Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
“SEJARAH PENDIDIKAN MULTIKULTURAL”

DISUSUN OLEH:
R.M. Fikri Athallah (A1A219028)
Eka Sari (A1A219012)
Mutiara (A1A219066)

DOSEN PENGAMPU:
Drs.Budi Purnomo, M.Hum., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan memanjatkan puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT, Karena berkat
rahmat dan karunia-Nya memberikan kesehatan di masa pandemi ini sehingga penulis dapat
dengan lancar menulis makalah ini dengan segala bentuk kelancaran yang diberikan-Nya.
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa manusia dari zaman kebodohan menuju zaman penuh ilmu pengetahuan,
sehingga penulis dapat dengan lancar menulis makalah ini yang berjudul “Sejarah Pendidikan
Multikultural”, sehingga dengan hal itu perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih
Bapak Drs. Budi Purnomo, M.Hum, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Multikultural.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis banyak mendapatkan kesulitan dalam
mengumpulkan data-data, sumber yang sangat terbatas. Namun berkat bantuan dari berbagai
pihak kami dapat menyelesaikan tugas ini dapat diselesaikan dengan semestinya. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas semua pihak yang memberikan penulis
informasi yang sangat berguna untuk penulis maupun orang yang membaca makalah ini. Tidak
ada kata sempurna melainkan Allah SWT, begitupun dengan makalah yang kami buat yang
masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kami selaku pembuat makalah ini minta maaf jika terjadi kesalahan dan
kekurangan. Jika terdapat saran dan kritik mengenai apa yang dibahas dalam makalah ini
penulis dapat untuk menerimanya agar makalah yang penulis buat lebih baik dan berguna
dimasa yang akan mendatang.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jambi, 15 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………..
DAFTAT ISI …………………………………………….....
BAB I PENDAHULUAN ………………………………….
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural
2.2 Dasar Pendidikan Multikultural
2.3 Tujuan Pendidikan Multikultural
2.4 Sejarah Pendidikan Multikultural
2.5 Sejarah Pendidikan Multikultural dan Implikasinya Terhadap Pengembangan
Pendidikan Multikultural
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan bidang dari sekian banyak bidang yang begitu menentukan
dalam tolak ukur majunya sebuah Negara. Indonesia ialah salah satunya yang memiliki banyak
sekali macam agama, bahasa, ras, suku, adat dan lain-lain. Keanekaragaman seperti inilah yang
menjadikannya sebagai Negara yang plural. lewat jalur pendidikan, semua perbedaan tadi bisa
digabungkan dan disatukan supaya tidak ada yang namanya diskriminasi lalu menyudutkan
pihak satu kepada pihak lainnya sehingga pembangunan Indonesiapun jadi terhambat. Pada
dasarnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang sangat menghargai adanya
keberagaman dan perbedaan. Pendidikan ini selalu menciptakan proses yang tersetruktur
dimana tiap-tiap kebudayaan bisa mengeluarkan ekspresinya. Namun untuk mendesain hal ini
secara praktik, itu tidaklah mudah. Setidaknya kita berusaha mencoba mengambil ijtihad untuk
memolakan sesuai dengan dasar dan prinsip-prinsip di dalamnya. Gagasan pemolaan sekaligus
pengembangan pendidikan multikultural ini sendiri sebenarnya sudah ada sejak dahulu di
kawasan Eropa, Amerika dan negara-negara maju lainnya. Dan seiring berjalannya waktu,
pendidikan ini menjadi sebuah studi tersendiri dan khusus tentang keberagaman yang pada
mulanya bertujuan supaya populasi mayoritas dapat bersikap toleran dan tenggang rasa
terhadap para imigran baru. Pengalaman pendidikan multikultural dari eropa tersebut akhirnya
juga sampai di Indonesia yang saat itu masih bernuansa kerajaan-kerajaan, bahkan berlangsung
hingga saat ini. Berikut sekelumit perjalanan sejarah dari pendidikan multikultural.

1.2 Rumusan Masalah


• Seperti apa Sejarah Pendidikan Multikultural ?
• Bagaimana Implikasi Sejarah Pendidikan Multikultural terhadap Pengambangan
Pendidikan Multikultural ?
• Apa saja Tujuan dari Pendidikan Multikultural ?
1.3 Tujuan
• Mengetahui Sejarah Pendidikan Multikultural
• Mengetahui Implikasi Sejarah Pendidikan Multikultural terhadap pengembangan
Pendidikan Pendidikan Multicultural
• Mengetahui apa saja yang menjadi tujuan dari Pendidikan Multikultural
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural
Kata budaya/kultur (culture)di pandang penting karena kata ini membentuk dan
merupakan bagian dari istilah Pendidikan Multikultural. Bagaimana kita mendefinisikan
budaya akan menentukan arti dari istilah Pendidikan Multikultural. Tanpa kita mengetahui apa
arti budaya / kultur, kita akan sulit memahami implikasi pendidikan multicultural secara utuh.
Misalnya jika budaya didefinisikan sebagai warisan dan tradisi dari suatu kelompok social,
maka pendidikan multicultural berarti mempelajari tentang berbagai (multi) warisan dan tradisi
budaya.
Istilah multikultur berakar dari kata kultur yang diartikan sebatas pada budaya dan
kebiasaan sekelompok orang pada daerah tertentu (Ainul Yaqin, 2005:6). Secara etimologis
multiculturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), culture (budaya), dan isme (aliran atau
paham) (H.A.R Tilaar,2004: Punggung). Multicultural sebenarnya merupakan kata dasar yang
mendapat awalan. Kata dasar dasar itu adalah kultur yang berarti kebudayaan, kesopanan, atau
pemeliharaan sedang awalannya adalah multi yang berarti banyak, ragam, atau aneka. Dengan
demikian, multikultur berarti keragaman kebudayaan, aneka kesopanan, atau banyak
pemeliharaan.
Multikulturalisme merupakan suatu paham atau situasi-kondisi masyarakat yang
tersusun dari banyak kebudayaan.Multikulturalisme sering merupakan perasaan nyaman yang
dibentuk oleh pengetahuan. Pengetahuan dibangun oleh keterampilan yang mendukung suatu
proses komunikasi yang efektif, dengan setiap orang dari sikap kebudayaan yang ditemui
dalam setiap situasi dengan melibatkan sekelompok orang yang berbeda latar belakang
kebudayaannya. Multikulturalisme sebagai sebuah paham menekankan pada kesenjangan dan
kesetaraan budaya-budaya local tanpa mengabaikan hak-hak dan ekstensi budaya yang ada.
Pengertian “Multikultural” secara luas mencakup pengalaman yang membentuk
persepsi umum terhadap usia, gender, agama, status social ekonomi, jenis identitas budaya,
bahasa, ras, dan berkebutuhan khusus.
2.2 Dasar Pendidikan Multikultural
1. Kesadaran Nilai Penting Keragaman Budaya
Pendidikan multikultural ini memberikan pemahaman mengenai berbagai jenis
kegiatan pendidikan sebagai bagian integral dari kebudayaan universal.
2. Gerakan Pembaharuan Pendidikan
Ini ditujukan agar tidak ada kesenjangan sosial dan diskriminasi di
masyarakat.Contohnya seperti kesenjangan ketika muncul fenomena sekolah favorit yang
didominasi oleh golongan orang kaya karena ada kebijakan lembaga yang mengharuskan untuk
membayar uang pangkal yang mahal untuk bisa masuk ke sekolah favorit itu.Sedangkan siswa
dengan karakteristik budaya yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu.
3. Proses Pendidikan
Pendidikan multikultural juga merupakan proses (pendidikan) yang tujuannya tidak
akan pernah terealisasikan secara penuh. Pendidikan Multikultural harus dipandang sebagai
suatu proses yang terus menerus, dan bukan sebagai sesuatu yang langsung bisa tercapai.
Tujuan utama dari pendidikan multicultural adalah untuk memperbaiki prestasi secara utuh
bukan sekedar meningkatkan skor.
2.3 Tujuan Pendidikan Multikultural
1. Pengembangan Literasi Etnis dan Budaya
Mempelajari tentang latar belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, sumbangan,
peristiwa kritis, individu yang berpengaruh, dan kondisi social, politik, dan ekonomi dari
berbagai kelompok etnis mayoritas dan minoritas.
2. Perkembangan Pribadi
Menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang
positif, dan kebanggaan pada identitas pribadinya yang berkontribusi pada perkembangan
pribadi siswa, yang berisi pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya
berkontribusi terhadap keseluruhan prestasi intelektual, akademis, dan social siswa.
3. Klarifikasi Nilai dan Sikap
Merupakan langkah kunci dalam proses melepaskan potensi kreatif individu untuk
memperbarui diri dan masyarakat untuk tumbuh-kembang lebih lanjut.
4. Kompetensi Multikultural
Dengan mengajarkan keterampilan dalam komunikasi lintas budaya, hubungan antar
pribadi, pengambilan perspektif, analisis kontekstual, pemahaman sudut pandang dan kerangka
berpikir alternatif, dan menganalisa bagaimana kondisi budaya mempengaruhi nilai, sikap,
harapan, dan perilaku.
5. Kemampuan Keterampilan Dasar
Untuk memfasilitasi pembelajaran untuk melatih kemampuan keterampilan dasar dari siswa
yang berbeda secara etnis dengan memberi materi dan teknik yang lebih bermakna untuk
kehidupan dan kerangka berpikir dari siswa yang berbeda secara etnis.
6. Persamaan dan Keunggulan Pendidikan
Tujuan persamaan multikultural berkaitan erat dengan tujuan penguasaan ketrampilan
dasar, namun lebih luas dan lebih filosofis. Untuk menentukan sumbangan komparatif terhadap
kesempatan belajar, pendidik harus memahami secara keseluruhan bagaimana budaya
membentuk gaya belajar, perilaku mengajar, dan keputusan pendidikan.
7. Memperkuat Pribadi untuk Reformasi Sosial
Tujuan terakhir dari Pendidikan multikultural adalah memulai proses perubahan di
sekolah yang pada akhirnya akan meluas ke masyarakat. Tujuan ini akan melengkapi
penanaman sikap, nilai, kebiasaan dan ketrampilan siswa sehingga mereka menjadi agen
perubahan sosial (social change agents) yang memiliki komitmen yang tinggi dengan reformasi
masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparities) etnis dan rasial dalam kesempatan dan
kemauan untuk bertindak berdasarkan komitmen ini. Untuk melakukan itu, mereka perlu
memperbaiki pengetahuan mereka tentang isu etnis di samping mengembangkan kemampuan
pengambilan keputusan, ketrampilan tindakan sosial, kemampuan kepemimpinan, dan
komitmen moral atas harkat dan persamaan.
8. Memiliki Wawasan Kebangsaan/Kenegaraan yang Kokoh
Dengan mengetahui kekayaan budaya bangsa itu akan tumbuh rasa kebangsaan yang
kuat. Rasa kebangsaan itu akan tumbuh dan berkembang dalam wadah negara Indonesia yang
kokoh. Untuk itu Pendidikan Multikultural perlu menambahkan materi, program dan
pembelajaran yang memperkuat rasa kebangsaan dan kenegaraan dengan menghilangkan
etnosentrisme, prasangka, diskriminasi dan stereotipe.
9. Memiliki Wawasan Hidup yang Lintas Budaya dan Lintas Bangsa sebagai Warga Dunia.
Hal ini berarti individu dituntut memiliki wawasan sebagai warga dunia (world citizen).
Namun siswa harus tetap dikenalkan dengan budaya lokal, harus diajak berpikir tentang apa
yang ada di sekitar lokalnya. Mahasiswa diajak berpikir secara internasional dengan mengajak
mereka untuk tetap peduli dengan situasi yang ada di sekitarnya - act locally and globally.
10. Hidup Berdampingan secara Damai
Dengan melihat perbedaan sebagai sebuah keniscayaan, dengan menjunjung tinggi nilai
kemanusian, dengan menghargai persamaan akan tumbuh sikap toleran terhadap kelompok lain
dan pada gilirannya dapat hidup berdampingan secara damai
Akar sejarah Pendidikan Multikultural bermula pada gerakan hak-hak sipil dari berbagai
kelompok yang secara historis memang selalu terabaikan dan tertindas.
2.4 Sejarah Pendidikan Multikultural
Pendidikan multicultural lahir sejak 30 silam, yaitu sesudah Perang Dunia II dengan
lahirnya banyak negara dan perkembangannya prinsip-psinsip demokrasi.Pandangan
multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia dalam praktik kenegaraan belum dijalani
sebagaimana mestinya. Lambang Bhinheka Tunggal Ika, yang memiliki makna keragamaan
dalam kesatua ternyata yang ditekankan hanyalah kesatuannya dan mengabaikan keragaman
budaya dan masyarakat Indonesia. Pada masa Orde Baru menunjukan relasi masyarakat
terhadap praktek hidup kenegaraan tersebut. Ternyata masyarakat kita ingin menunjukkan
identitasnya sebagai masyarakat bhinheka yang selama Orde Baru telah ditindas dengan
berbagai cara demi untuk mencapai kesatuan bangsa. Demikian pula praksis pendidikan sejak
kemerdekaan sampai era Orde Baru telah mengabaikan kekayaan kebhinhekaan kebudayaan
Indonesia yang sebenarnya merupakan kekuatan dalam suatu kehidupan demokrasi. Sejak
jatuhya presiden Suharto dari kekuasaannya, yang kemudian diikuti dengan masa yang disebut
era Reformasi, Indonesia mengalami disintregasi,[3] krisis moneter, ekonomi, politik dan
agama yang mengakibatkan terjadinya krisis kultural di dalam kehidupan bangsa dan negara.
Pada era Reformasi pendidikan dijadikan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan
yang memonopoli sistem pendidikan untuk kelompok tertentu. Dengan kata lain pendidikan
multikultural belum dianggap penting walaupun realitas kultur dan agama sangat
beranekaragam.
Era reformasi, membawa angin demokrasi sehingga menghidupkan kembali wacana
pendidikan multikultural sebagai kekuatan dari bangsa Indonesia. Dalam era Reformasi ini,
tentunya banyak hal yang perlu ditinjau kembali. Salah satunya mengenai kurikulum di sekolah
kita dari semua tingkat dan jenis, apakah telah merupakan sarana untuk mengembangkan
multikultural. Selain masalah kurikulum juga mengenai otonomisasi pendidikan yang
diberikan kepada daerah agar pendidikan merupakan tempat bagi perkembagan kebhinhekaan
kebudayaan Indonesia.Pendidikan multikultural untuk Indonesia memang sesuatu hal yang
baru dimulai, Indonesia belum mempunyai pengalaman mengenai hal ini. Apalagi otonomi
daerah juga baru disampikan. Oleh sebab itu, diperlukan waktu dan persiapan yang cukup lama
untuk memperoleh suatu bentuk yang pas dan pendekatan yang cocok untuk pendidikan
multikultural di Indonesia. Bentuk dan sistem yang cocok bagi Indonesia bukan hanya
memerlukan pemikiran akademik dan analisis budaya atas masyarakat Indonesia yang pluralis,
tetapi juga meminta kerja keras untuk melaksanakannya. Gagasan multikultural bukanlah suatu
konsep yang abstrak tetapi pengembangan suatu pola tingkah lakuyang hanya dapat
diwujudkan melalui pendidikan. Selain itu, multikultural tidak berhenti pada pengakuan akan
identitas yang suatu kelompok masyarakat atau suatu suku tetapi juga ditunjukan kepada
terwujudnya integrasi nasional melalui budaya yang beragam.
Akar sejarah Pendidikan Multikultural bermula pada gerakan hak-hak sipil dari
berbagai kelompok yang secara historis memang selalu terabaikan dan tertindas Pendidikan
Multikultural timbul dari munculnya gerakan hak-hak sipil di Amerika tahun 1960-an yang
mulai menyadari dan menuntut hak yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Tujuan utamanya menghilangkan diskriminasi dalam akomodasi umum, perumahan,
tenaga kerja, dan pendidikan.
Gerakan hak-hak sipil ini berimplikasi terhadap:
• Berdirinya lembaga pendidikan bagi kelompok etnis. Awalnya hanya pada sekolah
untuk orang Amerika keturunan Afrika dan kemudian kelompok lain.
• Reformasi kurikulum sehingga sekolah dan lembaga pendidikan yang lain
merefleksikan pengalaman, sejarah, budaya dan perspektif mereka.
• Kenaikan upah bagi guru dan administrator sekolah kulit hitam dan berwarna lain.
• Adanya kontrol masyarakat terhadap sekolah.
• Revisi buku teks agar merefleksikan keberagaman orang di AS.
Respon awal para pendidik terhadap gerakan ini nampak tergesa-gesa. Program dan
pelajaran dikembangkan tanpa pemikiran dan perencanaan yang hati-hati dan sekedar memberi
kesan edukatif atau melembaga dalam sistem pendidikan.Karakteristik dominan dari reformasi
sekolah yang berkaitan dengan keberagaman etnis dan budaya selama tahun 1960-an dan awal
1970-an adalah adanya program Hari Libur dan hari khusus lain, perayaan etnis, dan pelajaran
yang berfokus pada satu kelompok etnis. Bidang studi etnis yang dikembangkan dan
diimplementasikan selama periode ini biasanya bersifat pilihan dan diambil terutama oleh
siswa yang menjadi anggota kelompok itu.Keberhasilan yang nyata dari gerakan hak sipil,
ditambah pertumbuhan yang cepat, dan atmosfir nasional yang bebas telah merangsang
kelompok korban yang lain untuk mengambil tindakan dalam menghilangkan
diskriminasi.Juga penuntut agar sistem pendidikan itu dikaitkan dengan kebutuhan, aspirasi,
budaya dan sejarah mereka.
Pada akhir abad 20 gerakan hak perempuan muncul sebagai satu dari gerakan reformasi
sosial paling signifikan.Pemimpin gerakan ini seperti Betty Frie dan Gloria Steinem menuntut
lembaga politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan melakukan tindakan untuk menghilangkan
diskriminasi gender serta memberi kesempatan bagi perempuan untuk mengaktualisasi
bakatnya dan mewujudkan ambisinya.Sekalipun sebagian besar guru di sekolah dasar adalah
perempuan, sebagian besar administrator masih dipegang oleh kaum pria.
Tujuan utama dari gerakan hak perempuan adalah:
• Upah yang sama atas kerja yang sama.
• Penghapusan aturan hukum yang mendiskriminasikan wanita dan pria.
• Penghapusan terhadap hal-hal yang membuatnya menjadi warga negara kelas dua.
• Menuntut adanya partisipasi yang lebih besar dari kaum pria untuk terlibat dalam
pekerjaan rumah tangga dan membesarkan anak.
Ternyata gerakan hak perempuan ini sekarang berpengaruh kuat di Indonesia akhir-akhir
ini. Muncul berbagai seminar, kajian ilmiah, penelitian, dan organisasi perempuan yang
menuntut hak yang lebih baik bagi kaum perempuan.Bahkan secara politik, kelompok ini telah
berhasil mengakomodasikan gerakan dan ide mereka dalam bentuk Amandemen UUD yang
menuntut agar anggota dewan (DPR) harus memasukkan kaum perempuan minimal 30 %
sebagai anggota dewan.Ketika feminis melihat lembaga pendidikan, mereka mencatat
masalah-masalah yang sama dengan yang diidentifikasi oleh kelompok etnis dari kulit
berwarna.Ada kesamaan masalah antara kelompok feminis dan kelompok etnis kulit berwarna.
Buku teks dan kurikulum didominasi oleh pria dan tidak begitu nampak unsur
perempuan di dalamnya.Feminis menunjukkan bahwa buku teks sejarah didominasi oleh
sejarah politik dan militer yang merupakan bidang-bidang yang memang partisipan utamanya
adalah pria.Sebagian besar mengabaikan sejarah sosial dan keluarga, sejarah buruh dan orang-
orang biasa.Feminis mendesak untuk revisi buku teks dengan memasukkan lebih banyak
sejarah tentang peranan penting dari perempuan dalam perkembangan negara dan
dunia.Kelompok korban yang lain memerinci keluhan mereka dan menuntut lembaga- lembaga
itu direformasi sehingga diskriminasi itu berkurang dan memperoleh hak-hak asasi manusia
yang lebih baik.Orang dengan ketidakmampuan/cacat, warga negara senior, dan hak-hak kaum
gay merupakan salah satu di antara kelompok yang terorganisir secara politis selama periode
ini dan membuat terobosan signifikan dalam mengubah lembaga dan aturan hukum.Pendukung
bagi warga negara cacat mencapai kemenangan legal yang signifikan selama tahun 1970-an.
2.5 Sejarah Pendidikan Multikultural dan Implikasinya Terhadap Pengembangan
Pendidikan Multikultural
1. Pemaknaan pendidikan multikultural berbeda-beda.
Ada yang menekankan pada karakteristik kelompok yang berbeda-beda, sedangkan
yang lain menekankan masalah sosial, kekuasaan fisik, dan pengalokasian sumber ekonomi.
ada yang memfokuskan pada keragaman etnis yang berbeda. Sedangkan yang lain berfokus
pada kelompok dominan di masyarakat.
2. Pendidikan Multikultural Sebagai Ide
Pendidikan mutikultural sebagai ide adalah suatu filsafat yang menekankan pada
intimasi, vitalitas dan pentingnya keragaman kelas sosial, etnis, dan ras, gender yang
berkebutuhan khusus, agama, bahasa, dan usia dalam membentuk multikultural ini harus
mengenalkan pengetahuan tentang berbagai kelompok dan organisasi yang menentang
penindasan dan eksploitas dengan mempelajari hasil karya dan ide yang mendasari karyanya.
Implikasinya terhadap pengembangan pendidikan multikultural adalah pemasukan
bahan ajar yang berisi ide dari berbagai kelompok budaya. Di perlukan adanya pendidikan yang
leluasa untuk mengeksplorasi perspektif dan budaya orang lain. Dengan mengekplorasi itu
akan di peroleh inspirasi sehingga membuat anak menjadi sensitif terhadap pluralitas cara
hidup. Cara yang berbeda-beda dalam menganalisa pengalaman dan ide. Dan cara melihat
berbagai temuan sejarah yang ada di seluruh dunia.
Perlu adanya pelembagaan filsafat pluralisme budaya dalam sistem pendidikan yang di
landasi prinsip persamaan, saling menghormati, penerimaan dan pemahaman, dan komitmen
moral demi keadilan sosial. Pendidikan multikultural selalu di landasi prinsip persamaan dan
keadila sosial. Implikasinya, kurikulum di reformasi sehingga benar-benar mencerminkan
penghormatan atas pluralitas budaya. pendidikan multikultural dapat di pandang sebagai suatu
gerakan reformasi yang berubah suatu komponen kegiatan pendidikan. Komponen itu
mencakup :
a. Nilai yang mendasar, artinya nilai-nilai yang bersifat plurakisme.
b. Aturan prosedural, artinya aturan prosedural yang berlaku harus berpijak dan berpihak pada
semua kelompok yang beragam itu.
c. Kurukulum. Artinya dibutuhkan penyusunan kurikulum baru yang di dalamnya
mencerminkan nilai-nilai multikultural.
d. Bahan ajar, artinya materi multikultural itu harus bercermin dalam materi pembelajaran
e. Struktur organisasi, artinya struktur organisasi sekolah itu perlu mencerminkan kondisi rill
yang pluralistik
f. Pola kebijakan artinya pola kebijakan yang di ambil oleh pembuat keputusan itu mereflesikan
pluralisme budaya.
3. Pendidikan Multukultural sebagai Proses
Pendidikan mutikultural merupakan suatu proses yang terus menerus membutuhkan
investasi waktu jangka panjang di samping aksi yang terencana dan di monitor secara hati –
hati. Selain di lembaga pendidikan, siswa dapat pula mengalami proses pembelajaran yang di
peroleh lewat prilaku yang terencana dan sistematis.
ASCD komisi pendidikan multikultural menegaskan bahwa pendidikan multikultural
berhubungan dengan konsep humanistik yang di dasarkan pada kekuatan dari keragaman, hak
asasi manusia, keadilan sosial, dan gaya hidup alternatif bagi semua orang, yang di perlukan
untuk pendidikan yang berkualitas. Memandang bahwa masyarakat yang pluralistik itu sebagai
kekuatan positif dan perlu disikapi secara positif pula. Pemahaman perbedaan dan keragaman
ini sangat diperlukan untuk lebih memahami fenomena keragaman masyarakat global. Apalagi
dengan semakin pesatnya teknologi, komunikasi dan informasi saat ini, maka kejadian apapun
diseluruh dunia akan diketahui oleh siapapun.
Nieto (1992) memandang Pendidikan Multikultural terkait dengan:
1. Reformasi sekolah dan pendidikan dasar yang komprehensif untuk semua siswa
2. Penentuan terhadap semua bentuk diskriminasi
3. Penyerapan pelajaran dan hubungan interpersonal di kelas
4. Penonjolan prinsip-prinsip demokratis dan keadilan sosial
Sejarah Pendidikan Multikultural dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan
Multikultural
Akar sejarah pendidikan multikultural bermula pada gerakan hak-hak sipil dari
berbagai kelompok yang secara historis memang selalu terabaikan dan tertindas. Pendidikan
multikultural timbul dari munculnya gerakan hak-hak sipil di Amerika tahun 1960-an yang
mulai menyadari dan menuntut hak yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tujuan utamanya
adalah menghilangkan diskriminasi dalam akomodasi umum, perumahan, tenaga kerja dan
pendidikan. Gerakan hak-hak sipil ini berimplikasi terhadap:
a. Berdirinya lembaga pendidikan bagi kelompok etnis. Awalnya hanya pada sekolah untuk
orang Amerika keturunan Afrika dan kemudian kelompok lain
b. Reformasi kurikulum sehingga sekolah dan lembaga pendidikan yang lain merefleksikan
pengalaman, sejarah, budaya dan perspektif mereka
c. Kenaikan upah bagi guru dan administrator sekolah kulit hitam dan berwarna lain
d. Adanya kontrol masyarakat terhadap sekolah
e. Revisi buku teks agar merefleksikan keberagaman orang di AS
Pada akhir abad 20 gerakan hak perempuan muncul sebagai satu dari gerakan reformasi
sosial paling signifikan. Menuntut lembaga politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan
melakukan tindakan untuk menghilangkan diskriminasi gender serta memberikan kesempatan
bagi perempuan untuk mengaktualisasi bakatnya dan mewujudkan ambisinya. Tujuan utama
dari gerakan hak perempuan adalah:
a. Upah yang sama atas kerja yang sama
b. Penghapusan aturan hukum yang mendiskriminasikan wanita dan pria
c. Penghapusan terhadap hal-hal yang membuatnya menjadi warga negara kelas dua
d. Menuntut adanya partisipasi yang lebih besar dari kaum pria untuk terlibat dalam pekerjaan
rumah tangga dan membesarkan anak
Gerakan hak perempuan ini sekarang berpengaruh kuat di Indonesia. Muncul berbagai
seminar, kajian ilmiah, penelitian dan organisasi perempuan yang menuntut hak yang lebih
baik bagi kaum perempuan. Bahkan secara politik, kelompok ini telah berhasil
mengakomodasikan gerakan dan ide mereka dalam bentuk Amandemen UUD yang menuntut
anggota dewan (DPR) harus memasukkan kaum perempuan minimal 30% sebagai anggota
dewan.
Karakteristik Problematika Multikultural Indonesia dan Implikasinya terhadap
Pengembangan Pendidikan Multikultural
Persoalan Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) banyak terjadi dan terus
bermunculan di negeri ini. Dari Sabang sampai Marauke terjadi berbagai peristiwa berdarah.
Bangsa indonesia yang dulunya dikenal berbudaya ramah, ternyata mulai dikenal sebagai
bangsa yang primitif dengan kebuasan kulturalnya.
Faktor-faktor yang melatar belakangi semua pertikaian di tanah air itu disebabkan antara lain:
1. Kuatnya prasangka, etnosentrisme, stereotip dan diskriminatif antara kelompok
2. Merosotnya rasa kebersamaan dan persatuan serta saling pengertian
3. Aktivitas politis identitas kelompok/daerah di dalam era reformasi
4. Tekanan sosial ekonomi
Dari semua faktor diatas, semuanya bertitik tolak dari kenyataan yang tak bisa ditolak
bahwa bangsa indonesia terdiri dari berbgai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain
sehingga bangsa indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat “multikultural”.
Semua kondisi ini memang indah dan menjadi kekayaan budaya, tetapi kondisi ini rentan
terhadap adanya perpecahan.
Ketika banyak terjadi peristiwa yang silih berganti dan beragam bentuk itu, timbul
pemikiran di sebagian besar bangsa indonesia. Ada tiga kelompok pemikiran yang biasa
berkembang di indonesia dalam menyikapi konflik yang sering muncul.
1. Pandangan primordialis
2. Pandangan kaum instrumentalis
3. Pandangan kaum konstruktivis
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Multikulturalisme merupakan suatu paham atau situasi-kondisi masyarakat yang
tersusun dari banyak kebudayaan.Multikulturalisme sering merupakan perasaan nyaman yang
dibentuk oleh pengetahuan. Pengetahuan dibangun oleh keterampilan yang mendukung suatu
proses komunikasi yang efektif, dengan setiap orang dari sikap kebudayaan yang ditemui
dalam setiap situasi dengan melibatkan sekelompok orang yang berbeda latar belakang
kebudayaannya. Multikulturalisme sebagai sebuah paham menekankan pada kesenjangan dan
kesetaraan budaya-budaya local tanpa mengabaikan hak-hak dan ekstensi budaya yang ada.
Pendidikan multicultural lahir sejak 30 silam, yaitu sesudah Perang Dunia II dengan
lahirnya banyak negara dan perkembangannya prinsip-psinsip demokrasi.Pandangan
multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia dalam praktik kenegaraan belum dijalani
sebagaimana mestinya. Lambang Bhinheka Tunggal Ika, yang memiliki makna keragamaan
dalam kesatua ternyata yang ditekankan hanyalah kesatuannya dan mengabaikan keragaman
budaya dan masyarakat Indonesia.
Pada masa Orde Baru menunjukan relasi masyarakat terhadap praktek hidup
kenegaraan tersebut. Ternyata masyarakat kita ingin menunjukkan identitasnya sebagai
masyarakat bhinheka yang selama Orde Baru telah ditindas dengan berbagai cara demi untuk
mencapai kesatuan bangsa. Demikian pula praksis pendidikan sejak kemerdekaan sampai era
Orde Baru telah mengabaikan kekayaan kebhinhekaan kebudayaan Indonesia yang sebenarnya
merupakan kekuatan dalam suatu kehidupan demokrasi. Sejak jatuhya presiden Suharto dari
kekuasaannya, yang kemudian diikuti dengan masa yang disebut era Reformasi, Indonesia
mengalami disintregasi,[3] krisis moneter, ekonomi, politik dan agama yang mengakibatkan
terjadinya krisis kultural di dalam kehidupan bangsa dan negara.
Era reformasi, membawa angin demokrasi sehingga menghidupkan kembali wacana
pendidikan multikultural sebagai kekuatan dari bangsa Indonesia. Dalam era Reformasi ini,
tentunya banyak hal yang perlu ditinjau kembali. Salah satunya mengenai kurikulum di sekolah
kita dari semua tingkat dan jenis, apakah telah merupakan sarana untuk mengembangkan
multikultural. Selain masalah kurikulum juga mengenai otonomisasi pendidikan yang
diberikan kepada daerah agar pendidikan merupakan tempat bagi perkembagan kebhinhekaan
kebudayaan Indonesia.Pendidikan multikultural untuk Indonesia memang sesuatu hal yang
baru dimulai, Indonesia belum mempunyai pengalaman mengenai hal ini. Apalagi otonomi
daerah juga baru disampikan. Oleh sebab itu, diperlukan waktu dan persiapan yang cukup lama
untuk memperoleh suatu bentuk yang pas dan pendekatan yang cocok untuk pendidikan
multikultural di Indonesia. Bentuk dan sistem yang cocok bagi Indonesia bukan hanya
memerlukan pemikiran akademik dan analisis budaya atas masyarakat Indonesia yang pluralis,
tetapi juga meminta kerja keras untuk melaksanakannya. Gagasan multikultural bukanlah suatu
konsep yang abstrak tetapi pengembangan suatu pola tingkah lakuyang hanya dapat
diwujudkan melalui pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
• Maslikhah,Pendidikan Mulikultural,(Jawa Tengah:PT.Temprina Media Grafika,2007)
• Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), hal 9
• Sutarno,Pendidikan Multikultural,(Kalimantan Selatan:Dinas Pendidikan dan FKIP
Unlam,2007),
• Pupu Saeful Rahmat ,Staf Pengajar pada Prodi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas
Kuningan
• Alqadrie, Syarif Ibrahim. 2005. Sosialisasi Pluralisme dan Multikulturalisme Melalui
Pendidikan.
• Fajar, Malik. 2004. Mendiknas: Kembangkan Pendidikan Multikulturalisme.

Anda mungkin juga menyukai