Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUKUM ISLAM

METODE PENETAPAN HUKUM ISLAM

Oleh

LEA IMMANUELLE SUSANTO ( 20010000246 )

MUHAMMAD NAUFAL ( 20010000248 )

ARYA RAHMAN ( 20010000249 )

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MERDEKA

MALANG

2021

1
KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat taufik dan
hidayahnya kepada kita semua. Dan tak lupa pula salawat serta salam kami
haturkan  kepangkuan baginda nabi besar Muhammad Saw, karena berkat perjuangan dan
usaha beliau kita semua dapat menikmati islam dengan sebaik-baiknya agama. Syukur
alhamdulillah makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Didalam makalah ini kami akan
membahas tentang “Sumber dan Metode Penetapan Hukum Islam”. Kami mengucapkan
banyak terimakasih kepada Ibu Dosen Mata Kuliah Filsafat Hukum Islam ( Khotbatul Laila,
S.H., M.Hum ) yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami untuk
membuat makalah ini. Dengan rendah hati, kami ingin menyampaikan beribu maaf apabila
terjadi kesalahan dan kekeliruan pada penulisan makalah ini. Kami juga mohon kritik dan
sarannya dalam penyempurnaan makalah ini,  karena kami masih dalam tahap belajar.

            Akhirul kalam jazakumullahu khairon ,wassalam.

                                                                                    Malang , 22 Maret 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

 KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

 DAFTAR ISI................................................................................................................3

BAB I  PENDAHULUAN...............................................................................................4

1.1  Latar Belakang........................................................................................................4

1.2  Tujuan....................................................................................................................4

BAB II  PEMBAHASAN...............................................................................................5

2.1  Sumber- Sumber Hukum Islam....................................................................................5

a.  Al-qur’an..................................................................................................................5

b.  Al-Hadits..................................................................................................................7

c.  Ijtihad.........................................................................................................................11

2.2   Metode Penetapan Hukum Islam................................................................................14

BAB III  PENUTUP.......................................................................................................16

3.1  Kesimpulan.......................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Hukum Islam mencerminkan seperangkat norma Ilahi yang mengatur tata hubungan manusia
dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan sosial hubungan
manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya.

Norma Illahi yang mengatur tata hubungan tersebut adalah kaidah-kaidah dalam arti khusus
atau kaidah ibadah murni, mengatur cara dan upacara hubungan langsung antara manusia
dengan sesamanya dan makhluk lain di lingkungannya. Ciri khas hukum Islam, yakni
berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam dimanapun mereka berada, tidak terbatas
pada umat Islam dimanapun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat
atau negara pada suatu masa, menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga,
rohani dan jasmani, serta memuliakan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan,
pelaksanaan dalam praktik digerakkan oleh iman dan akhlak umat Islam. Banyak teori
tentang sumber hukum Islam, tetapi penulis akan menuliskan tentang sumber hukum Islam
yang terdiri dari Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai
sumber-sumber hukum Islam dan metode pembentukan hukum Islam.

1.2   Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah menambah pengetahuan kita khususnya para
mahasiswa akan sumber hukum Islam dan metode penetapannya dari zaman Rasul sampai
kepada zaman sekarang ini.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1    SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

Agama Islam memiliki pedoman yang sangat penting dalam menghadapi hidup. Setiap
muslim diwajibkan agar berpedoman dengan sumber-sumber tersebut. Sumber-sumber
tersebut terdapat beberapa bagian. Sumber yang paling penting, sempurna, tidak diragukan,
berlaku sepanjang zaman dan diwajibkan pula setiap muslim atas pemahamannya yaitu Al-
Quran. Sumber lainnya cukup penting dalam pengaplikasian dari Al-Quran ke kehidupan
sehari-hari yaitu Hadits dan ijtihad yang diambil berdasarkan kedua sumber tersebut.

a)    Al-Qur’an al-karim

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan bahasa
Arab dengan perantaraan malaikat Jibril, sebagai hujjah (argumentasi) bagi-Nya dalam
mendakwahkan kerasulan-Nya dan sebagai pedoman hidup bagi manusia yang dapat
dipergunakan untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta sebagai media
untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Tuhan dengan membacanya. Wahyu Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw ini terwujud dalam bahasa arab dan secara
autentik terhimpun dalam mushaf.

 Dalil  : alqur’an menjadi sumber Hukum Islam (an-nisa : 59 )

‫ ۡى ٍء‬G‫از َۡعتُمۡ فِ ۡى َش‬Gَ‫ا ِ ۡن تَن‬Gَ‫ ِر ِم ۡن ُك ۚمۡ‌ ف‬Gۡ‫ ۡو َل َواُولِى ااۡل َم‬G‫َّس‬ ُ ‫وا اَ ِط ۡيـعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ۡيـعُوا الر‬Gۤۡ ُ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمن‬
‫فَ ُر ُّد ۡوهُ اِلَى هّٰللا ِ َوال َّرس ُۡو ِل اِ ۡن ُك ۡنـتُمۡ تُ ۡؤ ِمنُ ۡونَ بِاهّٰلل ِ َو ۡاليَ ۡـو ِم ااۡل ٰ ِخ ِ‌ر ؕ ٰذ لِكَ خ َۡي ٌر َّواَ ۡح َس ُن ت َۡا ِو ۡياًل‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Nama-Nama Al-Qur’an, adapun nama –nama al Qur’an yaitu :

5
1. Al kitab (kitabullah),yang merupakan sinonim dari kata Al Qur’an artinya,kitab suci
sebagai petunjuk bagi oranh yang bertakwa.
2. Az-zikr,artinya peringatan,
3. Al- furqan, artinya pembeda,
4. As-suhuf berarti lembaran-lembaran,

Keistimewaan yang di miliki Al-Qur’an sebagai wahyu Allah ini ada banyak sekali, di
antaranya yaitu:

a. Lafadh dan maknanya berasal dari Tuhan.

   Lafadh yang berbahasa Arab itu dimasukkan ke dalam dada Nabi Muhammad, kemudian
beliau membaca dan terus menyampaikannya kepada umat. Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an
itu datang dari sisi Allah ialah ketidaksanggupan (kelemahan) orang-orang membuat
tandingannya walaupun mereka sastrawan sekalipun.

b. Al-Qur’an sampai kepada kita secara mutawatir

    Cara penyampaian yang menimbulkan keyakinan tentang kebenarannya, karena


disampaikan oleh sekian banyak orang yang mustahil mereka bersepakat bohong.

c. Tidak ada yang bisa memalsukan Al-Qur’an karena ia terjaga keasliannya.

Firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 9

َ‫اِنَّا ن َۡح ُن نَ َّز ۡلنَا ال ِّذ ۡك َر َواِنَّا لَهٗ لَ ٰحـفِظُ ۡون‬


“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya”.

Fungsi Al-Qur’an :

1. Petunjuk bagi Manusia. Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar


manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (QS AL-Baqarah :2)

‫ْب ۛ فِ ْي ِه ۛ ھُدًى لِّ ْل ُمتَّقِ ْي‬ َ ِ‫ٰذل‬


َ ‫ك ْال ِك ٰتبُ اَل َري‬
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.

2. Sumber pokok ajaran islam.

6
 Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh
segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum
seperti hukum, ibadah, ekonomi, politik, social, budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan
seni.
3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.

Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan
pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.

4. sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.

Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw.

Hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an ada 3 yaitu :

1. Hukum I’tiqadiyah

Hukum I’tiqadiyah yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban para mukallaf
untuk mempercayai Allah, malaikat-malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah dan
hari pembalasan.

2. Hukum akhlaq

 Hukum Akhlaq yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kewajiban orang mukallaf
untuk menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat
yang tercela.

3. Hukum amaliah

    Hukum amaliah yaitu yang bersangkutan dengan perkataan, perbuatanperbuatan,


perjanjian-perjanjian, dan mu’amalah (kerja sama) sesama manusia.

b)  Al-Hadits

7
Hadits (bahasa Arab: ‫الحديث‬,) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Dalam
terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah
laku dari Nabi Muhammad.

Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan
sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan
dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Hadits menurut ahli
hadits adalah sesuatu yang didapatkan dari Nabi SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan,
persetujuan.

Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan
sumber hukum di bawah Al-Qur'an. Kedudukan hadits sebagai sumber hukum islam kedua,
telah diterima oleh semua ulama dan umat islam. Hal ini di kuatkan dengan ayat al-qur’an
surat an-nisa’:80

َ ‫َم ْن ي ُِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد أَطَا َع هَّللا َ ۖ َو َم ْن تَ َولَّ ٰى فَ َما أَرْ َس ْلنَا‬
‫ك َعلَ ْي ِه ْم َحفِيظًا‬
Barang siapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barang
siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.

Dengan demikian jelaslah bahwa hadits merupakan sumber hukum islam disamping al-
qur’an. Orang-orang yang menolak hadits sebagai hukum islam, berrarti  hakikatnya orang itu
menolak al-qur’an. Mereka yang menolak hadits sebagai sumber hukum islam, lebih
disebabkan keterbatasan pengetahuan mereka terhadap al-qur’an dan kepada hadits.

Hadits dapat dibedakan kepada 3 macam:

a. Sunnah qauliyah (perkataan), yaitu sabda yang beliau sampaikan dalam beraneka tujuan
dan kejadian .

b. Sunnah fi’liyah (perbuatan), yaitu segala tindakan Rasulullah saw.

c. Sunnah taqririyah (persetujuan) perkataan atau perbuatan sebagian sahabat yang telah


disetujui oleh Rasulullah saw. secara diam-diam atau tidak di bantahnya atau disetujui
melalui pujian yang baik.

macam-macam hadits : Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi

 Hadits Mutawatir : adits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa
sanad yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta.

8
 Hadits Ahad : hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai
tingkat mutawatir.
 Hadits Shahih : hadits yang bersambung sanadnya, ia diriwayatkan oleh orang yang
adil lagi dhobit.
 Hadits Hasan : hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan
perawinya tidak ada yang disangka dusta
 Hadits Dha’if : hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang
yang tidak adil dan tidak dhobit.

 Menurut Macam Periwayatannya

 Hadits yang bersambung sanadnya (hadits Marfu’ atau Maushul)


 Hadits yang terputus sanadnya
 Hadits Mu’allaq : hadits yang tergantung, yaitu hadits yang permulaan sanadnya
dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya.
 Hadits Mursal : hadits yang diriwayatkan oleh para tabi’in dari Nabi Muhammad
SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu.
 Hadits Mudallas : hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan
seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad ataupun
pada gurunya.
 Hadits Munqathi : hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua orang perawi
selain sahabat dan tabi’in.
 Hadits Mu’dhol : hadits yang diriwayatkan oleh para tabi’it dan tabi’in dari Nabi
Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa menyebutkan tabi’in yang menjadi
sanadnya.

· Hadits-hadits dha’if disebabkan oleh cacat perawi

 Hadits Maudhu’ : hadits dalam sanadnya terdapat perawi yang berdusta atau dituduh
dusta.
 Hadits Matruk : hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan
perawi itu dituduh berdusta.
 Hadits Mungkar : hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah
yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya /
jujur.

9
 Hadits Mu’allal : hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya
terdapat cacat yang tersembunyi.
 Hadits Mudhthorib : hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa
sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang
dikompromikan.
 Hadits Maqlub : hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan
mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun
matan (isi).
 Hadits Munqalib : hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya
berubah.
 Hadits Mudraj : hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya
terdapat tambahan yang bukan hadits.
 Hadits Syadz : hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya) yang
bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat /
pembawa) yang terpercaya pula.

Nisbah (hubungan) Al-Qur’an dengan Al-hadits:

1. Menguatkan (muakkid)

Menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya di dalam Al-Qur’an.
Jadi, Al-Qur’an sebagai penetap hukum dan hadits sebagai penguatnya.

2. Memberikan keterangan (bayan)

Memberi keterangan ayat-ayat Al-Qur’an, artinya memberikan perincian ayat-ayat Qur’an


yang masih umum.

c)   Ijtihad

Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i
dari dalil-dalil syara’, yaitu Al-Qur’an dan hadits. Orang-orang yang mampu menetapkan
hukum suatu peristiwa dengan jalan ini disebut mujtahid.

Peristiwa-peristiwa yang dapat diijtihadkan yaitu:

10
a. Peristiwa-peristiwa yang ditunjuk oleh nash yang zhaniyulwurud (haditshadits ahad) dan
zhaniyud dalalah (nash Al-Qur’an dan hadits yang masih dapat ditafsirkan dan dita’wilkan)

b. Peristiwa yang tidak ada nashnya sama sekali.

Syarat-syarat seorang mujtahid :

a) Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an, baik
menurut bahasa maupun syariah.

b) Menguasai dan mengetahui hadis-hadis tentang hukum, baik menurut bahasa maupun
syariat.

c) Mengetahui nasakh dan mansukh dari Al-Qur’an dan sunnah, supaya tidak salah dalam
menetapkan hokum.

d) Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama, sehingga ijtihad-
nya tidak bertentangan dengan ijma’.

e) Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya serta meng-instimbat-nya, karena qiyas


merupakan kaidah dalam berijtihad.

f) Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta
berbagai problematikanya.

g) Mengetahui ilmu  fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad.

h) Mengetahui maqashidu asy-syariah (tujuan syariat) secara umum.

macam-macam tingkatan Ijtihad

1. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil,

    Ijtihad Muthlaq yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma-
norma dan kaidah istinbath yang dipergunakan sebagai sistem/metode bagi seorang mujtahid
dalam menggali hukum.

2. Ijtihad Muntasib

    Ijtihad Muntasib yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dengan mempergunakan
norma-norma dan kaidah- kaidah istinbath imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil).

11
3. Ijtihad mazhab atau fatwa

    Ijtihad mazhab atau fatwa yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan
madzhab tertentu.

4. Ijtihad tarjih

    Ijtihad tarjih yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat
yang ada.

Ijtihad di bagi menjadi beberapa bagian ( macam- macam) yaitu sebagai berikut:

1. Ijma’

 Ijma’ menurut bahasa arab berarti kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal, menurut
istilah ijma’ adalah kesepakatan mujtahid tentang hukum syara’ dari suatu peristiwa setelah
Rosul wafat.

2. Qias

Qias menurut bahasa berarti menyamakan , membandingkan atau mengukur. Secara istilah
qias adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya
dengan cara membandingkan dengan suatu kejadian yang telah ditetapakan hukumnya
berdasarkan nash karena ada persamaan illat/sifat diantara kejadian atau peristiwa itu.

3. Istihsan

Istihsan menurut bahasa berarti menganggap baik atau mencari yang baik, menurut istilah
istihsan adalah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau
kejadian yang ditetapkan berdasarkan dalil syara’ menuju hukum lain dari peristiwa itu juga.
karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkanya.

4. Maslahah mursalah

Maslahah mursalah adalah suatu kemaslahatan dimana syar;i tidak mensyariatkan sutau
hukum ntuk merealisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas
pengakuanya atau pembatalanya.

5. Urf

12
Urf menurut bahasa adalah kebiasaan sedangkan menurt istilah sesuatu yang telah dikenal
orang banyak dan menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi disini adalah kebiasaan yang
tidak dilarang.

6. Istishab

Istishab menurut bahasa adalah pengakuan adanya perhubungan. secara istilah adalah
menetapkan hokum terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya sehingga ada dalil yang
menyebutkan atas perubahan keadaan tersebut.

2.2       METODE PENETAPAN HUKUM ISLAM

            Secara etimologis, metode berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang berarti melalui.
Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
tujuan. Sehingga Metode Penetapan Hukum Islam berarti cara yang ditempuh dalam
menetapkan hukum islam.

Sumber hukum pada masa Rasulullah tetap berpegang teguh pada AlQuran Al-Karim dan
Sunnah Rasulullah. Pengenalan Al-Quran terhadap hukum, mayoritasnya bersifat universal
tidak parsial dan global tidak rinci. Untuk memahami Al-Quran, dibutuhkan Sunnah. Oleh
karena itu, sumber dari Al-Quran yang universal diperjelas dengan sunnah.

Dalam istilah ilmu Ushul Fiqh motede penetapan hukum dipakai dengan istilah “Istinbath”.
Istinbath artinya adalah mengeluarkan hukum dari dalil, jalan istinbath ini memberikan
kaidah-kaidah yang bertalian dengan pengeluaran hukum dari dalil.

Dalam penetapan hukum islam secara umum dapat di kelompokkan kepada tiga macam :
yaitu

 pertama,

metode verbal (at-turuq al-lafzdiyah) yaitu metode penetapan hukum yang bertumpu kepada
analisis kebahasaan. Thuruq lafdziyah dikatakan juga sebagai pendekatan lafadz yang
penerapannya membutuhkan beberapa factor pendukung yaitu:

a.  Penguasaan terhadap makna (pengertian) dari lafadz-lafadz nash serta konotasinya dari
segi umum dan khusus,

13
b. Mengetahui dalalahnya apakah menggunakan manthuq lafdzi ( ataukan termasuk dalalah
yang mafhum yang diambil dari konteks kalimat;

c. Mengerti batasan-batasan (qayyid) yang membatasi ibarah-ibarah nash;

 Kedua,

metode substansial (at-turuq al-ma’nawiyah), yaitu metode penetapan hukum yang bertumpu
kepada pengertian implisit nash dengan menggali substansi-substansi hukum islam (al-
iltifatila al-ma’aniwa al-maqasid).

 Ketiga

Metode kontemporer yaitu suatu cara yang ditempuh pada masa kini (modern) untuk
mencapai atau menetapkan Hukum Islam.

Seorang Fazlur Rahman memaparkan tentang metode kontemporer ini ke dalam Istilah
“Double Movement” yaitu :

 Gerakan pertama; kembali kepada teks dan kondisi sosio-historis yang meliputi teks.
 Gerakan kedua; melihat kondisi sosio-cultural pembaca atau tempet teks itu akan
diterapkan.

Ada pula yang merinci metode pendekatan menjadi tiga pola yaitu :

1. Metode bayani

Metode bayani adalah suatu penjelasan secara komprehensif terhadap teks nas untuk
mengetahui bagaimana cara lafal nas menunjukkan kepada hukum yang dimaksudkannya.

2. Metode ta’lili

Metode ta’lili adalah upaya penggalian hukum yang bertumpu pada penentuan ‘illat-‘illat
hukum yang terdapat dalam suatu nas. Penalaran ini didukung oleh kenyataan bahwa
penuturan suatu masalah dalam nas diiringi dengan penyebutan ‘illat-‘illat hukumnya.

Muhammad Salam Madkur mendefinisikan “Upaya seorang faqih dalam menggali hukum
yang tidak dijelaskan oleh nas} baik secara qat’i maupun zanni dan tidak pula terdapat dalam
ijma’, di mana untuk mencapainya dengan melihat amarat (‘illat) yang sudah diletakkan oleh
Syari’ untuk menunjukkan pada hukumnya”.

14
3. Metode al-istislāhī

Metode Istislahi adalah penalaran untuk menetapkan hukum Syar‘ atas sesuatu  perbuatan
berdasarkan kemaslahatan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an atau Hadith
mengandung konsep umum sebagai dalil sandarannya.

Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan yang berupaya menetapkan hukum suatu masalah atas
dasar pertimbangan kemaslahatan karena tidak ada ayat al-Qur’an dan Hadith khusus yang
dapat digunakan.

            Sedangkan Abu ishaq Ibrahim ibn Musa ibn Muhammad Al-Lakhmi Al


Garnati merumuskan sebuah konsep al_istiqra’, yaitu penelitian terhadap partikular-partikular
makna nash, hukum-hukum spesifik (far’iyah), dan realitas sejarah (tradisi) untuk di tetapkan
suatu hukum umum, baik sifatnya pasti (qot’i) maupun dugaan kuat (zhanni).  Al_istiqra’ al-
Man’nawi merupakan suatu metode penetapan hukum yang tidak saja menggunakan satu
dalil tertentu, melainkan dengan sejumlah dalil yang digabungkan antara satu dengan yang
lain yang mengandung aspek dan tujuan berbeda, sehingga terbentuklah suatu perkara hukum
berdasarkan gabungan dalil-dalil tersebut.

15
BAB III

PENUTUP

    Kesimpulan

Islam mempunyai dua sumber hukum yang utama yaitu Al-Qur’an dan Hadits, sedangkan
untuk merumuskan suatu hukum baru yang tidak terdapat pada keduanya diperlukanlah
ijtihad yang tetap mendasarkan pada Al-Qur’an dan hadits. Sehingga dapat dikatakan bahwa
ijtihad merupakan sumber hukum islam yang ke-tiga.

Metode Penetapan Hukum Islam berarti cara yang ditempuh dalam menetapkan hukum islam.
Dalam penetapan hukum islam secara umum dapat di kelompokkan kepada tiga macam: yaitu

1. metode verbal (at-turuq al-lafzdiyah)

2. metode substansial (at-turuq al-ma’nawiyah)

3. Metode kontemporer

16
DAFTAR PUSTAKA

 Basyir, Ahmad Azhar. Pokok-Pokok Persoalan Filsafat Hukum Islam. Yogyakarta:


UII Pres Yogyakarta. 1984.

 Jamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997

 Effendi, Satria. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana. 2005.

 Azyumardi Azra, Buku Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum,


III.Direktorat Perguruan Agama Islam, Jakarta, 2002.

 Syah, Ismail Muhammad. Filsafat Hukum Islam. Jakarta:Bumi Aksara. 1992.

 Al-Qur’an

 http://ruqi86.blogspot.com/2011/04/metode-istinbat-hukum-islam-1.html?
zx=87615352c9140354#uds-search-results

17

Anda mungkin juga menyukai