Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH DIRASAH ISLAMIYAH

“Sumber Ajaran Islam dalam Al-Quran dan Sunah Serta


Mengaplikasikannya dalam Kehidupan”
DOSEN PENGAMPU: Dra. Maryam Sulaeman, M, Pd.i

Di susun oleh: KELOMPOK 2

1. 2120011 Syayid Amrullah


2. 2120012 Nur Ahdiany
3. 2120027 Annisa Istiqomah
4. 2120033 Annisa Lisanti
5. 2120053 Chico Harza Nugroho

Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen


UNIVERSITAS ISLAM
JAKARTA
2020
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah Mata Kuliah Dirasah Islamiyah ini
tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya
kita nantikan kelak. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Maryam
Sulaeman selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Dirasah Islamiyah yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua. Kami juga mengucapkan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang dengan sukarela membantu serta memberikan
kepada kami ilmu yang dibutuhkan pada penulisan makalah ini. Tak lupa juga kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Maryam
Sulaeman sekalu Dosen Pengampu Mata Kuliah Dirasah Islamiyah . Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan kita semua termasuk kami mengenai Sumber Ajaran
Islam dalam Al-Quran dan Sunnah Serta Mengaplikasikannya dalam Kehidupan. Kami
menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah Dirasah Islamiyah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, 28 Oktober 2020

(Penulis)
Daftar Isi

Kata Pengantar 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 4

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan 5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sumber Ajaran Islam. 6

B.Makna Al Qur’an 6

C.Makna Sunnah 8

D.Makna Ijma 13

E. Fungsi Sunnah 16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan 12

B. Saran 12

Daftar Pustaka 13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran
yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama
agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan
dengan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah,
sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan
kepada masyarakat atau kelompok masyarakat. Allah telah menetapkan Sumber Ajaran Islam yang wajib
diikuti oleh setiap muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59:

‫نْ ﻓَﺎِ ۚ ﻣِﻧْﻛُمْ ﻣْرِ اﻻَْ وﻟِﻰ وَاُ اﻟرﱠﺳُوْلَ طِﯾْـﻌُوا وَاَ ﷲَّٰ اَطِﯾْـﻌُوا اٰﻣَﻧُوْۤا اﻟﱠذِﯾْنَ ﯾٰۤـﺎَﯾﱡﮭَﺎ‬
‫ﻟْﯾَـوْمِ وَا ِّٰ ﺑِﺎ ﺗُؤْﻣِﻧُوْنَ ﻛُﻧْـﺗُمْ اِنْ ﻟرﱠﺳُوْلِ وَا ﷲِّٰ اِﻟَﻰ ﻓَرُدﱡوْهُ ﺷَﻲْءٍ ﻓِﻲْ زَﻋْﺗُمْ ﺗَﻧَﺎ‬
ْٰ‫ﺗَﺄْوِﯾْﻼً وﱠاَﺣْﺳَنُ ﺧَﯾْرٌ ذٰﻟِكَ ۗ ﺧِرِ اﻻ‬
Artinya : “Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

Menurut ayat tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan
kehendak ’penguasa’ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini terekam
dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al-Hadis, kehendak ’penguasa’ (ulil
amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat karena mempunyai
”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan.

Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum islam adalah
Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “ Aku tinggalkan bagi kalian
dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada
keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan
ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist.
Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan memperguna kan seluruh kemampuan
akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan
memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuka ajaran mengenai hukum
(fikih) Islam dari keduanya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Sumber Ajaran Islam itu?

2. Apa saja yang terkadung dalam ajaran islam primer?

3. Apakah yang dimaksud dengan Sumber Ajaran Islam sekunder(ijtihad)?

4. Bagaimana penerapan Sumber Ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan

i. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dirasah Islamiyah

ii. Menambah wawasan pengetahuan untuk kita semua


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sumber Ajaran Islam

Agama Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan
sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq Allah SWT (hablu
minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum islam atau syariat islam atau hukum
Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai sumber-sumber syariat islam, terlebih
dahulu kita harus mengetahui definisi dari hukum dan hukum islam atau syariat islam. Hukum
artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih,
hukum adalah tuntunan Allah SWT (Al-Qur’an dan hadist) yang berkaitan dengan
perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan,
pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah
(kemudahan) atau azimah.

B. Sumber Ajaran Islam Primer

1. Makna Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah nama bagi kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk
hidup (hidayah) bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an diwahyukan olah Allah kepada Nabi
Muhamad SAW. setelah beliau genap berumur 40 tahun. Al-Qur’an diturunkan kepada beliau
secara berangsur-angsur selama 23 tahun.

Secara etimologi, Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan atau
qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Huruf-huruf
serta kata-kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur dikatakan al-Qur’an karena ia
berisikan intisari dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan.

Sedangkan secara terminologi, Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai Rasul terakhir melalui perantara malaikat Jibril, diawali
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Sedangkan menurut para ulama,
Alquran adalah Kalamullah yang diturunkan pada Rasulullah dengan bahasa arab, merupakan
mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
Membaca Al-Qur’an memiliki banyak manfaat dan keutamaan. Membaca Al-Qur’an merupakan
ibadah yang dikategorikan sebagai salah satu ibadah yang paling utama di antara ibadah-ibadah
lain.Terdapat banyak hadits yang menjelaskan tentang keutamaa membaca Al-Qur’an, salah
satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh an-Nu’man ibn Basyir sebagai berikut.

َ‫وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻋَﻠَﯿْﮫِ ﷲُ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲِ رَﺳُﻮلُ ﻗَﺎل‬: ُ‫اﻟْﻘُﺮْآنِ ﻗِﺮَاءَةُ أُﻣﱠﺘِﻲ ﻋِﺒَﺎدَةِ أَﻓْﻀَﻞ‬
Artinya: Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baiknya ibadah umatku adalah
membaca Al-Qur’an.” (HR. al-Baihaqi).

Dari hadits ini, kita mengetahui bagaimana Rasulullah SAW menempatkan orang yang
membaca Al-Qur’an sebagai umat Nabi Muhammad SAW yang paling baik.

a. Kandungan dalam al-Qur’an antara lain:

1) Tauhid, yaitu kepercayaan terhadap ke-Esaan Allah dan semua kepercayaan yang
berhubungan dengan-Nya.

2) Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran
tauhid.

3) Janji dan ancaman (al wa’d wal wa’iid), yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau
mengamalkan isi al-Qur’an dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkarinya.

4) Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiarkan risalah Allah
maupun kisah orang-orang shaleh ataupun orang yang mengingkari kebenaran al-Qur’an agar
dapat dijadikan pembelajaran bagi umat setelahnya.

5) Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang
disebut kehidupan akhirat.

6) Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, yakni informasi-informasi tentang manusia,


binatang, tumbuh-tumbuhan, langit, bumi, matahari dan lain sebagainya.
b. Tiga Komponen Dasar dalam Al-Qur`an

1. Hukum I’tiqadiah,Yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah
swt, dan hal-hal yang berkaitan dengan keimanan. Hukum ini tercermin dalam rukun iman. Ilmu
yang mempelajarinya disebut ilmu Tauhid, ilmu Ushuluddin, atau Ilmu kalam.

2. Hukum Amaliah, Yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan
Allah swt, antara sesama manusia, serta manusia dengan lingkungannya. Hukum alamiah ini
tercermin dalam rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang
mempelajarinya disebut ilmufiqih.

3. Hukum Khuluqiah, Yakni hukum yang berkaitan dengan hukum moral manusia dalam
kehidupan, baik sebagai mahluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam
konsep ihsan. Adapun yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlak atau Tasawuf.

c. Sedangkan khusus hukum syara, dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:

1) Hukum ibadah, yaitu mencakup hubungan vertikal atau dalam bahas arab biasa disebut
dengan hablum minallah, hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT,
misalnya salat, puasa, zakat, haji, dank urban.

2) Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan
alam sekitarnya. Pada dasarnya hukum tersebut bisa dikatakan sebagai Hablum Minannas.

3. Makna AS-Sunnah

Secara bahasa ialah jika di pandang dari sudut etimologi atau bahasa, sunnah berarti
metode atau jalan. Hal ini dapat disimpulkan dari hadits rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
yang berbunyi:
ْ‫ﻏَﯿْﺮِ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪَهُ ﺑِﮭَﺎ ﻋَﻤِﻞَ ﻣَﻦْ وَأَﺟْﺮُ أَﺟْﺮُھَﺎ ﻓَﻠَﮫُ ﺣَﺴَﻨَﺔً ﺳُﻨﱠﺔً اﻹِﺳْﻼَمِ ﻓِﻰ ﺳَﻦﱠ ﻣَﻦ‬
ْ‫ﻋَﻠَﯿْﮫِ ﻛَﺎنَ ﺳَﯿﱢﺌَﺔً ﺳُﻨﱠﺔً اﻹِﺳْﻼَمِ ﻓِﻰ ﺳَﻦﱠ وَﻣَﻦْ ﺷَﻰْءٌ أُﺟُﻮرِھِﻢْ ﻣِﻦْ ﯾَﻨْﻘُﺺَ أَن‬
‫ﻣِﻦْ ﯾَﻨْﻘُﺺَ أَنْ ﻏَﯿْﺮِ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِهِ ﻣِﻦْ ﺑِﮭَﺎ ﻋَﻤِﻞَ ﻣَﻦْ وَوِزْرُ وِزْرُھَﺎ‬
“Barang siapa yang mencontohkan jalan yang baik di dalam islam, maka ia akan mendapatkan
pahala dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikit pun. Dan barang siapa yang menconrohkan jalan yang jelek, maka ia akan mendapat
dosa dan dosa orang yang mengerjakan sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit
pun.” (HR. Muslim: 2398)

Hadits di atas bermuara dari datangnya suku mudhar ke kota madinah dalam keadaan miskin.
Kondisi mereka membuat hati rasulullah terenyuh. Selepas itu, Rasulullah pun berkhutbah.
Mendengar khutbah tersebut, seorang sahabat serta merta menyedekahkan hartanya,
pakaiannya, gandum, dan kurma. Lantas akhirnya sahabat yang lain berbondong-bondong turut
menyedekahkan apa yang mereka punya, mengikuti sahabat yang bersedekah pertama kali.
Maka Rasulullah pun menyebutkan hadits diatas.

Dari penjelasan ini dapat kita Tarik benang merah bahwa menurut bahasa berarti metode atau
jalan, yang mencangkup makna konotasi positif maupun negatif. Makna lain dari sunnah juga
sunnah secara bahasa adalah kebiasaan, syariat, contoh terdahulu, dan adat.

Makna AS-Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli Fiqih

Adapun jika dilihat dari sudut terminologi atau secara istilah, maka makna sunnah
sangat beragam tergantung konteks kata sunnah itu sendiri. Hal inilah yang kerap kali
mengharuskan kita untuk lebih hati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam mencerna kata sunnah
yang terdapat dalam sebuah pertanyaan. Karena pengertian yang banyak ini pulalah, kita harus
pandai menempatkan ke dalam makna yang tepat dan dibenarkan oleh syariat.
Definisi yang familiar di kalangan mayoritas manusia, yaitu definisi menurut para fukaha
(ulama pakar dalam disiplin ilmu fiqih). Menurut mereka, sunnah adalah suatu amal yang
dianjurkan oleh syariat namun tidak mencapai derajat wajib atau harus. Dan banyak versi lain,
seperti yang masyhur, sunnah adalah segala perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat
pahala dan jika tinggalkan maka tidak berdosa. Makna ini memiliki beberapa kata yang serupa
yaitu mustahab (dianjurkan) ataupun mandup, salah satu tingkatan hukum-hukum syariat ada
5: wajib, haram, makruh, mubah, dan sunnah. Ini termasuk makna sunnah yang cukup sempit.
Dalam artian, definisi ini hanya mencakup amal yang dihukumi sebagai mustahab. Sunnah
dalam makna ini terbagi menjadi dua: sunnah muakadah (dikuatkan atau sangat dianjurkan)
dan sunnah yang tidak muakadah. Contoh jenis pertama seperti puasa senin-kamis, salat
rawatib, dan lain sebagainya. Sedangkan sunnah untuk jenis kedua seperti salat dua rakaat
sebelum salat magrib.

Makna AS-Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli Hadits

Para muhadditsun (ulama pakar hadits) mendefinisikan sunnah sebagii segala hal yang
disandarkan kepada Nabi, baik itu berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan), maupun
sifat perangai atau sifat fisik. Baik sebelum diutus menjadi nabi ataupun setelah. Sunnah dalam
versi ini memiliki makna yang lebih luas. Ia tidak hanya menghimpun amal ibadah yang
hukumnya sunnah, akan tetapi juga hal-hal yang dihukumi wajib oleh ulam ahli fiqih. Oleh
sebab itu, jika mendengar suatu pertanyaan ini adalah sunnah atau disunnahkan, tidak berarti
hukumnya sunnah. Bisa jadi wajib, karena yang dimaksud sunnah tersebut adalah sunnah
menurut ulama ahli hadits.

Dari definisi sunnah yang telah dijelaskan, terdapat beberapa bentuk sunnah yang dapat
dikategorikan sebagaberikut: sunnah qauliyyah atau sunnah yang berupa perkataan adalah
hadits yang memuat ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah satu contohnya ialah
hadits yang diriwayatkan umar bin khathtab radhiyallahu ‘anhu. Dia menceritakan bahwa ia
mendengar Rasulullah SAW bersabda:
‫ﻧَوَى ﻣَﺎ اﻣْرِئٍ ﻟِﻛُلﱢ وَإِﻧﱠﻣَﺎ ﺑِﺎﻟﻧﱢﯾﱠﺎتِ اﻷَْﻋْﻣَﺎلُ إِﻧﱠﻣَﺎ‬
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya dan setiap orang akan memperoleh sesuai dengan
apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)

Adapun sunnah fi’liyyah adalah apa yang bersumber dari rasulullah berupa
perbuatannya yang menjelaskan tentang salat, zakat, puasa, haji, dan selainnya.

Adapun sunnah taqririyyah adalah ketika seseorang sahabat misalkan menceritakan


atau mengerjakan suatu perbuatan di depan Rasulullah SAW, atau pada masa beliau saat
wahyu masih turun, lantas Rasulullah SAW atau wahyu menetapkannya, tanpa diingkari
maupun diubah. Inilah taqrir menurut syariat di untuk suatu perbuatan.

Adapun sifat khuluqiyyah adalah sesuatu yang disampaikan para sahabat berkaitan
dengan bagaimana akhlak, perilaku Rasulullah SAW.

Sedangkan sifat khalqiyyah adalah Sesutu yang disampaikan oleh para sahabat berkenaan
dengan sifat fisik Rasulullah SAW. Seperti yang disebutkan dalam beberapa hadits bahwa
Rasulullah itu berbadan sedang, tidak tidak tinggi dan tidak pula pendek.

Fungsi AS-Sunnah Dan Keterkaitannya Dengan Al-Quran

‫ﯾَﺘَﻔَﻜﱠﺮُونَ وَﻟَﻌَﻠﱠﮭُﻢْ إِﻟَﯿْﮭِﻢْ ﻧُﺰﱢلَ ﻣَﺎ ﻟِﻠﻨﱠﺎسِ ﻟِﺘُﺒَﯿﱢﻦَ اﻟﺬﱢﻛْﺮَ إِﻟَﯿْﻚَ وَأَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎ‬

“Dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (Q.S An Nahl: 44)
Dari ayat diatas, terdapat makna tersirat yang menunjukan bahwa Nabi Muhammad SAW telah
diberikan tugas oleh Allah SWT untuk menerangkan ayat-ayat Al-Quran lebih terperinci kepada
umat manusia.

Beberapa fungsi as-sunnah terhadap Al-Quran:

3. Memperkuat hukum dalam Al-Quran


Segala jenis hukum, syariat dan hal-hal yan menyangkut muamalah kehidupan,
semuanya telah ditulis dalam Al-Quran secara sempurna. Seperti halnya hukum shalat,
puasa, zakat, larangan melakukan riba, mencuri, membunuh, dan sebagainya.
Keberadaan As-sunnah memperkuat hukum-hukum yang telah disebutkan di Al-Quran.
Misalnya saja untuk melakukan shalat, seseorang harus berwudhu terlebih dahulu.
Rasulullah SAW bersabda:”Tidak diterima shalat seorang yang berhadats sebelum ia
berwudhu”. (HR.Bukhari)
4. Menjelaskan atau merinci isi Al-Quran
As-sunnah juga berperan untuk menjelaskan atau merinci (menspesifikan) ayat-ayat Al-
quran yang masih bersifat umum. Misalkan Al-quran menuliskan kewajiban unruk
berhaji bagi umat yang mampu. Maka As-sunnah memperjelas tata cara manasik haji
yang benar sesuai ajaran Rasulullah SAW.
5. Menetapkan hukum baru yang tidak dimuat dalam Al-Quran
Adakalnya As-sunnah menetapkan hukum baru, dimana hukum tersebut tidak terdapat
dalam al-quran. Contohnya perihal larangan mengenakan kain sutera dan cincin emas
bagi laiki-laki.

Penetapan hukum baru As-sunnah tentunya tidak boleh asal-asalan. Hukum itu benar-
benar berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan sesuai syariat islam. Imam asy-
syafi’i RA:”Apa-apa yang telah disunnahkan Rasulullah SAW yang tidak terdapat pada
kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga.
C. Sumber Hukum Islam Sekunder

Ijtihad

Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja
semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan
berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil
dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat
dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun
hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu
pada Alquran dan hadist.

4. Makna Ijma’

Ijma' (bahasa Arab: ‫إﺟﻣﺎع‬‎) adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum
hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis dalam suatu perkara yang terjadi.

Dasar hukum Ijma

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa’ : 59)

Dari ayat diatas bisa didapat pemahaman bahwa apabila para ulil amri sudah sepakat tentang
sesuatu ketentuan atau hukum dari suatu peristiwa, maka kesepakatan itu hendaknya
dilaksanakan dan dipatuhi oleh kaum muslimin.

Rukun Ijma.

Terdapat kesepakatan para mutjahid kaum muslimin dalam suatu masa atas hukum syara.
Kesepakatan itu bisa dikategorikan menjadi 4 hal.

1. Tidak cukup ijma dikeluarkan oleh seorang mutjahid jika keberadaannya hanya
seorang (mutjahid) saja di suatu masa. Karena kesepakatan dijalankan lebih dari satu
orang, pendapatnya disepakati antara satu dengan yang lain.
2. Terdapat kesepakatan sesama para mutjahid atas hukum syara’ dalam suatu
masalah, dengan melihat negeri, jenis dan kelompok mereka.
Seandainya yang disepakati terhadap hukum syara’ hanya para mutjahid haramain, para
mutjahid Irak saja, Hijaz saja, mutjahid ahlu Sunnah, Mutjahid ahli Syiah, maka secara
syara’ kesepakatan khusus ini tidak disebut Ijma. Karena ijma tidak terbentuk kecuali
dengan kesepakatan umum dari semua mutjahid di dunia Islam dalam suatu masa.
3. Hendaknya kesepakatan mereka diawali setiap pendapat salah seorang mereka
dengan pendapat yang jelas apakah dalam bentuk perkataan, fatwa atau perbuatan.
4. Kesepakatan tersebut diwujudkan atas hukum kepada seluruh para mutjahid.
Apabila sebagian besar mereka sepakat maka tidak membatalkan kesepakatan yang
banyak secara ijma sekalipun jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat
lebih banyak maka tidak menjadikan kesepakatan yang banyak itu hujjah syar’i yang
pasti dan mengikat.

Unsur unsur Ijma.

Adapun unsur-unsur Ijma antara lain :

1. Adanya kesepakatan seluruh mujtahid dari kalangan umat Islam (ulama).


2. Suatu kesepakatan yang dilakukan haruslah dinyatakan secara jelas.
3. Yang melakukan kesepakatan tersebut adalah mujtahid.
4. Kesepakatan tersebut terjadi setelah wafatnya Rasulullah.
5. Yang disepakati itu adalah hukum syara' mengenai suatu masalah/peristiwa hukum
tertentu.
Macam macam ijma.

Ditinjau dari segi terjadinya.

1. Ijma' Qauli, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' mengeluarkan pendapatnya dengan
lisan ataupun tulisan yang menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di
masanya.
2. Ijma' Sukuti, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' diam, tidak mengatakan
pendapatnya. Diam di sini dianggap menyetujui.

Ditinjau dari segi keyakinan.

1. ljma’ qath’i, yaitu hukum yang dihasilkan ijma’ itu adalah sebagai dalil qath’i diyakini
benar terjadinya.
2. ljma’ zhanni, yaitu hukum yang dihasilkan ijma’ itu dzhanni, masih ada kemungkinan lain
bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil
ijtihad orang lain atau dengan hasil ijmâ’ yang dilakukan pada waktu yang lain.

Ditinjau dari Waktunya.

1. Ijma’ sahabat, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Saw.
2. Ijma’ khulafaurrasyidin, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar, Umar,
Utsman dan Ali bin Abi Thalib. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan pada masa ke-
empat orang itu hidup, yaitu pada masa Khalifah Abu Bakar. Setelah Abu Bakar
meninggal dunia ijmâ’ tersebut tidak dapat dilakukan lagi.
3. Ijma’ shaikhan, yaitu ijmâ’ yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
4. Ijma’ ahli Madinah, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh ulama-ulama Madinah. Ijma’ ahli
Madinah merupakan salah satu sumber hukum Islam menurut Madzhab Maliki, tetapi
Madzhab Syafi’i tidak mengakuinya sebagai salah satu sumber hukum Islam.
5. Ijma’ ulama Kufah, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh ulama-ulama Kufah. Madzhab Hanafi
menjadikan ijma’ ulama Kufah sebagai salah satu sumber hukum Islam.

Contoh Ijma.

Adapun contoh dari Ijma’ yaitu, antara lain:


1. Diadakannya adzan dua kali dan iqomah untuk sholat Jum’at yang diprakarsai oleh
Sahabat Utsman bin Affan r.a di masa kekhalifahan beliau.
2. Usaha pembukuan Al-Qur’an yang dilakukan di masa khalifah Abu Bakar as Shiddiq r.a
3. Menjadikan as Sunah sebagai sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an.
4. Saudara-saudara seibu-sebapak, baik laki-laki atapun perempuan (banu al-a’ayan wa al-
a’lat) terhalang dari menerima warisan oleh bapak.
5. Kesepakatan ulama terhadap keharaman minyak babi yang diqiyaskan atas keharaman
dagingnya.

5. Fungsi As Sunnah

َ‫وَأَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎإِﻟَﯿْﻜَﺎﻟﺬﱢﻛْﺮَﻟِﺘُﺒَﯿﱢﻨَﻠِﻠﻨﱠﺎﺳِﻤَﺎﻧُﺰﱢﻹَِﻟَﯿْﮭِﻤْﻮَﻟَﻌَﻠﱠﮭُﻤْﯿَﺘَﻔَﻜﱠﺮُون‬

“Dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (Q.S AnNahl: 44)

Dari ayat diatas, terdapat makna tersirat yang menunjukan bahwa Nabi Muhammad SAW telah
diberikan tugas oleh Allah SWT untuk menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an lebih terperinci kepada
umat manusia.

Berikut adalah beberapa fungsi as-sunnah terhadap Al-Qur’an:

1. Memperkuat hukum dalam Al-Quran (Ta’qid)

Segala jenis hukum, syariat dan hal-hal yang menyangkut muamalah kehidupan,
semuanya telah ditulis dalam Al-Quran secara sempurna. Sepertihalnya hukum shalat,
puasa, zakat, larangan melakukan riba, mencuri, membunuh, dan sebagainya.
Keberadaan As-sunnah memperkuat hukum-hukum yang telah disebutkan di Al-Qur’an.
Misalnya saja untuk melakukan shalat, seseorang harus berwudhu terlebih dahulu.
Rasulullah SAW bersabda:”Tidak diterima shalat seorang yang berhadats sebelum ia
berwudhu”. (HR.Bukhari)
2. Menjelaskan atau merinci isi Al-Qur’an (Tabyin)

As-sunnah juga berperan untuk menjelaskan atau merinci (menspesifikan) ayat-ayat Al-
quran yang masih bersifat umum. Misalkan Al-Qur’an menuliskan kewajiban untuk
berhaji bagi umat yang mampu. Maka As-sunnah memperjelas tata cara manasik haji
yang benar sesuai ajaran Rasulullah SAW.

3. Menetapkan hukum baru yang tidak dimuat dalam Al-Qur’an (Mustaqillah)

Adakalanya As-sunnah menetapkan hukum baru, dimana hukum tersebut tidak terdapat
dalam al-quran. Contohnya perihal larangan mengenakan kain sutera dan cincin emas
bagi laiki-laki.

Penetapan hukum baru As-sunnah tentunya tidak boleh asal-asalan. Hukum itu benar-
benar berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan sesuai syariat islam. Imam asy-
syafi’i rahimahullah berkata, ”Apa-apa yang telah disunnahkan Rasulullah SAW yang
tidak terdapat pada kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga”.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan
muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran
manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.Sumber ajaran agama
islam terdiri dari sumber ajaran islam primer dan sekunder. Sumber ajaran agama islam primer
terdiri dari al-qur’an dan as-sunnah (hadist), sedangkan sumber ajaran agama islam sekunder
adalah ijtihad.

Saran

Sebelum kita mempelajari agama islam lebih jauh, terlebih dahulu kita harus mempelajari
sumber-sumber ajaran agama islam agar agama islam yang kita pelajri sesuia dengan al-qur’an
dan tuntunan nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam as-sunnah (hadist).

Daftar Pustaka

http://rudichum.blogspot.com/2012/07/kandungan-dan-isi-al-quran.html

http://organisasi.org/pengertian-sejarah-dan-pokok-isi-kandungan-al-quran-alquran-
pengetahuan-agama-islam

http://www.islamnyamuslim.com/2012/08/tiga-komponen-dasar-dalam-al-quran.html

http://wawai.id/syiar/sumber-hukum-islam-primer-dan-sekunder/
https://www.onoini.com/pengertian-ijma/

https://wakidyusuf.wordpress.com/2019/12/02/ijma-dasar-hukumnya-rukun-dan-macam-macam-
ijma/

https://id.wikipedia.org/wiki/Ijma

https://muslim.or.id/19111-makna-as-sunnah.html

Anda mungkin juga menyukai