Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SUMBER AJARAN ISLAM

Di Susun Oleh Kel 02 :

1. Elisa Apriyanti (1930201162)

2. Kiki Oktari (1930201168)

3. Karen Diva (1930201182)

4. Sabrina Sudarwan (1930201190)

5. Oki Oktaviani (1930201191)

Dosen Pengampu : Djoko Rohadi Wibowo, M.Pd.

PRODI PENDIDIDIKAN MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNVIVERSITAS ISLAM RADEN FATAH PALEMBANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah atas segala Rahmat serta Hidayah dari Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah ILMU PENDIDIKAN
ISLAM yang berjudul “ SUMBER AJARAN ISLAM“ dengan baik. Selain itu,
penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Djoko Rohadi Wibowo, M.Pd.
selaku dosen pengampu, yang senantiasa membimbing dan memberikan arahan
sehingga, penulis dapat menyelesaikan makalah penelitian ini dengan baik.

Makalah ini penulis buat dengan tujuan dapat memberikan pengetahuan kepada
para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat
dibutuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 13 Maret 2020

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Sumber Ajaran Islam...........................................................................................3
B. Al-Quran..............................................................................................................3
1. Pengertian Al-Quran.........................................................................................3
2. Struktur dan Pembagian Al-Quran....................................................................4
3. Hubungan Al-Quran dengan Kitab-kitab Lain..................................................5
C. Hadist...................................................................................................................6
1. Pengertian Hadist..............................................................................................6
2. Struktur Hadist..................................................................................................7
3. Berdasarkan tingkat keaslian hadits..................................................................9
D. Ijtihad.................................................................................................................10
1. Pengertian Ijtihad............................................................................................10
2. Fungsi Ijtihad..................................................................................................11
3. Jenis-Jenis Ijtihad............................................................................................11
4. Sejarah Ijtihad.................................................................................................14

BAB III PENUTUP..............................................................................................15

Kesimpulan............................................................................................................15

Daftar Pustaka........................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari
Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah.
Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah,
syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan akal pikiran manusia yang memenuhi
syarat runtuk mengembangkannya.

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap
muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan
oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim.
Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59:

۟ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامنُ ٓو ۟ا َأ ِطيع‬


b۟ ‫ُوا ٱهَّلل َ َوَأ ِطيع‬
ُ‫ُوا ٱل َّرسُو َل َوُأ ۟ولِى ٱَأْل ْم ِر ِمن ُك ْم ۖ فَِإن تَ ٰنَ َز ْعتُ ْم فِى َش ْى ٍء فَ ُر ُّدوه‬ َ
‫ك َخ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬ َ ٰ ْ
َ ِ‫ل ِإن كنت ْم ت ِمنونَ بِٱ ِ َوٱليَوْ ِم ٱلْ َءا ِخ ِر ۚ ذل‬bِ ‫ِإلَى ٱهَّلل ِ َوٱل َّرسُو‬
‫هَّلل‬ ُ ‫ْؤ‬ ُ ُ ُ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Menurut ayat diatas setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak
Rasul dan kehendak penguasa atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak
Allah kini terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al-
Hadis, kehendak penguasa (ulil amri) tercantum dalam kitab-kitab hasil karya orang
yang memenuhi syarat karena mempunyai kekuasaan berupa ilmu pengetahuan.

Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum islam
adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, 

1
“ Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat
selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan
sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah
satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist.

Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan mempergunakan seluruh


kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi
syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran,
termasuk ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sumber Ajaran Islam?


2. Apa pengertian Al-Quran?
3. Apa pengertian hadits Hadist?
4. Apa pegertian Ijtihad?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk memahami sumber ajaran islam


2. Untuk memahami pengertian Al-quran
3. Untuk mengetahui pengertian Hadits
4. Untuk mengetahui pengertian Ijtihad

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sumber Ajaran Islam

Sumber ajaran Islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan
aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata. Dengan demikian sumber ajaran islam
ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam.

Sumber ajaran islam ada tiga, yakni Al-Quran, Hadist (As-sunnah), dan Ijtihad.
Ajaran yang tidak bersumber dari ketiganya bukan ajaran Islam. Al-Quran dan Hadist
merupakan ajaran Islam yang langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW,
sedang Ijtihad merupakan hasil pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid
dengan tetap mengacu pada Al-Quran dan Hadist.

B. Al-Quran
1. Pengertian Al-Quran

Al-Qur’an (Arab: ‫رآن‬444‫ )الق‬adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya


bahwa Al-Qur’an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan
bagi manusia dan bagian dari rukun iman yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad  melalui perantaraan Malaikat Jibril dan wahyu pertama yang
diterima oleh Nabi Muhammad adalah sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an
surat Al-‘Alaq ayat 1-5.

Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti
bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata
benda (masdar) dari kata kerja qara’a yang artinya membaca. Konsep pemakaian

3
kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur’an sendiri yakni pada ayat
17 dan 18 Surah Al-Qiyamah :

)١٨( ُ‫)فَِإ َذا قَ َرْأنَاهُ فَاتَّبِ ْع قُرْ آنَه‬١٧( ُ‫ِإ َّن َعلَ ْينَا َج ْم َعهُ َوقُرْ آنَه‬

Artinya : “Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan


(menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,)
apabila Kami telah selesai membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya itu”.
(Al-Qiyāmah 75:17-18)

Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut: “Kalam Allah yang


merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad   dan ditulis di
mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah“.

Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur’an sebagai


berikut: “Al-Qur’an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan
kepada Nabi Muhammad  penutup para nabi dan rasul, dengan
perantaraan Malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian
disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya
merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah  dan ditutup dengan
surat An-Nas“

2. Struktur dan Pembagian Al-Quran

Al-Qur’an terdiri atas 30 juz,114 surah dan 6236 ayat. Setiap surah akan terdiri
atas beberapa ayat, di mana surah terpanjang dengan 286 ayat adalah surah Al
Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr
dan Al-‘Așr. Surah-surah yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut
ruku’ yang membahas tema atau topik tertentu.

4
Al-Qur’an tidak turun sekaligus, ayat-ayat al-Qur’an turun secara berangsur-
angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Sedangkan menurut tempat diturunkannya,
setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah)
dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu
penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum
Rasulullah  hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya
tergolong surat Madaniyah. Surat yang turun di Makkah berangsur selama 12 tahun
pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan
akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan surat yang turun di
Madinah berangsur selama 10 tahun pada umumnya suratnya panjang-panjang,
menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan
atau seseorang dengan lainnya (syari’ah). Ilmu Al-Qur’an yang membahas mengenai
latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat al-Qur’an diturunkan
disebut Asbabun Nuzul (Sebab-sebab Turunnya (suatu ayat).

Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam Al-Qur’an


terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali


Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idahdan Yunus
2. Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu’mindan sebagainya
3. Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijrdan
sebagainya
4. Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-
Nasdan sebagainya

3. Hubungan Al-Quran dengan Kitab-kitab Lain

Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi


sebelum Muhammad  dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim),

5
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab
tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur’an yang tentunya menjadi doktrin bagi
ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur’an dengan kitab-kitab tersebut:

1. Bahwa Al-Qur’an menuntut kepercayaan umat Islam terhadap eksistensi kitab-


kitab tersebut.
2. Bahwa Al-Qur’an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi
kitab-kitab sebelumnya.
3. Bahwa Al-Qur’an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat
antara ummat-ummat rasul yang berbeda.
4. Bahwa Al-Qur’an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur’an terdapat cerita-cerita
mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian
mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek
penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik
oleh Yahudi dan Kristen.

C. Hadits
1. Pengertian Hadits

Hadits (bahasa Arab: ‫الحديث‬ ) adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan


persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadits
dijadikan sumber hukum Islam selain al-Qur’an, dalam hal ini kedudukan hadits
merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.

Hadits secara harfiah berarti berbicara, perkataan atau percakapan. Dalam


terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan
tingkah laku dari Nabi Muhammad. Menurut istilah ulama ahli hadits, hadits yaitu
apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad , baik berupa perkataan, perbuatan,
ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah

6
diangkat sebagai Nabi (Arab: bi’tsah) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti
hadits di sini semakna dengan sunnah.

Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan


sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan
maupun persetujuan dari Nabi Muhammad  yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.
Kedudukan Hadist sebagai sumber hukum Islam dijelaskan dalam Al-Qur’an surah
An-Nisa 4:65

۟ ‫ك فِيما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم اَل يَ ِجد‬


َ َ‫ُوا فِ ٓى َأنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِّم َّما ق‬
َ‫ضيْت‬ َ َ ‫فَاَل َو َربِّكَ اَل يُْؤ ِمنُونَ َحتَّ ٰى يُ َح ِّك ُمو‬
b۟ ‫َويُ َسلِّ ُم‬
‫وا تَ ْسلِي ًما‬

Artinya : Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

2. Struktur Hadist

Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai


penutur) dan matan (redaksi).

Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya menyampaikan sebagaimana


diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah  bahwa dia
bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk
saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri” (hadits riwayat Bukhari)

a) Sanad
Sanad ialah rantai penutur/rawi (periwayat) hadits. Rawi adalah masing-masing
orang yang menyampaikan hadits tersebut (dalam contoh di atas: Bukhari,

7
Musaddad, Yahya, Syu’bah, Qatadah dan Anas). Awal sanad ialah orang yang
mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits); orang ini
disebut mudawwin atau mukharrij. Sanad merupakan rangkaian seluruh penutur itu
mulai dari mudawwin hingga mencapai Rasulullah. Sanad memberikan gambaran
keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits
bersangkutan adalah

Al-Bukhari –> Musaddad –> Yahya –> Syu’bah –> Qatadah –> Anas –> Nabi
Muhammad 

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang
bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah.
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan
derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :

 Keutuhan sanadnya
 Jumlahnya
 Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini
diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan
tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

Rawi adalah orang-orang yang menyampaikan suatu hadits. Sifat-sifat rawi yang
ideal adalah:

 Bukan pendusta atau tidak dituduh sebagai pendusta


 Tidak banyak salahnya
 Teliti

8
 Tidak fasik
 Tidak dikenal sebagai orang yang ragu-ragu (peragu)
 Bukan ahli bid’ah
 Kuat ingatannya (hafalannya)
 Tidak sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat
 Sekurangnya dikenal oleh dua orang ahli hadits pada jamannya.

Sifat-sifat para rawi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-ahli hadits yang
semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli hadits pada masa-masa yang
berikutnya hingga ke masa sekarang. Rawi yang tidak ada catatannya
dinamakan maj’hul, dan hadits yang diriwayatkannya tidak boleh diterima.

b) Matan

Matan ialah redaksi dari hadits, dari contoh sebelumnya maka matan hadits
bersangkutan ialah:

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk


saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami
hadits ialah:

 Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad
atau bukan,
 Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih
kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan
selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak
belakang).

3. Berdasarkan tingkat keaslian hadits

9
Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan
merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits
tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih,
hasan, dla’if dan maudlu’.

 Hadits Sahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits
shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sanadnya bersambung (lihat Hadits Musnad di atas);
2. Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah,
berakhlak baik, tidak fasik, terjagamuruah(kehormatan)-nya, dan kuat
ingatannya.
3. Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup umur (baligh) dan
beragama Islam.
4. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada
sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadits (’illat).
 Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, namun ada sedikit
kelemahan pada rawi(-rawi)nya; misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil
namun tidak sempurna ingatannya. Namun matannya tidak syadz atau cacat.
 Hadits Dhaif(lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa
hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal),
atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau
mengandung kejanggalan atau cacat.
 Hadits Maudlu’, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai
sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta. 

D. Ijtihad
1. Pengertian Ijtihad

10
Ijtihad (Arab: ‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya
bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk
memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadits dengan
syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada
perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para
ahli agama Islam. Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia
akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau
pada suatu waktu tertentu.

2. Fungsi Ijtihad

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti
semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al
Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan
kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan
diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan
beragama sehari-hari.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau
di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang
dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist.
Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada
sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan
tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al
Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan
Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham
Al Quran dan Al Hadist.

3. Jenis-Jenis Ijtihad
1) Ijma’

11
Ijma’ artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu
perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama
dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma
adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang
untuk diikuti seluruh umat.
2) Qiyas
Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum
suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki
kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara
terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat,
bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa
sebelumnya.

Beberapa definisi qiyâs (analogi)

1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan


titik persamaan di antara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu
persamaan di antaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-
Qur’an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab
(iladh).
4. menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum di terangkan oleh
al-qur’an dan hadits.

3) Istihsan

Istihsan menurut bahasa berarti menganggap baik sesuatu. Sedangkan menurut


islilah dalam pendapat ulama ushul adalah berpalingnya seorang mujtahid dari

12
tuntunan qiyas jail kepada qiyas khafi (samar) atau dari hukum kulli (umum) kepada
hukum istina’ (pengecualian) karena ada dahlil yang lebih kuat .

Jadi istihsan adalah menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan atas dasar
prinsip-prinsip kebaikan, keadilan, dan kasih saying, dan sebagainya dari Al-quran
dan sunah.

Dasar hukum istihsan yaitu Al-quran QS.Azzumar : 18 yang terjemahannya “Orang-


orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang palig baik diantaranya.”

4) Maslahah

Maslahah adalah cara untuk menetapkan hukum suatu masalah atau kejadian yang
tidak terdapat ketentuannya baik di dalam Al-quran maupun dalam sunah tetapi
penetapan hukum ini berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat dan
kepentingan umum.

Sebagai contoh yang dapat dikemukakan adanya kemaslahatan bagi masyarakat


unuk mencetak uang, mendirikan bank, mendirikan kantor-kantor pemerintahan.

Dari segi kualitas dan kepentingannya kemaslahatan itu dibagi menjadi :

 Maslahah al-dharuriyah
 Maslahah al-hajjiyah
 Maslahah al-tahsiniyah

Maslahah dari segi kandungannya :

 Maslahah al-amma
 Maslahah al-khashash
5) Istishab

13
Istihab menurut bahasa berarti mencari sesuatu yang ada hubungannya. Menurut
istilah adalah tetap berpegang pada hukum yang telah ada dari suatu peristiwa atau
kejadian sampai ada dalil yang mengubah hukum tersebut.

Ditinjau dari segi timbulnya kaidah-kaidah istishab dapat dibagi kepada :

a) Berdasarkan penetapan akal


Berdasarkan qs. Al-Baqarah : 29 dapat ditetapkan bahwa semua yang diciptakan
Allah dimuka bumi adalah unuk keperluan dan kepentingan manusia yang dapat
digunakan sebagai sarana dalam melaksanakan tugas kekhalifahan. Dengan
demikian, segala sesuatu pada asasnya adalah boleh digunakan atau
dimanfaatkan oleh manusia. Hukum boleh itu tetap berlaku sampai ada dalil yang
mengubahya.
b) Berdasarkan hukum syara’
Sesuai dengan ketetapan syara’ bahwa apabila telah terjadi akad nikah yang
dilakukan oleh seorang laki–laki dan seorang perempuan dan akad itu lengkap
dengan rukun–rukun dan syarat- syaratnya, maka kedua suami istri itu halal atau
mubah (boleh) hukumnya melakukan hubungan suami istri.
6) Urf

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan


masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-
aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

4. Sejarah Ijtihad

Berdasarkan pendapat jumhur ulama, ijtihad sudah ada sejak zaman Rasulullah
saw yaitu yang dilakukan oleh Mu’as bin Jabal, dan Rasulullah mengajukan tiga
pertanyaan kepadanya, “Wahai Mu’as dengan apa engkau menetapkan hukum?
Mu’as menjawab, dengan kitab Allah swt. Bila tidak didapati di dalam kitab? Mu’as
menjawab, maka dengan sunnah Rasulnya. Bila tidak didapati di dalam hadist

14
Rasulnya? Mu’as menjawab, aku akan menggunakan segenap kemampuan pikiranku
(Ijtihad). Kemudian Rasul menepuk bahu Mu’as dan berkata “ Alhamdulillahillazi
wafaqa rasula rasulihi” (segala puji bagi Allah yang telah menyetujui utusan dari
Rasulnya). Riwayat inilah yang dijadikan sebagai dasar bolehya menggunakan
Ijtihad.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap
muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan
oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
Sumber ajaran agama islam terdiri dari sumber ajaran islam primer dan sekunder.
Sumber ajaran agama islam primer terdiri dari al-qur’an dan as-sunnah (hadist),
sedangkan sumber ajaran agama islam sekunder adalah ijtihad.

15
DAFTAR PUSTAKA

Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus —Al-Qur’an, Sumber Hukum Islam yang
Pertama, Penerbit Pustaka, Bandung, 1989 M.

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 2001

Pengetahuan Dasar tentang Pokok-pokok Ajaran Islam (A/B) oleh Mh. Amin Jaiz

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas

Abd. Rahman, Dkk. 2014. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum.
Padang: UNP Press.

16

Anda mungkin juga menyukai