Anda di halaman 1dari 20

JALUR-JALUR MENDAPAT PENDIDIKAN ISLAM DAN FITRAH

DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Mata Kuliah: Seminar Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh:

1. DAHLIANI (11202270)
2. MASYITAH (11202285)

Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu: HAMIZAN, S. Pd.I.

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN
(STAI-PTIQ) ACEH
2023/1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Jalur-jalur Mendapatkan Pendidikan Islam dan Fitrah Dalam Pendidikan
Islam” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Bapak Hamizan, S.Pd.I. pada mata kuliah Seminar
Pendidikan Agama islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Pendidikan agama islam bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hamizan, S.Pd.I. selaku


dosen mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASA

2.1 Jalur-jalur Mendapatkan Pendidikan Islam....................................... 3


2.2 Fitrah Dalam Pendidikan Islam......................................................... 12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 

Pendidikan Islam adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Manusia membutuhkan pendidikan sebagai bekal untuk hidup bermasyarakat dan
memecahkan masalah-masalahnya. Karena pendidikan Islam pada dasarnya
bertujuan untuk mencerdaskan anggota masyarakat serta memberikan
pengetahuan bagaimana bersikap, bertutur kata dan berperilaku. Pendidikan Islam
menurut Ahmad Tafsir adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada
seseorang agar ia berkembang secara maksimal dengan ajaran Islam (Ahmad
Tafsir, 2008: 32). Hal inilah yang menyebabkan pentingnya pendidikan Islam bagi
masyarakat, karena tujuan pendidikan Islam bagi masyarakat adalah untuk
membimbing masyarakat agar ia bisa berkembang secara maksimal menurut
ajaran Islam.

Hakikat pendidikan Islam adalah proses membimbing dan mengarahkan


pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai
tujuan Islam (M. Arifin, 2003: 11). Sedangkan tujuan akhir pendidikan adalah
beribadah kepada Allah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Adz-Dzariat ayat 56
yang artinya:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”

Azas pendidikan seumur hidup merumuskan suatu azas bahwa proses


pendidikan merupakan suatu proses kontinyu, yang dimulai dari dilahirkan
seseorang hingga ia meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-
bentuk belajar secara formal, nonformal maupun informal baik yang berlangsung

3
dalam keluarga, sekolah dan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan berlangsung tanpa batas yaitu dimulai sejak lahir
sampai meninggal dunia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana jalur-jalur dalam mendapatkan Pendidikan islam?


2. Bagaimana masalah fitrah dalam Pendidikan islam?

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jalur-jalur Mendapatkan Pendidikan Islam

Di Indonesia, secara garis lembaga pendidikan islam dibagi kedalam 3


jenis yaitu lembaga pendidikan islam secara formal, nonformal dan informal. Hal
tersebut sesuai dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa jalur pendidikan di Indonesia
terbagi menjadi tiga: formal, non-formal dan informal. Atas dasar tersebut
lembaga Pendidikan islam pun terbagi menjadi 3 jalur.1

1. Lembaga Pendidikan Islam Formal

Lembaga pendidikan islam yang diselenggarakan secara formal


merupakan lembaga pendidikan yang terstruktur dan berjenjang, dimana lembaga
tersebut terbagi atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi. Hal tersebut juga sesuai dengan yang disebutkan dalam Undang-undang
nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat ciri-ciri
yang melekat pada lembaga pendidikan islam formal diantaranya:

a. Diselenggarakan dalam kelas terpisah menurut jenjangnya.


b. Terdapat persyaratan Usia.
c. Terdapat jangka waktu belajar.
d. Proses pembelajaran diatur secara tertib dan trstruktur.
e. Materi pembelajaran disusun berdasarkan kurikulum dan
dijabarkan dalam silabus tertentu.

1Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. No 20 Tahun 2003 tentang jalur pendidikan


nasional.

5
f. Materi pembelajaran lebih banyak bersifat akademis intelektual
dan berkesinambungan.
g. Terdapat system raport, evaluasi pembelajaran dan ijazah.
h. Sekolah memiliki anggaran pendidikan yang dirancang dalam
kurun waktu tertentu.

Lembaga pendidikan islam formal yang diselenggarakan di Indonesia saat


ini terbagi kedalam tiga tahapan yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi. Pembagian tersebut dijabarkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Lembaga Pendidikan Islam Formal jenjang Pendidikan Dasar

Lembaga Pendidikan Islam (Formal) Jenjang Pendidikan Dasar


Pendidikan Dasar
Taman Kanak-Kanak (TK) Islam Terpadu
Raudatul Athfal
Sekolah Dasar Islam Terpadu/Boarding School
Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam Terpadu/Boarding School
Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Berdasarkan tabel diatas, lembaga pendidikan islam formal di Indonesia


dibagi berdasarkan jenjang pendidikan yaitu pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. Pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
dibagi menjadi 6 macam diantaranya taman kanak-kanak islam, RA, Sekolah
Dasar islam terpadu atau boarding school, madrasah ibtidaiyah (MI), SMP
Islam/Boarding School dan Madrasah Tasanawiyah. Dalam jenjang pendidikan
dasar terdapat hal-hal yang menjadi pemicu berkembangnya pendidikan islam saat
ini. Jika kita melihat pendidikan islam formal jauh ke belakang, dahulu
pendidikan islam itu hanya didominasi oleh RA, MI, dan MTS namun saat ini
berkembang juga SD, SMP yang mengintegrasikan nilai-nilai islam pada

6
kurikulum dan proses pembelajarannya yaitu integrasi label boarding school atau
islam terpadu. Hal ini tentu menjadi titik perkembangan pendidikan islam saat ini.

Tabel 2. Lembaga Pendidikan Islam Formal jenjang Pendidikan Menengah

Lembaga Pendidikan Islam (Formal) Jenjang endidikan Menengah


Pendidikan Menengah
Sekolah Menengah Atas (SMA) Islam Terpadu/ Boarding School
Madrasah Aliyah (MA)
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Islam Terpadu/Boarding School

Kedua, yaitu pendidikan menengah. Pada tingkatan pendidikan menengah,


pendidikan islam formal diisi oleh 3 macam lembaga pendidikan yaitu Sekolah
Menengah Atas (SMA) islam terpadu atau boarding School, Madrasah Aliyah
(MA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Islam terpadu atau boarding
school. Pada tingkat pendidikan menengah, terjadi juga perkembangan yang sama
seperti pada pendidikan dasar. Integrasi pendidikan islam terpadu atau boarding
school menjadi salah satu indikasi perkembangan pendidikan islam pada tingkatan
atau jenjang pendidikan menengah.

Tabel 3. Lembaga Pendidikan Islam Formal jenjang Pendidikan Tinggi

Lembaga Pendidikan Islam (Formal) Jenjang Pendidikan Tinggi


Pendidikan Tinggi
Akademi
Politeknik
Sekolah Tinggi
Institut
Universitas

Ketiga yaitu pendidikan tinggi. Pada jenjang pendidikan tinggi, pendidikan


islam tersebar hampir pada semua jenis perguruan tinggi. Setidaknya tersebar
pada akademi, politeknik, sekolah tinggi, institute dan Universitas. Penerapan
Pendidikan islam di tingkat pendidikan tinggi memiliki disparitas yang tidak

7
terlihat jauh berbeda hal tersebut dikarenakan pendidikan tinggi yang menerapkan
pendidikan biasanya memiliki persamaan yang lebih besar dengan pendidikan
tinggi yang tidak menerapkan pendidikan islam. Hal tersebut terlihat pada
beberapa institusi yang tidak berlabel pendidikan islam namun menyelenggarakan
jurusan atau program studi mengenai studi keislaman. Dan sebaliknya terdapat
juga lembaga pendidikan tinggi islam yang menyelenggarakan layanan
pendidikan tidak hanya keilmuan islam namun keilmuan umum pun banyak
diselenggarakan.

Sehingga hal ini menjadi factor yang mempertipis perbedaan tersebut. Dari
ketiga jenjang pendidikan tersebut, perkembangan yang terjadi pada lembaga
pendidikan islam yang berada di jalur pendidikan formal yaitu semakin
banyaknya lembaga pendidikan umum yang mengintegrasikan pendidikannya
dengan menerapkan keilmuan islam sehingga hal ini menjadi perkembangan baik
bagi kemajuan institusi pendidikan islam itu sendiri. Kedua, semakin kecilnya
disparitas pendidikan yang terajdi antara lembaga pendidikan umum dengan
lembaga pendidikan islam sehingga kedua mampu berkolaborasi dan bersinergi di
dalam memajukan pendidikan di Indonesia.

2. Lembaga Pendidikan Islam Non-Formal

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pendidikan non-formal ialah jalur


pendidikan yang tujuannya untuk mengganti, menambah dan melengkapi
pendidikan formal. Pendidikan ini dapat diselenggarakan oleh lembaga khusus
yang ditunjuk oleh pemerintah dengan berpedoman pada standar nasional
pendidikan. Dan karena berpedoman pada standar nasional pendidikan maka hasil
dari pendidikan non-formal tersebut dapat dihargai setara dengan pendidikan
formal. Selain itu lembaga pendidikan non-formal juga dapat berasal dari program
pembelajaran yang tumbuh dan berkembang di Masyarakat. Lembaga pendidikan

8
islam yang diselenggarakan secara non-formal merupakan lembaga pendidikan
islam yang banyak tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat. Bentuk
pendidikan tersebut banyak ditemui sebagai salah satu program keagamaan.

Perkembangan lembaga pendidikan islam tersebut justru menjadi cikal


bakal berkembangnya pendidikan saat ini. Konsep belajar pendidikan sepanjang
hayat yang saat ini berkembang di dunia pendidikan atau disebut lifelong learning
merupakan konsep belajar yang mengutif hadis Rasulullah SAW yaitu tuntutlah
ilmu dari buaian hingga liang lahat. Konsep ini sangat erat melekat dan menjadi
cikal bakal berkembangnya segala bentuk pembelajaran saat ini baik yang
diselenggarakan secara formal maupun non-formal.

Joni R. Pramudia, 2013 dalam bukunya Belajar Sepanjang Hayat


menyebutkan bahwa konsep belajar sepanjang hayat merupakan konsep belajar
yang menjadi cikal bakal berkembangnya pembelajaran saat ini. Bedasarkan hal
tersebut dapat kita simpulkan bahwa keberadaan lembaga pendidikan islam yang
berkembang saat ini merupakan cikal bakal lahirnya berbagai layanan pendidikan
saat ini.2

Selain itu, berkembangnya layanan pendidikan non-formal berbasis


pendidikan islam juga sangat erat kaitannya dengan undang-undang System
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yang meyebutkan bahwa peyelenggaraan
pendidikan di Indonesia terbagi atas tiga jalur pendidikan yang salah satunya
adalah pendidikan non-formal. Pernyataan tersebut semakin menguatkan
pengakuan lembaga pendidikan non-formal secara hukum di Indonesia.
Keberadaan lembaga pendidikan non-formal di Indonesia tidak hanya
disegmentasi untuk peserta didik diluar pendidikan formal saja, melainkan
keberadaan lembaga ini juga diperuntukkan bagi semua masyarakat tanpa

2Pramudia, JR. (2013). Belajar Sepanjang Hayat: Konsep, kebijakan, dan aplikasi dalam
pendidikan non formal menuju masyarakat berpengetahuan. Bandung: EDUKASI Press.

9
terkecuali. Fungsi yang melekat pada lembaga pendidikan non-formal bias
dijadikan sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidika formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Menurut Badan akreditasi nasional pendidikan anak usia dini dan


pendidikan non formal atau BAN PAUD PNF, terdapat ciri-ciri yang melekat
pada lembaga pendidikan non-formal diantaranya:3

a. Tujuan
Dari indicator tujuan satuan lembaga pendidikan non-formal
memiliki tujuan jangka pendek, artinya kemampuan yang diajarkan
menekankan pada kemampuan fungsional untuk kepentingan saat
ini maupun masa depan. Selain itu menekankan kepada
kompetensi, dan tidak menekankan pentingnya ijazah.
b. Waktu
Pada indicator waktu, konsep belajar pada lembaga pendidikan
non-formal waktu pembelajaran relative berjalan singkat. Terdapat
program pembelajaran yang dilaksanakan dalam jangka waktu
beberapa hari, beberapa minggu dan umunya berjalan kurang dari
setahun untuk setiap progreamnya.
c. Persyaratan Peserta didik
Dalam program pendidikan non-formal, persyaratan yang
ditetapkan dalam setiap program pembelajaran adalah kebutuhan,
minat dan kesempatan. Sehingga program yang dilaksanakan
merupakan program yang tepat sasaran.
d. Isi Program/Kurikulum

3Badan Akreditasi Nasiona PAUD PNF. Konsep Dasar PNF (PKBM dan LKP). Tersedia online di
badpaudpnf.kemdikbud.go.id diakses pada 12 oktober 2020.

10
Isi program dan kurikulum yang berkembang pada satuan PNF
merupakan kurikulum yang berpusat pada kepentingan dan
kebutuhan peserta didik.
e. Program Pembelajaran
Struktur program pembelajaran yang dialksanakan di satuan
pendidikan non-formal memiliki sifat luwes sehingga ukuran dan
jenis program kegiatan bervariasi.
f. Proses Pembelajaran
Pada tatanan proses pembelajaran, satua pnf menerapkan proses
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dipustakan di
lingkungan masyarakat dan lembaga serta berkaitan dengan
kehidupan peserta didik dan masyarakat.
g. Hasil Belajar
Hasil belajar yang rumuskan dalam satuan pendidikan non-formal
merupakan hasil pembelajaran yang diterapkan langsung dalam
kehidupan dan lingkungan pekerjaan atau masyarakat.
h. Pengawasan
Pengawasan yang dilakukan dalam satuan pendidikan non-formal
dilakukan oleh pelaksana program dan peserta didik. Sehingga
pembinaan program dilakukan secara demokratik.

Di Indonesia sendiri, perkembangan lembaga pendidikan islam non-formal


sejalan dengan satuan pendidikan yang ditetapkan oleh undang-undang Sisdiknas
No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 3 yang berbunyi:

“Pendidikan non-formal meliputi pendidikan kecakapan hidup,


pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan

11
kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik”.

Kemudian pernyataan tersebut diperkuat oleh undang-undang Sisdiknas no


20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 4 yang berbunyi:

“Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga


pelatihan, kelompok belajar, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, Majelis Taklim
dan Satuan pendidikan yang sejenis”.

Berdasarkan kedua pasal tersebut sudah jelas bahwa satuan pendidikan


non-formal terbagi atas 6 jenis satuan. Berikut jenis satuan pendidikan non-
formal:

Tabel 4. Satuan Lembaga Pendidikan Non-Formal

Satuan Lembaga Pendidikan Non-Formal


Lembaga kursus
Lembaga Pelatihan
Kelompok Belajar
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
Majelis Taklim
Satuan Pendidikan Sejenis: Pesantren, Day care, Bimbingan Belajar

Berdasarkan data pada table diatas bahwa satuan pendidikan non-formal


yang mengintegrasikan dengan pendidikan islam terlihat pada satuan majlis taklim
dan satuan penddidikan sejenis seperti pesantren, daycare dan bimbingan belajar.
Selain itu saat ini berkembang pesat integrasi pendidikan islam dengan satuan
pendidikan non-formal seperti pendirian pusat kegiatan belajar berbasis tahfidz
dipondok pesantren, daycare, bimbingan belajar dan kelompok belajar.
Perkembangan tersebut merupakan suatu hal yang positif bagi perkembangan
pendidikan islam di sector pendidikan non-formal.

12
3. Lembaga Pendidikan Islam Informal

Menurut Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003 bahwa Pendidikan


informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Kegiatan pendidikan
informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri. Hasil pendidikan diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional.

Selain itu menurut Coombs dalam Hasbullah 2006 pendidikan informal


adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar persekolahan yang
mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan
yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di
dalam mencapai tujuan belajarnya.4

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan


informal merupakan pendidikan yang berlangsung dalam lingkup keluarga dan
masyarakat. Pendidikan informal dalam ruang lingkup pendidikan islam
mempunyai keterkaitan erat dengan konsep keluarga sebagai sekolah pertama bagi
setiap manusia. Hal tersebut manjadi sebuah konsep pendidikan yang tidak
terpisahkan karena dalam islam pun dijelaskan bahwa sekolah pertama setiap
manusia itu adalah keluarga dan guru pertama dalam kehidupan adalah orang tua.
Karena memiliki sifat yang berbeda dengan pendidikan formal dan non-formal,
pendidikan informal merupakan pendidikan yang banyak memberikan bekal soft
skill kepada peserta didik.

Terdapat enam bentuk soft skill yang dibelajarkan pada saat anak
melangsungkan pembelajaran informal, yaitu:

4Hasbullah. (2006). OtonomiPendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap


Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

13
a. Agama.
b. Budi pekerti.
c. Etika.
d. Sopansantun.
e. Moral.
f. Sosialisasi.

Keenam materi pembelajaran diatas merupakan materi yang menyangkut


dengan perkembangan pribadi seseorang, dimana proses pembangunan
karakteristik itu memerluakan waktu yang relative lama serta terdapat peran
pendidikan agama yang lebih besar.

2.2 Fitrah Dalam Pendidikan Islam

Secara etimologi asal kata fitrah5 dari bahasa arab yaitu Fitratun jamaknya
Fitarun. Artinya perangai, tabiat, kejadian asli, agama, ciptaan.6 Fitrah juga
terambil dari akar kata Al-Fathr yang berarti belahan. Dari makna ini lahir makna-
makna lain, antara lain “pencipta” atau “kejadian”. 7 Dalam kamus Bahasa
Indonesia, kata Fitrah diartikan dengan sifat asli, bakat, pembawaan perasaan
keagamaan (misalnya: agama yang tidak selaras dengan kemajuan pikiran yang
sehat, bukanlah agama fitrah namanya).8 Dalam kamus Munjid kata fitrah
diartikan dengan agama, sunnah, kejadian dan tabiat.9

Banyak yang mengartikan bahwa bayi yang lahir itu fitrah; artinya suci.
Jiwa anak tersebut cenderung kepada agama tauhid. Ketika terjadi penyimpangan
dalam perkembangan anak itu untuk tidak lagi cenderung kepada agama tauhid,

5Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan progresivisme Joh
Dewey, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004), 34-35)
6Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1985), 215
7M. Quraish Shihab, Wawasan Alqur’an,(Bandung: Mizan, 1996), 283.
8WJS Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1952), 202
9Luis Ma’luf, Al Munjid,(Beirut: tt), 619.

14
para ulama berargumentasi bahwa hal itu disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain:

1. Pengaruh adaptasi dan pergaulan.


2. Pengaruh lingkungan.
3. Pengaruh hawa nafsu dan kekuasaan.
4. Adanya Pendidikan.
5. Guru yang mengajarnya.
6. Perbuatan atau usaha kedua orang tuanya.

Sabda Rasulullah: “Manusia dilahirkan dalam keadaan suci atau fitrah,


hanya ibu bapaknya yang menyebabkan ia mejadi Yahudi, nasrani atau majusi.”
Hasan Langgulung memaknai hadist di atas bahwa potensi dasar yang baik. Sebab
pengertian menjadi Yahudi, Nasrani, Majusi itu adalah bermakna menyesatkan.
Maksudnya ibu bapak itulah yang merusak dan menyesatkan fitrah yang asalnya
suci dan sepatutunya kearah yang baik.10 Untuk pengertian suci, bersih, bukan
berarti bahwa fitrah disini sama dengan tabularasanya John Locke (1632-1704).

Meskipun fitrah punya arti suci bersih, tetapi fitrah tidak kosong. Fitrah
berisi daya-daya yang wujud dan perkembangannya tergantung pada usaha
manusia sendiri.11 Oleh karena itu, fitrah harus dikembalikan dalam bentuk-bentuk
keahlian, laksana emas atau minyak yang terpendam dalam perut bumi, tidak ada
gunanya kalau tidak digali dan diolah untuk kegunaan manusia. Disinilah tugas
utama pendidikan. Sedangkan pendidikan sangat dipengaruhi oleh factor
pembawaan dan lingkungan. Namun ada perbedaan esensial antara pendidikan
Islam dengan pendidikan umum.

10Hasan Langgulung, Peradaban dan pendidikan Islam…215.


11Mastuhu, Dinamika system Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem
Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), 16.

15
Pendidikan Islam berangkat dari filsafat pendidikan theocentric,
sedangkan pendidikan umum berangkat dari filsafat antropocentric. Theocentris
memandang bahwa semua yang ada diciptakan oleh Tuhan berjalan menurut
hukumnya. Filsafat ini memandang bahwa manusia dilahirkan sesuai dengan
fitrahnya dan perkembangan selanjutnya tergantung pada lingkungan dan
pendidikan yang diperolehnya. Sedangkan seorang pendidik dan guru hanya
bersifat membantu, serta memberikan penjelasan-penjelasan sesuai dengan tahap
perkembangan dan pemikiran dan akhirnya pelajar sendirilah yang belajar.

Sedangkan filsafat antropocentrc, lebih mendasarkan ajarannya pada hasil


pemikiran manusia dan berorientasi pada kemampuan manusia dalam hidup
keduniawian.12 Sehubungan dengan ini, maka persamaan dan perbedaan
pendidikan Islam dan aliran empirisme ialah: pertama, keduanya sepakat bahwa
anak yang baru lahir adalah bersih dan suci, ibarat kertas putih yang siap ditulis
oleh pendidik. Kedua, karena adanya perbedaan konsep antara konsep fitrah dan
teori tabularasa, maka peranan para pendidik dalam konsep pendidikan Islam
lebih terbatas dibandingkan dengan peranan pendidik dalam aliran empirisisme,
dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian anak didik tersebut.

Persamaan dan perbedaan pendididkan Islam dengan aliran nativisme:


pertama, keduanya mengakui pentingnya faktor pembawaan, sehingga anak didik
berperan besar dalam membentuk dan mengembangkan kepribadiaannya. Fungsi
pendidik dalam hal ini lebih banyak sebagai fasilitator. Kedua,dalam pendidikan
Islam, karena adanya nilai agama yang memiliki kebenaran mutlak, maka
pendidik bukan hanya sekadar pembantu tetapi ia bertanggung jawab akan
terbentuknya kepribadian muslim pada anak didik. Persamaan dan perbedaan
pendidikan Islam dengan konvergensi: pertama, keduanya mengakui pentingnya
factor endogen dan eksogen dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian

12Ibid., 16.

16
anak didik. Kedua, perbedaannya, dalam Islam ke mana kepribadian itu harus
dibentuk dan dikembangkan sudah jelas, yaitu ma’rifatullah dan bertakwa kepada-
Nya.

Sedang dalam pendidikan yang antroposentrik pembentukan dan


pengembangan kepribadian diarahkan untuk mencapai kedewasaan dan
kesejahteraan hidup di dunia. Oleh karena itu fitrah manusia dengan segala
potensinya sebagaimana dipaparkan diatas merupakan “conditional statement
(citra bersyarat), dan aktualisasinya menuntut upaya manusia sendiri. Berbeda
dengan paham materialisme yang meyakini bahwa manusia mati berarti hilangnya
eksistensi manusia secara total. Dalam Islam, fitrah manusia itu setelah mati akan
kembali kepada Allah. Upaya pengembangan fitrah manusia yang meliputi
spiritual, intelektual, dan keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan
dan kesejahteraan hidup hanyalah dalam rangka mengabdi kepada-Nya. Oleh
karena itu fitrah haruslah dikembangkan dan dilestarikan.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia saat ini sudah menunjukan


perkembangan kearah yang lebih baik. integrasi pendidikan keagamaan dan
pendidikan umum menjadi salah satu factor dari berkembangnya pendidikan islam
secara cepat. Selain itu, kolaborasi yang dilakukan pendidikan islam dengan jalur
pendidikan formal, informal dan non formal semakin memperkuat eksistensi
pendidikan islam dalam perkembangan pendidikan Indonesia. Hal tersebut terlihat
dari peran pendidikan islam yang berkembang saat ini. Dengan demikian fitrah
dalam pendidikan Islam dapat diartikan sebagai perintah perintah mempelajari
agama Islam, perintah mengenal Allah, dan perintah mengenal dirinya, yang
dijalani oleh manusia melalui proses pendidikan Islam

18
DAFTAR PUSTAKA

Badan Akreditasi Nasiona PAUD PNF. Konsep Dasar PNF (PKBM dan LKP).
Tersedia online di badpaudpnf.kemdikbud.go.id diakses pada 12 oktober
2020.

Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna,


1985.

Hasbullah. (2006). OtonomiPendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan


Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Luis Ma’luf, Al Munjid,Beirut: tt.

Mastuhu, Dinamika system Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur


dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994.

Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan


progrsivisme John Dewe, Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004.

M. Quraish Shihab, Wawasan Alqur’an, Bandung: Mizan, 1996.

Pramudia, JR. (2013). Belajar Sepanjang Hayat: Konsep, kebijakan, dan aplikasi
dalam pendidikan non formal menuju masyarakat berpengetahuan.
Bandung: EDUKASI Press.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. No 20 Tahun 2003 tentang jalur


pendidikan nasional.

WJS Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,


1952

19

Anda mungkin juga menyukai