PENDAHULUAN
Masa usia Sekolah Dasar merupakan periode emas (golden age) bagi
perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah
tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam
fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan aspek
kepribadian, kognitif, psikososial, maupun moralnya. Untuk itu pendidikan
anak untuk usia Sekolah Dasar dalam bentuk pemberian rangsangan-
rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk
mengoptimalkan kemampuan anak.
Pembentukan kemampuan siswa di sekolah dipengaruhi oleh proses belajar
yang ditempuhnya. Proses belajar akan terbentuk berdasarkan pandangan dan
pemahaman guru tentang karakteristik siswa dan juga hakikat pembelajaran.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung
dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun.
Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan
perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya,
perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa,
perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak.
Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelas rendah
dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan
kelas-kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam (Supandi, dalam
Anitah, dkk., 2008). Di Indonesia, rentang usia siswa SD, yaitu antara 6 atau
7 tahun sampai 12 tahun. Usia siswa pada kelompok kelas rendah, yaitu 6
atau 7 sampai 8 atau 9 tahun. Siswa yang berada pada kelompok ini termasuk
dalam rentangan anak usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang
pendek tetapi sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada
masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan
berkembang secara optimal.
Perkembangan siswa sekolah dasar usia 6-12 tahun yang termasuk pada
perkembangan masa pertengahan (middle childhood) memiliki fase-fase yang
unik dalam perkembangannya yang menggambarkan peristiwa penting bagi
siswa yang bersangkutan. Tahap perkembangan siswa dapat dilihat dari aspek
Kognitif, Psikososial, dan Moral.
1. Tahapan sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain
juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya
dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode
sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Bagi anak
yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik
(gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Piaget
berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan
kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-
tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam
minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu
sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan
munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia
empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan
koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari
usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya
kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen
walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda
(permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua
belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama
dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama
dengan tahapan awal kreativitas.
2. Tahapan praoperasional
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara
usia enam sampai sebelas tahun dan mempunyai ciri berupa
penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama
tahapan ini adalah:
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya
reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir
logis, akan tetatpi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret.
Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau
gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini
memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga
tindakannya lebih efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan
membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan
menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan
tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya.
Anak mampu menangani sistem klasifikasi.
Pada usia ini mereka masuk sekolah umum, proses belajar mereka
tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, karena mereka sudah
diperkenalkan dalam kehidupan yang nyata di dalam lingkungan
masyarakat. Nasution (1992) mengatakan bahwa masa kelas tinggi
sekolah dasar mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut : (1)
adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit,
(2) amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, (3) menjelang akhir
masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus,
oleh ahli yang mengikuti teori faktor ditaksirkan sebagai mulai
menonjolnya faktor-faktor, (4) pada umumnya anak menghadap tugas-
tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri, (5) pada
masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang
tepat mengenai prestasi sekolah, (6) anak pada masa ini gemar
membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.
Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering
rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka
“dewasa”. Mereka merasa “saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya
tahap ini disebut tahap “I can do it my self”. Mereka sudah mampu untuk
diberikan suatu tugas.
Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas besar SD. Mereka dapat
meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan
seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga
termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok dan
bertindak menurut cara cara yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka
juga mulai peduli pada permainan yang jujur.
Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri dengan
membandingkannya dengan orang lain. Anak anak yang lebih mudah
menggunakan perbandingan sosial (social comparison) terutama untuk norma‐
norma sosial dan kesesuaian jenis‐jenis tingkah laku tertentu. Pada saat anak‐
anak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan
sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada
kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin
diperlakukan sebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti
dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki‐laki
dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan
perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat
membawa pada masalah emosional yang serius Teman‐teman mereka menjadi
lebih penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman
sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian serupa. Mereka menyatakan
kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok teman sebaya melalui
pakaian atau perilaku.
Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD kelas
rendah, anak dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di awal
awal tahun kelas besar SD hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa
yang menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka ceritakan
kepada orang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka
sebagai model.
Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan cara cara yang tidak
mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya. Malahan, beberapa anak
mungkin secara terbuka menentang gurunya.
Tahap I – Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa
hormat yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik
tindakan, terlepas arti atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat
buruk dari tindakan ini.
Tahap 2 – Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah
perbuatan yang secara instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan
kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang
seperti hubungan di tempat umum. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal-
balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu ditafsirkan
secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika anda menggaruk
punggungku, nanti aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukansoal
kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran di SD hendaknya:
3.2 Saran