemukakan tiga tahap perkembangan moral sesuai dengan kajian pada aturan dalam
permainan anak.
1. Fase absolut, dimana anak menghayati peraturan sebagai sesuatu hal yang mutlak, tidak
dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormati (orang tua, guru, anak yang
lebih berkuasa)
2. Fase realitas, dimana anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang lain.
Dalam permainan, anak menaati aturan yang disepakati bersama sebagai suatu
kenyataan/realitas yang dapat diubah asal disetujui bersama.
3. Fase subjektif, dimana anak memperhatikan motif atau kesengajaandalam memahami
aturan dan gembira mengembangakan sertamenerapkan.

Dalam kategori perkembangan moralnya, kohlberg (gunarsa, 1985) mengemukakan tiga


tingkat dengan enam tahap perkembangan moral.

1. Tingkat 1: prakonvensional.
Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak
melanggar aturan moral karana takut ancaman atau hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi
menjadi 2 tahap:
1) Kepatuhan dan orientasi hukum, tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman pada
tahap ini anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya
kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan
mendapat hukuman.
2) Tahap relativistik hedonisme, pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung pada
aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang memiliki otoritas. Anak
mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung pada
kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang (hedonisme).
2. Tingkat 2: konvensional.
Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar diterima dalam
kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.
1) Tahap orientasi mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan
orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau
masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila sikap dan perilakunya dapat
diterima oleh orang lain atau masyarakat.

8
2) Tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas. Pada tahap ini anak menunjukkan
perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakat
di sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan dan norma/
nilai sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan
aturan yang ada.
3. Tingkat 3: pasca konvensional.
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat
ini juga terdiri dari dua tahap.
1) Tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada tahap
ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat.
Seseorang menaati aturan sebagai kewajiban dan tanggung jawab dirinya dalam menjaga
keserasian hidup masyarakat.
2) Tahap universal. Pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat subyektif ada juga
norma etik (baik/ buruk, benar/ salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan
sesuatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas.

Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya Piaget menunjukkan
bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari
kebiasaan yang berhubungan dengan nilai kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi sebagai
akibat dari aktivitas spontan yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial anak
dengan lingkungannya.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral


Anak dilahirkan tanpa moral (imoral) sikap moral untuk berperilaku sesuai nilai-nilai luhur
dalam masyarakat belum dikenalnya. Intervensi terprogram melalui pendidikan, serta
lingkungan sosial budaya, mempengaruhi perkembangan struktur kepribadian bermuatan
moral. Ini dialami dalam keluarga bersama teman sebaya dan rekan-rekan sependidikan,
kawan sekerja/kegiatan ditengah lingkungan.
1. Perubahan dalam lingkungan
Perubahan dan kemajuan dalam berbagai bidang membawa pergeseran nilai moral serta sikap
warga masyarakat ditengah perubahan dapat terjadi kemajuan/kemrosotan moral. Perbedaan
perilaku moral individu sebagian adalah dampak pengalaman dan pelajaran dari lingkungan

9
nilai masyarakatnya. Lingkungan memberi ganjaran dan hukuman. Ini memacu proses belajar
dan perkembangan moral secara berkondisi.
2. Struktur kepribadian
Psiko analisa (freud) menggambarkan perkembangan kepribadian termasuk moral. Dimulai
dengan sistem ID, selaku aspek biologis yang irasional dan tak disadari. Diikuti aspek
psikologis yaitu subsistemego yang rasional dan sadar. Kemudian pembentukan superego
sebagai aspek sosial yang berisi sistem nilai dan moral masyarakat.

Ketiga subsistem kepribadian tersebut mempengaruhi perkembangan moral dan perilaku individu.
Ketidakserasian antara subsistem kepribadian, berakibat seseorang sukar menyesuaikan diri,
merasa tak puas dan cemas serta bersikap/berperilaku menyimpang. Sedang keserasian antara
subsistem kepribadian dalam perkembangan moral akan berpuncak pada efektifnya kata hati
(superego) menampilakan watak/perilaku bermoral seseorang.

E. Strategi dan Teknik Perkembangan Moral Anak Usia Dini


Perkembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral. Pembentukan
perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan perhatian serta
pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi dan
menenytukan perilaku moral. Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak
usia dini, yaitu: strategi latihan dan pembiasaan, 2. Strategi aktivitas dan bermain, dan 3.
Strategi pembelajaran (Wantah, 2005: 109).
1. Strategi Latihan dan Pembiasaan
Latihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk membentuk perilaku
tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral. Dengan latihan dan pembiasaan
terbentuklah perilaku yang bersifat relatif menetap. Misalnya, jika anak dibiasakan untuk
menghormati anak yang lebih tua atau orang dewasa lainnya, maka anak memiliki
kebiasaan yang baik, yaitu selalu menghormati kakaknya atau orang tuanya.
2. Strategi Aktivitas Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat digunakan dan
dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak. Menurut hasil penelitian Piaget
(dalam Wantah, 2005: 116), menunjukkan bahwa perkembangan perilaku moral anak usia dini
terjadi melalui kegiatan bermain. Pada mulanya anak bermain sendiri tanpa dengan

10
menggunakan mainan. Setelah itu anak bermain menggunakan mainan namun dilakukan
sendiri. Kemudian anak bermain bersama temannya bersama temannya namun belum
mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Selanjutnya anak bermain bersama dengan teman-
temannya berdasarkan aturan yang berlaku.
3. Strategi Pembelajaran
Usaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran
moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan pembelajaran nilai-nilai dan pengembangan
watak yang diharapkan dapat dimanifestasikan dalam diri dan perilaku seseorang seperti
kejujuran, keberanian, persahabatan, dan penghargaan (Wantah, 2005: 123).
Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi seperti yang
terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi pembelajaran ini ditujukan pada anak-
anak usia dini dengan cirri utamanya senang bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral,
strategi pembelajaran moral berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada
anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan
pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2 – 4 tahun pembelajaran
moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan
menghadapi lingkungan. Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan pada
pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik
dan buruk.

F. Perkembangan nilai agama pada anak usia dini


Adapun dalam pandangan para psikolog agama, perkembangan keberagamaan pada anak
melalui tiga tahapan penting, yaitu sebagai berikut :
1. The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng). Hal ini ditandai dengan kesenangan anak-anak
bercerita hal-hal yang luar biasa seperti kebesaran, kehebatan, dan kekuatan Tuhan. Tidak
jarang anak membandingkan Tuhan dengan tokoh-tokoh yang ia kenal seperti Power
Rangers.
2. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan). Ini tampak dengan mulai pahamnya anak-anak
tersebut tentang wujud Allah swt sebagai sosok yang Maha Besar dan Maha Kuat, serta
pencipta. Dari sini anak menyadari bahwa kepatuhan kepada-Nya adalah suatu yang
lumrah dan mesti. Inilah yang menyebabkan mereka bergairah mengikuti acara-acara
keagamaan.

11
3. The Individual Stage (Tingkat Individu). Tanda ini terlihat pada sensitivitas keberagamaan
anak. Tahap ini dibagi kepada tiga golongan :
1) Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif. Anak takut kemurkaan Allah; dan
neraka; sedangkan orang baik akan dimasukkah surga, sebuah taman bermain yang indah.
2) Konsep ketuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pendangan yang bersifat
personal (perorangan). Di sini anak ingin meniru Tuhan dan dekat dengan-Nya; Ingin
merasakan sentuhan kasih Tuhan dan menampung internalisasi kekuatan Tuhan.
3) Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik. Tanda ini tampak pada pengakuan mereka
akan pentingnya keadilan. Buruknya perbuatan jahat, sehingga jika melakukannya anak
akan gelisah, bingung, sedih, dan juga malu.

G. Ciri dan sifat keberagamaan pada anak-anak sebagai berikut :


1. Unreflective (tidak mendalam). Ini kentara sekali pada ciri antropomorfisme, yang
mengungkapkan Tuhan seperti makhluk lainnya, misalnya punya mata, punya telinga, dan
lainnya.
2. Egosentris (Egocentric Orientation). Anak mengharapkan adanya imbalan bagi semua
aktivitas yang dilakukannya. Pada sisi lain anak cenderung tidak mau disalahkan, tetapi
senang mendapat pujian.
3. Eksperimentasi (Experimentation). Anak mengharapkan pembuktian akan keyakinan yang
ada dibenaknya.
4. Inisiatif (Initiative), misalnya ditandai dengan pikiran bahwa ia mudah keluar dari
kepungan api neraka, karena pengalamannya setiap berbuat kesalahan tidak mendapatkan
azab yang sering ditakut-takutkan.
5. Spontanitas (Spontaneity). Misalnya, tampak pada pertanyaan atau jawaban yang
dilontarkan anak dengan polosnya. Dia mengemukakan persis seperti apa yang
diberitahukan guru atau orang tuanya.
6. Verbalis dan Ritualis, yang diindikasikan dengan hapalan-hapalan yang tanpa makna. Saat
ditanyakan “Apakah marah itu perbuatan baik atau buruk?” Mereka menjawab, “Buruk!”.
Kemudian saat diajukan proposisi logis, “kalau begitu Allah, dan orang tuanya sering
berbuat buruk karena sering marah-marah.” Anak bingung dan gelisah.

12
7. Imitatif, tampak pada peniruan yang nyata dilakukan anak, seperti berdoa dan salat.
Pembiasaan keluarga sangat berpengaruh pada anak, seperti berdoa mau makan, tidur,
senang ke mesjid beramai-ramai.
8. Rasa Heran dan Kagum, yaitu ditandai dengan keinginan kuat anak menjadi sakti dan
mendapat limpahan kekuatan Tuhan. Mempertanyakan kehebatan dan kebesaran Tuhan
yang menjadi pencipta manusia.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pentingnya mengembangkan nilai dan moral anak usia dini agar dapat mencapai
kesejahteraan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Peran orang tua atau lingkungan
terhadap timbulnya nilai-nilai agama dan moral pada anak usia dini juga merupakan suatu hal yang
penting. Sikap dan cara orangtua dan lingkungan menerapkan dan memberikan contoh yang baik
sesuai dengan nilai-nilai agama dan moral pada anak memainkan peranan penting pada
pembentukan tingkah laku dan moral anak.
Hal ini mengingatkan bahwa nilai-nilai agama dan moral pada anak tidak bisa terjadi
dengan sendirinya tanpa bantuan, dukungan, dan ilmu dari lingkungannya dan orangtua, serta
orang terdekatnya. Seperti sikap positif dari orang terdekat, melatih perkembangan dan
pengembangan nilai-nilai agama dan moral menuju berperilaku yang baik.

B. Saran
Dalam mengembangkan nilai-nilai agama dan moral anak, hendaknya menggunakan
berbagai macam strategi yang efektif dalam mengembangkannya sehingga perkembangan nilai-
nilai agama dan moral anak dapat tercapai. Memahami bahwa dalam menanamkan nilai-nilai
agama dan moral anak usia dini haruslah disesuaikan dengan tingkat usia dan perkembangan anak.
Dan juga memberikan contoh perilaku yang baik kepada anak, mengajarkan nilai-nilai moral dan
agama kepada anak.

14
15

Anda mungkin juga menyukai