Anda di halaman 1dari 18

TEORI-TEORI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

MENURUT PARA AHLI

Disusun oleh :
Nurul Yaqin (2110632030001)
Dwi Mutmainnah (2110632030011)
Hj. Manis Kiptiyah (2110632030018)

PASCASARAJANA
FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG (UNSIKA)
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang selalu memberikan rahmat, ridho,
dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita bisa menyelesaikan makalah
sederhana ini. Shalawat serta salam tak lupa kita junjungkan kepada murobbi kita yaitu
Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang, serta kepada para keluarga dan para sahabat Rasulullah
SAW.
Penyelesaian makalah ini dilakukan dengan kerjasama dua orang yang
tergabung dalam kelompok satu mata kuliah pasca sarjana Pendidikan Multikultural.
Setelah melewati proses yang cukup rumit, akhirnya kami bisa menyelesaikan makalah
ini.
Semoga makalah ini bisa menjadi acuan dan referensi bagi pembaca khususnya
yang berkecimpung dalam bidang pendidikan. Menjadi tambahan pengetahuan dan
pengalaman bagai para pembaca untuk lebih mengetahui tentang pendidikan
multikultural.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan, karena pengalaman yang kami
miliki sangat minim. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Karawang, 22 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................................i

Daftar Isi .............................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................1

1.3 Tujuan ...............................................................................................................2

BAB II Pembahasan ...........................................................................................................3

2.1 Teori-Teori Pendidikan Multikultural Menurut para Ahli ...............................3

2.2 Pendidikan Multikultural dalam tinjauan didaktik dan metodik ......................7

Bab III Penutup ...................................................................................................................14

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................14

3.2 Saran .................................................................................................................14

Daftar Pustaka .....................................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sarana dalam mencapai tujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana pendidikan tidak memandang suku,
ras, etnis, agama, social dan lain sebagainya. Pendidikan merupakan hak seluruh
lapisan masyarakat dari yang terendah hingga yang tertinggi tanpa pandang
bulu.
Keberagaman Indonesia yang terbentang luas dari sabang sampai
merauke yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan daerah yang masing-masing
memiliki budaya yang berbeda- beda, latar belakang sosial, agama, ras etnis
yang menyebabkan lahirnya keberagaman gaya belajar peserta didik yang harus
dipahami oleh seorang pendidik agar tercapainya tujuan pendidikan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pendidikan, alangkah baiknya
kita terlebih dahulu mengenal Pendidikan Multikultural agar kita sebagai
pendidik tahu bagaimana kita bertindak dalam menghadapi peserta didik yang
memiliki kebiasaan dan gaya belajar yang berdeda. Pada makalah ini kami akan
memaparkan teori-teori Pendidikan Multikultural menurut para ahli serta
pendidikan Multikultural dari tinjauan Didaktik dan Metodik.

B. Rumusan Masalah
Penulis telah menyusun beberapa yang akan dibahas dalam makalah ini
antaralain :
1. Bagaimana Teori-Teori Pendidikan Multikultural Menurut Para
Ahli?
2. Bagaimana Pendidikan Multikultural ditinjau dari segi didaktik dan
Metodik?

1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah :
1. Memahami Teori-Teori Pendidikan Multikultural Menurut Para Ahli
2. Mengetahui Pendidikan Multikultural dari tinjauan didaktik dan
metodik

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori-Teori Pendidikan Multikultural Menurut para Ahli

Menurut Hilda Hernandez dalam Mahfud (2005:168), mengartikan pendidikan


multikultural sebagai pengakuan terhadap realitas ekonomi, sosial, dan politik yang
ada dalam kehidupan bermasyarakat secara kultur dan kompleks serta
merefleksikan pentingnya etnisitas, budaya, agama, ras, seksualitas dan gender,
status sosial, ekonomi, dan pengecualian dalam proses pendidikan.Dengan kata lain
pendidikan sebagai media transformasi pengetahuan yang mampu memberikan
nilai-nilai multikultur dengan cara saling menghormati dan menghargai atas adanya
keberagaman, baik dari latar belakang maupun sosio budaya yang melingkupinya.

James Banks dalam Suryana (2015:196) menjelaskan pendidikan multikultural


merupakan suatu kepercayaan dan penjelasan tentang pengakuan dan penilaian
akan keberagaman budaya dan etnis, yang bertujuan mengubah struktur pendidikan
agar para siswa yang berasal dari etnis, ras, dan kultur yang berbeda, laki-laki
maupun perempuan ataupun siswa yang berkebutuhan khusus memiliki hak yang
sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah.

Menurut Ainurrafiq Dawam dalam Sauqi (2008:50), pendidikan multikultural


adalah sebuah proses pengembangan potensi manusia yang menjunjung tinggi
penghormatan dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari
manapun dia datangnya dan berbudaya apapun sebagai konsekuensi keragaman
budaya, etnis, suku, dan aliran (agama).

Menurut Howard (1993) pendidikan multikultural ialah suatu pendidikan yang


dapat memberikan kompetensi multikultural dengan cara menerapkan pendidikan
multikultural sejak dini agar anak mampu menerima dan memahami perbedaan
budaya yang berdampak pada perbedaan usage (cara individu bertingkah laku),
folkways (kebiasaan yang ada di masyarakat), mores (tata kelakuan di masyarakat),
dan customs (adat istiadat suatu komunitas) (Suryana dan H.A Rusdiana,
2015:196).

3
Terdapat beberapa teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan pendidikan
multikultural. Beberapa tokoh perintis teori-teori multikultural (Liliweri, 2005: 71-
80), berikut ini gagasan-gagasan dari teori tersebut :

a. Jean Piaget Piaget menjelaskan bahwa setiap individu tidak hanya memiliki
kemampuan dan pengetahuan, namun harus memiliki rasa empati untuk
mencegah prasangka dan sikap yang tidak baik. Empati merupakan sikap
peduli kepada dirinya dan orang lain.

b. James A. Banks Banks disebut sebagai perintis pendidikan multikultural,


menurutnya hal terpenting pendidikan bukanlah tentang mengjarkan “apa
yang dipikirkan” namun mengajarkan “bagaimana cara berpikir”. Adanya hal
tersebut siswa diharapkan menjadi pemikir kritis dengan berlatar belakang
keterampilan dan pengetahuan. Melalui tulisannya berjudul The Canon
Debat;Knowledge Construction and Multicultural Education, Banks
mengidentifikasi tiga kelompok terpelajar yang berpartisipasi dalam
perdebatan pengetahuan sebagai berikut :

1) Kelompok tradisionalis barat yang percaya bahwa budaya yang paling


dominan itu budaya barat, kaum elite menjadi penguasa sejarah,
kebudayaan maupun kepustakaan, serta mendorong masyarakat untuk
mengakui pengetahuan dan sains itu elitis.

2) Kelompok yang mengagung-agungkan budaya barat secara berlebihan.

3)Kelompok multikultural yang mereformasi pendidikan agar perempuan


dan orang berkulit berwarna memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan pengalaman dan perhatian. Oleh karena itu perlu adanya
keseimbangan antar kurikulum pendidikan dan sistem pendidikan.

c. Judith M. Green Menurut Green, hampir di semua negara memiliki kondisi


multikultural, satu hal yang perlu dicatat untuk hidup dalam masyarakat yang
multikultur harus berinteraksi, berjuang, dan kerjasama antarbudaya.

Pendidikan multikultural secara operasional merupakan program pendidikan


yang menyediakan sumber belajar bagi pembelajar sesuai kebutuhan akademis
maupun sosial anak didik (Suryana, 2015:198). Pendidikan multikultural dimaksud
4
sebagai tanggapan dari perkembangan keberagaman hak setiap kelompok, yang
mana dikembangkan dari berbagai pandangan, prestasi, sejarah, dan perhatian
terhadap orang-orang non-Eropa (Hilliard, 1991-1992). Adapun secara luas
pendidikan multikultural mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-
kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama. Untuk
menjaga keberagaman tersebut, multikulturalisme memuat nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Menurut Nurgiyantoro dan Thobroni (2010:158-167), ada
tujuh nilai yang mencerminkan sikap multikulturalisme. Pemaparannya adalah
sebagai berikut:

a. Solidaritas dan Persaudaraan. Solidaritas sosial dan Persaudaraan sosial


merupakan hal yang penting dalam masyarakat multikultural. Terbangunnya
persaudaraan dan solidaritas sosial dilandasi adanya sikap saling memahami
dan menahan diri apabila terjadi persoalan. Konflik umumnya terjadi diantara
orang atau kelompok bersaudara.

b. Kesetaraan Gender. Keragaman merupakan suatu kekayaan dalam masyarakat


yang perlu didorong dengan tradisi hidup setara, termasuk setara dalam
berbagai peran kehidupan berdasarkan jenis kelamin, fisik maupun sosial.

c. Nilai Kekeluargaan. Masyarakat yang multikultural juga dibentuk oleh


keluarga yang seharusnya memiliki pengetahuan multikultural. Keluarga ini
sendiri juga tidak akan luput dari beragam persoalan, kepentingan, dan
semacamnya meskipun anggotaanggotanya masih memiliki ikatan darah.

d. Penghormatan terhadap Tata Susila Unsur multikulturalisme lain yang dapat


ditemukan dalam cerita ialah perlunya penghormatan terhadap nilai-nilai atau
tata susila yang berkembang ditengah kehidupan masyarakat. Susila berarti
tingkah laku atau kelakuan baik yang harus menjadi pedoman hidup manusia.
Dengan demikian, kesusilaan merupakan suatu keadaan yang dapat
memenuhi kebutuhan anggota masyarakat tanpa melukai kepentingan orang
lain, juga dihadapkan dengan sikap mampu menghormati antar individu.

e. Merasa Cukup dalam Hidup Masyarakat multikultural cenderung berada


dalam kondisi yang stabil, kohesif, hidup yang nyaman dalam dirinya, jika

5
memenuhi syarat tertentu. Syarat tersebut meliputi sebuah struktur yang
didasarkan pada kesepakatan, hak konstitusional yang dapat diterima secara
kolektif, sebuah negara yang adil dan memiliki sebuah kebudayaan umum
yang terbentuk secara multikultur dan pendidikan multikultur, serta
pandangan identitas nasional yang plural dan inklusif. Diantara hal tersebut
tidak ada yang mampu memenuhi dirinya sendiri.

f. Perdagangan Terbuka Kehidupan masyarakat multikultural tidak akan dapat


dibebaskan dari unsur ekonomi, salah satunya tradisi berdagang. Ditengah-
tengah keberagaman masyarakat, mereka yang terlibat dalam kegiatan jual-
beli juga dituntut untuk menghormati dan menghargai keberagaman itu.

g. Berbagi dan Kontrol Kekuasaan Kekuasaan dalam pandangan masyarakat


merupakan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat dari Tuhan kepada
sosok yang dianggap mampu mengembannya. Tujuan dari kekuasaan itu
sendiri adalah untuk memakmurkan dan mensejahterahkan masyarakat baik
lahir maupun batin. Adanya pandangan seperti kekuasaan bukanlah sesuatu
yang perlu diperebutkan karena dianggap sebagai sebuah tanggung jawab
yang mahaberat.

Fokus pendidikan multikultural menurut Tilaar (1999) tidak hanya diarahkan


pada kelompok rasial, agama, dan kultural domain atau mainstream namun, lebih
ditekankan dalam meningkatkan akan sikap toleransi individu dan pemahaman
individu yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang
domain (Suryana, 2015:201).

Pendidikan multikultural memiliki tujuan untuk mereformasi pendekatan


pelajaran dan pembelajaran ke arah memiliki peluang yang sama pada peserta
didik. Menanamkan pemikiran lateral, keanekaragaman, dan keunikan itu dihargai
pada setiap siwa. Adanya hal itu diharapkan mampu merubah sikap, perilaku, dan
nilai-nilai khususnya di sekolah. Ketika siswa berada dalam diantara sesamanya
yang berlatar belakang berbeda harus mampu untuk belajar satu sama lain,
berinteraksi, dan berkomunikasi sehingga dapat menerima perbedaan di antara
mereka sebagai sesuatu yang memperkaya mereka (Suryana, 2015:199).

6
Berdasarkan teori-teori tentang pendidikan multikultural maupun penerapan
pendidikan multikultural oleh beberapa tokoh di atas dapat disederhanakan bahwa
pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan pola pikir manusia
untuk lebih menghargai dan menghormati keberagaman yang ada melalui
pengajaran dan pelatihan agar tumbuh sikap saling toleransi serta menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia dari manapun datangnya dan berbudaya
apapun.

Penerapan pendidikan multikultural dilakukan dengan kesetaraan antara sistem


dan kurikulum pendidikan serta terdapat beberapa program diantaranya adalah
program pembelajaran dan program non-pembelajaran. Program pembelajaran
dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan pendidikan multikultural ke dalam
mata pelajaran, sedangkan program non-pembelajaran dengan cara penerapan
pendidikan multikultural melalui kegiatan ekstrakurikuler, melalui peraturan atau
tata tertib sekolah, dan melalui pembiasaan.

2.2 Pendidikan Multikultural dalam tinjauan didaktik dan metodik

Sebelum kita mengetahui bagaimana tinjauan pendidikan multikultural dalam


tinjauan didaktik dan metodik alangkah baiknya kita harus mengetahui pengertian
didaktik dan metodik. Metode atau metoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu metha
dan hodos. Metha berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara.
Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam bahasa Arab, metode disebut thariqah. Mengajar berarti menyajikan atau
menyampaikan pelajaran. Jadi, metode mengajar berarti suatu cara yang harus
dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran.
(Ghunaimah, 1952: 177).
Metodik dapat pula dibagi kepada dua macam yaitu: (1) metodik umum, dan
(2) metodik khusus. Metodik umum membicarakan cara mengajar pada setiap mata
pelajaran pada umumnya, seperti: cara mengajar Agama, Bahasa, Sejarah, Ilmu
Pengetahuan Alam dan sebagainya. Di dalam ilmu itu dibicarakan juga berbagai
metode mengajar yang dapat digunakan pendidik dalam kegiatan pembelajaran.
Metodik Khusus, membicarakan bagaimana menyajikan bahan pelajaran
tertentu kepada peserta didik tertentu. Misalnya; metodik khusus mengajarkan

7
Agama di SD, berbeda dengan di SLTP, berbeda pula dengan SMA, dan berbeda
lagi dengan di Perguruan Tinggi.
Sedangkan istilah Didaktik berasal dari bahasa Yunani yaitu: didastikas yang
berarti pandai mengajar atau didascein yang berarti mengajar. Dari kata didascein
diistilahkan didaktike techne yang berarti teknik mengajar. Dengan demikian yang
dimaksud dengan didaktik, yaitu ilmu yang membicarakan atau memberikan prinsip
tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran, sehingga dikuasai dan dimiliki
oleh peserta didik. Dengan perkataan lain; ilmu tentang mengajar dan belajar,
tegasnya, suatu ilmu tentang pendidik mengajar dan peserta didik belajar.
Jadi dalam didaktik terkandung dua kegiatan yaitu: kegiatan “mengajar” dan
“belajar". Kegiatan mengajar dipihak pendidik sedangkan kegiatan belajar dipihak
peserta didik. Dengan kegiatan mengajar pendidik yang aktif, sedangkan kegiatan
belajar peserta didik yang aktif.
Didaktik pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, 'yaitu Didaktik
Umum, dan Didaktik Khusus. Didaktik umum memberikan prinsip-prinsip umum
yang berhubungan dengan penyajian bahan pelajaran yakni motivasi, peragaan-
peragaan, minat dan lain-lain agar anak menguasainya. Prinsip-prinsip itu berlaku
bagi semua mata pelajaran, apakah biologi, Pendidikan Agama Islam, psikologi
geografi dan sebagainya. Jadi Didaktik Umum ialah ilmu yang membicarakan
tentang bagaimana proses pembelajaran pada umumnya yang berlaku untuk tiap-
tiap mata pelajaran dan bahan pelajaran. Didaktik Umum ini sering juga disebut
“Ilmu Pengajaran Umum" atau “Ilmu Mengajar secara Umum".
Didaktik Khusus membicarakan tentang cara mengajar bidang studi tertentu di
mana prinsip Didaktik Umum digunakan. Didaktik Khusus perlu sebab setiap mata
pelajaran mempunyai ciri-ciri khas yang berlainan dengan mata pelajaran lainnya.
Didaktik Khusus disebut juga Metodik.
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan berfungsi menanamkan
kesadaran di kalangan generasi muda akan identitas dirinya, identitas kolektifnya,
serta menumbuhkan calon warga negara yang baik dan terpelajar dalam masyarakat
yang homogen ataupun yang majemuk. Sementara itu, guru berfungsi untuk melatih
dan mendisiplinkan pikiran peserta didik, memberikan pendidikan moral dan
agama,

8
Untuk menanamkan pendidikan multikultural, peran guru dan pihak sekolah
sangat diperlukan, antara lain sebagai berikut.
1. Membangun Paradigma Keberagamaan
Guru merupakan faktor penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai
keberagamaan yang inklusif dan moderat di persekolahan. Hal ini disebabkan
guru yang memiliki paradigma pemahaman keberagamaan yang moderat akan
mampu mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagaman kepada
peserta didik di sekolah.
2. Menghargai Keragaman Bahasa
Guru harus memiliki sikap menghargai ”keragaman bahasa” dan
mempraktikkan nilai-nilai tersebut di sekolah sehingga dapat membangun sikap
peserta didik agar mereka selalu menghargai orang lain yang memiliki bahasa,
aksen, dan dialek yang berbeda. Oleh karena itu, guru harus menunjukkan sikap
dan tingkah laku yang selalu menghargai perbedaan bahasa yang ada. Dengan
demikian, diharapkan peserta didik akan mempelajari dan mempraktikkan sikap
yang sama.
3. Membangun Sensitivitas Gender
Dalam pendidikan multikultural, pendidikan memiliki peran yang sangat
strategis untuk membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya
menjunjung tinggi hak-hak perempuan dan membangun sikap anti diskriminasi
terhadap kaum perempuan. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki peran
dalam membangun kesadaran peserta didik terhadap nilai-nilai kesadaran gender
dan sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan di sekolah.
4. Membangun Sikap Kepeduliaan Sosial
Guru dan sekolah memiliki peran terhadap pengembangan sikap peserta
didik untuk peduli dan kritis terhadap segala bentuk ketidakadilan sosial,
ekonomi, dan politik yang ada di dalam ataupun di luar lingkungan sekitarnya.
5. Membangun Sikap Anti Diskriminasi Etnis
Guru berperan sangat penting dalam menumbuhkan sensitivitas anti
diskriminasi terhadap etnis lain di sekolah. Oleh sebab itu, seorang guru dituntut
untuk:

9
a. memiliki pemahaman dan wawasan yang cukup tentang sikap anti
diskriminasi etnis sehingga dapat memberikan contoh secara langsung
melalui sikap dan perilakunya yang tidak memihak atau tidak berlaku
diskriminatif terhadap peserta didik yang memiliki latar belakang etnis
atau ras tertentu;
b. memberikan perlakuan adil terhadap seluruh peserta didik yang ada.
Dengan demikian, diharapkan peserta didik meniru dan berlatih untuk
bersikap dan bertingkah laku adil terhadap teman-temannya yang
berbeda etnis.

6. Membangun Sikap Anti Diskriminasi terhadap Perbedaan Kemampuan


Pada aspek ini guru sebagai penggerak utama kesadaran peserta didik agar
selalu menghindari sikap yang diskriminatif terhadap perbedaan kemampuan
peserta didik, baik di dalam maupun di luar kelas, termasuk di luar sekolah.
Dengan memberikan contoh secara langsung kepada peserta didik diharapkan
peserta didik dapat mencontoh, menerapkan, dan membangun kesadaran untuk
tidak melakukan tindakan yang diskriminatif terhadap mereka yang memiliki
perbedaan kemampuan sehingga dapat saling memahami, menghormati, dan
menghargai.
7. Membangun Sikap Anti Diskriminasi Umur
Sekolah seharusnya menerapkan peraturan yang intinya menyatakan bahwa
segala bentuk diskriminasi terhadap umur tertentu dilarang keras di sekolah dan
mewajibkan kepada peserta didik untuk selalu saling memahami dan
menghormati perbedaan umur yang ada di sekitar mereka. Sekolah sebaiknya
tidak memberikan batasan umur tertentu bagi seseorang yang akan masuk dan
belajar di sekolah tersebut apabila yang bersangkutan memiliki kemampuan dan
kemauan seperti yang telah diatur dalam undang-undang sekolah atau negara.
Guru dituntut memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang
pentingnya sikap yang tidak diskriminatif terhadap orang lain yang berbeda
umur diharapkan dapat mempermudah guru untuk memberikan contoh dan
bimbingan tentang bersikap kepada orang yang berbeda umur. Misalnya, guru

10
harus dapat memberikan perhatian yang sama terhadap peserta didiknya tanpa
harus membedakan anak yang lebih tua dengan yang lebih muda.
Untuk tercapainya tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh beberapa
komponen, seperti tujuan, kurikulum, pendidik, sarana dan prasarana dan
sebagainya. Komponen pendidik misalnya sangat menentukan kualitas hasil dari
proses pembelajaran.
Begitu juga dengan komponen kurikulum, kurikulum menempati peran penting
dan sangat strategis, karena bagaimanapun tercapai tidak tujuan pendidikan, sangat
ditentukan oleh kurikulumnya. Menurut Ronald C. Doll, kurikulum merupakan
pengalaman yang ditawarkan kepada peserta didik di bawah bimbingan dan arahan
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan, implementasi kurikulum
diarahkan kepada pencapaian tujuan. Tujuan dan materi yang hendak dicapai dalam
pendidikan disusun dalam kurikulum.
Banks dalam Suryana (2015:211), menjelaskan empat pendekatan untuk
mengintegrasikan pendidikan multikultural ke dalam kurikulum atau materi
pembelajaran di sekolah, berikut empat pendekatan pendidikan multikultural :

a. Pendekatan Kontribusi (The Contributions Approach) Pendekatan ini


memiliki ciri memasukkan pahlawan/pahlawan dari suku bangsa/etnis dan
benda-benda budaya ke dalam pelajaran yang sesuai.

b. Pendekatan Aditif (Aditif Approach) Pendekatan ini memiliki ciri yaitu


penambahan materi, konsep, tema, perspektif terhadap kurikulum tanpa
mengubah struktur, tujuan, dan karakteristik dasarnya serta dilengkapi dengan
kurikulum tanpa mengubah subtantif, modul, dan buku.

c. Pendekatan Transformasi (The Transformation Approach) Pendekatan


transformasi mengubah pemikiran dasar kurikulum serta menumbuhkan
kompetensi dasar siswa dalam melihat isu, tema, konsep, dan masalah dari
beberapa perspektif dan sudut pandang etnis.

d. Pendekatan Aksi Sosial (The Social Action Approach) Pendekatan yang telah
mencakup semua elemen yang ada pada pendekatan transformasi, namun ada
penambahan komponen yang mempersyaratkan siswa membuat aksi yang
berkaitan dengan konsep, isu, ataupun masalah yang dipelajari.
11
Menurut Bunnet dalam Suryana (2015:273), program pendidikan multikultural
memiliki tiga macam program yang dapat diterapkan oleh sekolah dan masyarakat
secara keseluruhan.

a. Berorientasi pada Materi (Content-Oriented Programs) Pendidikan


multikultural dimasukkan dalam setiap materi yang berkenaan dengan
keberagaman budaya pada kurikulum dan materi pendidikan untuk
meningkatkan pengetahuan siswa tentang keanekaragaman.

b. Berorientasi pada Siswa (Student-Oriented Programs) Program ini tidak


dirancang untuk mengubah kurikulum melainkan membantu siswa dengan
budaya dan bahasa yang berbeda untuk menciptakan perubahan dalam
mainstream pendidikan. Tujuan program ini yaitu meningkatkan prestasi
siswa dalam bidang akademis meskipun terdapat perubahan besar dalam
muatan kurikulum.

c. Berorientasi Sosial (Sosially-Oriented Programs) Berorientasi pada


kehidupan sosial yang berupaya mereformasi pendidikan maupun konteks
politik dan budaya pendidikan yang bertujuan meningkatkan toleransi budaya
dan ras.

Program-program ini tidak hanya dirancang untuk menyatukan dan menstrukkan


kembali sekolah, namun meningkatkan hubungan diantara kelompok ras dan
etniktanpa membedakan perbedaan yang ada dalam setiap individu. Selain
program-program diatas, menurut Arifudin (2007:220) implementasi pendidikan
multikultural dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

a. Implementasi Pendidikan Multikultural yang Diintegrasikan ke dalam Mata


Pelajaran Pendidikan multikultural sebenarnya dalam pelaksanaannya tidak
perlu mengubah kurikulum, pendidikan multikultural dapat terintegrasi pada
mata pelajaran lainnya namun sebaiknya guru memiliki pedoman untuk
menerapkannya. Hal paling utama yang harus diajarkan pada siswa yaitu
mengenai toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi dan saling
menghargai agar menjadi bekal hidup mereka dan sangat penting untuk
tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.

12
b. Implementasi Pendidikan Multikultural Melalui Kegiatan Pengembangan Diri
Adanya pengembangan diri ini memiliki tujuan untuk mengembangkan
potensi siswa dan mengekspresikan diri sesuai kemampuan, bakat dan minat
peserta didik. Ada 2 macam pengembangan diri yaitu :

1. Pengembangan diri terprogram Pendidikan multikultural dalam


pengembangan diri terprogram dapat dilakukan dengan beberapa
kegiatan berikut :

a. Kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler Diantaranya kegiatan


olahraga, pramuka, Osisdan lain-lain yang dapat diikuti siswa yang
berasal dari berbagai etnis dan budaya.

b. Layanan konseling Layanan konseling dalam menjalakan tugas


hendaknya tidak bersikap diskriminatif pada siswa dari manapun
asalnya dan bebrudaya apapun, siswa harus mendapatkan
pelayanan secara optimal, sehingga mencerminkan layanan
konseling multikultural dan sesuai fungsi layanan konseling.

2. Pengembangan diri tidak terprogram Melalui kegiatan pembinaan,


pembiasaan, dan spontanitas seperti siswa yang berjabat tangan
dengan guru maupun siswa dengan siswa lainnya.

c. Implementasi Pendidikan Multikultural Melalui Muatan Lokal Muatan lokal


merupakan mata pelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
satuan pendidikan. Implementasi pendidikan multikultural melalui muatan
lokal dapat dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan kaidah-
kaidah pengembangan muatan lokal.

Implementasi Pendidikan Multikultural Melalui Pendidikan Lingkungan dapat


dimaknai dari kehidupan alam lingkungan seperti oksigen yang dihirup oleh siapa
pun tanpa membedakan suku, ras, budaya, maupun agama. hal tersebut seharusnya
menjadi pelajaran bagi peserta didik sebagai acuan dalam menumbuhkan sikap-
sikap yang mencerminkan pendidikan multikultural.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan multikultural merupakan ide pembaharuan pendidikan yang
berkaitan tentang bagaimana seorang siswa dapat saling menghormati dan
menghargai dari setiap keberagaman dalam merespon demografi dan kultural
secara universal.
Metodik merupakan suatu cara yang harus ditempuh dalam proses
transformasi ilmu kepada siswa agar materi dapat dipahami. Metodik dibagi
menjadi dua yaitu metodik umum dan metodik khusus.
Didaktik berarti mengajar, yaitu proses penyajian bahan pembelajaran
yang harus dilakukan oleh seorang guru. Didaktik dibagi menjadi dua yaitu
didaktik umum dan didaktik khusus.
Peran guru dan pihak sekolah sangat diperlukan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan peserta didik dalam implementasi pendidikan multikultural
seperti: membangun paradigm keberagaman, menghargai keberagaman bahasa,
membangun sensitivitas gender, membangun sikap kepedulian sosial,
membangun sikap anti deskriminasi dari segala segi.

3.2 Saran
Dari pemaparan di atas semoga makalah singkat ini menjadi khazanah
keilmuan khususnya dalam mengatasi perbedaan-perbedaan dan konflik dalam
budaya masyarakat. Sehingga kita menganggap perbedaan yang ada di sekeliling
bukan pemicu permasalahan, akan tetapi pemersatu masyarakat dan keutuhan
bangsa.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arifudin, Lis. 2007. Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah.


INSANIA, (Online), 12 (2):220-233, (http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id) di
akses 20 Oktober 2021
Liliweri, Alo. 2005, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultur, Yogyakarta: LKIS.
Mahfud, Choirul. 2005, Pendidikan Multikultural, Surabaya: Jawa Pos.
Ramayulis. 2014. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Kalam Mulia
Suryana, Yaya. 2015, Pendidikan Mulikultural Suatu Upaya Penguatan Jati Diri
Bangsa Konsep, Prinsip, dan Implementasi, Bandung: CV Pustaka Setia
Tilaar, H.A.R. 2004, Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Masa Depan
dalam Transformasi Pendidikan Nasional , Jakarta: Grasindo.
Tobroni, et al. 2007, Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM, Civil Society,
dan Multikultural. Malang: PuSAPoM
Umar, Bukhari. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah

15

Anda mungkin juga menyukai