Anda di halaman 1dari 37

PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP BUDAYA SELAMETAN

KEHAMILAN 4 DAN 7 BULANAN DI INDONESIA

MAKALAH

disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Seminar Agama Islam

Dosen Pengampu:
Dr. H. Udin Supriadi, M. Pd

oleh :
Kelompok 3
Biologi A-2016

Andini Muliani (1600003)

Hanatul Haifa

Utami Nurfajrini (1603375)

Wardayani Solihah

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT dan dengan melimpahkan salam
kepada Rasulullah SAW, pemakalah panjatkan puji dan syukur atas selesainya
Tugas Makalah Seminar Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Perspektif
Islam Terhadap Budaya Selametan Kehamilan 4 dan 7 Bulanan di Indonesia

Adapun makalah ini telah berusaha disusun dengan baik dan kami ucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan kontribusinya dalam bentuk apapun untuk menyelesaikan makalah ini.
semoga makalah ini dapat mememberikan manfaat dan pengetahuan serta inspirasi
kepada para pembaca. Pemakalah menyadari betul bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Sehingga sangat besar harapan
bahwa semua pihak khususnya bapak dosen pengampu dan pembaca pada
umumnya bisa memberikan saran dan kritik membangun untuk meningkatkan
kualitas penelitian kedepannya.

Bandung, Maret 2019

Kelompok 5A
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman agama,


suku/etnis, ras, budaya, dan sebagainya. Mayoritas agama yang di anut
masyarakat Indonesia adalah islam. Menurut PODES 2014, terlihat bahwa
sebanyak 71,8 persen desa di Indonesia memiliki komposisi warga dari
beberapa suku/etnis. Keragaman budaya dapat menjadi dampak dari
beragamnya suku tersebut, sebab keragaman budaya dihasilkan dari buah
pikiran setiap orang atau kelompok tertentu. Sehingga pelestarian budaya dan
pewarisan kepada generasi berikutnya itu diharuskan oleh pemerintah pusat gar
sadar terhadap ragamnya budaya, mampu memenuhi kebutuhan dan
memperoleh ketahanan hidup, serta terwujudnya diri sebagai makhluk yang
bermakna. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No
52 Tahun 2007 pasal 1 ayat 3 dan pasal 2 ayat 1, dikatakan bahwa:

Pelestarian adalah upaya untuk menjaga dan memelihara adat istiadat dan
nilai social budaya masyarakat yang bersangkutan, terutama nilai-nilai etika,
moral, dan adab yang merupakan inti dari adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan
dalam masyarakat, dan lembaga adat agar keberadaannya tetap terjaga dan
berlanjut. Pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial
budaya masyarakat dimaksudkan untuk memperkokoh jati diri individu dan
masyarakat dalam mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan.

Akan tetapi, budaya dan agama memang tak bisa dipisahkan, karena
keduanya merupakan dua unsur penting dalam masyarakat yang saling
mempengaruhi. Ketika ajaran agama masuk dalam sebuah komunitas yang
berbudaya, akan terjadi tarik-menarik antara kepentingan agama di satu sisi
dengan kepentingan budaya di sisi lain. Demikian juga halnya dengan agama
Islam yang diturunkan di tengah-tengah masyarakat Arab yang memiliki adat-
istiadat dan tradisi secara turun-temurun. Tradisi merupakan bagian dari
budaya. Salah satu tradisi lokal atau budaya yang melekat erat dalam
kehidupan masyarakat Indonesia adalah kegiatan selamatan kehamilan.

Budaya selamatan kehamilan atau syukuran 4 atau 7 bulanan sudah


menjadi budaya yang sangat berkembang di kalangan masyarakat Indonesia,
terutama di pulau Jawa. Terdapat banyak istilah dan langkah2 pada
kegiatannya yang memiliki makna masing-masing. Hal ini menyebabkan
banyaknya kebingungan dikalangan masyarakat antara kebolehannya
melakukan budaya tersebut ataukah tidak, apakah hal tersebut disyari’atkan
dalam islam atau berbuah dosa. Maka agar tidak terjadi kesalahfahaman
ataupun berbuat dengan disertai ketidakhuan sementara menjadi amalan yang
sia-sia, kami memutuskan judul tentang “Perspektif islam terhadap budaya
"selamatan" kehamilan 4 dan 7 bulanan di Indonesia, mendalami bagaimana
budaya ini dapat muncul dan berkembang di Indonesia, hingga peran
pemerintah dalam mengatur kebijakan tentang kebudayaan local yang tidak
menyesatkan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat dibuat sebuah rumusan masalah, yaitu
bagaimana perspektif islam terhadap budaya selamatan atau syukuran
kehamilan 4 dan 7 bulanan di Indonesia?

1.3 Tujuan

1.4 Manfaat

Agar masyarakat Indonesia khususnya teman-teman kelas pengontrak SPAI


mampu membedakan budaya yang boleh dilestarikan dan di kembangkan
sesuai aturan yang berlaku
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budaya Selametan pada Kehamilan


2.1.1 Pengertian Budaya Selametan pada Kehamilan Ngapati dan Mitoni
Secara etimologi budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sansakerta yaitu Buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal). Budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat,
Sedangkan kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal
budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Dalam
bahas inggris kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin
Colore yaitu mengolah atau mengerjakan, sedangkan dalam bahasa arab,
budaya atau kebudayaan dikenal dengan istilah tsaqofah.(Tim Dosen
SPAI, ..
Di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Jawa, ada satu
budaya di mana seorang yang memiliki istri yang sedang hamil akan
mengundang para tetangga dan sanak saudara untuk hadir ke rumahnya
dalam sebuah acara selamatan atau kenduri. Di Jawa, bila acara ini
diselenggarakan ketika usia kehamilan empat bulan maka disebut dengan
mapati. Istilah ini diambil dari kata papat yang berarti empat. Sedangkan
bila acara selamatan itu dilakukan ketika usia kandungan sudah tujuh
bulan maka disebut dengan mituni atau sering diucapkan mitoni. Istilah itu
diambil dari kata pitu yang berarti tujuh. (NU, 2018).
Ngapati atau Ngupati adalah upacara selamatan ketika
kehamilan menginjak pada usia 4 bulan. Sedangkan mitoni atau tingkepan
(melet kandung) adalah upacara selamatan ketika kandungan berusia 7
bulan. Upacara selamatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar janin
yang ada dalam kandungan nantinya lahir dalam keadaan sehat, wal afiyat
serta menjadi anak yang saleh. Penentuan bulan keempat tersebut,
mengingat pada saat itu adalah waktu ditiupnya ruh oleh Malaikat kepada
si janin di dalam kandungan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih.
Sedangkan penetapan bulan ketujuh sebagai selamatan kedua, karena pada
masa tersebut si janin telah memasuki masa-masa siap untuk dilahirkan.
(Ramli,2016).

2.1.2 Asal usul budaya ngapati dan Mitoni


Tingkeban, secara historis, berkembang dari mulut ke mulut
memang semenjak zaman dahulu. Pada zaman kerajaan Kediri diperintah
oleh Raja Jayabaya, ada seorang wanita yang bernama Niken Satingkeb.
Ia menikah dengan seorang punggawa kerajaan yang bernama Sadiyo.
Dari perkawinan ini, lahirlah sembilan orang anak. Akan tetapi, nasib
malang menimpa mereka, karena dari kesembilan anak tersebut tak ada
seorangpun yang berumur panjang. Sadiyo dan Niken Satingkeb tidak
putus asa dalam berusaha dan selalu berdoa agar mempunyai anak lagi
yang kelak tidak bernasib malang seperti anakanak mereka sebelumnya.
Segala petuah dan petunjuk dari siapa saja selalu mereka perhatikan, tetapi
tidak ada juga tanda-tanda bahwa istrinya mengandung. Maka, pergilah
suami istri tersebut menghadap raja untuk mengadukan kepedihan hatinya
dan mohon petunjuk sarana apakah yang harus mereka lakukan agar
dianugerahi seorang anak lagi yang tidak mengalami nasib seperti anak-
anaknya terdahulu. Sang raja yang arif bijaksana itu terharu mendengar
pengaduan Nyai Niken Satingkeb dan suaminya. Maka, beliau
memberikan petunjuk agar Nyai satingkeb - pada setiap hari Tumbak
(Rabu) dan Budha (Sabtu) - harus mandi dengan air suci dengan gayung
berupa tempurung kepala yang disebut bathok disertai dengan membaca
doa seperti "Hong Hyang Hanging Amarta, Martini Sarwa Huma,
humaningsun ia wasesaningsun, ingsun pudyo sampurno dadyo
manungso." Setelah mandi, ia memakai pakaian yang serba bersih.
Kemudian dijatuhkan dua butir kelapa gading melalui jarak Neloni, Mitoni
Atau Tingkeban KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011 | 243 antara perut dan
pakaian. Kelapa gading tersebut digambari Sang Hyang Wisnu dan Dewi
Sri atau Arjuna dan Sumbadara. Maksudnya adalah agar jika kelak
anaknya lahir, ia mempunyai paras elok atau cantik seperti yang dimaksud
dalam gambar itu. Selanjutnya, wanita yang hamil itu harus melilitkan
daun tebu wulung pada perutnya yang kemudian dipotong dengan keris.
Segala petuah dan anjuran sang raja itu dijalankannya dengan cermat, dan
ternyata segala yang mereka minta dikabulkan. Semenjak itu, upacara ini
diwariskan turun-temurun dan menjadi tradisi wajib bagi masyarakat
Jawa9 . (Adriana, 2011)
Di beberapa daerah di Indonesia, proses kehamilan mendapat
perhatian tersendiri bagi masyarakat setempat. Harapan-harapan muncul
terhadap bayi dalam kandungan, agar mampu menjadi generasi yang
handal dikemudian hari. Untuk itu, dilaksanakan beberapa budaya atau
tradisi yang dirasa mampu mewujudkan keinginan mereka terhadap anak
tersebut. Salah satu budaya yang masih eksis hingga saat ini yaitu ritual
tujuh bulanan atau pelet kandung atau tingkeban yang dilaksanakan pada
kehamilan anak pertama. Upacara ini diyakini masyarakat mengandung
makna agar kelahiran bayi tidak banyak mengalami hambatan dan menjadi
anak yang sholeh dan berbudi pekerti yang baik. Dengan berbagai prosesi
dan ritual, mulai dari pembacaan al-Qur’ân, mandi kembang, pembelahan
kelapa yang menandakan jenis kelamin bayi, pemecahan telur, dan lain
sebagainya. (Adriana, 2011)

2.1.3 Proses Kegiatan Ngapati dan Mitoni

Secara umum, tradisi mitoni ini terdiri atas beberapa tahapan, di


antaranya upacara siraman. Tahap ini dimaksudkan sebagai simbol
pembersihan atas segala kejahatan dari bapak dan ibu bayi. Setelah
siraman, ritual kemudian dilanjutkan dengan memasukkan telor ayam
kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami. Masyarakat setempat
meyakini bahwa hal itu merupakan perwujudan harapan agar proses
kelahiran sang bayi dapat berjalan dengan lancar tanpa halangan apapun.
Acara kemudian dilanjutkan dengan memasukkan kelapa gading muda
dari perut atas sang ibu hingga kebawah dengan maksud untuk
menghindari rintangan saat kelahiran sang bayi nantinya. Selain itu, dalam
proses ritual mitoni ini terdapat pula proses ganti baju. Sang ibu akan
berganti pakaian dalam tujuh motif, kemudian para tamu diminta untuk
memilih salah satu dari tujuh kain tersebut yang cocok untuk sang ibu.
Lalu, prosesi berlanjut ke pemutusan lawe (lilitan benang) atau janur oleh
sang ayah. Tujuannya juga sama, agar proses kelahiran nanti berjalan
lancar. Dalam upacara mitoni ini pun terdapat acara pemecahan gayung
atau periuk, dengan maksud ketika nanti sang ibu mengandung kembali
tidak menemukan kendala yang berarti. Setelah itu, sang ibu diminta untuk
meminum jamu sebagai sorongan/dorongan dengan maksud agar bayi
mampu keluar dengan cepat dan lancar seperti didorong dari dalam.
Setelah semua prosesi tersebut berjalan, acara mitoni kemudian ditutup
dengan proses mencuri telor. Seorang bapak berharap proses kelahiran
sang anak mampu berjalan cepat sebagaimana kecepatan pencuri ketika
beraksi. (Adriana,2011)

2.2. Budaya Ngapati dan Mitoni menurut pandangan Islam

Acara tujuh bulanan dalam islam ini menjadi perdebatan bagi


beberapa ulama, ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan
karena adanya indikasi bid’ah dari ritual-ritual yang dilakukan selama
prosesi 7 bulanan. Perkara mengenai ibadah dan adat istiadat ini telah
dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah bahwa:“Pada asalnya ibadah itu tidak
disyari’atkan untuk mengerjakannya kecuali apa yang telah disyari’atkan
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan adat itu pada asalnya tidak dilarang
untuk mengerjakannya kecuali apa yang dilarang Allah Subhanahu wa
Ta’ala.” Artinya yang wajib dilakukan sebagai ibadah adalah hal-hal yang
memang jelas telah disyariatkan dalam agama Islam. Sedangkan untuk
pengerjaan adat istiadat yang telah terjaga dalam suatu masyarakat
hukumnya boleh-boleh saja selama itu tidak melanggar syariat yang
ditetapkan oleh Allah subhana hua ta’ala.

Kemudian Imam Asy- Syafi’i menjelaskan bahwa: “hal-hal yang


baru yang menyalahi al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’ (kesepakatan ulma), atau
atsar maka itu bid’ah yang menyesatkan. Sedangkan suatu hal yang abru
yang tidak menyalahi salah satu dari keempatnya maka itu (bid’ah) yang
terpuji”
Jadi tergantung pada niat dan tujuan apa yang kita miliki untuk
melaksanakan acara 7 bulanan tersebut. Apakah sebagai suatu keharusan
karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada calon bayi dan
ibu yang mengandungnya atau sebagai salah satu upaya untuk menapatkan
banyak doa dan sebagai salah satu bentuk rasa syukur yang kemudian dibagi
kepada masyarakat sekitar dengan cara mengadakan syukuran dan menjamu
mereka dengan makanan dan minuman. ((Dalamislam, 2017).

Dalam al-Qur’an al-Karim difirmakan:

‫احدة نفس ِمن خلق ُكم الَّذِي ُهو‬


ِ ‫زوجها ِمنها وجعل و‬
‫شاها فل َّما ِإليها ِليس ُكن‬
َّ ‫فل َّما ِب ِه فم َّرت خ ِفيفًا حمال حملت تغ‬
‫َللا دعوا أثقلت‬ َّ ‫ِمن لن ُكون َّن صا ِل ًحا آتيتنا لئِن ربَّ ُهما‬
َّ ‫ال‬
‫شا ِك ِرين‬

Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia
menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan
teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa
berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya
berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna,
tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS al-A’raf : 189).
Dalam ayat di atas, diisyaratkan tentang pentingnya berdoa
ketika janin telah memasuki masa-masa memberatkan kepada seorang ibu.
Al Qur’an a l-Karim menganjurkan kita agar selalu mendoakan anak cucu
kita, kendatipun mereka belum lahir. Dalam al-Qur’an dikisahkan tentang
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang mendoakan anak cucunya yang masih
belum lahir. (Muslimedianews,2016)
Di sisi lain, ketika seseorang di antara kita memiliki bayi
dalam kandungan, tentu kita mendambakan agar buah hati kita lahir ke
dunia dalam keadaan sempurna, selamat, sehat wal afiyat dan menjadi anak
yang saleh sesuai dengan harapan keluarga dan agama. Para ulama
menganjurkan agar kita selalu bersedekah ketika mempunyai hajat yang kita
inginkan tercapai. Dalam hal ini al-Imam al-Hafizh al-Nawawi –seorang
ulama ahli hadits dan fiqih madzhab al-Syafi’i-,berkata:

ِ ‫ ُمطلقًا الحاجا‬. (‫شرح المجموع‬


‫ت أمام بِشيء يتصدَّق أن يُستحب‬
‫ المهذب‬٤/٢٦٩). ‫أصحابُنا وقال‬: ‫ار يُستحب‬ ُ ‫صدق ِة ِمن ا ِإلكث‬
َّ ‫ال‬
‫ال ُم ِه َّم ِة األ ُ ُمو ِر ِعند‬. (‫ المهذب شرح المجموع‬٦/٢٣٣).
“Disunnahkan bersedekah sekedarnya ketika mempunyai hajat apapun. (al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal. 269). Para ulama kami berkata,
“Disunnahkan memperbanyak sedekah ketika menghadapi urusan-urusan
yang penting.” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 6, hal. 233).

Bersedekah pada masa-masa kehamilan, juga dilakukan oleh


keluarga al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab al-Hanbali, yang
diikuti oleh Syaikh Ibn Taimiyah dan menjadi madzhab resmi kaum
Wahhabi di Saudi Arabia. Al-Imam al-Hafizh Ibn al-Jauzi al-Hanbali
menyampaikan dalam kitabnya, Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal,
riwayat berikut ini:
“Imam al-Khallal berkata, “Kami menerima kabar dari Muhammad
bin Ali bin Bahar, berkata, “Aku mendengar Husnu, Ibu yang melahirkan
anak-anak al-Imam Ahmad bin Hanbal, berkata, “Aku berkata kepada
tuanku (Ahmad bin Hanbal), “Tuanku, bagaimana kalau gelang kaki satu-
satunya milikku ini aku sedekahkan?” Ahmad menjawab, “Kamu rela
melepasnya?” Aku menjawab, “Ya.” Ahmad berkata, “Segala puji bagi
Allah yang telah memberimu pertolongan untuk melakukannya.” Husnu
berkata, “Lalu gelang kaki itu aku serahkan kepada Abu al-Hasan bin
Shalih dan dijualnya seharga 8 dinar setengah. Lalu uang itu ia bagi-
bagikan kepada orang-orang pada saat kehamilanku. Setelah aku
melahirkan Hasan, tuanku memberi hadiah uang 1 Dirham kepada
Karramah, wanita tua yang menjadi pelayan kami.” (al-Imam Ibn al-Jauzi,
Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, hal. 406-407).
Dari paparan di atas dapat disimpulkan, bahwa upacara selamatan
pada masa-masa kehamilan seperti ngapati ketika kandungan berusia 4
bulan atau tingkepan ketika kandungan berusia 7 bulan, tidak dilarang oleh
agama, bahkan substansinya dianjurkan dan pernah dilakukan oleh
keluarga al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali, madzhab
resmikaum Wahhabi di SaudiArabia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat penelitian

Hari, tanggal : Senin s.d Kamis

Pukul : 13.00 s.d selesai

Tempat : Universitas Pendidikan Indonesia dan lokasi narasumber

3.2 Alat dan Bahan

Tabel 3.2.1 Alat yang digunakan dalam Penelitian

No Nama Alat Jumlah


1. Handphone 1 unit
2. Laptop 1 unit
3. Alat tulis 1 set

Tabel 3.2.2 Bahan yang digunakan dalam Penelitian

No Nama Baha Jumlah


1. Pertanyaan wawancara
2. Form Kuisioner
3. Narasumber

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam makalah ini


menggunakan metode wawancara dan Kuisioner. Wawancara
ditunjukkan untuk ibu yang sedang hamil dan seseorang yang ahli di
bidang kebudayaan. Adapun kuisioner yang kami gunakan akan disebar
pada banyak responden terutama mahasiswa berbagai universitas.
3.4 Prosedur Penelitian

Membuat latar
Memperhatikan isu-isu
Membuat judul belakang, merumuskan
kebudayaan dalam islam
penelitian tujuan,dan tinjauan
di lingkungan
pustaka

Membuat pertanyaan Menentukan metode


. Melaksanakan
wawancara dan penelitian yang akan
pengambilan data
menentukan narasumber dibentuk

Mengolah data Menyusun laporan


penelitian penelitian

Diagram 1. Langkah Kerja Penelitian


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 PEMBAHASAN PENDAPAT PARA USTADZ DARI YOUTUBE


1. MENDIKBUD RI (https://www.youtube.com/watch?v=KJyHB3IDriI)
Masyarakat harus pintar menyaring budaya asing (20 Desember 2017)
Muhadjir Effendy : (harus ada filterisasi/penyaringan yang ditentukan
dari karakter bangsa itu sendiri jadi pendidikan karakter itu penting.
(UU no. 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMAJUAN KEBUDAYAAN)
4 Langkah Strategisnya; Perlindungan, Pengembangan, Pemanfaatan
Dan Pembinaan.
2. BUYA YAHYA (https://www.youtube.com/watch?v=7YN02DsC_yg)
(pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-bahjah Cirebon) :
Tradisi 7 bulanan di zaman nabi itu tidak ada, tetapi bukan berarti tidak
boleh. nabi menghimbau kita untuk tetap bersyukur kepada kita. (kalau
hanya syukuran sah2 saja). riwayatnya ada dalam hadist sohih (tentang
pembentukan janin 4 bulan yang ditiupkan ruh) alhamdulillah hidup
boleh syukuran, jadi itu bukan termasuk bid'ah). tapi tradisi siraman ada
di Agama Hindu/Budha (orang kafirpun ada) ya terserah mereka yang
mengikuti bukan kita yang mengikuti mereka. Acara dilakukan dengan
benar jangan sampai membuka aurot itu yang tidak boleh (mandi itu
dikamar mandi, bukan diluar di tempat umum itu yang tidak
dibenarkan), haram/maksiat (dosa).
3. Ust. Ahmad Zainuddin, Lc.
(https://www.youtube.com/watch?v=KyqCoJPvgKw)
(mandi siraman disaat hamil itu perbuatan bid'ah karena beribadah
mencarikan dan memintakan keselamatan selain yang dicontohkan oleh
Rasulullah) apalagi mandinya bersama kucing agar melahirkannya
mudah ini termasuk kesyirikan karena menyamakan Allah dengan
kucing
4. Ust. Anshoruddin Ramdhani
(https://www.youtube.com/watch?v=Ilj4dKDfrmQ)
(Siraman 7 bulanan itu adalah sinkritisme dari ajaran hindu harus
diadakan upacara ritual (memasukkan belut ke kendi lalu dipecahkan
agar melahirkannya lancar) lalu ada juga kelapa yang digambar, jika
anaknya ingin seperti Sri Kandi digambarlah Sri kandi) jika ingin
seperti Arjuna digambarlah Arjuna) nah itu jadi bid'ah karena
mengatasnamakan agama. wanita hamil 4 bulan harusnya perbanyak
doa kepada Allah, tahajud, periksa ke dokter, olahraga, makan dan
minum yang rutin.
5. Ust. Abdul Aziz sebagai mantan pendeta agama hindu
(https://www.banglajol.info/index.php/IJARIT/article/view/29212/195
(saya membawa sodara saya yang dari agama hindu masuk ke Agama
islam itu mudah dibandingkan mengislamkan orang yang beragama
islam karena mereka menyatakan bahwa agama hindu dan agama islam
itu sama. mari kita buktikan agama hindu dan agama islam itu tidak
sama. Dalam agama hindu ada kebudayaan yang namanya garba
wedana/persayaratan orang yang hamil itu ada sepasaran, telonan,
tingkepan, piton2 dan ari2.

4.2 PEMBAHASAN WAWANCARA MAHASISWA (IBU HAMIL)

Hasil pembahasan dari wawancara kami dengan ibu hamil 5 bulan


mahasiswi jurusan kimia yang bernama ibu Annisa Yuliandini yaitu
beliau mengetahui bahwa adanya kegiatan budaya syukuran 4/7
bulanan dan beliau juga melakukan syukuran 4 bulanan. Beliau
mengatakan bahwa “untuk syukuran 4 bulanan, saya beranggapan
bahwa saat usia kandungan 4 bulan saat ditiupkannya ruh kepada janin
yang ada di dalam kandungan. Jadi saya mensyukuri nya dengan acara
syukuran, berdoa bersama ibu-ibu pengajian dan keluarga.
Beliau juga mengetahui hadist yang membahas tentang kegiatan
budaya syukuran 4/7 bulanan, dalam suatu hadist diterangkan bahwa
“Sesungguhnya setiap orang di antara kalian dikumpulkan
penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari (berupa
sperma), kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu empat puluh
hari pula, kemudian menjadi segumpal daging dalam waktu empat
puluh hari juga. Kemudian diutuslah seorang malaikat meniupkan ruh
ke dalamnya dan diperintahkan untuk menuliskan empat hal; rejekinya,
ajalnya, amalnya, dan apakah dia menjadi orang yang celaka atau
bahagia.” (Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi, Shahîh Muslim, Kairo:
Darul Ghad Al-Jadid, 2008, jil. VIII, juz 16, hal. 165).

Kemudian ketika ditanya pandangannya terhadap budaya siraman


4/7 bulanan beliau berpendapat bahwa siraman itu sebenarnya pakai
air dari pengajian yang sengaja dibiarkan terbuka sehingga menjadi air
doa yang selanjutnya disiramkan atau dimandikan ke ibu yang
mengandung, jadi menurut beliau tidak masalah mau melakukan
kegiatan siraman atau tidak karena itu bagaimana kepercayaan masing-
masing saja.

4.3 PEMBAHASAN WAWANCARA MAHASISWA 2 (IBU HAMIL)

Hasil dari wawancara ke-2 kami dengan ibu hamil 9 bulan


mahasiswi jurusan Pendidikan biologi yang bernama ibu Febby nisrina
yaitu beliau mengetahui bahwa adanya kegiatan budaya syukuran 4/7
bulanan tetapi beliau tidak melakukan syukuran 4/7 bulanan maupun
tradisi siramannya. Beliau mengatakan bahwa “Menurut saya itu
tergantung niatnya seperti apa, selama tidak ada unsur kemaksiatan dan
tidak menyalahi syariat agama maka tidak masalah. Juga tidak ada unsur
kepercayaan-kepercayaan yang berbau syirik. Semisal apabila tidak
melakukan syukuran maka akan terjadi A, B, C, dst. Beliau tidak
mengetahui hadist yang membahas tentang kegiatan budaya syukuran
4/7 bulanan,

4.4. PEMBAHASAN WAWANCARA MASYARAKAT (IBU HAMIL)


Hasil wawancara ke-3 kami secara eksklusif dengan ibu Vera yang
hamil 7 bulan jalan yaitu menurut beliau awalnya saya mencari-cari tahu
ternyata budaya itu hasil dari sesuatu entah dari tempat atau suatu
kelompok tertentu. Begitu juga dengan budaya syukuran yang sudah
menjadi kebudayaan yang dilestarikan dan dilaksanakan secara berbeda-
beda dari setiap daerahnya.

Menurut beliau, jika umat muslim ingin melaksanakan syukuran


boleh saja, karena niatnya kan bersyukur kepada Allah telah diberi
amanah, hanya dilihat lagi saja prosesnya seperti apa (tidak ada sesuatu
yang diharamkan dalam proses syukurannya. Kewajiban ibu hamil untuk
melaksanakan kegiatan syukuran 4/7 bulanan sebenarnya tidak ada dalil
yang mewajibkan untuk melaksanakan itu jadi tidak masalah jika umat
muslim tidak melakukannya sehingga hukumnya mubah jika dilihat dari
konteks kesyukurannya. Kebetulan beliau melakukan syukuran 4
bulanan karena ada sedikit rejeki dan ada waktu luang untuk melakukan
pengajian dan bagi-bagi makanan.

Beliau mengatakan bahwa ada juga syukuran yang menggunakan


hidangan seperti sesajen atau dalam hadist disebutkan “Tasyabuh” dan
tradisi siraman itu beliau mendengar dari orang lain itu berasal dari adat
Jawa, tetapi adat sunda ada juga yang melakukannya. Karena suami
beliau berasal dari Tasik, jadi ketika sebelum menikah, beliau dianjurkan
oleh keluarganya terutama oleh kedua orang tuanya untuk melakukan
siraman yang bertujuan untuk membersihkan diri. Beliau berkata bahwa
kebudayaan siraman sebelum menikah itu sudah dilestarikan secara turun
temurun dan tidak dilakukan oleh muslim saja, bahkan dari agama
lainpun ada yang melakukannya.

Menurut beliau, jika ingin proses persalinan atau lahirannya lancar


ya berdoa kepada Allah dan kepada orang-orang soleh terutama meminta
doa ibu. Kekhususan melakukan syukuran ketika ibu hamil mengandung
4/7 bulan itu sebenarnya tidak ada di dalam Islam, apalagi langkah-
langkah atau prosesnya, jadi kita sebagai seorang muslim harus lebih
berhati-hati karena boleh tidaknya suatu kebudayaan itu dilakukan perlu
dilihat kembali dari Al-quran. Kebudayaan selama tidak bertentangan
dengan hokum Allah akan berkembang dan lestari dengan sendirinya,
peran pemerintah sangat diperlukan dalam mengurusi dan mengatur
kebudayaan yang ada di masyarakat untuk tetap pada kesesuaian yang
ada dan karena baik dan buruk itu relatif di setiap pandangan manusia
serta kebudayaan juga harus dihargai.

4.5 Hasil Google Form dari Mahasiswa dan Masyarakat Umum


Adapun grafik pie yang ditampilkan adalah sebagai berikut.
Kuisioner google form dibuat sejumlah 10 pertanyaan yang harus
diisi dengan pilihan ganda serta kalimat paragraph. Hasil kuisioner google
form direspon oleh 53 responden dari berbagai kalangan terutama
mahasiswa. Berasal dari bebagai daerah yang memiliki kebudayaan dan
adat yang saling berbeda namun lebih banyak responden yang berasal dari
Bandung, dibandinkan dengan responden dari luar daerah Bandung.
Dari keseluruhan pertanyaan yang menanyakan probabilitas yang
mungkin dari bahasan makalah ini, respon dari pernyataan yang ditanyakan
oleh pemakalah banyak disetujui. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
memang acara 4/7 bulanan itu masih sering digunakan dikalangan
masyarakat terutama masyarakat daerah jawa. Adapun narasi dari
responden yang menjawab kuisioner adalah sebagai berikut.
Pertanyaan pertama menanyakan tentang tahu atau tidak responden
mengetahui kegiatan budaya ngapati atau mitoni, responden menjawab
sebanyak 51,9 % tidak mengetahu dan sisanya mengetahui kebudayaan
tersebut. Pertanyaan selanjutnya menanyakan tentang apakah di daerah
responden terdapat kegiatan selamatan bagi wanita hamil usia 4 atau 7 bulan
atau tidak, jawaban terbanyak sebanyak 74,1 % dari jumlah total responden
menjawab ada acara tersebut didaerah mereka. dan sisanya menjawab tidak
ada acara tersebut didaerah mereka.
Pertanyaan ketiga menanyakan Apakah anda mengetahui asal usul
upacara selamatan itu berasal dari agama hindu, responden menjawab lebih
banyak tidak tahu sebesar 77,8 % sedangkan yang menjawab tahu hanya 22,
2%.
Pertanyaan berikutnya berupa pertanyaan yang harus diisi tanpa
opsi, pertanyaan menanyakan apakah responden tahu daerah yang
melakukan kegiatan ngapati atau mitoni (upacara selamatan kehamilan 4
atau 7 bulanan), jawaban responden pun beragam, responden lebih banyak
yang tahu dan menyatakan bahwa daerah jawa yang melakukan adat
tersebut, da nada juga yang menjawab tidak tahu bahwa didaerahnya ada
atau tidak acara tersebut.
Pertanyaan berikutnya menyatakan apakah keluarga anda pernah
melakukan kegiatan upacara selamatan kehamilan tersebut? Berikan alasan.
Jawaban responden juga beragam ada yang menyatakan bahwa
menyetujuinya dengan alasan “Ya pernah, untuk berdoa kepada Allah swt
meminta keselamatan dan kelancaran pada proses melahirkan” ada juga
yang meyatakan “Pernah. Karena mengikuti budaya lingkungan sekitar”
ada juga jawaban yang cukup menarik “Ya, karna biar si bayi nya tumbuh
dengan sehat dan patuh sama orang tua” kebanyakan responden menyatakan
pernah melakukan acara tersebut sebagai bentuk syukur atas hadirnya
keturunan dan bentuk mendoakan bagi sang calon bayi hal ini terlihat dari
beberapa jawaban responden “Pernah, karena sudah menjadi tradisi dari
generasi sebelumnya. Sebagai rasa syukur kepada Allah telah diberikan
rezeki yaitu anak”, “Pernah, pas di 4 bulan kalau gasalah karna wujud
syukur kepada Allab yg telah memberikan ruh kepada janin”. Namun ada
juga responden yang memilih tidak menyetujui pelaksanaan acara tersebut
dilihat dari beberapa jawaban yang diberikan dan cukup mencolok “Tidak,
keluarga berpedoman pada al-quran dan al- hadis, jika di dalamnya tidak
ada tuntunan untuk melaksanakannya maka tidak di kerjakan”.
Pertanyaan selanjutnya menanyakan bagaimana pendapat anda
mengenai kegiatan upacara selamatan kehamilan tersebut? Jelaskan!
Jawaban yang diberikan kebanyakan menyetujui bahwa melakukan
kegiatan tersebut tidak apa-apa asalkan tidak keluar dari syariat islam dan
juga kegiatan tersebut lebih banyak diisi dengan kegiatan sodakoh yang baik
untuk menambah amal bagi ibu dan calon bayi, namun ada juga yan tidak
menyetujuinya karena tidak ada dalam hadis dan al-qur’an.
Pertanyaan selanjutnya menanyakan apakah anda mengetahui
adanya dalil yang membahas tentang kegiatan upacara selamatan?
(Ya/Tidak) Jelaskan jika Ya, namun hampir seluruh responden menyatakan
tidak mengetahui adanya dalil tentang acara tersebut. Selanjutnya
ditanyakan pula Menurut anda apakah kegiatan selamatan diperbolehkan
dalam islam? (Ya/Tidak) Berikan Alasan, jawaban dari respondenpun
beragam ada yang memperbolehkan dengan alasan “Selama tujuannya
untuk kebaikan seperti shodakoh, pengajian dan untuk mencapai ridho
Allah serta tidak mengandung unsur syirik dan tidak ada mudorotnya tidak
masalah” dan adapula yang menentangnya “Tidak, karena yang mutlak
diberitahu iya atau tidak dalam alquran itu berada pada zaman rosul.
Sedangkan selamatan di zaman rosul bukan seperti itu bentuknya”.
Pertanyaan selanjutnya menanyakan Menurut anda apakah kegiatan
ngapitan atau mitoni tersebut bertentangan dengan hukum islam?
(Ya/Tidak/Tidak Tahu) Jelaskan!, namun kebanyakan responden menjawab
tidak tahu dengan alasan “Tidak tahu, bukan bertentangan mungkin hanya
saja tidak ada dasar hukum di dalam al-quran dan al- hadis yang
memerintahkan manusia untuk melakukannya. Di dalam pelaksanaannya
sendiri mengambil dari ayat-ayat al-quran, tapi jika doa-doa yang di
panjatkan itu diperuntukkan bagi selain Allah maka jelas itu bertentangan.
Saya kurang yakin karena tidak pernah tahu seperti apa pelaksanaanya”.
Pertanyaan Terakhir menanyakan tentang bagaimanakah solusi bagi
daerah atau seseorang yang melakukan kegiatan ngapitan atau mitoni ini,
jawaban responden beragam “Selama tujuannya untuk kebaikan seperti
shodakoh, pengajian dan untuk mencapai ridho Allah serta tidak
mengandung unsur syirik dan tidak ada mudorotnya tidak masalah” ada juga
yang memberikan jawaban mencolok “Sosialisasikan melalui berbagai
kesempatan seperti kajian bahwa kegiatan tersebut tidak memberikan
pengaruh baik”.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, I. (2011). Neloni, Mitoni atau Tingkeban (Perpaduan antara Tradisi
Jawa dan Ritualitas Masyarakat Muslim). Vol. 19 No. 2 Tahun 2011
Dalamislam.Com. (2017). Acara Tujuh Bulanan dalam Islam Saat Wanita
Hamil. [Online]. Diakses dari : https://dalamislam.com/hukum-
islam/acara-tujuh-bulanan-dalam-islam. (07 Maret 2019).

Ramli.(2016). Hukum Selamatan 4 bulan dan 7 bulan. [Online]. Diakses dari:


http://www.muslimedianews.com/2016/02/hukum-selamatan-
kehamilan-4-bulan-dan-7.html#ixzz5hP6hZqnn. (07 Maret 2019)
Muslismedianews. (2016). Hukum Selametan Kehamilan 4 bulan dan 7bulan.
[Online]. Diakses http://www.muslimedianews.com/2016/02/hukum-
selamatan-kehamilan-4-bulan-dan-7.html?m=1. (07 Maret 2019).
Tim Dosen SPAI. Seminar Pendidikan Agama Islam. Bandung. Hlm.23.
LAMPIRAN
HASIL DATA KUISIONER
Link:https://docs.google.com/forms/d/1iC57Y3ZZbwDzdFMiG1M8NZMP9RHm
pDY5OmRXW0oXfvE/edit#responses.
Perspektif Islam Terhadap Budaya "Selametan" Kehamilan 4 dan 7 Bulanan di
Indonesia
Apakah anda tahu daerah yang melakukan kegiatan ngapati atau mitoni
(upacara selamatan kehamilan 4 atau 7 bulanan)? (Ya/Tidak) Beri Alasan
Jika Ya

54 tanggapan

Tidak
Ya
Ya, karena daerah saya melakukannya
Ya, ya tau aja, tidak korelasi pertanyaan atara tahu/tidak dengan alasan, kecuali
antara sikap/pendapat dengan alasan
Ya, di subang banyak
Di daerah saya ada, hanya saya tidak tau rangkaiannya seperti apa
Ya. Daerah jawa tengah biasanya
Ya daerah jawa barat
Tidak.
Banten dan daerah yang rata-rata orang sunda mungkin
Ya. Daerah Jawa timur, jogja, jawa tengah. Biasa ngeliat berita artis acara 7 bulanan
biasanya orang Jowo
Ya. Tapi gatau daerah khusus soalnya kayanya hampir semua daerah ada
selametannya
Ya, biasa nya di kepulauan jawa itu kental adat itu.
Ya, swlamatn bukti syukur pada tuhan.
Saya pernah mendengarnya, namun budaya itu sepertinya mulai sudah tidak banyak
Ya, karena daerah saya masih terdapat kegiatan tersebut
Jawa sih ya biasanya
Ya, karna untuk menyenangkan tetangga
Ya, karena didaerah saya ada
Jawa
Ya, dari Jawa, karena terlihat dari bahasa pada kata ngapati
Iya, turun temurun
Ya.
Tidak tahu dimana saja tepatnya
Ya, ada dibeberapa daerah jawa atau sunda
Ya. Di daerah subang
Ya, hampir di jawa tengah dan jawa timur, sedikit di jawa barat
Tidak tau
-
Tidak semua
Tidak tahu:(
TIDAK
Apakah keluarga anda pernah melakukan kegiatan upacara selamatan
kehamilan tersebut? Berikan alasan!

54 tanggapan

Tidak
Ya
Tidak pernah
Hanya syukuran saja
Iya, teteh pernah
Tetangga pernah
Ya. Karena mengikuti tradisi
Pernah
Belum
Ya pernah, untuk berdoa kepada Allah swt meminta keselamatan dan kelancaran
pada proses melahirkan
Ya. Mama, uwa, tante saya rata-rata pernah melakukannya
Pernah. Karena mengikuti budaya lingkungan sekitar
Ya, karna biar si bayi nya tumbuh dengan sehat dan patuh sama orang tua
Gak. Gak tau kak, merasa bukan adatnya daerah sini mungkin
Pernah, rahasia
Iya kalau lagi ada rejeki
Tidak,karena hal itu hanya turunan dari nenek moyang
Tidak, karna itu acara adat nenek2 kita dulu di dalam hadis atw alquran
sepengetahuan saya tidak ada yg menerangkan kegitan itu.
Ya, sebagai budaya
Tidak, hanya saja jika niatnya benar maka akan ada syukuran atas nikmat yang
diwujudkan dengan bentuk shodaqoh
Engga sihh jarang ada yang gitu2 an ..
Ya, karna tradisi
Pernah setiap ada yg sedang hamil
Pernah, karena merasa bersyukur
Iya, melestarikan budaya
Tidak, karena tidak ada perintahnya
Tidak. Bukan tradisi keluarga
Keluarga dari om, untuk sebagai selametan bayi sudah berumur 7 bulan kandungan
Pernah, karena sudah menjadi tradisi dari generasi sebelumnya. Sebagai rasa syukur
kepada Allah telah diberikan rezeki yaitu anak.
Ya. Karena untuk mendoakan kebaikan bagi kehamilan itu.
Tidak, keluarga berpedoman pada al-quran dan al- hadis, jika di dalamnya tidak ada
tuntunan untuk melaksanakannya maka tidak di kerjakan.
Ya biar bayi nya hidup selamat didunia
Tidak, karena tidak menjadi kebiasaan
Pernah, karena merupakan tradisi
Pernah, karena sudah menjadi tradisi
Tidak, tidak menjadi tradisi di keluarga.
Ya, memang sudah tradisi dan untuk mendoakan ibu dan cabang bayinya.
Pernah, pas di 4 bulan kalau gasalah karna wujud syukur kepada Allab yg telah
memberikan ruh kepada janin
Pernah untuk kesehatan bayinya
Bagaimana pendapat anda mengenai kegiatan upacara selamatan kehamilan
tersebut? Jelaskan!

54 tanggapan

Bagus
Boleh
Sah2 saja selama tidak mengandung unsur syirik
Selama tujuannya untuk kebaikan seperti shodakoh, pengajian dan untuk mencapai
ridho Allah serta tidak mengandung unsur syirik dan tidak ada mudorotnya tidak
masalah
Pendapat saya hal tersebut sedikit menyinggung tentang karuhun dan orang tua
menghubungkannya dengan kuasa tuhan tapi berupa simbol simbol
Positif, karena sebagai wujud syukur keluarga atas Rahmat dari Allah. Asal tidak
keluar dari syariat islam
Tidak apa2 selama itu kegiatan baik. Dan jika itu tidak merepotkan pihak keluarga
ya tidak apa2.
Bagus mengucapkan rasa syukur pada Allah
Ditempat tinggal saya acara tersebut berisi membaca ayat alquran dan berdoa untuk
keselamatan ibu dan bayinya. Saya rasa selama tidak melenceng dari aqidah islam
tidak apa apa
Karena di keluarga saya hanya sekedar berdoa bersama, tidak ada budaya seperti
siraman dan lainnya, sehingga menurut saya tidak apa apa dilakukan, karena intinya
hanya ingin memanjatkan doa pada Allah swt bersama sama, untuk kelancaran
persalinan
Tidak pernah
Bagus, demi keberkahan kehamilan sang ibu dan anaknya. Kan disitu didoain
ramai-ramai. Bukankah termasuk salah satu sunnah nabi juga/?
Saya menganggapnya itu sebuah ucap syukur kepada Allah SWT atas diberikannya
momongan. Salah satu bentuk syukurnya dengan mendatangkan orang2 dan
membagikan rasa bahagianya dan sedikit rezekinya kepada mereka dengan
memberi sedikit makanan dan cendramata.
Iya gapapa, selama ga bertentangan dengan agama dan tidak merugikan siapapun
Tidak
Tidak apa. Itukan Budaya indonesia, kalo hilang nanti dicari cari. Jadi, mungkin
lebih baik terus dilanjutkan
Kalau daerah saya cuman berupa pengajian jadi aku rasa itu mah sah sah aja malah
bagus. Kcuali kalau udah ada embel2 adat lain yg bertentangan baru gabole
Tidak perlu untuk mengenai kegiatan upacara kehamilan
Syukuran biasa
Ya menurut saya karna itu mitos orang2 dahulu khusus nya daerah jawa agar di
masa kehamilan harapan nya mahluk halus gk memganggu. Klo di alquran setahu
sya tidak di jelaskan .
Setuju, namun bentuknya sekarang lebih modern tidak seperti dahulu. Merupakan
acara untuk mempersatukan masyarakat.
Menurut saya ini kurang baik, dan saya bertanya apakah ada dalil-dalil alquran
maupun hadits yang menerangkan bahwa ini wajib? Atau yang saya takutkan bahwa
ini adalah suatu hal baru
Kegiatan tersebut boleh dilakukan
Ini udh macem soal uas ajaa suruh jelasi yaak.. 😂 Pendapat ku sihh.. Kalo untuk
syukuran mah gapapa.. Tapi kalo udh yng sama mandi2in ibunya itu lhoo.. Menurut
ku ga perlu
Menurut saya selamatan kehamilan boleh2 saja selagi niatnya hanya untuk
bersyukur dan pelaksanaannya juga bentuk pengajian, kalau sudah siraman yang
menggunakan ikan belut dsb itu sudah termasuk bid'ah karna didalamnya ada
keyakinan bahwa jika tidak melaksanakan tradisi siraman itu anaknya akan terjadi
apa-apa.
Baik.. Bisa makan gratis
Saya kurang bisa berpendapat tentang hal ini, karena belum tahu hukumnya dan
faktanya seperti apa
Selama tujuannya untuk mendoakan tidak apa
Tidak masalah, karena merupakan adat yang tidak bertentangan dengan syariat
Tidak ada asalnya dalam Islam. Sangat baik ditinggalkan. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, ‫“ من أحدث فِى أم ِرنا هذا ما ليس ِمنهُ ف ُهو رد‬Barangsiapa
membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada
asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no.
1718)
Bagus karna ingin mendoakan bayi dan ibunya
Buang buang uang
Selamatan untuk orang hamil itu seharusnya tidak dilakukan. Karena semuanya
juga harus tetap dijaga. Tidak dibatasi oleh 4 atau 7 bulan
Tidak tau dasar dalil
Selametan di sini dalam rangka apa? Karena setahu saya tidak ada petunjuk atau
perintah dari Al Qur'an ataupun As-Sunnah. Yang ditakutkan hal2 demikian malah
mengandung unsur syirik atau kesia-siaan. Karena setiap ibadah yang tidak ada
contohnya dari Nabi maka tertolak
Tidak pernah menemukan ataupun mendengar dalilnya tentang kegiatan seperti itu
Kegiatan ini dilakukan mungkin karna adat istiadat leluhur, selama tidak melanggar
norma agama islam itu baik. Karna selametan ini mengandung juga unsur agama
islam diadakan pengajian
Tidak sesuai dengan ajaran Islam
Acara tersebut sah² saja, asalkan tidak menyalahi aturan norma agama
Antara penting dan tidak, itu mungkin hanya wujud syukur dari rahmat yang telah
allah kasih
Sah-sah saja. Jika tidak melanggar aturan agama.
Di lihat dari luar kegiatan tersebut memang baik tapi tetap tidak ada hukum
pelaksanaannya maka tetap tidak boleh dilaksanakan.
Ya bagus aja kan tujuannya mendoakan yang terbaik
Menurut saya tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan tuntunan agama,
tetapi ketika acaranya do'a bersama saya setuju
Hanya membuat acara yang belum tentu ada tuntunan nya
Baik karena kegiatan tersebut bertujuan untuk mendoakan ibu dan anak yang ada
dalam kandungan supaya sehat dan selamat saat melahirkan
Cukup baik, karena sebagai perwujudan rasa syukur
Upacara sebagai ungkapan rasa syukur.
Tidak mengerti
Kalau di keluarga atau daerah saya acara 4/7 bulanan hanya seperti pengajian.
Saya berpikiran itu hanyak sebuah syukuran saja kepada Allah dan meminta doa
untuk kelancaran kedepannya dalam proses hamil sampai melahirkan
Jika niat untuk bersyukur kepada Allah, kegiatan tersebut termasuk baik
Apakah anda mengetahui adanya dalil yang membahas tentang kegiatan
upacara selamatan? (Ya/Tidak) Jelaskan jika Ya!

54 tanggapan

Tidak
Tidah
Tidak
Tidak
Tidak ada dalilnya yg mangharuskan setau saya. Lebih terlihat tradisi budaya
Tidak,karena tidak ada dalil yang menerangkan tentang kegiatan upacara selamatan
Ya. Tidak menutup kemungkinanadanya bagian syirk dari uara ter sebut. Namun
hal ini bisa dikurangi bukan ditolak tanpa adanya pendekatan yag dikhawatirkan
mereka lebih menerima budaya dari pada syariat yg benar.
Tidak, namun saya tahu dalil mengenai shodaqoh, infak serta niatnya, jika niatnya
benar dan dijaga karena Allah, semata mata bertujuan mengharapkan pahala itu
boleh. Shodaqoh/infaqlah dari sebagian harta/rizki yang telah kami ALLOH
berikan kepada kalian
Tidam
Ya
Tidak ada dalilnya
Tidak ada (kalau tidak salah)
Tidak tau
Ya, karena pernah dibahas dalam kajian
Tidak kayaknya hehehe
Menurut anda apakah kegiatan selamatan diperbolehkan dalam islam?
(Ya/Tidak) Berikan Alasan!

54 tanggapan

Ya
Tidak tahu
Tidak
Boleh, tidak tahu
Selama tujuannya untuk kebaikan seperti shodakoh, pengajian dan untuk mencapai
ridho Allah serta tidak mengandung unsur syirik dan tidak ada mudorotnya tidak
masalah
Tidak, karena yang mutlak diberitahu iya atau tidak dalam alquran itu berada pada
zaman rosul. Sedangkan selamatan di zaman rosul bukan seperti itu bentuknya.
Ya. Menurut saya kegiatan selamatan wujud dari bersyukur dan meminta
keselamatan dari Allah
Mungkin tidak. Karena upacara 4/7 bulanan kan berisi doa2 biasanya, yaa kalau
doa kan bisa di panjatkan kapan pun dan dimana pun, tidak harus pada saat ada
acara upacara begitu saja
Ya.
Asalkan tidak melanggar batas batas dan tidak mengandung aktivitas yg bisa
berujung pada syirik atau menduakan Allah swt, niatnya memang untuk memohon
doa pada Allah swt menurut saya tidak apa apa
Ya, karena syukuran kenapa dilarang? Tapi saya lebih cenderung ke tidak tahu
Diperbolehkan bagi yg mampu
Ya, gatau si sebenernya ada dalil di perbolehkan apa ngganya. Selametan itu kaya
doa bersamakan ya gapapa aja si kalo doanya dalam kontek bener
Ya. Selametan kan isinya doa doa juga. Doa untuk orang meninggal, atau doa untuk
hal yang lainnya untuk kebaikan
Boleh kalau selametannya hanya bertujuan mendoakan kelancaran masa kehamilan
dan melahirkan
Ya , boleh boleh saja . Karena kita menghargai kepercayaan mereka
Tidak tau
Klo menurut sya boleh sebagai tanda syukur asalkan tidak di campuri sesuatu yg
sirik atau berlebihan.dan bukan kegiatan yang wajib, yg wajib adalah bersyukur
Ya, asal dengan model yang berbeda.
Menurut saya , karena saya belum menjumpai dalil-dalil nya, maka saya tidak
mengerjakan nya, Beramal tanpa ilmu akan sia sia
Boleh saja, asal tujuan dan kegiatannya tidak untuk menyekutukan allah
Boleehh..
Ya, tapi ada batasannya selagi niatnya hanya untuk bersyukur dan tidak keluar dari
jalur hukum Islam
Ya, sepertinya sih iya sayabkurang paham maaf
Boleh
Ya, karena tidak bertentangan
Tidak. Karena itu adalah perkara baru yang diada-adakan dalam agama
Iyaa, karna itu merupakan kebaikan dan wujud raya syukur kita terhadap Allah
SWT
Tidak. Karena sebaik-baiknya selamatan. Ya selamatan dari 1 bulan sampai 9
bulan. Ibu dan cabang bayi harus dijaga dan semoga lancar sampai proses
persalinan
Iya boleh hanya dibeberapa acara
Kembali ke pertanyaan tadi, maksud dan tujuannya untuk apa? Kalau hanya ritual
saja, maka lebih baik jangan dilakukan
Tidak. Sejauh yang saya ketahui, itu tidak ada tuntunannya
Boleh, selama tidak melanggar agama islam (masih ada unsur agama islam nya
karena berdoa dan bersyukur)
Tidak, karena tidak dicontohkan oleh Rasulullah maupun tiga generasi setelahnya
Tidak, karna tidak diwajibkan
Ya mungkin. Karena dalam kegiatan tersebut hanya untuk mendoakan
Tidak, jika didalam al-quran dan al-hadis tidak ada yang menjelaskan tentang
adanya melaksanakan hal seperti itu, meskipun kegiatan tersebut dipandang baik
sekalipun tetap saja tidak diperbolehkan.
Tidak, tidak sesuai tuntunan
Ya, acara syukuran.
Ya, asalkan tidak keluar dari ajaran agama. Dan selamatan dengan cara pengajian
untuk bertujuan mendoakan yang terbaik untuk ibu dan cabang bayinya.
Boleh, jika memang tidak ada unsur menyekutukan Allah. Balik lg kepada niar
masing2
Boleh, jika memang niatnya untuk bersyukur kepada Allah
Menurut anda apakah kegiatan ngapitan atau mitoni tersebut bertentangan
dengan hukum islam? (Ya/Tidak/Tidak Tahu) Jelaskan!

54 tanggapan

Tidak tahu
Tidak
Ya
Tidak tau
Selama tujuannya untuk kebaikan seperti shodakoh, pengajian dan untuk mencapai
ridho Allah serta tidak mengandung unsur syirik dan tidak ada mudorotnya tidak
masalah
Tidak tahu, karena bingung mau bilang bertentangan juga da asa yaudh gitu intinya
itu tuh bentuk cara berayukur gitu yang dilakuin orang dulu, salahnya sampe skrg
udh jaman "pintar" udh harusnya tau yang mana yang boleh sama ngga.
Tidak. Karena tetap berdoa agar selamat kepada Allah
Tergantung bagaimana pelaksanaannya, karena tiap daerah memiliki rangkaian
kegiatan yang berbeda beda
Bisa bertentangan jika niatnya tidak benar dan memaksakan disaat dimiliki cukup
biaya
Tidak tahu. Belum pernah liat langsung jadi belum bisa ngasih pendapat
Tidah tahu
Ada sisi bertentangan ada engganya juga
Tidak, asal jangan ada kegiatan syirk.
Menurut saya itu bertentangan, namun karena suatu alasan , dengan keyakinan
orang lain kita harus menghormati, budi luhur
Bisa jadii... Tapi belom tau juga
Ya, karena bid'ah
Tidak tahu, ra paham aku, afwan kak
Tidak selama tujuannya untuk mendoakan
Ya. Itu adalah perkara yang tidak ada asalnya dalam agama dan merupakan perkara
yang diada-adakan
Tidak karna tidak ada
Tidak thu
Wallahu'alam
Tidak, asalkan sesuai norma. Dan tidak melakukan kegiatan yang masuk kategori
syirik
Tidak tahu.
Tidak tahu, bukan bertentangan mungkin hanya saja tidak ada dasar hukum di
dalam al-quran dan al- hadis yang memerintahkan manusia untuk melakukannya.
Di dalam pelaksanaannya sendiri mengambil dari ayat-ayat al-quran, tapi jika doa-
doa yang di panjatkan itu diperuntukkan bagi selain Allah maka jelas itu
bertentangan. Saya kurang yakin karena tidak pernah tahu seperti apa
pelaksanaanya.
Tidak. Karena tidak ada yang haram
Tidak tahu, tidak tahu kegiatannya seperti apa
Iyaa, karena manusia telah di jaga oleh allah
Tidak tahu:( karena keluarga saya tidak melakukan budaya demikian
Menurut anda bagaimanakah solusi bagi daerah atau seseorang yang
melakukan kegiatan ngapitan atau mitoni ini?

54 tanggapan

Tidak tau
Tidak tahu:(
Selama tujuannya untuk kebaikan seperti shodakoh, pengajian dan untuk mencapai
ridho Allah serta tidak mengandung unsur syirik dan tidak ada mudorotnya tidak
masalah
Boleh dilakukan tetapi tetap bersyukur mah sama allah aja.
Kalau sudah menjadi sebuah budaya yang turun temurun sayang untuk dihilangkan,
jika memang bertentangan dengan ajaran Islam mungkin disesuaikan dengan ajaran
Islam yang sesuai
Setiap orang memiliki pandangannya tersendiri. Kita harus bisa mengingatkannya
dan bisa menghargai pendapat mereka
Solusinya memberi tahu dulu terhadap keluarga
Tergantung acaranya seperti apa
Asalakan tidak keluar dadi syariat islam, dan lebih mengedepankan syariat islam
dibandingkan budaya, tidak apa apa dan meluruskan niat melakukannya hanya
untuk memohon pada Allah swt
Kalau memang sudah kental dengan budaya ini pertahankan saja, karena dapat
menjadi nilai budaya daerah tersebut
Bagus
Menurut saya, boleh saja dilakukan asal niatnya membagi rizki, kebahagiaan, dan
tidak taklek pada prosesi

Anda mungkin juga menyukai