DISUSUN OLEH :
1. Nur Annisa Amalia ( 1183313018 )
2. Irma Walida Hasugian ( 1183313007 )
3. Erma Yuliani Tanjung (1181113004)
4. Djannah Zaen Br. Ginting ( 1182113015 )
5. Fery Refmil Hutasoit (1183113023)
MATA KULIAH :
T.A 2019/2020
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul “Hakikat Pendidikan Multikultural Di Lembaga Paud”. Atas
dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak/Ibu Drs. Jasper Simanjuntak., M.Pd
/ May Sari Lubis., S.Pd, M.Pd selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Berbasis Budaya
Lokal yang memberikan bimbingan, saran, ide dan kesempatan untuk menganalisis
keterpaduan proses sosial, emosional dan moral dalam belajar.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca agar kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah untuk menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah salah satu bidang yang sangat menentukan dalam kemajuan
suatu Negara.Indonesia adalah Negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam suku,
adat, agama, bahasa, dan lain-lain. Kesatuan ini akan menjadi bentuk Negara secara
plural melalui pendidikan. Perbedaan ini dapat disatukan agar tidak terjadi diskriminasi
yang menyudutkan pada salah satu golongan sehingga pembangunan Indonesia
terlambat. Pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang
menghargai perbedaan. Pendidikan multikultural senantiasa menciptakan struktur dan
proses dimana setiap kebudayaan bisa melakukan ekspresi. Tentu saja untuk mendesain
pendidikan multicultural secara praksis, itu tidaklah mudah.Tetapi, paling tidak kita
mencoba melakukan ijtihad untuk mendesain sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan
multikulturalisme. Setidaknya ada dua hal bila kita akan mewujudkan pendidikan
multikulturalisme yang mampu memberikan ruang kebebasan bagi semua kebudayaan
untuk berekspresi.
4
sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi manusia serta
pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka atau prejudise untuk
membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam menghadapi fluralism budaya diperlukan paradigma baru yang lebih toleran
yaitu paradigma Pendidikan Multikultural. Paradigma Pendidikan Multikultural itu
penting sebab dapat mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan toleran
dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam baik dalam hal budaya, suku,
ras, etnis, maupun agama.
6
berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. ketujuh, pendidikan
multikultutral sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, social, kalaman, dan keTuhanan.
7
bermusuhan dan tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku,
bahasa, adat istiadat atau lainnya.
Menurut Stephen Hill, Direktur PBB bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan
budaya, UNESCO untuk kawasan Indonesia, pendidikan multikultural dapat
dikatakan berhasil bila prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Secara
konkret, pendidikan ini tidak hanya melibatkan guru atau pemerintah saja, namun
seluruh elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multi dimensi aspek
kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural. Perubahan yang
diharapkan dalam konteks pendidikan multikultural ini tidak terletak pada angka
(kognitif) sebagaimana lazimnya penilaian keberhasilan pendidikan di negeri ini.
Namun, lebih dari itu yakni terciptanya kondisi yang nyaman, damai, toleran dalam
kehidupan masyarakat, dan tidak selalu muncul konflik yang disebabkan oleh
perbedaan budaya dan SARA. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa hasil
pendidikan multikultural tidak bisa diukur oleh waktu tertentu. Maka, di Indonesia
sudah saatnya memberikan perhatian besar terhadap pendidikan multikultural.
Secara tidak langsung, hal itu dapat memberikan solusi bagi permasalahan sosial
dimasa mendatang.
8
beragam media, seperti televisi, internet,dll. Kemajuan IPTEK memperpendek
jarak dan memudahkan persentuhan antar-budaya. Dan dimungkinkan terjadinya
gesekan yang saling mempengaruhi budaya. Maka tantangan dalam dunia
pendidikan kita saat ini sangat berat dan kompleks. Upaya antisipasi perlu
dipikirkan secara serius, jika tidak maka generasi bangsa ini bisa kehilangan arah,
tercerabut dari akar budayanya sendiri.
Menurut H.A.R. Tilaar, pendidikan multikultural telah menjadi suatu tuntutan
yang tidak dapat ditawar-tawar dalam membangun Indonesia baru. Menurutnya,
pendidikan multikultural memerlukan kajian yang mendalam mengenai konsep dan
praksis pelaksanaannya baik secara ontologis, epistemologis maupun aksiologi.
Ada baiknya apabila kita melihat pengalaman negara-negara yang telah
mengaplikasikan pendidikan multikultural dalam masyarakat pluralistik serta
terbuka di era globalisasi ini. Sebetulnya, realitas multikultural yang ada di
indonesia merupakan kekayaan yang bisa menjadi model untuk mengembangkan
kekuatan budaya. Maka, jelas bahwa kekayaan tersebut patut kita jaga dan
lestarikan.
9
3) Teori belajar yang digunakan dalam kurikulum masa depan yang
memperhatikan keragaman social, budaya, ekonomi, dan politik.
4) Proses belajar yang dikembangan untuk siswa harus berdasarkan proses
yang memiliki daya saing secara kompetitif dengan kelompok lain.
5) Evaluasi yang digunakan meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan
kepribadian peserta didik, sesuai dengan konten yang dikembangkan.
Alat evaluasi yang digunakan harus beragam sesuai dengan sifat, tujuan dan
informasi yang ingin dikumpulkan. Indonesia sebagai negara majemuk perlu
menyusun konsep pendidikan multikultural sehingga menjadi pegangan untuk
memperkuat indentitas nasional. Dengan cara ini diharapkan generasi muda
setidaknya memiliki identitas nasional, sehingga mereka tidak mudah dipecah
belah, dan mampu bersaing di era globalisasi.
Negara yang berpenduduk majemuk seperti Amerika,Australia,dan Kanada
telah mengajarkan pendidikan multibudaya pada sekolah formal dan informal.
Menurut Hamid Hasan, masyarakat Indonesia memiliki keragaman social budaya,
aspirasi politik dan kemampuan politik. Keragaman ini pula menjadi pengaruh
terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikukulum, kemampuan sekolah
dalam menyediakan pengalaman belajar, kemampuan siswa dalam proses belajar,
serta mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat di terjemahkan sebagai hasil
belajar.
Para ahli pendidikan menyadari bahwa kebudayaan adalah salah satu landasan
pengembangan kurikulum. Ki Hajar Dewantara menyatakan kebudayaan
merupakan faktor penting sebagai akar pendidikan suatu bangsa. Kebudayaan
merupakan totalitas cara manusia hidup dan mengembangkan pola kehidupannya
sehingga ia tidak saja menjadi landasan dimana kurikulum dikembangkan tetapi
menjadi target hasil pengembangan kurikulum. Dalam buku yang berjudul
Sociocutural Origins of Achievment, Maehr (1974) mengatakan keterkaitan
kebudayaan dan bahasa, kebudayaan dan persepsi, kebudayaan dan kognisi,
kebudayan dan keinginan berprestasi, serta kebudayaan motivasi berprestasi,
merupakan factor-faktor yang berpengaruh terhadap siswa.
10
Studi Webb (1990) dan Burnet (1994) menunjukkan bahwa proses belajar siswa
yang dikembangkan melalui budaya menunjukkan hasil yang lebih baik. Oleh
karena itu, sudah saatnya untuk memperhitungkan faktor kebudayaan sebagai
landasan dalam menentukan komponen tujuan, materi, proses, evaluasi, kegiatan
belajar siswa. Konsekuensinya pengembang kurikulum ditingkat pusat, daerah, dan
sekolah harus memanfaatkan kebudayaan sebagai landasan kurikulum secara lebih
sistematis.
Indonesia adalah negara kaya budaya seperti dinyatakan dalam motto nasional
Bhineka Tunggal Ika. Oleh sebab itu proses pengembangan kurikulum harus
memperhatikan keragaman kebudayaan yang ada, seharusnya di Indonesia
harusnya memakai pendekatan multicultural sebagai pengembang kurikulum.
Menurut UU nomor 22 tahun 1999 dan No. 32/2004 tentang otonomi daerah tidak
akan secara langsung menjadikan pendidikan multicultural berlaku dalam
pengembangan kurikulum di Indonesia.
11
Upaya membangun Indonesia yang multikultural hanya mungkin dapat
terwujud bila: Pertama, konsep multikulturalisme dipahami urgensinya oleh bangsa
Indonesia dan menjadikannya pedoman hidup. Kedua, adanya kesamaan
pemahaman mengenai makna multikulturalisme bagi kehidupan berbangsa. Ketiga,
kajian multikulturalisme meliputi berbagai permasalahan, yaitu politik dan
demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM,
hak budaya prinsip-prinsip etika dan moral.
Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana tetapi sebuah ideologi yang
harus diperjuangkan. Karena, multikulturalisme sangat di butuhkan sebagai
landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup suatu
masyarakat yang majemuk (plural society). Multikulturalisme bukan sebuah
ideologi yang berdiri sendiri tetapi membutuhkan konsep lain yang dijadikan acuan
untuk memahami dalam kehidupan bermasyarakat.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah
demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam
perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa,
keyakinan keagamaan, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya
yang relevan. Masalah yang dihadapi berkenaan dengan upaya menuju masyarakat
Indonesia yang multikultural sangatlah kompleks.
Dalam kesempatan ini, ada baiknya bila semua melakukan instrospeksi
mengenai kesiapan tersebut. Pertama, kita mempersiapkan diri melalui berbagai
kegiatan diskusi, seminar, atau lokakarya untuk menambah ilmu pengetahuan, dan
mempertajam metodologi yang relevan mengenai masyarakat multikultural. Kedua,
secara metodologi, berbagai kajian etnografi tradisional pada penelitian mahasiswa
untuk skripsi sebaiknya ditinjau kembali untuk diubah sesuai perkembangan
antropologi yang ada. Ketiga, ada baiknya para ahli secara bersama-sama melihat,
mengembangkan dan menciptakan model penerapan multikulturalisme dalam
masyarakat. Sehingga, upaya menuju masyarakat Indonesia yang multikultural itu
dapat dengan secara cepat dan efektif berhasil diwujudkan.
12
2.3. PENDEKATAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL INDIVIDU
13
Persyaratan implementasi pendekatan ini adalah minimal yang hanya mencakup
pengetahuan dasar mengenai masyarakat AS dan pengetahuan tentang pahlawan
etnis dan peranan dan kontribusinya terhadap masyarakat dan budaya AS. Individu
yang menentang ideologi, nilai dan konsepsi masyarakat yang dominan dan yang
mendukung reformasi sosial, politik, dan ekonomi radikal jarang dimasukkan
dalam pendekatan kontribusi. Jadi Booker T. Washington lebih mungkin dipilih
untuk studi dibandingkan dengan W.E.B Du Bois, dan Sacajawea lebih mungkin
dipilih daripada Geronimo. Kriteria yang digunakan untuk memilih pahlawan etnis
untuk dipelajari dan penentuan keberhasilan perjuangannya berasal dari
masyarakat aliran utama dan bukan dari komunitas etnis. Akibatnya, pemakaian
pendekatan kontribusi biasanya menghasilkan studi tentang pahlawan etnis yang
hanya menggambarkan satu perspektif penting dalam komunitas etnis. Dalam
pendekatan kontribusi, individu yang lebih radikal dan kurang konformis yang
hanya menjadi pahlawan bagi komunitas etnis cenderung untuk diabaikan dalam
buku teks, materi pembelajaran dan aktivitas yang dipakai.
Pendekatan kontribusi memberi kesempatan pada guru untuk
mengintegrasikan materi etnis ke dalam kurikulum secara cepat dengan memberi
pengenalan tentang kontribusi etnis terhadap masyarakat dan budaya AS. Pengajar
yang komit untuk mengintegrasikan materi etnis ke dalam kurikulum hanya
memiliki sedikit pengetahuan tentang kelompok etnis dan hanya sedikit merevisi
kurikulum. Akibatnya, mereka menggunakan pendekatan kontribusi saat
mengajarkan tentang kelompok etnis. Guru-guru ini seharusnya mendorong,
mendukung, dan memberi kesempatan untuk mempelajari pengetahuan dan
ketrampilan yang diperlukan untuk mereformasi kurikulumnya dengan
menggunakan satu atau beberapa pendekatan yang efektif.
Pendekatan kontribusi juga merupakan pendekatan paling awal bagi pengajar
untuk digunakan untuk mengintegrasikan materi etnis ke dalam kurikulum.
Namun, pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan serius. Jika integrasi
kurikulum dilengkapi terutama dengan memasukkan pahlawan dan kontribusi
etnis, siswa tidak memperoleh pandangan global tentang peranan kelompok etnis
14
dan budaya di masyarakat AS. Lebih dari itu, mereka melihat isu dan peristiwa
etnis terutama sebagai tambahan terhadap kurikulum dan akibatnya budaya itu
hanya berkedudukan sebagai tempelan terhadap sejarah utama perkembangan
bangsa dan terhadap kurikulum inti dari seni bahasa, studi sosial, seni, dan bidang
pelajaran yang lain.
Pendekatan kontribusi terhadap integrasi materi dapat memberi siswa dengan
pengalaman sesaat yang dapat diingat dengan pahlawan etnis, namun seringkali
gagal untuk membantunya memahami peran dan pengaruh pahlawan itu dalam
konteks keseluruhan dari sejarah dan masyarakat Amerika. Jika pahlawan etnis
dipelajari terpisah dan menjadi bagian dari konteks sosial dan politis di mana
mereka hidup dan bekerja, siswa hanya memperoleh pemahaman parsial tentang
peranan dan signifikannya dalam masyarakat. Jika Martin Luther King, Jr.
dipelajari di luar konteks sosial dan politik rasisme pelembagaan di AS Selatan
pada tahun 1940 dan 1950 an, dan tanpa perhatian yang lebih tajam dari rasisme
pelembagaan di Utara selama periode ini, signifikansi utuhnya sebagai pembaharu
sosial tidak ternyatakan ataupun dimengerti oleh siswa.
15
Pendekatan aditif dapat menjadi fase awal dalam upaya reformasi kurikulum
transformatif yang didesain untuk menyusun kembali kurikulum total dan untuk
mengintegrasikannya dengan materi, perspektif dan kerangka pikir etnis.
Namun pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan seperti dari pendekatan
kontribusi. Yang paling penting adalah pandangan tentang materi etnis dari
perspektif sejarawan, penulis, artis, dan ilmuwan aliran utama yang tidak
memerlukan restrukturisasi kurikulum. Peristiwa, konsep, isu, dan masalah yang
diseleksi untuk studi diseleksi dengan Handout Pendidikan Multikultural 40
menggunakan kriteria dan perspektif Eurosentris dan aliran utama sentris.
16
mempersyaratkan siswa membuat keputusan dan melakukan aksi yang berkaitan
dengan konsep, isu, atau masalah yang dipelajari dalam unit. Tujuan utama dari
pengajaran dalam pendekatan ini adalah mendidik siswa melakukan untuk kritik
sosial dan perubahan sosial dan mengajari mereka ketrampilan pembuatan
keputusan. Untuk memperkuat siswa dan membantu mereka memperoleh
kemanjuran politis, sekolah seharusnya membantunya menjadi kritikus sosial yang
reflektif dan partisipan yang terlatih dalam perubahan sosial. Tujuan tradisional
dari persekolahan yang telah ada adalah untuk mensosialisasi siswa sehingga
mereka menerima tanpa bertanya ideologi, lembaga, dan praktek yang ada dalam
masyarakat dan negara.
Pendidikan politik di Amerika Serikat secara tradisional meningkatkan
kepasifan politik daripada aksi politik. Tujuan utama dari pendekatan aksi sosial
adalah untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan, nilai, dan ketrampilan
yang mereka butuhkan untuk berpartisipasi dalam perubahan sosial sehingga
kelompok-kelompok ras dan etnis yang terabaikan dan menjadi korban ini dapat
menjadi berpartisipan penuh dalam masyarakat AS dan negara akan lebih dekat
dalam mencapai ide demokrasi. Dalam pendekatan ini, pengajar adalah agen
perubahan sosial (agents of social change) yang meningkatkan nilai-nilai
demokratis dan kekuatan siswa.
Empat pendekatan untuk integrasi materi multikultural ke dalam kurikulum
sering dipadukan dalam situasi pengajaran aktual. Satu pendekatan, seperti
pendekatan kontribusi, dapat dipakai sebagai wahana untuk bergerak ke yang lain,
yang lebih menantang secara intelektual seperti pendekatan transformasi dan
pendekatan aksi sosial. Tidak realistis untuk mengharapkan guru berpindah secara
langsung dari kurikulum yang amat berpusat pada aliran utama ke pendekatan yang
berfokus pada pembuatan keputusan dan aksi sosial. Pergerakan dari tahap awal ke
tahap lebih tinggi dalam mengintegrasikan materi multikultural dapat terjadi secara
bertahap dan kumulatif.
17
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dalam menghadapi fluralism budaya diperlukan paradigma baru yang lebih toleran
yaitu paradigma Pendidikan Multikultural. Paradigma Pendidikan Multikultural itu
penting sebab dapat mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan toleran
dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam baik dalam hal budaya, suku,
ras, etnis, maupun agama.
3.2. SARAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19