Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SUMBER AJARAN ISLAM

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: Muhammad Misnul Efendi, M.P.d

Disusun Oleh Kelompok 3 (Kelas 1E PGSD):


Nahota Utami
Nurul Hidayah
M. Mujahidin

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW LOMBOK TIMUR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya
sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu. Sholawat dan salam tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW semoga kita semua mendapatkan syafaat di hari kiamat kelak. Tak lupa
saya ucapkan terima kasih kepada bapak Muhammad Misnul Efendi, M.Sd , selaku dosen
mata kuliah “ Pendidikan Agama Islam ” semoga beliau dalam lindungan Allah SWT.
Makalah yang berjudul “SUMBER AJARAN ISLAM“ ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu saya meminta kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang membangun. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini, semoga yang diusahakan menjadi pahala disisi
Allah SWT.

Anjani, 23 Oktober 2023

Penyusun

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
A. Latar belakang.........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5
A. Pengertian Dan Perkembangan Al-Qur’an...............................................................5
B. Pengertian dan perkembangan Sunah.......................................................................8
C. Hubungan Antara Hadits Dan Al-Qur’an.................................................................9
D. Pengertian Ijtihad......................................................................................................11
BAB III PENUTUP...........................................................................................................14
A. Kesimpulan...............................................................................................................14
B. Saran ........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber Ajaran Islam, sumber ajaran Islam adalah sumber nilai dan norma-norma
yang terkandung didalam agama Islam, bukan hanya “sumber hukum dalam Islam” saja.
Hukum hanyalah sebuah sebagian dari norma-norma atau kaidah-kaidah yang terkandung
didalam agama Islam selain kaidah yang lainnya seperti norma sosial dan masyarakat. Agama
Islam pun juga mengandung nilai-nilai asasi (fundamental values), seperti akidah dan
tasawuf.
Sumber ajaran, nilai, dan norma yang terkandung di dalam agama Islam ada dua,
yakni sumber yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di samping dari kedua hal
tersebut, ada pula sumber tambahan, yaitu Ijtihad. Ijtihad adalah sebuah usaha yang
bersungguh-sungguh yang sebenarnya usaha ini bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah
berusaha mencari ilmu yang tidak dibahas didalam Al-Qur’an maupun Hadits dengan
menggunakan akal yang sehat dan pertimbangan yang matang.

Sumber ajaran yang terkandung didalam Islam tersebut dapat kita pahami dari
firman Allah Subhanahu wata'ala. dalam QS. An-Nisa’ (4) ayat 59 berikut. ْ

‫ٰٓي َاُّيَه ا اَّلِذْي َن ٰا َم ُنْٓو ا َاِط ْيُعوا َهّٰللا َو َاِط ْيُعوا الَّر ُسْو َل َو ُاوِلى اَاْلْم ِر ِم ْنُك ْۚم َفِاْن َتَن اَز ْع ُت ْم ِفْي َش ْي ٍء َف ُرُّدْو ُه ِاَلى ِهّٰللا َو الَّر ُسْو ِل ِاْن ُكْنُت ْم‬
‫ُت ْؤ ِم ُن ْو َن ِباِهّٰلل َو اْلَي ْو اٰاْل ِخ ِۗر ٰذ ِلَك َخ ْيٌر َّو َاْح َس ُن َت ْأِو ْي اًل‬
‫ِم‬

Artinya: Wahat oaring-orang yang beriman!Taatilah allah tan taatilah rasul,dan


pemegang kuasa dinatara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatau, maka kembalikanlah kepda allah (Al-Qur’an) dan rasul (Sunnahnya), jika
kamu beriman kepada allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama
bagimu dan lebih baik akibatnya.

Dari lampiran ayat tersebut, kita mendapatkan bahwa sistematika sumber nilai dan
norma yang berada didalam agama Islam sebagai berikut.
1. Al-Qur’an ialah undang-undang dasar agama Islam yang bersumber dari Allah
Subhanahu wata'ala.

3
2. As-Sunnah ialah undang-undang agama Islam yang bersumber dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
3. Ijtihad ialah peraturan agama Islam atau kaidah-kaidah hukum yang dirumuskan
oleh muslim yang berilmu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan bagaimana perkembangan Al-Qur’an ?
2. Apa pengertian dan bagaimana perkembangan Sunah ?
3. Apa hubungan antara hadits dan al-qur’an ?
4. Apa pengertian Ijitihad ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan perkembangan al-qur’an
2. Mengetahui pengertian dan perkemabangan sunah
3. Mengetahui hubungan antara hadits dan al-qur’an
4. Menjelaskan pengertian ijtimad

4
BAB II
PEMBAHAAN

A. Pengertian Dan Perkembangan Al-Qur’an


Pengertian dan Pemeliharaanya Kata Al-Qur’an secara harfiah atau secara mendasar
memiliki artian sebagai “bacaan sempurna”, seperti yang tercantumkan pada QS. Al-
Qiyamah (75) ayat 17-18 berikut.
‫ِاَّن َع َلْيَنا َجْمَع ٗه َو ُقْر ٰا َنٗه ۚ َف َذ ا ُقۡر َء اَن ُهۥ َفٱَّت ۡع َقَر ۡأ َٰن ُۡه‬
‫ِب‬ ‫ِإ‬
Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkan (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya,
maka ikutilah bacaanya itu.

Dan definisi Al-Qur’an secara istilah yang lengkap dikemukakan oleh Khalaf
(1980: 46), yaitu Firman Allah Subhanahu wata'ala yang diturunkan melalui malaikat
Jibril, ke dalam hati Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan
menggunakan bahasa Arab, disertai dengan kebenaran dan dijadikan hujjah
(argumentasi) dalam hal pengakuannya sebagai Rasul, agar dijadikan sebagai petunjuk di
samping merupakan ibadah bagi pembacanya.

Dari definisi yang di atas, ada beberapa hal penting yang dapat kita diambil.
1) Al-Qur’an sebagai hujjah (argumentasi) tentang kerasulan Muhammad.Al-Qu’an
juga berfungsi sebagai mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
melemahkan argumentasi para penentang kerasulan Muhammad dan kebenaran
Islam. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wata'ala didalam
QS. Al-Isra’ (17) ayat 88 berikut.

‫ُقْل َّلِٕىِن اْج َت َمَع ِت اِاْلْن ُس َو اْلِجُّن َع ٰٓلى َاْن َّي ْأُت ْو ا ِبِم ْث ِل ٰه َذ ا اْلُقْر ٰا ِن اَل َي ْأُت ْو َن ِبِم ْث ِلٖه َو َلْو َك اَن َب ْع ُضُهْم ِلَب ْع ٍض َظ ِه ْيًر ا‬

Artinya: Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk


membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat
yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.”.

5
2) Membaca Al-Qur’an bernilai sebagai beribadah. Hal ini pun mendorong umat
muslim untuk membaca Al-Quran untuk dijadikan sebagai salah satu amalan
beribadah walaupun banyak dikalangan umat muslim yang tidak mengerti artinya
atau tidak dapat menulis dengan hurufnya (hijaiyah).
3) Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir yang artinya wahyu Al-Qur’an harus
diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang menurut kebiasaan mereka sepakat
berdusta. Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat, dan lebih dari 6.000 ayat yang
ada didalamnya. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam secara bertahap-tahap melalui malaikat Jibril dalam kurun 23
tahun 2 bulan 22 hari, dengan rincian waktu 13 tahun ketika Nabi masih berada di
Mekkah sebelum berhijrah dan 10 tahun ketika Nabi sudah berhijrah dan tinggal
di Madinah. Surat-surat Al-Qur’an yang diturunkan ketika Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masih berada di Mekkah dan belum berhijrah ke
Madinah disebut sebagai surat Makkiyah. Dan surat-surat yang diturunkan ketika
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah berhijrah ke Madinah
disebut sebagai surat Madaniyyah.

Secara garis besar, isi dari kandungan Al-Qur’an mencakup hal-hal berikut.
a. Aqidah (Tauhid), Aqidah adalah ajaran yang mengesakan Allah Subhanahu
wata'ala dan semua keyakinan yang berkaitan atau berhubungan dengan Allah
Subhanahu wata'ala.
b. Syariat (baik ibadah maupun muamalah), Al-Qur’an mengajarkan perintah untuk
beribadah kepada Allah Subhanahu wata'ala dan berbuat baik kepada sesame
manusia sebagai menifestasi ketauhidan.
c. Akhlak dan semua ruang lingkupnya, menghiasi diri dengan melakukan hal-hal
yang baik dan menjauhi sifat-sifat yang tercela.
d. Kisah-kisah umat manusia yang ada di masa lalu, seperti kisah para nabi
terdahulu.
e. Berita-berita yang memberitahu kehidupan pada saat di akhirat kelak.
f. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan hukum-hukum (sunnatullah) yang berlaku
bagi alam semesta, termasuk manusia. Allah Subhanahu wata'ala pun juga telah
menjamin kemurnian dan kesucian AlQur’an.

Allah Subhanahu wata'ala berfiman pada QS. Al-Hijr (15) ayat 9 sebagai berikut.
6
‫ِاَّن ا َن ْح ُن َن َّز ْلَن ا الِّذ ْك َر َو ِاَّن ا َلٗه َلٰح ِفُظ ْو َن‬

Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula)
yang memeliharanya.

Sejarah mencatat ada du acara yang diterapkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dalam memelihara Al-Qur’an, yaitu dengan cara melalui “hafalan” dan
melalui “catatan”. Artinya, ketika ada sebuah ayat yang turun, ayat itu langsung “dicatat”
oleh penulis wahyu dan “dihafal” oleh para sahabat, dan pada masa pemerintahan khalifah
pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq, dikarenakan banyaknya penghafal Al-Qur’an yang mati
syahid, atas saran dari Umar bin Khattab, Al-Qur;an yang ditulis pada masa Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dikumpulkan kembali dalam satu mushaf.
Tugas itu pun diberikan kepada Zaid bin Tsabit. Pada zaman khalifah ketiga,
khalifah Utsman bin Affan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menyatukan Al-Qur’an
ke dalam dialek Quraisy dan diperbanyak untuk dikirim ke berbagai wilayah yang sudah
dikuasai Islam dikarenakan hampir munculnya pertikaian dalam bacaan Al-Qur’an.

Dalam menyimpulkan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai sumber nilai dan


norma termasuk hukum-hukum, muncullah metode-metode penafsiran yang berkembang
sebagai berikut.
1. Metode tafsir tahlili, yang mengkaji Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, dalam
metode ini ada tujuh corak pendekatan, sebagai berikut.
a) Tafsir bi al-ma’sur Tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan Hadits Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
b) Tafsir bi al-ra’yi Tafsir ini menafsirkan Al-Qur’an dengan rasio (akal).
c) Tafsir sufi Penafsiran yang dilakukan oleh para sufi pada umumnya yang
dipengaruhi oleh mistisme atau tasawuf.
d) Tafsir fiqhi Penafsiran yang dilakukan oleh para tokoh suatu mazhab fikih untuk
dijadikan dalil atas kebenaran mazhabnya.
e) Tafsir falsafi Menafsirkan Al-Qur’an menggunakan teori-teori filsafat.
f) Tafsir ‘ilmi Penafsiran ayat yang terkait dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern.
g) Tafsir adabi ijtima’i Penafsiran yang mengungkapkan segi balaghah dan
kemukjizatan dari AlQur’an.

7
2. Metode tafsir ijmali, penafsiran yang secara singkat dan global tanpa uraian panjang
lebar sehingga penjelasan dari tafsir ini dapat mudah dipahami.
3. Metode tafsir muqaran, penafsiran yang memilih ayat Al-Qur’an kemudian
mengemukakan penafsiran para ulama dengan membandingkan penafsirannya dari
segala segi.
4. Metode tafsir maushu’I, yang menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berbicara
suatu masalah lalu mengkajinya dari berbagai segi hingga masalah yang dibahas itu
terjawab dengan tuntas.

B. Pengertian Dan Perkembangan Sunnah


Sunnah secara bahasa berarti tradisi, kebiasaan, dan adat-istiadat. Dan dalam istilah
ilmu hadits, Sunnah adalah segala keseluruhan yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berupa perkataan (qauliyah), perbuatan
(fi’liyah), dan penetapan (taqririyah). Sunnah terkadang juga disebut dengan hadits,
karena kedua istilah tersebut mengarah kepada pernyataan yang sama. Hanya saja,
Sunnah lebih spesifik dan khusus karena merupakan soal-soal yang praktis yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dengan kata lain, Sunnah adalah jejak langkah Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam yang terbentuk melalui tindakan-tindakan atau ucapan-ucapan.
Sedangkan hadits adlaah sebuah berita atau reportase tentang ucapan, perbuatan, dan hal
ihwal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di samping istilah Sunnah dan
hadits, ada pula istilah khabar (berita) dana tsar (bekas sesuatu).
Khabar dipandang oleh sebagian ahli hadits itu sama saja dengan Hadits. Istilah
khabar juga digunakan untuk hadits marfu’ (nisbah ke Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam), mauquf (nisbah ke sahabat), dan maqthu’ (nisbah ke tabi’in).
sedangkan Atsar adalah sesuatu yang datang dari sahabat (mauquf), tabi’in (maqthu), dan
orang-orang sesudahnya.
Pada zama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hadits pada dasarnya tidak
diperintahkan untuk ditulis, bahkan pernah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam agar tulisan hadits dan Al-Qur’an itu tak bercampur. Tetapi, seletah para
sahabat memahami, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun membiarkannya saja.
Pada saat itu, yang menuliskan hadits masih sangatlah sedikit, dan kumpulan tulisan-
tulisan hadits tersebut dinamakan sebagai shahifah. Pada zaman Umar bin Abdul Aziz,
khalifah ke-8 dari dinasti bani umayyah timbul inisiatif secara resmi untuk menulis dan
8
membukukan (tadwin) hadits. Dengan demikian, pemeliharaan hadits sejak zaman Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya adalah dengan
menggerakkan penghafalan, penulisan, serta pengumpulan. Dan kemudian ditingkatkan
dengan adanya pembukuan (tadwin). Pembukuan hadits mencapai puncaknya pada fase
perawi, usaha ini dipelopori oleh Ishaq bin Rahawaih dan kemudian disempurnakan oleh
Al-Bukhari dan Muslim.

Hadits-hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun dibagi menjadi


beberapa kategori yang terpenting, yaitu pembagian hadits yang ditinjau dari perawi dan
pembagian hadits yang ditinjau dari kualitas hadits.
Pembagian hadits yang ditinjau dari perawi terbagi menjadi dua, sebagai berikut.
1. Hadits mutawatir Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang menurut adat
mustahil mereka bermufakat dusta (4-40 perawi hadits).
2. Hadits ahad Hadits ini pun terbagi menjadi tiga pula sebagai berikut
a. Hadits masyhur Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih. Tetapi belum
mencapai tingkatan mutawatir.
b. Hadits ‘aziz Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang dari dua orang
c. Hadits gharib Hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi saja Kemudian
pembagian hadits yang ditinjau dari segi kualitasnya, hadits ini terbagi menjadi
tiga bagian. Yakni shahih, hasan, da’if.
1) Hadits shahih Hadits yang tingkatnya tertinggi dari penerimaan suatu hadits,
hadits shahih ini juga harus memenuhi beberapa syarat seperti sanadnya
harus bersambung, perawinya bersifat adil dan tidak lupa ingatan (dhabith),
tidak ada illat, dan tidak janggal (syaz).
2) Hadits hasan Hadits ini hampir sama tingkatannya dengan shahih. Tetapi
perbedaannya hanya ditingkat dhabith dari perawinya. Yang dimana hadits
shahih itu tam dhabith atau sempurna. Sedangkan hadits hasan itu qalil
dhabith atau kurang dhabithnya.
3) Hadits dha’if Hadits ini bahkan tidak menyamai tingkatan hadits hasan.

C. Hubungan Antara Hadits Dan Al-Qu’an


Sunnah merupakan sebuah sumber dan pedoman hidup bagi kaum muslimin yang
kedua setelah Al-Qur’an. Perintah untuk taat kepada Allah Subhanahu wata'ala (Al-
Qur’an) dan taat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (Hadits) di dalam Al-
9
Qur’an telah dijelaskan di dua ayat yang berbeda, yaitu athi’u wa ar-Rasul dan athi’u
Allah wa athi’u ar-Rasul.
Perintah yang pertama adalah taat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam dalam ha;-hal yang sejalan dengan perintah Allah Subhanahu wata'ala, dan
perintah yang kedua adalah kewajiban taat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam walaupun tidak disebutkan secara eksplisit oleh Allah Subhanahu wata'ala. Al-
Qur’an dan Hadits memiliki perbedaan yang menonjol dari segi manapu, baik itu dari segi
redaksi ataupun cara penyampaian maupun penerimaannya. Dari segi redaksi, AlQur’an
itu telah disusun oleh Allah Subhanahu wata'ala dan disampaikan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melalui malaikat Jibril.
Sementara hadits itu disampaikan orang per orang dan seringkali kerap terjadi
perubahan lafadz. Walaupun begitu, tidak menyebabkan keraguan atas keabsahan haduts
karena banyaknya faktor yang saling mendukung. Al-Qur’an menekankan bahwa fungsi
Rasul itu adalah untuk menjelaskan (bayaan) maksud dari firman Allah Subhanahu
wata'ala (QS. An-Nahl(16): 44). Keterangan Al-Qur’an seringkali bersifat mujmal dan
mutlaq.

Dan dalam kaitannya Al-Qur’an tersebut, fungsi Sunnah disini ada dua, yaitu
bayaan ta’kiid dan bayaan tafsir.
1) Fungsi pertama Sunnah hanyalah menguatkan atau menggaris bawahi apa yang
terdapat didalam Al-Qur’an.
2) Fungsi yang kedua adalah untuk memperjelas, merinci kembali, bahkan
membatasi lahir dari ayat-ayat tersebut. Tetapi ada persoalan yang masih
diperselisihkan,
3) Fungsi ketiga, yaitu bayaan tasyri’ yang menyangkut penetapan hukum
menyangkut perkara-perkara yang tidak disinggungkan didalam Al-Qur’an.
Sangat sulit dibayangkan jika umat Islam tidak mengamalkan ajaran agamanya
jika ketika memahami Al-Qur’an tidak dibenarkan melirik kitab-kitab hadits.
Tata cara shalat fardhu ataupun manasik haji yang didalam Al-Qur’an hanya
disebut secara mujmal.

Lalu setelah itu diperinci lagi dan diperjelas lebih dalam ke praktik ibadah yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang kemudian lazimnya
dikenal sebagai istilah sunnah fi’liyah. Penjelasan tersebut tak hanya tampak di dalam
10
lapangan ibadah mahdhah, tetapi juga perkara yang berada di bidang muamalah walau
hanya menyangkut perkara-perkara tertentu saja. Kalau tidak berdalil dengan Sunnah atau
hadits dan hanya berpegang pada dalil yang berada di Al-Qur’an saja, maka akan timbul
banyak sekali kericuhan-kericuhan di kalangan umat muslim. Kebutuhan Al-Qur;an
terhadap hadits jauh lebih besar daripada hajat hadits terhadap Al-Qur’an. Dengan kata
lain bahwa, “Hadits tanpa Al-Qur’an dapat diamalkan, tetapi Al-Qur’an tanpa hadits agak
mustahil untuk dapat dipraktikkan”.
Itulah sebab AlQur’an dan hadits ditetapkan sebagai dua sumber syariat umat
muslim yang saling ketergantungan. Munculnya sebuah golongan yang menolak hadits
secara keseluruhan biasanya mereka menggunakan alasan-alasan, ataralain Al-Qur’an
telah mencakup dan menyediakan segala hal yang manusia butuhkan seperti ayat dari QS.
An-Nahl (16) ayat 89 yang berbunyi :

‫َو َي ْو َم َن ْب َع ُث ِفْي ُك ِّل ُاَّمٍة َش ِه ْي ًد ا َع َلْي ِه ْم ِّمْن َاْنُفِس ِه ْم َو ِجْئ َن ا ِبَك َش ِه ْي ًد ا َع ٰل ى ٰٓه ُؤ ۤاَل ِۗء َو َن َّز ْلَن ا َع َلْي َك اْلِك ٰت َب ِتْب َي اًن ا ِّلُك ِّل َش ْي ٍء َّو ُه ًد ى‬
‫َّو َر ْح َم ًة َّو ُبْش ٰر ى ِلْلُمْس ِلِمْي َن‬

Artinya : “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) kami bangkitkan pada hari setip umat
seorang saksi dari mereka dari mereka sendiri, dan kami datangkan engkau
(Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan kami turunkan kitab( Al-Qur’an )
kepadamu untuk menjelaskan segala susuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang yang bererah diri (beriman).”
Namun hal tersebut langsung dibantah dengan keras oleh Imam Syafi’I yang
menurutnya, yang dimaksud dengan kalimat Al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu
adalah penjelasan secara global dan penjelasan yang lebih lanjut atau rinci ditugaskan
kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Golongan yang menolak hadits ahad
sebagai hujjah karena hadits ahad tingkatannya zannity al-wurud pada hakikatnya
penolakan itu masihlah bersifat sementara sebelum diadakannya penelitian terhadap
hadits tersebut, baik dari segi sanad maupun matan-nya.
Dan setelah diteliti, kualitas hadits ahad tersebut dapat dibedakan mana hadits
yang dapat diterima sebagai hujjah dan mana yang tidak diterima. Dan akhirnya
disimpulkan bahwa AlQur’an dan hadits merupakan dua sumber yang saling melengkapi
dan integrated, tidak terpisahkan satu sama lain, bahkan dwitunggal.

D. Pengertian Ijtihad

11
Ijtihad secara bahasa merupakan bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala
dayanya dalam berusaha. Dan secara istilah atau secara terminologi, ijtihad berarti
pengerahan segenap kemampuan oleh mujtahid dalam memutuskan sesuatu perkara yang
tidak dibahas di didalam Al-Qur’an dengan menggunakan pemikiran yang sehat dan
pertimbangan yang matang.
Dan dari definisi tersebut, dapat diambil sebuah tiga kesimpulan sebagai berikut.
1. Sesorang pelaku ijtihad adalah seorang ahli fikih atau hukum islam (faqih).
2. Hal-hal yang ingin dicapai oleh pelaku ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu
hukum islam yang benar-benar berhubungan dengan tingkah laku dan
perbuatan orang dewasa.
3. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah zany.

Para ulama bersepakat ahwa ijtihad dibenarkan jika dilakukan oleh yang memenuhi
persyaratan dan dilakukan di medannya, yakni majadul ijtihad. Medan ijtihad meliputi
halhal sebagai berikut ini.
a) Masalah-masalah baru yang hukumnya belum ditegaskan oleh nash Al-Qur’an
dan Sunnah secara jelas.
b) Nash-nash zany dan dalil-dalil hukum yang masih diperselisihkan. 3. Hukum
Islam yang ta’aqquly atau yang kausalitas hukumnya atau illat-nya diketahui
mujtahid.

Ijtihad hanyalah diperbolehkan bagi orang-orang yang telah memenuhi syarata


sebagai seorang mujtahid. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut.
a) Telah menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami Al-Qur’an dan hadits yang
bertuliskan bahasa Arab.
b) Sudah mengetahui isi dan sistem dari hukum Al-Qur’an serta ilmu-ilmu untuk
memahami Al-Qur’an.
c) Mengetahui hadits-hadits dan ilmu hadits yang berkenaan dengan pembentukan
hukum.
d) Telah menguasai sumber-sumber hukum islam dan cara menarik garis-garis
hukum dari sumber hukum islam.
e) Mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah fikih (qawa’id al fiqhiyyah).
f) Mengetahui rahasia dan tujuan-tujuan dari hukum Islam.
g) Menjadi seseorang yang jujur dan ikhlas.
12
Dalam berijtihad, metode-metode yang disepkati oleh kebanyakan para ulama adalah
ijmak dan qiyas.
1) Ijmak atau consensus/kesepakatan adalah kesesuaian pendapat para ahli mengenai
suatu masalah pada suatu tempat tertentu masa,
2) Qiyas dari segi bahasa adalah menyamakan sesuatu dengan hal yang lain. Dan
secara istilah berarti menyamakan hukum suatu hal yang tidak disebut oleh nash
dengan sesuatu yang sudah disebut karena persamaan illat-nya.
Metode ijtihad yang masih diperselisihkan adalah istihsan atau memandang
dan meyakini baik sesuatu, istishab atau membandingkan sesuatu, al-mashlahahal-
musrsalah atau mencapai kebaikan menolak kerusakan, urf atau kebiasaan mayoritas
umat, dan sebagainya.
Disamping istilah ijtihad, ada juga beberapa istilah yang terkait dengan ijtihad,
sebagai berikut ini.
1. Taqlid Taqlid adalah beramal bedasarkan pendapat orang lain tanpa
bedasarkan dalil atau mengetahui dalil tersebut.
2. Ittiba’ Ittiba’ adalah mengamalkan pendapat orang lain dengan mengetahui
daililnya. Menurut beberapa ulama, istilah ini termasuk dikategori Taqlid.
3. Talfiq Talfiq adalah beramal dalam suatu maslah yang atas berdasarkan
hukum yang terdiri atas gabungan dua mazhab atau lebih.
Menurut sebagian ulama, kategori ini diperbolehkan karena tidak ada nash atau
Al-Qur’an dan hadits. Hanya saja, didalam hal-hal yang menyangkut kemasyarakatan,
hukum yang berlaku hanyalah mazhab pemerintah atau pendapat yang diundangan
pemerintah melalui perundangundangan. Hal ini pun dimaksudkan untuk keseragamaan
dan demi menghindari adanya kesimpangsiuran. Hal ini pun sejalan dengan kaidah-
kaidah keputusan oleh pemerintah yang mengikat atau wajib dipatuhi dan akan
menyelesaikan persengketaan.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Di dalam ajaran islam terdapat 3 ajaran sebagai pedoman kita beragama yaitu, Al-
Qur’an, Sunnah/al-Hadits,dan Ijtihad/ pendapat para ulama.
1. Definisi Al-Qur’an secara istilah yang lengkap dikemukakan oleh Khalaf, yaitu
Firman Allah Subhanahu wata'ala yang diturunkan melalui malaikat Jibril, ke dalam
hati Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan menggunakan bahasa
Arab, disertai dengan kebenaran dan dijadikan hujjah (argumentasi) dalam hal
pengakuannya sebagai Rasul, agar dijadikan sebagai petunjuk di samping merupakan
ibadah bagi pembacanya.
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
secara bertahap-tahap melalui malaikat Jibril dalam kurun 23 tahun 2 bulan 22 hari,
dan isi ajaran dalam al-qur’an meliputi :
a) Aqidah (Tauhid), Aqidah adalah ajaran yang mengesakan Allah Subhanahu
wata'ala dan semua keyakinan yang berkaitan atau berhubungan dengan
Allah Subhanahu wata'ala.
b) Akhlak dan semua ruang lingkupnya, menghiasi diri dengan melakukan hal-
hal yang baik dan menjauhi sifat-sifat yang tercela.
2. Dan dalam istilah ilmu hadits, Sunnah adalah segala keseluruhan yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berupa perkataan
(qauliyah), perbuatan (fi’liyah), dan penetapan (taqririyah). Hanya saja, Sunnah lebih
spesifik dan khusus karena merupakan soal-soal yang praktis yang dicontohkan oleh
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Hadits mutawatir Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang
menurut adat mustahil mereka bermufakat dusta (4-40 perawi hadits).
Hadits ahad Hadits ini pun terbagi menjadi tiga pula sebagai berikut
a) Hadits masyhur Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih.
b) Hadits ‘aziz Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang dari dua orang

14
c) Hadits gharib Hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi saja
Kemudian pembagian hadits yang ditinjau dari segi kualitasnya, hadits ini
terbagi menjadi tiga bagian.

Perintah untuk taat kepada Allah Subhanahu wata'ala (Al-Qur’an) dan taat kepada
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (Hadits) di dalam Al-Qur’an telah
dijelaskan di dua ayat yang berbeda, yaitu athi’u wa ar-Rasul dan athi’u Allah wa
athi’u ar-Rasul.
3. Dan secara istilah atau secara terminologi, ijtihad berarti pengerahan segenap
kemampuan oleh mujtahid dalam memutuskan sesuatu perkara yang tidak dibahas di
didalam Al-Qur’an dengan menggunakan pemikiran yang sehat dan pertimbangan
yang matang. Hal-hal yang ingin dicapai oleh pelaku ijtihad adalah hukum syar’i,
yaitu hukum islam yang benar-benar berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan
orang dewasa.
Metode ijtihad yang masih diperselisihkan adalah istihsan atau memandang
dan meyakini baik sesuatu, istishab atau membandingkan sesuatu, al-mashlahahal-
musrsalah atau mencapai kebaikan menolak kerusakan, urf atau kebiasaan mayoritas
umat, dan sebagainya.

B. Saran
Diharapkan agar semua pembaca agar dapat menerapkan sumber-sumber ajaran islam
dalam kehidupan sehari-hari, baik itu yang terdapat di dalam al-qur’an, sunnah,ataupun
ijtihad. Terutama sunnah-sunnah yang telah di contohkan oleh nabi dan dapat
mensyiarkan ajaran islam hingga akhir zaman.

15
DAFTAR PUSTAKA

‘Abd Az-‘azhim, Az-Zarqani Muhammad. Manhil al-‘irfan, Dar al-Fikr, Bairut, t.t, jilid I
hlm 106.

Amin, Muhammad Suma. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali, 2013


Didik ahmad supadi dan sarjuni, Pengantar studi Islam, Semarang: Rajawali Pers,
2011
Mahfud, Rois. Al-Islam PendidikanAgama Islam, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011

Muhaimin, dkk. Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, Jakarta: kencana,
2012
Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah, Semarang: CV. Aneka Ilmu, anggota IKAPI,
2000
Nata, Abuddin. Studi Islam komperehensif, Jakarta: Kencana 2011

Suparta, Munzier. Ilmu Hadits, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002
Uhbiyati, Nur. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2013

16

Anda mungkin juga menyukai