Anda di halaman 1dari 20

Hadist-hadist Tentang Tanggung Jawab Orang Tua Dalam

Mendidik Anak

diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Hadist Tarbawi

Dosen Pengampu Dr. H. Tajudin Nur, M.Pd.I

disusun oleh:

Maghfirotul Ghina MR (2110632030004)


Dhemas Fajar Handika (2110632030005)
Siti Muawwanah (2110632030011)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2021 M / 1443 H

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T berkat rahmat, karunia dan kemurahan-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah Hadist Tarbawi yang berjudul Hadist-hadist Tentang
Tanggung Jawab Orangtua Dalam Mendidik Anak ini tepat pada waktunya. Tidak lupa
terimakasih kami ucapkan kepada dosen Hadist Tarbawi bapak Dr. H. Tajudin Nur, M.Pd.I
Makalah Hadist-hadist Tentang Tanggung Jawab Orangtua Dalam Mendidik Anak ini disusun
dari berbagai sumber baik Al-Qur`an, Hadits, dan berbagai buku sehingga menghasilkan
makalah yang in shaa Allah dapat dipertanggungjawabkan isinya. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kritik
dan saran akan kami terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini. Dengan ini
penyusun mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah
SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Karawang, 11 Desember 2021


Penyusun
Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………… 2


Daftar Isi ……………………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………… 4
A. Latar Belakang ……………………………………… 4
B. Rumusan Masalah ……………………………………… 4
C. Tujuan Penulisan ……………………………………… 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Ayat-ayat tentang Tanggung jawab
orang tua terhadap Pendidikan anak ……………………………………….. 6
B. Hadist-hadist tentang tanggung jawab
orang tua terhadap Pendidikan anak ……………………………………….. 6
C. Aspek Yang meliputi Pendidikan anak ……………………………………….. 9
D. Tujuan dari Pendidikan anak dalam Islam ……………………………………….. 14
E. Peranan Dan Fungsi Keluarga ……………………………………….. 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………….. 19
Daftar Pustaka ……………………………………….. 20

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan salah satu tujuan dari suatu pernikahan. Anak adalah amanat dari Allah
SWT. Oleh karena itu, anak harus dijaga dan dididik sesuai ajaran Rasulullah SAW. Kita tidak
boleh salah mendidik anak, karena anak adalah harapan dan cita-cita orang tua. Kebahagiaan
anak adalah kebahagiaan orang tua. Kegiatan pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga,
tidak bisa dilepaskan dari pendidikan sebelumnya yakni dalam kandungan atau sebelum lahir
(Prenatal), sekitar saat kelahiran (Perinatal), saat baru kelahiran (Neonatal), setelah kelahiran
(Postnatal), termasuk pendidikan anak usia dini. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan
pendidikan anak usia dini, merupakan serangkaian yang masih ada keterkaitannya dengan
pendidikan sebelumnya. Sehingga dapat terwujudnya generasi yang unggul, dan pendidikan itu
memang merupakan sebuah kebutuhan dalam kehidupan manusia.

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang digunakan untuk membina manusia dari
kecil sampai mati. Karena pendidikan Islam merupakan pendidikan seumur hidup, maka perlu
dibedakan antara pendidikan orang dewasa dan pendidikan anak-anak. Pendidikan Islam
merupakan pendidikan yang memperhatikan perkembangan jiwa anak. Oleh karena itu, Akhyak
mengatakan dalam bukunya, pendidikan yang tidak berorientasi pada perkembangan kejiwaan
akan mendapatkan hasil yang tidak maksimal, bahkan bisa membawa kepada kefatalan anak,
karena anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan irama dan ritme perkembangan kejiwaan
anak. Masing-masing periode perkembangan anak memiliki tugas-tugas perkembangan yang
harus dipenuhi anak secara baik tanpa ada hambatan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang perlu dilakukan sebelum dan setelah anak dilahirkan di dunia dalam ajaran
Agama Islam?

2. Apa aspek yang meliputi pendidikan anak?

3. Apa tujuan dari pendidikan anak dalam Islam?

4. Bagaimana peran dan fungsi keluarga terhadap pendidikan anak?

4
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui yang perlu dilakukan sebelum dan setelah anak dilahirkan di dunia
dalam ajaran Agama Islam.

2. Untuk mengetahui aspek yang meliputi pendidikan anak.

3. Untuk mengetahui tujuan dari pendidikan anak dalam Islam.

4. Untuk mengetahui peran dan fungsi keluarga terhadap pendidikan anak.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat-Ayat Tentang Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak


 Q.S.al-Tahrim:6

‫ا‬AAَ‫ا َرةُ َعلَ ۡيه‬AA‫ا ٱلنَّاسُ َو ۡٱل ِح َج‬AAَ‫ارا َوقُو ُده‬A ٗ Aَ‫ ُكمۡ َوَأ ۡهلِي ُكمۡ ن‬A‫و ْا َأنفُ َس‬A َ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
ْ Aُ‫ين َءا َمن‬
ٓ Aُ‫وا ق‬A
ٓ
َ ‫ون َما ي ُۡؤ َمر‬
‫ُون‬ َ ‫اد اَّل يَ ۡعص‬ٞ ‫ظ ِش َد‬ٞ ‫َم ٰلَِئ َكةٌ ِغاَل‬
َ ُ‫ُون ٱهَّلل َ َمٓا َأ َم َرهُمۡ َويَ ۡف َعل‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Qs .Lukman ayat 13 dan 16

َ ْ‫ى اَل تُ ْش ِر ْك بِاهّٰلل ِ ۗ اِ َّن ال ِّشر‬


‫ك لَـظُ ْل ٌم َع ِظ ْي ٌم‬ َ َ‫َواِ ْذ ق‬
َّ َ‫ال لُ ْقمٰ ُن اِل ْبنِ ٖه َوهُ َو يَ ِعظُهٗ ٰيبُن‬
“Artinya “ Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi
pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

ِ ْ‫ت اَ ْو فِى ااْل َر‬


‫ض‬ ِ ‫ص ْخ َر ٍة اَ ْو فِى السَّمٰ ٰو‬ َ َ‫ك ِم ْثق‬
َ ‫ال َحبَّ ٍة ِّم ْن َخرْ َد ٍل فَتَ ُك ْن فِ ْي‬ ُ َ‫ي اِنَّهَ ۤا اِ ْن ت‬
َّ َ‫ٰيبُن‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ٌ ‫ت بِهَا ُ ۗ‌ اِ َّن َ لَ ِطي‬
‫ْف َخبِ ْي ٌر‬ ِ ‫يَْأ‬
“Artinya “ (Luqman berkata): "Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan
memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus-lagi Maha teliti.

B. Hadist Tentang Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Anak

ٍ ‫ض َل ِم ْن َأ َد‬
.}‫ب َح َس ٍن‬ َ ‫ { َما نَ َح َل َوالِ ٌد َولَ َدهُ َأ ْف‬:‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم‬
َّ ‫قَا َل النَّبِ ُّي َعلَ ْي ِه ال‬
6
Artinya “ Nabi saw. bersabda, “Tidak ada pemberian seorang ayah untuk anaknya
yang lebih utama dari pada (pendidikan) tata krama yang baik.” Hadis ini
diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi dan imam Al-Hakim dari sahabat Amr bin Sa’id
bin Ash r.a.

.}‫اع‬
ٍ ‫ص‬ َ ‫ص َّد‬
َ ِ‫ق ب‬ ْ ‫ِّب ال َّر ُج ُل َولَ َدهُ َخ ْي ٌر لَهُ ِم ْن‬
َ َ‫أن يَت‬ َّ ‫ال َعلَ ْي ِه ال‬
َ ‫ {أِل ْن يَُؤ د‬:‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم‬ َ َ‫َوق‬
Artinya “ Nabi saw. bersabda, “Seseorang mendidik anaknya itu lebih baik baginya
dari pada ia menshadaqahkan (setiap hari) satu sha’.” Hadis ini diriwayatkan oleh
imam At-Tirmidzi dari sahabat Jabir bin Samurah r.a.

.} ‫ { أ ْك ِر ُم ْوا َأ ْواَل َد ُك ْم فَِإ َّن َك َرا َمةَ اَأْل ْواَل ِد ِس ْت ٌر ِم َن النَّار‬:‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم‬
َّ ‫ال َعلَ ْي ِه ال‬
َ َ‫َوق‬
Artinya “ Nabi saw. bersabda, “Muliakanlah anak-anak kalian karena sungguh
memuliakan anak-anak itu dapat menjadi penghalang dari api neraka.”

Banyak hadits yang mengisyaratkan tentang tanggung jawab orang tua terhadap
pendidikan anaknya, walaupun tidak secara langsung. Hadits tersebut dapat berupa hadits
tentang pengajaran orang tua kepada anaknya tentang tauhid, tentang shalat dan lain sebagainya.
Sejak hari pertama kelahiran anak, dianjurkan kepada setiap muslim untuk segera memberikan
ucapan selamat kepada seorang muslim yang melahirkan seorang anak, hal ini dilakukan untuk
mempererat ikatan persaudaraan dan kecintaan antar keluarga muslim. Dalam rangka
menanamkan aqidah kepada anak, pertama kali yang dilakukan oleh orang tua mengajarkan
kalimat syahadat kepada anak, dengan memperdengarkan kalimat tersebut kepada anak. Maka
sebagai orang tua yang bijaksana dan mempunyai pengetahuan yang tinggi harus mengerti hal
tersebut selain mampu mengajari anaknya untuk berpikir dan memberikan yang terbaik .
Diantara Pendidikan Orang tua terhadap anaknya antara lain
1. Mendidik Anak untuk Sholat

ًّ ‫ُمرُوا ُأ ْوالَ َد ُك ْم بِال‬


‫ َواضْ ِر بُوهُ ْم َعلَ ْيهَا َوهُ ْم َأ ْبنَا ُء َع ْش ِر‬،‫صالَ ِة َوهُ ْم َأ ْبنَا ُء َسب ِْع ِسنِي َْن‬
A‫اج ِع‬
ِ ‫ض‬َ ‫ َوفَ ِّرقُوا بَ ْينَهُ ْم فِي ْال َم‬،‫ ِسنِي َْن‬.
Artinya: “Suruhlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat pada usia tujuh tahun, dan
pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya pada usia sepuluh tahun, serta pisahkanlah
tempat tidur mereka.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad (II/ 180, 187), Abu Dawud (no.
495), Al-Hakim (I/197), Al-Baihaqi (III/84), Ibnu Abi Syaibah (no. 3482), Ad-Daruquthni

7
(I/230), Al-Khathib (II/278), dan Al-‘Uqaili (II/167), dari ‘Abdullah bin ‘Amr
radhiyallahu’anhuma.

2. Mendidik Anak sesuai zamanya

ٍ ُ‫ان ْال ُمْؤ ِم ِن يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة ِم ْن ُخل‬


‫ق َح َس ٍن‬ ِ ‫ َما َش ْي ٌء َأ ْثقَ ُل فِي ِمي َْز‬.
“Tidak ada sesuatupun yang paling berat dalam timbangan seorang Mukmin pada hari Kiamat
nanti dari pada akhlak mulia.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (IV/2002) dan
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ (no. 5632), dari Abud Darda’
radhiyallahu’anhu]

ِ َ‫صالِ َح اَأْل ْخال‬


‫ق‬ َ ‫ت َأِل تَ ِّم َم‬
ُ ‫ ِإنَّ َما بُ ِع ْث‬.
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia ” [Hadits shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 273), Ahmad (III/381), dan Al-Hakim
(II/613), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad
Syakir dalam syarahnya untuk Al-Musnad (XVII/79, no. 8939), dan dishahihkan pula oleh
Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Adabul Mufrad (no. 207) dan Silsilah Al-Ahadits Ash-
Shahihah (no. 45)].

C. Yang perlu dilakukan sebelum dan setelah anak dilahirkan

Yang Perlu Dilakukan Sebelum dan Setelah Anak Dilahirkan Di Dunia Dalam Ajaran
Agama Islam Hampir dapat dipastikan bahkan semua orang yang memiliki anak, baik laki-
laki maupun perempuan berkeinginan agar anaknya kelak menjadi orang yang shaleh dan
berbakti kepada kedua orang tuanya serta nantinya dapat hidup bahagia, baik di dunia maupun
di akhirat kelak. Untuk dapat terpenuhi cita-citanya itu, orang tua tidak segan-segan
mengeluarkan dana sebesar apapun untuk biaya pendidikan anak-anaknya. Disamping itu,
orang tua melakukan berbagai usaha, baik secara lahiriyah maupun batiniyah guna
tercapainya cita-cita tersebut. Hal itu dilakukan karena orang tua menyadari bahwa mengasuh
dan membimbing anak merupakan kewajiban dan tanggung jawabnya. Ia juga menyadari
anak adalah bagian dari kulit dagingnya sendiri serta sambungan sejarah hidupnya. Baik atau
buruknya kehidupan anak selalu dikaitkan dengan kehidupan orang tuanya. Maka diharapkan
cita-cita mereka dapat tercapai. Namun disisi lain didapati kenyataan bahwa banyak orang
yang bekerja keras siang dan malam, berusaha lahir dan batin, mengeluarkan dana tidak
sedikit sampai menghabiskan pekarangan, sawah, ladang dan lain sebagainya. Namun usaha

8
yang mereka lakukan tidak membawa hasil atau gagal. Kegagalan ini di akibatkan oleh
adanya ketidaktahuan tentang bagaimana cara mendidik anak yang tepat, materi dan metode
mana yang harus dipilih dalam membimbing anan-anak mereka, berapa lama bimbingan itu
diberikan kepada mereka dan lain sebagainya.

D. Aspek Yang Meliputi Pendidikan Anak

1. Pendidikan Anak Prenatal

Pengertian pendidikan secara etimologis sebagaimana di ungkapkan Anton M.


Moeliono dkk, pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan latihan.

2. Sedangkan secara terminologis, Soegarda Poerbakawatja

mendifinisikan pendidikan sebagai: “perubahan atau usaha dari generasi tua untuk
mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta keterampilannya
kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya
baik jasmani atau rohaninya”. Adapun anak prenatal anak yang masih dalam kandungan
seorang Ibu. Dengan demikian yang dimaksud pendidikan anak prenatal adalah pendidikan
yang diberikan kepada anak yang dalam kandungan, yang berupa do’a, perbuatan, motivasi
dan lainnya guna mempengaruhinya dan agar ia mengikutinya sebagaimana yang
diinginkan oleh pendidik. Para ahli prenatal menyatakan bahwa anak yang masih dalam
kandungan terutama berumur 5 bulan atau 20 minggu itu sudah memiliki kemampuan
merasakan stimulus yang ada diluar.1 Jadi, tugas pendidik utama adalah kedua orang tua
(bapak ibu), sedang anggota yang lain membantu agar pelaksanakan pendidikan ini
berlangsung dengan baik. seluruh anggota keluarga supaya menciptakan suasana yang
sejuk, damai, tentram dan penuh kasih sayang. Semuanya dikonsentrasikan untuk
menciptakan suasana kondusif agar bayi dalam kandungan menerima respons positif dan
maksimal. Sehubungan dengan hal itu, maka islam melarang berbuat keributan selama ibu
mengandung. sebab hal itu akan berpengaruh negatif terhadap anak dalam kandungan.
Rasulullah SAW bersabda:

1
Dra Hj. Nur Uhbiyati, M.Pd., Long Life Education: Pendidikan Anak Sejak dalam Kandungan Sampai Lansia,
(Semarang: Walisongo Press, 2009), halm. 6-7

9
‫ط ِن ُأ ِّم ِه ) رواه مسلم‬
ْ َ‫ى ِم ْن َشقِ َى فِى ب‬
ُ ِ‫)ال َشق‬

“Orang yang celaka adalah yang telah (menderita) celaka dalam perut ibunya” HR.Muslim

Hukum Mendidik Anak Prenatal untuk mendapatkan ketentuan hukum mendidik


anak prenatal atau anak di dalam kandungan ini adalah dengan mengutip ayat al Quran dan
hadits Nabi Muhammad SAW dan atsar sahabat.2

Rasulullah juga bersabda:


A‫)ثقى بالمرء إنما أن يضيع من يقوث ) رواه ابوداوود‬

“Cukuplah besarnya doa seorang jika ia menyia-nyiakan (pendidikan) orang yang menjadi
tanggung jawabanya (keluarganya).” (HR. Abu Dawud)

Dari ayat al Quran dan hadits nabi Muhammad saw diatas dapat disimpulkan bahwa
hukum mendidik anak termasuk usia pre natal adalah wajib bagi kedua orang tuanya.
Kesimpulan hukum wajib ini ditunjukkan oleh kata perintah dalam al-Quran surat at
Tahrim ayat 6 dan dhohir hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim, Imam Abu Dawud
diatas. Mendidik anak, disamping kewajiban orang tua juga kelak setelah tua dan lemah ia
akan memperoleh buahnya berupa pertolongan dan kebaikan dari anaknya. 3 Berdasarkan
kajian perkembangan manusia, kualitas seseorang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan
lingkungan. Faktor bawaan harus diterima apa adanya. Artinya, anak lahir sudah membawa
bekal sebagai potensi yang siap dikembangakan. Lingkungan menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi perkembangan anak. menurut Samples, pada saat lahir otak bayi
belum sempurna, tetapi sudah mengandung jaringan saraf sekitar 100 milyar sel saraf aktif
yang siap melakukan sambungan antar sel. Perkembangannya menjadi sempurna melalui
pengalaman dari hari ke hari. Sambungan itu harus diperkuat melalui berbagai rangsangan
yang membentuk pengalaman belajar. Bila tidak memperoleh rangsangan yang tidak tepat
maka otak tidak akan berkembangan maksimal atau tidak berfungsi maksimal. Peran
lingkungan termasuk TK, RA atau yang lainnya dalam memberi pengalaman sangat
diperlukan anak.4
2
Dra Hj. Nur Uhbiyati, M.Pd., Long Life Education: Pendidikan Anak Sejak dalam Kandungan Sampai Lansia,
(Semarang: Walisongo Press, 2009), halm. 12
3
Dra Hj. Nur Uhbiyati, M.Pd., Long Life Education: Pendidikan Anak Sejak dalam Kandungan Sampai Lansia,
(Semarang: Walisongo Press, 2009), halm. 9
4
Dr. Anita Yus, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak, (Jakarta:Kencana,2011) hal18-19

10
Aqiqah Akikah (bahasa Arab: ‫عقيقنننة‬, transliterasi: Aqiqah) yang berarti memutus
dan melubangi. Adapun maknanya secara syari’at adalah hewan yang disembelih untuk
menebus bayi yang dilahirkan. Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah
sunah muakkadah, dan ini adalah pendapat Jumhur Ulama, berdasarkan anjuran Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam dan praktik langsung beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam.
“Bersama anak laki-laki ada akikah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah
(sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad,
Al Bukhari dan Ashhabus Sunan). Hewan yang dipotong untuk aqiqah adalah kambing.
Hal ini sesuai hadits Nabi “Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih
(kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki laki dua kambing
yang sama dan untuk perempuan satu kambing.” [HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ahmad]

ِ ‫ {ِإ َّن فِى ْال َجنَّ ِة َدارًا يُقَا ُل لَهَا َدا ُر ْالفَ َر‬:‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم‬
‫ح اَل يَ ْد ُخلُهَا ِإالَّ َم ْن‬ َّ ‫ال َعلَ ْي ِه ال‬
َ َ‫َوق‬
.}‫ان‬ َ ‫فَر‬
َ َ‫َّح الصِّ ْبي‬
Nabi saw. bersabda, “Sungguh di dalam surga itu ada rumah yang disebut rumah
kebahagiaan yang tidak dimasuki kecuali orang yang membahagiakan anak-anak kecil.”
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Abu Ya’la dari sayyidah Aisyah r.a.

a. Memberi nama yang baik

Sudah menjadi fitrah manusia, jika sang bayi lahir, orang tua ingin memberi nama
anak dengan nama yang baik. Nama memang sangat berarti, bahkan sebagian ulama
mengatakan bahwa nama adalah lambang kepribadian anak. Oleh karena itu, orang tua
ketika memilih nama yang baik untuk anaknya hendaknya bukan hanya yang enak
didengar, tetapi juga yang baik artinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda di atas mimbar: ‘Sebuah suku bernama Ghifar, semoga ‘ghafar-allaahu lahaa‘
(Allah mengampuninya); Aslam, semoga ‘saalamahallaahu‘ (Allah menyelamatkannya);
dan Ushayyah, mereka benar-benar ashatillaaha wa rasuulah” (durhaka kepada Allah dan
rasulNya).” (HR. al-Bukhari 3251) Memberi nama hendaknya tidak dari nama-nama Allah,
tidak meniru nama orang kafir dan pelaku maksiat, boleh memberi nama seperti nama para
utusan Allah, nama para sahabat beliau, atau nama ulama sunnah. Rasulullah shallallahu

11
‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka itu memberi nama dengan nama nabi-nabi mereka
dan orangorang shalih sebelum mereka.” (HR. Muslim 5721) Orang tua boleh memberi
julukan kepada anaknya, seperti diawali dengan kata Abu untuk anak laki-laki, atau Ummu
untuk anak perempuan, tetapi jangan dijuluki Abu al-Qasim karena julukan ini khusus
untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada suatu hari, beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah memanggil seorang anak kecil, “Wahai Abu Umair, apa yang diperbuat
oleh burung kecil ini?” Beliau juga pernah menjumpai anak perempuan yang masih kecil,
lalu memanggilnya, “Wahai Ummu Kholid, bagus sekali baju ini!” Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Abu al-Qasim shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Berilah nama dengan namaku, dan jangan kalian beri julukan dengan julukanku (yakni
Abu al-Qasim). “(HR. al-Bukhari 5720) Memberi nama boleh pada saat anak baru lahir,
atau mempersiapkan nama sebelum anak lahir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Malam itu aku dikaruniai anak, lalu aku beri nama dengan nama ayahku (ayah
kerasulan), yakni Ibrahim.” (HR. Muslim 7/76)

b. Mencukur rambut bayi

Hadits di atas menjelaskan bahwa bila anak sudah berumur tujuh hari, sebaiknya
rambutnya dicukur habis, karena inilah anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun kebiasaan sebagian orang yang menyisakan rambut depannya atau hanya
mencukur 6 samping kanan dan kiri serta belakang, maka hukumnya haram. Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhuma, berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang al-Qaza’,
yaitu mencukur rambut anak dan menyisakan sebagian rambutnya. (HR. Muslim 6/168)
Diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam kitabnya al-Muwaththo’, Imam Baihaqi dan
Imam Ahmad dan ahli hadits lainnya, bahwa ketika Fatimah binti Rasulillah shallallahu
‘alaihi wa sallam melahirkan Hasan radhiyallahu ‘anhu, beliau menyuruh Fatimah:
“Cukurlah rambutnya, dan bersedekahlah seberat timbangannya berupa perak kepada
sahabat suffah, atau berikan kepada orang miskin.” (Imam al-Albani berkata bahwa
sanadnya hasan, dan diriwayatkan oleh Imam at-Thabrani di dalam kitabnya al-Mu’jam al-
Kabiir hadits hasan (Silsilah adh-Dha’iifah 11/173) Tetapi sebagian ulama melemahkan
hadits ini, karena ada beberapa perawi hadits yang lemah. Wallahu a’lam.

12
c. Khitan

Orang tua wajib mengkhitan putranya dan disunnahkan untuk anak putrinya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“(Sunnah) fitrah itu ada lima: khitan, mencukur bulu
kemaluan, mencabut bulu ketiak, mencukur kumis dan memotong kuku.”(HR. alBukhari
5823) Ada yang berpendapat bahwa anak perempuan hendaknya dikhitan, berdasarkan
keumuman hadits di atas. Sedangkan hadits - hadits yang secara khusus menjelaskan
disyariatkannya khitan untuk anak perempuan, semuanya dhaif (lemah) sehingga tidak bisa
dijadikan dasar dan pegangan. Oleh karena itulah ulama menjelaskan bahwa khitan untuk
anak laki-laki hukumnya wajib, sedangkan. untuk anak perempuan hukumnya sunnah, dan
masih banyak pula pendapat yang lain. (Fiqhu Tarbiyatil Abnaa’1 /61) Mengkhitan anak
sebaiknya ketika masih kecil, karena anak kecil belum punya rasa malu, kita tidak dilarang
melihat auratnya, dan bisa memperingan rasa sakitnya. Berbeda ketika dia sudah besar,
yang biasanya anak akan merasa malu, takut, dan rasa sakitnya tentu lebih berat.8

3. Pendidikan Anak Dalam Islam

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberi awalan “pe” dan akhiran “an”,
mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal
dari bahasa Yunani yaitu “Paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada
anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education”
yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini sering
diterjemahkan dengan “Tarbiyah” yang berarti pendidikan. Sedangkan pengertian anak
dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu: “(1) keturunan, (2) manusia yang masih kecil.
Maka pendidikan tidaklah semata-mata kita menyekolahkan anak ke sekolah untuk
menimba ilmu pengetahuan, namun lebih luas dari itu. Seorang anak akan tumbuh
kembang dan baik manakala ia memperoleh pendidikan yang sempurna (komprehensif),
agar kelak ia menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama.
Anak yang demikian ini adalah anak yang sehat dalam arti luas, yaitu sehat fisik, mental-
intelektual, mental sosial dan mental spiritual. Pendidikan itu sendiri sudah harus dilakukan
sedini mungkin di rumah maupun di luar rumah, formal di institut pendidikan dan non
formal di masyarakat. Sedangkan pengertian Islam itu sendiri yaitu “Agama yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci AlQur’an yang diturunkan ke

13
dunia melalui wahyu Allah SWT. Agama islam merupakan sistem tata kehidupan yang
pasti bisa menjadikan manusia damai, bahagia dan sejahtera. Sedangkan menurut Zakiah
Daradjat pendidikan anak dalam Islam adalah lembaga pendidikan yang melaksanakan
pembinaan pendidikan secara Islami dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana.
Guru-guru yang melaksanakan tugas pembinaan, pendidikan dan pengajaran tersebut
adalah orang-orang yang telah dibekali dengan pengetahuan tentang anak didik dan
memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas kependidikan. Karena sesungguhnya
pendidikan adalah masalah penting yang aktual sepanjang zaman. Karena pendidikan
orang menjadi maju. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi orang mampu
mengolah alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Islam mewajibkan setiap
orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu dan dianjurkan untuk belajar
sejak dari buaian sampai keliang lahat. Pendidikan agama Islam sangat penting bagi
kehidupan manusia, terutama dalam mencapai ketentraman batin dan kesehatan mental
pada umumnya. Tidak diragukan lagi, bahwa agama Islam merupakan bimbingan hidup
yang paling baik, pencegah perbuatan salah dan mungkar yang paling ampuh, pengendali
moral yang paling utama. Sebab agama bukan ibadah saja, agama mengatur seluruh segi
kehidupan, semua penampilan ibu dan bapak dalam kehidupan sehari-hari disaksikan dan
dialami oleh anak bernafaskan agama, disamping latihan dan pembiasan tentang agama,
perlu dilaksanakan sejak si anak masih balita, sesuai pertumbuhan dan perkembangan
jiwanya. Anak mengenal Tuhan melalui ucapan ibunya waktu ia masih kecil. Apapun yang
dikatakan ibunya tentang Tuhan akan diterimanya dan dibawanya sampai dewasa.
Pendidikan anak perlu diperhatikan jika kita bersalah dalam mendidik anak, maka
bahayanya tidak menimpa anak itu saja, akan tetapi mengenai banyak orang, masyarakat,
bahkan mungkin berpengaruh terhadap generasi berikutnya. Karena itu pendidikan Islam
memberikan bimbingan dan petunjuk kepada semua penanggung jawab dan penyelenggara
pendidikan, baik didalam keluarga, sekolah dan di masyarakat. Jadi pendidikan anak dalam
Islam yaitu usaha berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak jika
selesai pendidikanya dapat memahami, mengerti dan mengamalkan agama Islam serta
menjadikannya sebagai jalan kehidupan baik pribadi mampu kehidupan masyarakat.

E. Tujuan dari Pendidikan Anak Dalam Islam

14
Tujuan umum pendidikan Islam mempunyai karakteristik yang berhubungan dengan
persiapannya dalam kehidupan didunia dan kehidupan di akherat kelak yang abadi. Jamil
Shaliba dengan jelas mengatakan: “Sebagian ayat-ayat Al-Qur’an yang didasarkan pada
AlQur’an dan Hadits memberi indikasi, bahwa tujuan pendidikan adalah
mengejawantahkan realisasi kebahagiaan hidup didunia ini dan dunia yang akan datang”. 5
Salah satu karakteristik dari tujuan umum adalah yang sering kali diterjemahkan dengan
tingkah laku lahir. Orang beriman kepada Allah akan berikhtiar keras merefleksikan
keimanannya di dalam tingkah laku lahir. Tidak mengherankan apabila orang – orang
beriman disamping beriman kepada yang ghaib mereka berusaha sekuat tenaga bertujuan
kepada Allah, mereka ikut serta dalam pengajaran-pengajaran yang diikuti dengan
kesabaran dan kebenaran (tingkah laku yang tidak menyimpang). 6 Menurut Rifa'atul
Mahmudah ada 3 hal tujuan pendidikan anak dalam Islam yaitu: 1. Anak sebagai penerus
perjuangan tiap manusia mengemban "misi", manusia harus jadi "khalifah" di muka bumi
ini. Tugasnya mengarahkan manusia untuk "ibadah kepada Allah" dan mengelola alam
sekitarnya sehingga memberi iklim yang kondusif (mendukung) untuk "ibadah".
Perjuangan itu harus dilakukan terus menerus, dilakukan kesinambungan, dari satu
generasi ke generasi lainnya. Orang tua sejak dini harus mempersiapkan anak untuk jadi
generasi lainnya. Orang tua sejak dini harus mempersiapkan anak untuk jadi penerus
"kekhalifahan", karena pada saatnya kelak ia harus tampil di permukaan mengganti
generasi tua. 2. Anak adalah amanah dan fitrah. Tiap manusia adalah pemimpin, dan ia
akan dimintai pertanggung jawaban terhadap yang dipimpinnya. Tiap orang tua akan
diminta tanggung jawab tentang anak-anaknya.

Orang tua bisa terangkat harkat dan martabatnya di dunia, juga menikmati kebahagiaan
akhirat, jika ternyata anak-anaknya baik. “ada tidak amalan yang tidak putus-putus
pahalanya walaupun seseorang telah meninggal” begitu sabda Nabi, satu diantaranya,
anak-anak shaleh yang mendo'akan orang tuanya. Tapi bisa juga sebaliknya, orang tua
hancur namanya, bangkrut usahanya, karena ulah perbuatan anaknya. Dan di akhirat
kecuali ia harus menanggung dosa sendiri, kesalahannya mendidik anak juga harus

5
Dr. Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori –Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: PT RINEKA
CIPTA), Halm. 156
6
Dr. Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori –Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: PT RINEKA
CIPTA), Halm. 157

15
ditanggungnya. 3. Anak jadi pengikat tali kasih sayang. Cinta yang menggebu yang
membuat lelaki-wanita sepakat memasuki pernikahan kadang tidak lestari, bahkan bisa
hilang sama sekali dilanda kebosanan. Jika sudah demikian, segala hal sudah terjadi,
masing-masing mencoba berpaling mencari kemungkinan lain kasus penyelewengan suami
atau istri sering bermula dari lunturnya cinta dan munculnya kebosanan. Berdasarkan
uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa pendidikan Islam mempunyai tujuan yang luas
dan dalam, seluas dan sedalam kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk individu dan
sebagai makhluk sosial yang menghamba kepada khaliknya yang dijiwai oleh nilai-nilai
ajaran agama. Oleh karena itu, pendidikan Islam bertujuan untuk menumbuhkan pola
kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran,
perasaan dan indera pendidikan ini harus melayani petumbuhan manusia dalam semua
aspek, baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, maupun aspek ilmiah, (secara
perorangan, maupun secara berkelompok), dan pendidikan ini mendorong aspek tersebut
ke arah keutamaan serta pencapaian kesempurnaan hidup.

F. Peranan dan Fungsi Keluarga Terhadap Pendidikan Anak

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan


masyarakat Islam maupun merupakan tempat pertumbuhan anak non-Islam. Karena
keluarga yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada
masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun
pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang
ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau
berubah sudahnya. Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan
masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat
pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya. Musuh-
musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-
segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala
usaha untuk mencapai tujuan itu. Sarana yang mereka gunakan antara lain:

1. Merusak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggalkan


tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi.

16
2. Merusak generasi muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan
yang jauh dari keluarga, agar mudah dirusak nantinya.

3. Merusak masyarakat dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran, sehingga


keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.

Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui
keluarga.
membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: "Ketahuilah,
bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci
merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan
apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan
diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang
tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan
kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan
binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia
memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari
teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula
menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari
hal tersebut bila dewasa."

Fungsi peran keluarga dalam pembetukan diri anak di rumah:

1. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak,

2. Menjamin kehidupan emosional anak,

3. Memberikan dasar pendidikan social,

4. Meletakkan dasar pendidikan agama,

5. Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak,

6. Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan


ketrampilan yang berguna bagi kehidupan kelak sehingga ia mampu menjadi manusia
dewasa yang mandiri,

17
7. Menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman dan antusias melaksanakan
proses belajar yang lengkap,

8. Memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan diajarkan pengertian mengenai


takwa kepada Tuhan YME yang merupakan tujuan akhir manusia Untuk dapat
menjalankan fungsinya dan menunjukkan peran keluarga terhadap anak, secara
maksimal, orang tua tentu harus mempunyai kualitas diri yang juga memadai. Hal ini
sangat penting agar anak-anak bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan.

Pada dasarnya, orang tua haruslah memahami peran dan hakikatnya sebagai orang
tua dalam membesarkan anak-anaknya. Termasuk di dalamnya yaitu membekali diri
dengan ilmu. Ilmu tersebut mencakup beberapa macam, yaitu ilmu tentang pola
pengasuhan yang sesuai, tentang pendidikan bagi anak, dan ilmu perihal tumbuh kembang
anak. Bentuk pendampingan orang tua dalam proses pendidikan anak diwujudkan dalam
cara-cara orang tua mendidik anak mereka. Hal inilah yang disebut sebagai pola asuh.
Tentunya, setiap orang tua akan berusaha untuk menggunakan cara-cara terbaik dan
menurut mereka pantas untuk mendidik anak. Dalam hal ini jelas bahwa salah satu
kewajiban orang tua adalah menemukan pola pendidikan yang terbaik. Orang tua tentulah
harus mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang
tepat dalam mendidik anak. Peran Orang tua terhadap anak sangat besar karena waktu
banyak dihabiskan bersama orang tua di rumah maka dari itu orang tua perlu berperan aktif
untuk perkembangan anak dari masa kemasa hingga anak sudah dewasa dan menjadi
pribadi yang bijaksana. Orang tua pun juga perlu bijak dalam memilih pola didik, jangan
terlalu dimanjakam tapi juga jangan terlalu otoriter.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tugas utama pendidik adalah kedua orang tua (bapak ibu), sedang anggota yang lain
membantu agar pelaksanakan pendidikan ini berlangsung dengan baik. Seluruh anggota
keluarga supaya menciptakan suasana yang sejuk, damai, tentram dan penuh kasih sayang.
Semuanya dikonsentrasikan untuk menciptakan suasana kondusif agar bayi dalam
kandungan menerima respons positif dan maksimal. Tujuan umum pendidikan Islam
mempunyai karakteristik yang berhubungan dengan persiapannya dalam kehidupan
didunia dan kehidupan diakherat kelak yang abadi. Jamil Shaliba dengan jelas mengatakan:
“Sebagian ayat-ayat Al-Qur’an yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits memberi
indikasi, bahwa tujuan pendidikan adalah mengejawantahkan realisasi kebahagiaan hidup
didunia ini dan dunia yang akan datang”. Keluarga mempunyai peranan penting dalam
pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karerena
keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan
pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam
pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama sekolah).

19
DAFTAR PUSTAKA

Saleh Abdullah, Abdurrahman. Teori –Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: PT


RINEKA CIPTA).
Uhbiyati Nur, Long Life Education: Pendidikan Anak Sejak dalam Kandungan Sampai Lansia,
(Semarang: Walisongo Press, 2009).
Yus, Anita, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak, (Jakarta:
Kencana,2011).
Alimuddin, Pendidikan Islam Solusi Problematiaka Modern, Yayasan PENA Banda Aceh: 2007
Arifin, Muzayin. Pendidikan Islam dalam Arus Minamika masyarakat, Jakarta: PT. Golden
Terayon, 1991
Ulwan, Abdullah Nasih. Pendidikan Anak Dalam Islam, pentj. Jamaluddin Miri, Jakarta: Pustaka
Amani, 2002
Tim Penulis, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1991
http://uripsantoso.wordpress.com/2009/04/26/kewajiban-orang-tua-terhadap-anak/

20

Anda mungkin juga menyukai