Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah tafsir dan hadis tarbawi
Oleh Kelompok 9:
DOSEN PENGAMPU:
1445 H/ 2023 M
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Tafsir dan
Hadis Tarbawi sebagai bagian dari pembelajaran dalam pemahaman Al-Qur'an
dan Hadis sebagai sumber ajaran Islam. Tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah untuk menggali pemahaman lebih dalam tentang Pengaruh Lingkungan
Pendidikan. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan
dukungan dari berbagai pihak, terutama Bapak R. Cecep Romli, M.A. sebagai
dosen mata kuliah Tafsir dan Hadis Tarbawi. Penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengaruh Lingkungan Perspektif Al Qur’an ...............................................3
B. Pengaruh Lingkungan Perspektif Hadis ................................................... .13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. .17
B. Saran ........................................................................................................ .17
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Penjelasan Al-qur’an tentang pengaruh lingkungan pendidikan?
2. Bagaimana penjelasan hadis tentang pengaruh lingkungan pendidikan?
1
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian
makalah ini sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan pengaruh lingkungan pendidikan dalam tinjauan Al-
qur’an.
2. Menjelaskan tujuan pengaruh lingkungan pendidikan dalam tinjauan
hadis
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Mengapa yang ditanyakan adalah kehadiran mereka pada saat-saat
kedatangan tanda-tanda kematian? Karena ketika itulah saat-saat terakhir
dalam hidup. Itulah saat perpisahan, sehingga tidak ada wasiat lain
sesudahnya, dan saat itulah biasanya dan hendaknya wasiat penting
disampaikan. Ya’qub adalah putra Nabi Ishaq as. Dia digelar Isra’il dan ialah
kakek Bnai Isra’il. Beliau wafat tahun 989 SM dan dikuburkan bersama
kakeknya Nabi Ibrahim as. Dan hanya Ishaq di al-Khalil, tepi barat sungai
Yordan.
4
Asbabun al-nuzul dalam ayat ini masih bertautan dengan ayat yang
dibelakangnya yakni ayat 130 yang diriwayatkan bahwa Abdullah bin salam
menyeru dua orang ponakannya segera masuk islam yaitu salamah dan
muhajir. Abdullah berkata “kalian telah mengetahui bahwa Allah taala telah
berfirman dalam taurat bahwa ia akan membangkitkan dari anak cucu ismail
seorang nabi yang bernama Muhammad. Barang siapa yang beriman
kepadanya maka ia telah memperoleh petunjuk dan berada dalam kebenaran.
Sebaliknya yang tidak beriman, maka ia akan menjadi orang terkutuk. Maka
salah pun masuk islam, sebaliknya muhajir menolak dan turun lah ayat 130-
134 ( huseini, 2021:207). Surat ta-ha 132:ۡ
5
sholat secara baik dab bersinambung setiap waktunya dan bersungguh-
sungguhlah engkau wahai Nabi Muhammad dalam bersabar atasnya, yakni
dalam melaksanakannya. Kami tidak membebanimu untuk menanggung
rezeki dengan perintah sholat ini, atau kami tidak membebanimu untuk
menanggung rezeki bagi dirimu atau keluargamu, kami-lah yang memberi
jaminan rezeki kepadamu. Dan kesudahan yang baik di dunia dan di akhirat
adalah bagi orang-orang yang menghiasi dirinya dengan ketakwaan.
Kata ahlaka keluarga jika ditinjau dari masa turunnya ini, maka ia
hanya terbatas pada istri beliau Khadijah ra. Dan beberapa putra beliau
bersama bersama Ali Ibn Abi Thalib ra. Yang beliau pelihara sepeninggal
Abu Thalib. Tetapi bila dilihat dari penggunaan kata akhlaka yang dapat
mencangkup keluarga besar, lalu menyadari bahwa perintah tersebut berlanjut
sepnjang hayat, maka ia dapat mencangkup keluarga besar Nabi Muhammad
saw., termasuk semua istri dan anak cucu beliau. Putra kandung, Nabi nuh
as., tidak dinilain Allah sebagai keluarga beliau dengan alasan dia tidak
beramal saleh.
Dengan demikian, semua yang beramal saleh dapat dinilai termasuk
keluarga beliau dan karena itu pula, Salman al-farisi yang tidak memiliki
hubungan darah dengan Nabi Muhammad saw. Bahkan bukan oarang Arab,
tetapi dari persia, dijadikan Nabi Muhammad saw. Sebagai keluarga dengan
sabdanya:”Salman dari (keluarga) kita, ahl al-Bait.” Ini karena keimanan dan
kesalehan beliau. `Ayat di atas mengandung nilai-nilai yang cukup tinggi
yang ditanamkan di keluarga muslim. Nilai-nilai tersebut merupakan isi
kandungan materi yang disampaikan orang tua kepada anak-anaknya yang
terdiri atas:
a. Penanam aqidah berupa tauhid kepada Allah.
b. Pemantapan ibadah, salah satu diantaranya ialah sholat. Sholat saran
berkomunikasi dengan Allah dapat memberikan kemampuan
menghindarkan diri dari pekerjaan tercela sehingga memberikan akibat
yang baik bagi orang yang mendirikannya.
6
c. Pembiasaan akhlak yang baik hal ini terlihat dari perintah lukman kepada
nak-anaknya dan larangan menyekutukan Allah. Sehingga perbuatan
sekecil biji sawi akan diminta pertanggung jawabannya. Disamping itu
menganjurkan agar berbuat baikpada manusia.
2. Lingkungan Sekolah
Lembaga pendidikan merupakan fasilitas pendidikan yang dibangun
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia seutuhya
yang terdapat dalam surt Al-mujadillah ayat 11:
َ َ
َ ۡر َر ْ ُ ُ َ َّ َ ُ ْ َ َ َ َّ ُ َّ َ َ ْ ُ ُ َ ْ ُ ُ َ َ
َٰٰۡۚ ام ُنواۡمِنكمۡوٱَّل
ِينۡأووواۡٱلعِلم ۡٱَّلينۡء
ِۡ ِۡإَوذاۡقِيلۡٱنُشواۡفٱنُشواۡيرفعِ ۡٱَّلل
َ َ ُ َ ُ َّ ۡ َو
١١ۡۡٞٱَّللۡب ِ َماۡتع َملونۡخبِري
7
dimuka mereka. Bahkan orang munafik ada yang memebrikan reaksi dengan
ucapan, demi Allah, Muhammad tidak adil, orang yang lebih dulu datang
dengaan maksud memperoleh tempat duduk didekatnya malah disuruh berdiri
agar tamu yang terlambat datang bisa duduk didekatnya.
Quraish Shihab menerangkan bahwa ayat di atas adalah bagaimana
menjalin hubungan yang harmonis dalam satu majlis. Allah berfirman; Hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu oleh siapapun dia
berlapang-lapanglah yaitu bersegeralah dengan sungguh-sungguh walau
dengan memberi tempat kepada orang lain dalam majlis-majlis yakni satu
tempat, tempat duduk maupun untuk duduk, apabila diminta kepada kamu
agar melakukan itu Maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain dengan
penuh ikhlas. Jika kamu diantara mereka, niscaya Allah melapangkan segala
sesuatu buat kamu dalam hidup ini.
Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu ketempat yamg lain,atau
untuk duduk posisimu buat orang yang lebih sewajarnya, sehingga bangkitlah
untuk melakukan hal itu seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiri dan
bangkitlah, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kamu orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan derajat kemuliaan di dunia
dan di akhirat apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Allah maha
mengetahui (Shihab, 2008).
3. Lingkungan Masyarakat
Pada umumnya orang berpendapat bahwa kemajuan dan
perkembangan suatu masyarakat dipengaruhi pada sistem pendidikan dan
sistem pendidikan terbentuk sesuai dengan pandangan hidup bangsa yang
bersangkutan. Suatu masyrakat atau bangsa dengan pandangan hidup yang
terbuka, akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Hal
ini terdapat dalam surat Al-furqan ayat 27-29:
8
َ َ َٰ َ َ َ َٰ َ
َۡتَۡلت ِِن
ٗ َ
ۡيويل٢٧ۡۡۡسبِيٗل ۡ ۡٱلر ُسو ِل َ ت
َّ ۡم َع َ َّ
ُ ۡۡٱَّتذ َ َ َ ُ ُ َٰ َ َ ۡٱلظال ُِم
ۡلَعۡيَ َديه َِۡيقولۡيَٰليت ِِن
َّ ُّ
َو َيو َم َۡي َعض
َّ َ َ َ َ ٓ َ
َٰ َ ۡٱلشي َطَٰ ُنۡل ِِۡل ذ َ َّ َ َ َ َّ ٗ َ ً َ ُ َّ َ َ
ِۡ نس
ن ضل ِِنۡع ِنۡٱَّلِك ِر َۡبع َدۡإِذۡجاء ِِنۗۡوَكن ۡ ۡلقدۡأ٢٨ۡۡۡلمۡ ۡأَّتِذۡفٗلناۡخل ِيٗل
ٗ ُ َ
٢٩ۡۡۡخذوَل
9
Kata (َ )عَضadhdha/ menggigit pada ayat ini bukan dalam arti hakikiَ
yakni menjepit dan mencekam dengan gigi, sebagaimana dipahami oleh
sementara orang, tetapi ia adalah kiasan dari penyesalan. Memang yang
menyesal atau sangat marah sering kali "menggigit jari".
Ayat di atas tidak menggunakan kata jari tetapi tangan bahkan kedua
tangannya untuk mengisyaratkan besarnya penyesalan yang bersangkutan. Kata
( )سبِيْلyang digunakan ayat di atas berbentuk tunggal. la adalah jalan kecil dari
sekian banyak jalan kebaikan dan kedamaian yang ditawarkan oleh Rasul saw.
Dari kedua maksud diatas dapat disimpulkan bahwa shirath hanya satu dan
selalu bersifat benar dan haq, berbeda dengan sabil bisa sifatnya bisa benar dan
salah, bisa merupakan jalan orang yang bertakwa bisa juga sebaliknya yaitu
orang orang yang durhaka. Kata(َ ) ِإتخَذَْتittkhadztu diambil dari kata (َ )اخذyang
artinya mengambil. Hal ini mengisyaratkan bahwa itu dilakukan karena
kesungguhan dan pemaksaan diri.
Kata ( )يليْتنِيterdiri dari kata (َ )ياmerupakan kata seru, (َ )ليْتyang biasa
digunakan untuk menggambarkan harapan tetapi yang tidak dapat tercapai lagi,
serta penyisipan huruf ( )نdan ( )يyang berarti kepemilikan. Atas dasar itu kata
ini secara harfiah berarti “wahai harapanku datanglah menemuiku” karena
harapan yang dimaksud tidak bisa tercapai, maka diartikan sebagai penyesalan
dan kecelakaan. Begitu juga dengan ( )ياويْلتَىyang terdiri dari kata (َ )ياmerupakan
kata seru, serta (َ )وَْيلyang berarti kecelakaan/kebinasaan, serta ( )تdan ( )أyang
berarti kepemilikan. Dengan demikian secara harfiah bermakna wahai
kebinasaanku inilah waktunya engkau hadir.
Kata ( )فالنmenunjukkan kepada seseorang yang tidak disebut namanya
secara jelas. Baik nama itu telah diketahui ataupun tidak. Tetapi sengaja
disebutoleh satu dan lain sebab, misalnya karena takut atau untuk menutup
aibnya. Sementara ulama berpendapat bahwa yang dimaksud fulan disini ialah
setan. Setan yang dimaksud disini ialah siapapun yang durhaka dan
membangkang serta mengajak kepada kedurhakaan. Oleh karena itu untuk
memahami nya digunakan untuk siapa saja.
10
Kata (َ )خَِليْالberasal dari kata ( َ)خلةyang artinya celah. Dimana yang
dimaksudkan disini ialah teman yang sedemikian akrab, sehingga persahabatan,
jalinan kasih sayang dengannya telah meresap masuk ke celah relung hati serta
telah mengetahui pula rahasia yang terdapat didalamnya.
Kata ( )الذِكرmemiliki arti kata mengingat. Maka dari itu untuk
memahaminya bisa dalam arti pada kalimat syahadat. Selanjutnya kata (َ)خذ ْول
berasal dari kata (َ )خذلyang artinya tidak memberi bantuan. Kata ini dapat
digunakan untuk seseorang yang enggan memberikan bantuan padahal ia mampu
untuk memberikan bantuan kepada orang tersebut.
Asbabun Nuzul Ayat ini turun mengenai keadaan Ubayy bin Khalaf dan
U’bah bin Abi Mu'taith. walaupun ia belum masuk Islam tapi hubungan
pribadinya dengan Nabi saw cukup baik suatu hari Uqbah mengundang Nabi
untuk datang dan dijamu makan dirumahnya. Ketika makanan telah terhidang
Nabi belum mau makan jika Uqbah belum mengucapkan 2 (dua) kalimat
syahadat, maka bersyahadatlah Uqbah, demi menghormati tamunya. (Ahmad
Musthafa al-Maraghi, 1974).
Beberapa waktu kemudian Uqbah bertemu dengan Ubayy bin Khalaf yang
sangat membenci Nabi, dan diceritakannya bahwa ia telah mengikuti Nabi, masuk
Islam dengan mengucapkan syahadat, demi menghormati Muhammad sebagai
tamu di rumahnya. Ubay mencelanya karena telah meninggalkan pusaka nenek
moyang mereka. Keadaan jiwa uqbah sangat lemah, dan ia menjadi cemas karena
ancaman Ubayy. Akhirnya ia minta saran Ubay bagaimana caranya menarik
kembali peryataannya kepada Nabi tentang keIslamannya Kata Ubay, "Mudah
saja, caci maki dan ludahi muka Muhammad, dengan begitu berarti engkau tidak
menuruti ajarannya yang sesat itu." Tanpa berfikir akibatnya, Uqbah melakukan
anjuran Ubayy, ketika beliau menemukan Nabi sedang sujud shalat di Dar al-
Nadwah. Nabi menyambutnya dengan ucapan bahwa kelak di waktu berjumpa di
luar mekkah ia akan memotong kepala uqbah.
Melihat peristiwa itu Ubayy tertawa dan memuji Uqbah dalam hati kecil
Uqbah merasa bahwa perbuatan itu salah. Akhirnya setelah Nabi memerintahkan
Ali untuk membunuhnya. Sedangkan Ubay sendiri akhirnya terbunuh pada tangan
11
Nabi ketika waktu perang Uhud.Itulah akibat buruk yang timbul dari lingkungan
masyarakat/ teman bergaul, seperti Ubbay bin khalaf. Hal itu terjadi karena
lemahnya jiwa Uqbah yang mudah terpengaruh oleh ajakan temannya. Akhirnya
hanya penyesalan yang ia dapatkan, penyelesalan yang tidak dapat di perbaiki,
penyesalan di akhirat nanti.
Penafsiran ayat ini yaitu berilah peringatan yakni ketika orang zalim
mengigit kedua tangannya dengan penuh merasa sangat menyesal sehingga
sampai yang dia gigit kedua tangannya bukan hanya satu penyesalan akibat
kedurhakaannya dan karena dia melihat kesudahan yang dia alami. Dia menyesal,
seraya terus menerus dan dari saat ke saat berangan-angan dengan berkata:
Aduhai seandainya dahulu ketika aku hidup di dunia aku mengekang hawa
nafsuku dan memaksanya mengambil walau hanya satu jalan kecil saja dari sekian
banyak jalan kebaikan yang aku tempuh bersama Rasul yakni mengikuti langkah
dan petunjuk–petunjuk yang beliau sampaikan.
Penyesalan dan kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku dulu tidak
menjadikan di fulan- sambil menyebut salah satu nama yang menjerumuskannya-
sebagai teman akrab-ku, karena sesungguhnya dia telah datang kepadaku
menawarkan dirinya agar aku mengikutinya dan bukan aku yang bersusah-payah
mencarinya. Dan adalah setan itu sejak dahulu hingga kini senantiasa terhadap
manusia secara khusus selalu enggan menolong setelah memberi harapan bahkan
setan selalu menjerumuskan (Shihab, 2002, 2007).
12
Artinya: Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW
bersabda:”Diantara kewajiban orang tua terhadap anaknya ada tiga, yaitu:
memberinya nama yang baik jika lahir, mengajarkan kitab (al-Qur’ân)
kepadanya jika telah mampu (mempelajarinya), dan menikahkannya jika telah
dewasa”. (H.R. Hakim)
Dari hadist tersebut dapat kita maknai bahwa pendidikan anak sudah
dimulai dalam keluarga dengan terlebih dulu memberi nama yang lebih baik
oleh kedua orangtua, kemudian mengajarkan anak membaca Al-qur’an secara
langsung, dan menikahkannya ketika dewasa dan siap untuk menikaah sebagai
bentuk pertanggungjawab. Tentunya orang tua menjadi manusia yang paling
berjasa pada setaip anak sejak awal kelahirannya.
M. Quraish Shihab menyatakan bahwa keluarga adalah sekolah tempat
putra-putri bangsa belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia,
seperti kesetiaan, rahmat, dan kasih sayang, ghirah (kecemburuan positif) dan
sebagainya. Dari kehidupan berkeluarga, seorang ayah dan suami memperoleh
dan memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dan upaya dalam rangka
membela sanak keluarganya dan membahagiakan mereka pada saat hidupnya
dan setelah kematiannya.
2. Lingkungan Pendidikan madrasah
Madrasah merupakan lembaga pendidikan formal sama halnya dengan
sekolah pada umumnya, penekanan madrasah terletak pada membentuk
kepribadian anak didik yang Islami. Karena kehadiran madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam setidaknya mempunyai empat latar belakang.
Pertama, sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan
Islam. Kedua, usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren kearah suatu
sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh
kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya kesempatan kerja dan
perolehan ijazah. Ketiga, adanya sikap mental pada sementara golongan umat
13
Islam. Keempat, sebagai upaya untuk menjembatani antara system pendidikan
tradisiaonal yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari
hasil akulturasi.
Menurut Abuddin Nata, guru adalah pendidik professional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini, jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru atau
pendidik dalam konsep Islam dapat berperan sebagai murabbi, mu‘allim,
muaddib, mursyid, mudarris, mutli, dan muzakki
14
informal, harus menjalankan peran tersebut dengan penuh tanggung jawab,
kejujuran, dan kebaikan.
Dalam konteks pendidikan Islam, hadits ini juga menegaskan
pentingnya peran guru dalam menyebarkan ilmu dan nilai-nilai agama kepada
generasi selanjutnya. Dengan demikian, hadits ini mengajarkan agar setiap
individu yang memiliki kesempatan untuk menjadi pengajar, baik dalam
konteks formal maupun informal, harus menjalankan peran tersebut dengan
penuh tanggung jawab, kejujuran, dan kebaikan
3. Lingkungan Masyarakat
Kata masyarakat selalu dideskripsikan sebagai kumpulan individu-
individiu manusia yang memiliki kesamaan, baik dalam karakteristik maupun
tujuan. Menurut Al-Rasyidin, hal ini boleh jadi, pengertian tersebut diambil
dari kosa kata bahasa Arab, yakni syaraka yang bisa bermakna bersekutu.
Syirkah atau syarika yang bermakna persekutuan, perserikatan, perkumpulan,
atau perhimpunan. Musyarakah yang bermakna persekutuan atau perserikatan.
Lingkungan masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang setelah
keluarga dan sekolah. Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik
dalam masyarakat banyak sekali, meliputi segala bidang baik pembentukan
kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap, minat, maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaan.
Pendidikan dalam masyarakat boleh dikatakan merupakan pendidikan
secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh
masyarakat. Anak secara sadar atau tidak mendidik dirinya sendiri, mencari
pengetahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan serta keyakinan
sendiri akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan di dalam masyarakat.
Lembaga-lembaga di masyarakat dapat ikut serta melaksanakan pendidikan.
Karena masyarakat bagian dari pendidikan, seyogyanya bersama ditenagah
masyarakat dengan kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
15
Artinya: Dari Abu Sa’id, Nabi SAW bersabda: “Janganlah engkau
berteman kecuali dengan seorang mukmin dan janganlah memakan makanan
kecuali orang yang bertaqwa.” (H.R Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan
Hakim).
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
prenada media, 2006), hlm. 226.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005),
hlm. 159.
Al-Maraghi, A. M. (1974). Tafsir al-Maraghi Juz II. Beirut: Dar Al-Fikr, t. Th.
Shihab, M. Q. (2008). menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui.
Lentera Hati.