IPS MI /SD
“INTEGRASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN PENDIDIKAN GLOBAL
PADA PEMBELAJARAN IPS”
DOSEN PENGAMPU: Mar’atul Mukarromah, M.Pd
1. Oktari Yulandari
2. Trisno Vanadi
3. Widya Melaturrizki
Segala Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan Rahmat,
Taufik dan Hidayah-Nya. Akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “INTEGRASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN PENDIDIKAN
GLOBAL PADA PEMBELAJARAN IPS” ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam
senantiasa kita limpahkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya dari alam yang berliku-liku menuju alam yang lurus. Aamiin.
Pada kesempatan ini pula, kami selaku penyusun makalah mengucapkan terima
kasih kepada orang tua tercinta, yang telah memberi dukungan baik itu berupa materi
ataupun moral, kemudian kepada dosen Pembina mata kuliah “ IPS MI/SD” Mar’atul
Mukarromah,M.Pd. yang telah membagi ilmunya dan yang telah memberikan tugas
Kelompok yang berupa Makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna dan akan ada kekurangan yang terdapat didalamnya, untuk itu saya
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, ataupun pendengar yang bersifat membangun
dan untuk menyempurnakan MAKALAH “INTEGRASI PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL DAN PENDIDIKAN GLOBAL PADA PEMBELAJARAN IPS”.
Harapan penulis, semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca atau pendengar serta
dapat memberi pengetahuan ataupun masukan kepada kami selaku pemateri.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................
A. Latar Belakang .........................................................................................................
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................
C. Tujuan ......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kebenaran
dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang
begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi
penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang
menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga menganut
agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katholik, Kristen Protestan,
Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam kepercayaan (Yaqin, 2005:3-4).
Kondisi multikulturalitas kebangsaan bisa diibaratkan sebagai pedang bermata
ganda, di satu sisi, ia merupakan modalitas yang bisa menghasilkan energi positif,
tetapi, di sisi lain,manakala keanekaragaman tersebut tidak bisa dikelola dengan baik,
ia bisa menjadi ledakan destruktif yang bisa menghancurkan struktur dan pilar-pilar
kebangsaan (disintegrasi bangsa). Sebuah bangsa tidak akan berkembang apabila
tingkat pluralitasnya (keberagaman atau keanekaragaman yang ada pada masyarakat)
kecil. Begitu pula dengan sebuah bangsa yang besar jumlah perbedaan
kebudayaannya, akan menjadi kerdil apabila ditekan secara institusional. Bahkan,
tindakan semacam itu akan merusak nilai-nilai yang ada dalam budaya itu sendiri.
Akibatnya, perpecahan dan tindakan–tindakan yang mengarah kepada anarki menjadi
sebuah sikap alternatif masyarakat ketika pengakuan identitas dirinya terhambat.
(Mahfud, 2011, hlm. 80- 91)
Keberagaman kultur ini diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai
persoalan seperti yang sekarang dihadapi bangsa ini. Korupsi, kolusi, nepotisme,
premanisme, perseteruan politik, kemiskinan, kekerasan separatisme, perusakan
lingkungan, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghormati hak-hak
orang lain, adalah bentuk nyata sebagai bagian dari multikultural. (Yaqin, 2005: 4)
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan
multikulturalisme adalah melalui pendidikan yang multikultural. Pengertian
pendidikan multikultural menunjukkan adanya keragaman dalam pengertian istilah
tersebut.
Sebagai pendidik pada saat ini kita mengalami dan menghadapi persoalan
yang kompleks, yang tidak hanya menyangkut masalah-masalah yang ada di
sekeliling kita antara lain masalah polusi udara, banjir, kemajemukan masyarakat
yang mengakibatkan sering terjadi pertentangan antar kelompok maupun etnis.
Namun, kita juga tidak lepas dari masalah yang lebih luas, yaitu masalah global
seperti peperangan, kemiskinan, penindasan antar etnis dan sebagainya.
Dalam menghadapi hal tersebut di atas guru bertanggung jawab kepada para
peserta didik untuk mengembangkan atau memberi bekal keahlian, kemampuan
percaya diri untuk menghadapi tantangan kehidupan yang semakin berat. Agar
mereka dapat bersikap positif untuk hidup secara efektif di dunia (ruang) dengan
sumber-sumber alam yang terbatas, perbedaan kebudayaan dan interdependensi yang
semakin meningkat. Kita bukan saja sebagai warga negara Indonesia, akan tetapi juga
warga dunia. Sebagai warga dunia mau tidak mau harus membekali diri melalui
pendidikan, mengingat bahwa kita sudah memasuki era globalisasi dan keterbukaan,
tanpa memahami dunia ini kita akan terseret oleh arus globalisasi yang begitu deras.
Agar mampu memanfaatkan dunia ini bagi kesejahteraan manusia maka kita
harus memahami dunia. Dengan demikian cara pandang yang mungkin sempit selama
ini harus berubah menjadi cara pandang yang luas dan global Artinya, segala sesuatu
peristiwa dan masalah harus dipandang dari sudut kepentingan global. Hal paling
penting bagaimana pendidik dalam hal ini guru SD dapat memasukkan global
education dalam pembelajaran IPS agar pembelajaran lebih bermakna dan tidak
membosankan. Pembelajaran IPS di SD bukan bertujuan untuk memenuhi ingatan
peserta didik dengan berbagai fakta dan materi yang harus dihafalkan, melainkan
untuk membina mental yang sadar akan tanggung jawab terhadap hak dirinya dan
kewajiban kepada masyarakat, bangsa dan negara. (Sumaatmaja, 1980:21)
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Integrasi Pendidikan Multikultural ?
2. Mejelaskan Integrasi Pendidikan Global ke dalam IPS ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Integrasi Pendidikan Multikultural
2. Untuk Mengetahui Apa Itu Integrasi Pendidikan Global ke dalam IPS
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menjelaskan Integrasi Pendidikan Multikultural
1. Pengertian integrasi
Integrasi berasal dari bahasa inggris yaitu integrasion yang memiliki arti
pembaruan hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat. Sedangkan jika
dipandang dari segi politis, integrasi merupakan proses menyatukan berbagai
kelompok sosial, aliran dan kekuatan-kekuatan lainnya dari seluruh wilayah tanah
air untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sehat, dinamis,
berkeadilan, sosial dan demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan menurut Horton (1996), integrasi adalah proses pengembangan
masyarakat yang mana segenap kelompok ras dan etnik mampu berperan secara
bersama-sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi.
2. Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural berasal dari dua kata yaitu pendidikan dan
multikultural. Pedidikan merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan dan cara-cara yang mendidik. Sedangkan
multikultural secara etimologis yaitu multi berarti banyak, beragam dan aneka
sedangkan kultural berasal dari kata “culture” yang mempunyai makna budaya,
tradisi, kesopanan atau pemeliharaan. Jadi secara terminologi pendidikan
multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang
menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekwensi keragaman
budaya, etnis, suku dan aliran (agama)1.
James Banks dikenal sebagai perintis pendidikan multikultural. Banks
yakin bahwa sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada mengajari bagaimana
berpikir dari pada apa yang dipikirkan. Ia menjelaskan bahwa siswa harus diajari
memahami semua jenis pengetahuan aktif mendiskusikan kontruksi pengetahuan
(knowledge construction) dan interpretasi yang berbeda-beda (Banks,1993).
Siswa yang baik adalah siswa yang selalu mempelajari semua pengetahuan dan
turut serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi pengetahuan. Siswa juga
perlu disadarkan bahwa didalam pengetahuan yang diterima itu terdapat beraneka
1
Rustan Ibrahim, “PENDIDIKAN MULTIKULTURAL:Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya
dengan Tujuan Pendidikan Islam”. EDDIN. Vol. 7 No. 1, Februari 2013, hal.136.
ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing,
mungkin saja interpretasi itu nampak bertentangan sesuai dengan sudut
pandangnya. Siswa harus dibiasakan menerima perbedaan.
Banks (2002) dalam Amirin (2012:2) menyatakan, “pendidikan
multikultural merupakan suatu bidang studi dan disiplin terpadu yang tujuan
utamanya adalah untuk menciptakan kesempatan pendidikan yang sama bagi
peserta didik dari kelompok rasial, etnik, kelas sosial, budaya yang berbeda”.
Pendidikan multikultural adalah ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses
pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga
pendidikan supaya siswa, baik laki-laki maupun perempuan, siswa berkebutuhan
khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur
yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai
prestasi akademis di sekolah.
Tilaar (2004:40) menjelaskan pendidikan multikultural adalah pendidikan
untuk meningkatkan penghargaan terhadap keragaman etnik dan budaya
masyarakat dimana nilai demokrasi, humanisme, dan pluralisme terkandung
didalamnya.
Selanjutnya menurut Yaqin (2005:5) menjelaskan bahwa pendidikan
multikulturalisme menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan
konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di
masyarakat, khususnya yang ada pada siswa, seperti keragaman etnis, agama,
gender, status sosial, dan bahasa. Strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan
agar siswa mudah memahami pelajaran tetapi juga meningkatkan kedasaran
mereka untuk selalu berperilaku toleransi, humanis, pluralis, dan demokratis.
Dengan demikian, pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai sebuah
proses pendidikan yang memberi peluang sama pada seluruh anak bangsa tanpa
membedakan perlakuan karena perbedaan etnik, budaya, dan agama, yang
memberikan penghargaan terhadap keragaman, dan yang memberikan hak-hak
sama bagi etnik minoritas, dalam upaya memperkuat persatuan dan kesatuan,
identitas nasional dan citra bangsa di mata internasional.
Pendidikan multikultural sekaligus juga untuk melatih dan membangun
karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam
lingkungan mereka, dengan kata lain, dapat digambarkan melalui sebuah
pribahasa “sambil menyelam minum air”. Artinya selain siswa diharapkan dapat
dengan mudah memahami, menguasai, dan mempunyai kompetensi yang baik
terhadap mata pelajaran yang diajarkan guru, siswa juga diharapkan mampu untuk
selalu bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis, humanistik dan pluralistik
di sekolah atau di luar sekolah.
Hal ini senada dengan pernyataan Banks (2005) bahwa tujuan dari
pendidikan keberagaman adalah mengakui adanya kesempatan yang sama bagi
peserta didik dari berbagai golongan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan di
sekolah. Dengan terbentuknya kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah
maka akan terbentuk kelompok-kelompok yang berasal dari berbagai multi etnis
dengan karakteristik masing-masing.
Di pertegas oleh Suryana & Rusdiana (2015) tujuan utama pendidikan
multikultural adalah mengubah pendekatan pelajaran dan pembelajaran ke arah
memberikan peluang yang sama pada setiap anak. Suryana & Rusdiana(2015)
menambahkan bahwa siswa ditanamkan pemikiran lateral, keanekaragaman, dan
menghargai keunikan sehingga ada perubahan sikap, perilaku, dan nilai-nilai
khususnya civitas akademika sekolah2.
Tujuan pendidikan Multikultural salah satunya adalah upaya untuk
menanamkan perbedaan yang ada pada sesama manusia sebagai suatu kondisi
yang alamiah, dapat menumbuhkan sifat sadar tentang keanekaragaman, tentang
kesetaraan, kemanusiaan, keadilan, menanamkan nilai-nilai demokrasi yang saat
ini sangat diperlukan berkaitan dengan beragam permasalahan sosial. Selain itu
untuk menumbuhkan paradigma baru di masa mendatang yang mengakui
perbedaan dan meningkatkan rasa nasionalisme demi negara kesatuan republik
Indonesia. Berbagai hal tersebut telah diterapkan dalam dunia pembelajaran IPS,
dari tingkat sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi. Hasil lainnya adalah
sebagai contoh yang dapat dilihat saat ini, banyak organisasi tentang kemanusiaan
yang pada dasar tujuannya untuk membantu sesama baik dibidang pengabdian
kependidikan maupun misi kemanusiaan pada bidang kesehatan.3
2
Alwi, Skripsi:” INTEGRASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM PEMBELAJARAN IPS
UNTUK MEMBENTUK KARAKTER SISWA KELAS VIIISPMN 2 GUNUNG SARI KECAMATAN GUNUNG
SARI KABUPATEN LOMBOK BARAT” (Mataram:Universitas Muhammadiyah Mataram, 2019), Hal.
7.
3
Anggoro Putranto, “Peran IPS dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia”.
(http://jurusan.iain-tulungagung.ac.id/tadrisips/wp-content/uploads/sites/117/2017/04/disini-
JURNAL-Anggoro.pdf, diakses pada tanggal 26 september 2021, pukul 12.00)
3. Implementasi Pendidikan Multikultural
Pada setiap Negara berbeda-beda kebijakan dalam mengembangkan
pendidikan multikultural, hal tersebut berkaitan sesuai tidaknya pendidikan
dengan permasalahan yang ada di Negara yang bersangkutan. Beberapa hal
pendekatan dalam mengintegrasikan suatu bahan ajar pendidikan multikultural,
antara lain :
a. Pendekatan kontribusi
Pada pendekatan ini dicirikan dengan peristiwa sejarah seperti
pahlawan dari berbagai suku bangsa yang berbeda serta berbagai benda
sejarah yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang sesuai dengan
perkembangan di Indonesia.
b. Pendekatan aditif
Pendekatan yang lebih menekankan pada materi tambahan, yang
berkaitan dengan tema utama dan konsep suatu kurikulum hubungannya
dengan struktur, tujuan dan aspek karakteristik dasar pembelajaran. Dapat
sebagai penunjang seperti buku, atau lainnya yang tidak merubah substansif
materi kurikulum.
c. Pendekatan transformasi
Pada pendekatan ini lebih merubah asumsi dasar kurikulum agar siswa
dapat berkompeten dalam melihat berbagai permasalahan isu-isu yang terjadi
dari berbagai perspektif dengan berbeda latar belakang.
d. Pendekatan aksi sosial
Pendekatan ini memiliki cakupan berbagai elemen yang luas dari
pendekatan transformasi, dimana siswa diwajibkan peserta didik dapat
menumbuhkan aksi yang berhubungan dengan konsep, isu atau permasalah
yang sedang dikaji. Tujuannya adalah peserta didik dapat mengkritiki
permasalahan sosial dari pembelajaran serat belajar untuk memutuskan suatu
kebijakan berkaitan, peserta didik diharapkan mendapatkan nilai, ilmu
pengetahuan maupun keterampilan yang dapat akan untuk berpartisipasi dalam
perubahan sosial. Sehingga harapannya bentuk-bentuk golongan atau
kelompok dari ras, etnis, budaya yang sebelumnya tidak diperhatikan dapat
ikut berpartisipasi bersama dalam masyarakat (Banks,1993).
Selanjutnya James Banks menjelaskan bahwa pendidikan multikultural
memiliki lima dimensi yang saling berkaitan dan dapat membantu guru dalam
mengimplementasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap
perbedaan pelajar (siswa), yaitu:
a. Dimensi integrasi isi atau materi (content integration).
Dimensi ini digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan
Poin kunci pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara
khusus, para guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam
kurikulum dengan beberapa cara pandang yang beragam. Salah satu
pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu guru-guru bekerja ke
dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat
kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di samping itu, rancangan
pembelajaran dan unit pembelajarannya tidak dirubah. Dengan beberapa
pendekatan, guru menambah beberapa unit atau topik secara khusus yang
berkaitan dengan materi multikultural.
b. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction).
Suatu dimensi dimana para guru membantu siswa untuk memahami
beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh
disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan
dengan pemahaman para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada
pada diri mereka sendiri.
c. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice ruduction).
Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam
mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai
contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki
kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik
lainnya, pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku
intergroup yang lebih positif, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti.
Dua kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki
citra yang positif tentang perbedaan kelompok dan menggunakan bahan
pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-menerus. Penelitian
menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah dengan banyak
stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan
kesalahpahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya.
Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan teksbook multikultural
atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat
membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap
ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan
para pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok
budaya lain.
d. Dimensi pendidikan yang sama atau adil (equitable pedagogy).
Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas
pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah
siswa dari berbagai kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat
digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain
dengan bentuk kerjasama (cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara
yang kompetitif (competition learning). Dimensi ini juga menyangkut
pendidikan yang dirancang untuk membentuk lingkungan sekolah, menjadi
banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan para pelajar
dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan pengalaman pendidikan
persamaan hak dan persamaan memperoleh kesempatan belajar.
e. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering
school culture and social structure).
Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa
ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat
digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan
potensi budaya siswa yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur
sekolah setempat, misalnya berkaitan dengan praktik kelompok, iklim sosial,
latihan-latihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan staf dalam
merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah.
B. Menjelaskan Integrasi Pendidikan Global ke dalam IPS
1. Konsep global education (pendidikan global)
4
Dalam Kamus Bahasa Inggris Longman Dictionary of Contemporary English
concerning the whole earth bahwa mengartikan global dengan Sesuatu hal yang
berkaitan dengan dunia, internasional, atau seluruh alam jagat raya. Sesuatu hal
yang dimaksud di sini dapat berupa masalah, kejadian, kegiatan bahkan sikap. Jadi,
4
Jenny. Porwanti,“Peran Global Education dalam Pembelajaran IPS SD”. Inovasi Pendidikan. Vol.
10 No. 1, 2009, hal. 50.
pengertian global memiliki pengertian menyeluruh, di mana dunia ini tidak lagi
dibatasi oleh batas negara, wilayah, ras, warna kulit dan lain sebagainya. Sebagai
pendidik, kita memerlukan pendekatan yang akan menolong peserta didik untuk
mengarahkannya kekehidupan yang sangat kompleks dan menjauhi pengertian
yang sempit tentang ruang, ras, agama, suku, sejarah dan kebudayaan. Sebagai
pendidik diharapkan memiliki wawasan dan pandangan yang luas tentang dunia
secara keseluruhan beserta isinya. Pandangan yang demikian disebut perspektif
global, yaitu suatu pandangan yang timbul akibat suatu kesadaran bahwa hidup dan
kehidupan ini adalah untuk kepentingan global (think globally and locally).
Dalam perspektif global kita bukan saja sebagai warga negara Indonesia,
melainkan warga dunia. Oleh karena itu, dalam berpikir dan bertindak harus
mengantisipasi kepada kepentingan dunia. Keberagaman segala aspek kehidupan di
dunia ini harus dipandang sebagai suatu variasi yang memperkaya kehidupan, dan
setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pandangan di atas tersebut harus ditanamkan pada peserta didik sedini
mungkin, bahwa kita adalah bagian dari kehidupan dunia, dan kita tidak dapat
berkembang tanpa adanya hubungan dan komunikasi dengan dunia luar atau hidup
karena adanya saling ketergantungan.
Global education atau pendidikan global adalah suatu pendidikan yang
berusaha untuk meningkatkan kesadaran siswa, bahwa mereka hidup dan berada
pada satu area global yang saling berkaitan (Sumaatmadja & Wihardit, 1999: 10).
Oleh karena itu, peserta didik perlu diberi informasi tentang keadaan dan sistem
global.
Hoopes (Gracia, 1991), mengatakan bahwa pendidikan global
mempersiapkan siswa untuk memahami dan mengatasi adanya ketergantungan
global dan keragaman budaya yang mencakup hubungan dan kekuatan yang tidak
dapat diisikan ke dalam batas-batas negara dan budaya. Pendidikan global
merupakan upaya sistematis untuk membentuk wawasan dan perspektif para siswa,
karena para siswa dibekali materi yang bersifat utuh dan menyeluruh yang
berkaitan dengan masalah global. Pendidikan global mempersiapkan masa depan
peserta didik dengan memberikan keterampilan analisis dan evaluasi yang luas.
Oleh karena itu, sebagai pendidik seyogyanya mempersiapkan diri sebagai
komunikator atau penghubung dengan dunia luar tersebut.
Gracia (1991) menjelaskan bahwa pendidikan global memiliki 3 tujuan,
yaitu: (1) Memberikan pengalaman yang mengurangi rasa kedaerahan dan
kesukuan.Tujuan ini dapat dicapai melalui mengajarkan bahan dan menggunakan
metode yang memberikan relativisme budaya; (2) Memberikan pengalaman yang
mempersiapkan peserta didik untuk mendekatkan diri dengan keragaman global;
dan (3) Memberikan pengalaman tentang mengajar peserta didik untuk berpikir
tentang mereka sendiri sebagai individu, sebagai warganegara suatu negara, dan
sebagai anggota masyarakat manusia secara keseluruhan.
Menurut (Clarke dalam Sumaatmaja, 1995), pendidikan global dikonsepkan
sebagai pendidikan yang diarahkan pada pengembangan wawasan global yang
mempersiapkan anak didik menjadi manusiawi, rasional, sebagai warga yang
mampu berpartisipasi dengan kehidupan dunia yang makin menunjukkan
ketergantungan. Secara dini wawasan global perlu dibina pada generasi muda
melalui pendidikan global, dengan harapan mereka kelak menjadi sumber daya
manusia handal sesuai tuntutan konteks kehidupan hari esok.
Dari uraian di atas bahwa pendidikan global dapat dijadikan suatu
pendekatan pembelajaran IPS, untuk membangun atau menumbuhkan pemikiran
siswa agar tidak berpandangan sempit yang hanya memandang sesuatu, keadaan,
gejala, bahkan hanya dengan sudut pandang yang sempit. Dengan demikian perlu
dilakukan upaya-upaya pendidikan dalam meningkatkan kehati-hatian,
kewaspadaan khususnya generasi muda dalam menghadapi arus globalisasi yang
merambah dunia termasuk Indonesia.
Poerwanti, Jenny. (2009). “Peran Global Education dalam Pembelajaran IPS SD”.
Inovasi Pendidikan, 10(1), 50-54.