Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“ SUMBER HUKUM ISLAM : AL-QUR’AN”


Dosen Mata Kuliah :
Hadi Prana Abadi,S.Pd.I.,M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 4
Achmad Rifki Fauzi : 221011250051
Ahmad Herdiansah : 221011250050
Desty Anggraeni Suwanda : 221011250168
Dwi Fitri Rojanah : 221011250171
Revi Mariska : 221011250071

PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM SARJANA


FAKULTAS EKONOMI BISNIS
FAKULTAS PAMULANG
2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami ucapkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
serta karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
sumber hukum islam: al-qur’an tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada
Bpk Hadi Prana Abadi S.Pd,I.M.Pd sebagai Dosen Mata Pelajara Agama Islam
serta pihak yang telah berkontrubusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya
makalah ini tidak bisa maksimal jika tidak dapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam menyusun makalah ini karna keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami, dan kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang kami susun dapat
memberikan manfaat serta menambah pengetahuan tentang sumber hukum islam
bagi pembaca dan bisa di praktikakn dalam kehidupan sehari-hari.

Wassalammu’alaikum wr.wb.

Tangerang, 5 maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sebagai syariat penutup dari semua syariat yang telah Allah Swt.
turunkan dimuka bumi ini, merupakan satu-satunya ajaran yang cocok dan sesuai
untuk semua ruang, waktu dan kondisi. Ajarannya sangat agung dan mulia karena
mengatur dan mengarahkan kehidupan manusia dan alam semesta sesuai dengan
asas keadilan yang menjadi harapan. Islam tidak hanya mengatur masalah yang
terbatas pada masa tertentu, akan tetapi ajarannya mampu tampil sebagai wasit
dalam memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi manusia dan
alam semesta termasuk masalah-masalah kalasik dan kontemporer. Setiap ajaran
tentunya terdapat hukum-hukum yang mengikat para pemeluknya. Dalam agama
Islam, terdapat beberapa sumber hukum yang mengatur tindak-tanduk
pemeluknya (muslim) dalam kegiatannya menjadi seorang hamba dan khalifah di
Bumi. Sumber hukum Islam merupakan dasar utama untuk mengambil istinbat
hukum. Oleh karenanya segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan
haruslah berdasarkan pada sumber hukum tersebut.
Sumber-sumber hukum Islam merupakan dalil-dalil tempat berpijaknya setiap
kebijakan hukum Islam. Menurut Imam al-Amidiy, dalil yang merupakan bentuk
tunggal dari al-Adillah menurut bahasa adalah pedoman yang dapat mengarahkan
kepada sesuatu baik secara eksplisit maupun secara implisit. Sedangkan secara
istilah, dalil adalah sesuatu yang bisa menyampaikan kepada kesimpulan hukum
melalui serangkaian perangkat teori yang teruji. Oleh karena itu, segala ketentuan
dalam kehidupan harus bersumber atau berpedoman pada hukum tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah umat Islam sangat penting untuk memahami
hakikat dari masing-masing sumber hukum Islam. Untuk itu dalam makalah ini,
penulis mengangkat judul “Sumber Hukum Islam : Al-Qur’an”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian penjelasan latar belakan di atas ada beberapa masalah yang akan
di bahas dalam makalah ini antara lain:
1. Apa saja sumber-sumber ajaran islam?
2. Bagaimana al-qur’an sebagai sumber ajaran islam?
3. Bagaimana hadist sebagai sumber hukum islam kedua?
4. Bagaimana ijtihad sebagai sumber hukum islam setelah al-qu’an dan hadist?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan dari makalah ini adalah sebagai
berikut
1. Mengetahui apa saja sumber ajaran islam
2. Mengetahui Bagaimana al-qur’an sebagai sumber ajaran islam?
3. Mengetahui Bagaimana hadist sebagai sumber hukum islam kedua?
4. Bagaimana ijtihad sebagai sumber hukum islam setelah al-qu’an dan hadist?

D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang bisa kita ambil dari penulisan makalah ini yaitu agar pembaca
bisa dapat mengetahui apa saja sumber hukum islam dan dapat mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari agar tidak tersesat di dunia yang fana ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Macam-Macam Sumber Ajaran Islam


Sumber memiliki karakteristik yang sangat penting bagi pelaksanaan ajaran
Islam, hal ini berfungsi sebagai tempat diskusi, rujukan, atau referensi dalam
pendidikan Islam. Tanpa sumber tertentu, umat Islam tidak akan mampu
memahami ideologi-ideologi dan bahkan mungkin mengalah pada kesesatan atau
kenistaan. Akibatnya, masyarakat Islam tidak akan mampu melaksanakan proses
pembelajaran Islam. Sumber hukum dalam islam digolongkan menjadi tiga, yaitu
Al-Qur’an, Hadist Dan Ijtihad.
1. Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW sebagai
panduan dan pedoman umat muslim hingga akhir zaman. Untuk itu al-qur’an
menjadi sumber hukum islam yang pertama dan utama agar manusia tidak
tersesat arah di dunia yang panah ini.
2. Hadist merupakan sumber hukum islam ke-dua setelah al-qur’an dimana jika
terjadi suatu perkara yang belum jelas di dalam al-qur’an maka hadist bisa
menjadi sebuah sandaran berikutnya setelah al-qur’an. Hadist dan al-qur’an
adalah dua sumber hukum islam yang saling berkaitan satu sama lainnya
untuk menjelaskan terkaitan agama islam.
3. Ijtihad memiliki kedudukan ke-tiga setelah al-qur’an dan hadist. Ijtihad
digunakan untuk menetapkan suatu hukum islam yang belum disebutkan
secara tegas dalam al-qur’an dan hadist. Akan tetapi, harus memenuhi kaidah
berijtihad dan tidak boleh betetangan dengan al-qur’an dan hadist. Maka dari
itu setiap muslim seharusnya berpegang teguh pada ketiga sumber hukum
islam tersebut agar memiliki pedoman dalam menjalankan kehidupan sehari-
hari.
B. Bagaimana Al-Qur’an Sebagai Sumber Ajaran Islam
Al-qur’an merupakan sumber hukum dalam islam. Kata sumber dalam
artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-qur’an maupun sunnah, karena
memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’, tetapi
tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ & qiyas karena memang keduanya
memang merupakan wadah yang dapat ditimba norma hukum. Ijma’ & qiyas juga
termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan dalil adalah bukti yang
melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-qur’an untuk menemukan hukum
Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.
Apabila terdapat suatu kejadian, maka pertama kali yang harus dicari
sumber hukum dalam al-Qur’an seperti macam-nacam hukum dibawah ini yang
terkandung dalam Al-qur’an , yaitu:
a. Hukum-hukum akidah (keimanan) yang berhubungan dengan hal-hal yang
harus dipercaya oleh setiap mukallaf mengenai malaikat-Nya, kitab-Nya, para
rasul-Nya, dan hari kiamat (akidah/keyakinan).
b. Hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan hal-hal yang harus dijadikan
perhiasan oleh setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan
diri dari kehinaan (akhlak).
c. Hukum-hukum amaliah yang berhubungan dengan tindakan setiap mukalaf,
meliputi masalah ucapan perbuatan akad (contract) dan pembelanjaan
pengelolalaan harta benda, ibadah, muamalah dan lain-lain.

1. Pengertian Al-Qur`an
Menurut Imam Ghazali, kata Al-Qur’an adalah nama bukan kata
bentukan.Al-Quran adalah Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta
diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah. "Al-Qur'an adalah
firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril dan ditulis pada
mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara
mutawatir(beruntun)atau beriring-iringan antara satu dengan yang lainya serta
membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-
Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.

2. Nama-Nama Al-Qur´an
Menurut Imam Ibnu Jarir Ath-Thabary dalam tafsirnya Jamiul Bayan, al-
Quran mempunyai empat macam nama, yaitu:
a. Al-Quran, artinya bacaan, karena isinya adalah firman Allah yang bisa dibaca
oleh siapapun.
b. Al-Kitab, artinya yang ditulis, karena dia ditulis pada lembaran-lembaran
yang dikumpulkan dan dijilid menjadi mushaf
c. Al-Furqan,artinya pembeda, karena dia yang membedakan antara yang hak
dan yang batil, antara yang benar dan yang salah
d. Dz-Dzikr, artinya peringatan. Peringatan dari Allah Swt. bagi orang yang
ingkar dan durhaka kepada-Nya. Firman Allah Swt.

3. Isi kandungan Al- Qur´an


Adapun isi kandungan Al-Qur´an adalah sebagai berikut
a. Akidah
Akidah secara bahasa berarti keyakinan. Sedangkan secara istilah artinya
suatu kepercayaan yang harus diyakini dengan sepenuh hati, dinyatakan
dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Inti pokok dari akidah
adalah tauhid atau keyakinan penuh akan keesaan Allah SWT. Seorang muslim
hendaknya tidak meragukan lagi keesaan dan kebesaran Allah, Tuhan alam
semesta. Selain itu, konsep keimanan ini juga berlaku pada rukun iman lainnya.
Adapun rukun iman tersebut adalah iman kepada malaikat, iman kepada kitab-
kitab, iman kepada rasul, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qodo dan
qodar
b. Ibadah
Eksistensi manusia di muka bumi ini tentu karena kuasa Allah SWT.
Kuasa Allah sebagai pencipta menjadikan-Nya satu-satunya zat yang pantas
untuk disembah. Untuk itu setiap manusia diperintahkan untuk menyembah
Allah dengan melakukan ibadah. Artinya, manusia diperintahkan untuk
menyembah atau mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT dengan tunduk,
taat, dan patuh kepada-Nya. Ibadah juga tuntunan yang berkaitan dengan
amaliah khususnya ibadah mahdhah yaitu ibadah yang berhubungan langsung
dengan Allah Swt. seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Sementara ilmu yang
mempelajarinya disebut ilmu fiqih
c. Ahlak
Akhlak, yaitu tuntunan yang berkaitan dengan moral atau perilaku
manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial.
Misalnya, akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap sesama muslim, akhlak
terhadap non muslim, akhlak bertetangga, adab bertamu, tata cara pergaulan
antara laki-laki dan perempuan, aturan berbusana dan lain-lain
d. Muamalah
Muamalah yaitu tuntunan yang berkaitan dengan hubungan antar sesama
manusia dan manusia dengan alam sekitarnya atau sering kita kena l habblum
minannas atau di sebut juga peraturan-peraturan (hukum) allah yang di
tunjukan untuk mengatur urusan duniawi dan membantu kita dalam
membedakan mana yang halal dan mana yang haram.
e. Kisah
Kisah yaitu sejarah para nabi dan rasul terdahulu, kisah umat yang taat
seperti Ashhabul Kahfi dan Ratu Sabak dan kaum durhaka seperti Kaum Nabi
Nuh, Kaum Tsamud, Kaum Ad, Fir'aun, Namrud dan lain-lain. juga kisah
tentang masa depan seperti sorga dan neraka.
f. Janji dan ancaman
Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau
mengamalkan isi al-Quran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari.
g. Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ayat al-Qur’an banyak berisi tentang himbauan agar manusia
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti kedokteran, farmasi,
pertanian dan astronomi yang bermanfaat bagi kemjuan dan kesejahteraan
umat manusia. Misalnya teori Bigbang tentang penciptaan alam-alam , Langit
dengan Atmosfirnya sebagai atap untuk melindungi bumi , manusia berasal
dari satu sel sperma4 , Sidik jari , manfaat besi bagi kehidupan , antariksa dan
lain-lain.

4. Fungsi Al-Qur`an
Sebagai kitab suci terakhir, al-Quran akan selalu relevan dengan segala waktu
dan tempat (shalihun likulli zaman wa makan). Adapun fungsinya bagi manusia
adalah sebagai berikut:
a. Sebagai sumber dari segala sumber hukum (Mashdarul hukm)
Setiap muslim harus menjadikan al-Quran sebagai referensi utama dalam
menjalani kehidupan karena al-Quran adalah aturan hidup sekaligus kompas
penuntun.
b. Sebagai Pedoman hidup (Minhajul Hayah)
Al-Quran adalah pedoman hidup. Ajaran-ajaran yang termaktub di dalamnya
adalah firman Allah yang mulia. Diturunkan untuk menunjuki manusia
sepanjang masa. Oleh karena itu, Al-Quran dijaga kemurniannya oleh Allah
Swt
c. Sebagai mukjizat terbesar (Mu’jizatu al-Kubra)
Setiap rasul dikuatkan dengan mukjizat (kemampuan spektakuler) seperti
tongkat Nabi Musa yang bisa berubah jadi ular dan Nabi Sulaeman yang bisa
berkomunikasi dengan binatang. Tujuan mukjizat tersebut adalah untuk
mengalahkan tipu daya penentang dakwah pada waktu itu. Akan tetapi semua
mukjizat tersebut telah hilang bersama kewafatan para nabi dan rasul tersebut.
Hanya al-Quran saja satu-satunya mukjizat para Nabi yang masih dapat
dilihat, disentuh, dibaca dan didengar hingga kini. Bahkan jutaan orang telah
dapat hidayah karena meneliti alQuran.
d. Sebagai Pemberi syafaat(Al-syafaat)
Rasulullah Saw. bersabda: َ
“Bacalah al-Qur`an sebab al-Qur`an akan datang pada hari kiamat sebagai
sesuatu yang dapat memberikan syafaat (pertolongan) kepada orang yang
mempunyainya yang membacanya.” (HR. Muslim)
e. Sebagai obat (as-Syifa)
Al-Qur`an itu merupakan penyembuh dan rahmat bagi kaum mukminin

5. Bukti Kebenaran Al- Quran


Abdul Wahab Khallaf (Mardias Gufron, 2009) mengatakan bahwa “kehujjahan
Al-Qur’an itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak
ada keraguan atasnya”. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:

‫ْب فِ ْي ِه هُ ًدىلِّ ْل ُمتَّقِي َْن‬


َ ‫ك ْال ِكتَابُ الَ َري‬
َ ِ‫َذال‬
Artinya: “Kitab (Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa” (Q. S. Al-Baqarah, 2 :2).

Berdasarkan ayat di atas yang menyatakan bahwa kebenaran Al-Qur’an


itu tidak ada keraguan padanya, maka seluruh hukum-hukum yang terkandung di
dalam Al-Qur’an merupakan aturan-aturan Allah yang wajib diikuti oleh seluruh
ummat manusia sepanjang masa hidupnya. M. Quraish Shihab (Mardias Gufron,
2009) menjelaskan bahwa “seluruh Al-Qur’an sebagai wahyu, merupakan bukti
kebenaran Nabi SAW sebagai utusan Allah, tetapi fungsi utamanya adalah sebagai
petunjuk bagi seluruh ummat manusia”.

C. Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam


Umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua
setelah Al-Qur’an. Dan tidak boleh seorang muslim hanya mencukupkan diri
dengan salah satu dari kedua sumber Islam tersebut. Al-Qur’an dan hadits
merupakan dua sumber hukum Islam yang tetap. Umat Islam tidak mungkin dapat
memahami tentang syari’at Islam dengan benar sesuai dengan tanpa Al-Qur’an
dan Hadits. Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan bahwa hadits
merupakan sumber hukum Islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti. Baik itu
dalam hal perintah ataupun larangan. Al-Syatibiy dalam kaitan ini mengajukan
tiga argumen.
Berikut uraian sedikit tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum
Islam:
a. Dalil Al-Qur’an
Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban
untuk dapat mempercayai dan menerima apa saja yang telah disampaikan oleh
Rasul kepada umat beliau untuk dijadikan sebuah pedoman hidup. Selain Allah
SWT memerintahkan agar umatnya percaya kepada Rasul juga dapat menaati
semua perintah atau peraturan yang telah ditetapkan atau dibawa oleh beliau.
Taat kepada Rasul sama denga taat kepada Allah. Sebagaimana firman Allah
QS. Al- ‘Imran:32 yang berbunyi:

َ‫ُول فَِإ ْن تَ َولَّوْ ا فَِإ َّن هَّللا َ ال يُ ِحبُّ ْال َكافِ ِرين‬
َ ‫قُلْ َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرس‬

Artinya: “"Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling,


maka sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang kafir'." – (QS. Al-
‘Imran 3:32)
Dari banyaknya ayat Al-Qur’an ini membuktikan bahwa dimana setiap
ada perintah taat kepada Allah, pasti ada perintah taat kepada Rasul. Demikian
pula mengenai ancaman. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan dalam
penetapan untuk taat kepada semua yang diperintah Rasulullah SAW.

b. Dalil al-hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan keharusan
menjadikan hadits sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur;an sebagai
pedoman utamanya, beliau bersabda:

‫ تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب هللا‬: ‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬
)‫وسنة النبيه صلى هللا عليه وسلم (روه مالك في موطأ‬
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Telah ku tinggalkan kepada kalian dua
perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh denga dua
perkara ini, yaitu Kitab Allah (Alqur’an) dan Sunnah Nabi SAW (Al-Hadist)

Masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang pedoman


hidup maupun penetapan hukum. Hadits-hadits tersebut menunjukkan
terhadap kita bahwa berpegang teguh kepada hadits sebagai pedoman hidup
iitu wajib, sebagaimana wajib pada Al-Qur’an.
c. Kesepakatan ulama (ijma’)
Banyak peristiwa yang menunjukan adanya kesepakatan menggunakan
hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain:
1) Ketika abu bakar di baiat menjadi kholifah, ia pernahberkata “saya tidak
meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh
Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan
perintahnya”.
2) Saat umar berada di hajar aswad ia berkata: “saya tahu bahwa engkau
adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya
tidak akan menciummu”.
3) Diceritakan dari Sa’i bin Musayyab bahwa ‘usman bin ‘affan berkata:
”saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah, saya makan sebagaimana
makannya Rasulullah dan saya sholat sebagaimana Sholatnya Rasulullah
Dengan demikian jika ada pernyataan mengenai hadits nabi telah ada
sejak awal perkembangan Islam itu adalah sebuah kenyatan yang tidak dapat
diragukan lagi dan mematahkan pernyataan bahwa hadits adalah produk
belakangan. Perkembangan hadits berjalan pararel dengan praktek para
sahabat dan umat. Dalam hal ini hadits mengalami tahapan yang panjang
sebelum ia ditetapkan sebagai sentral keputusan hukum Islam.

1. Tingkatan Hadits
Secara umum tingkatan hadis terbagi ke dalam tiga, yaitu hadits sahih,
hadis hasan, dan hadis dla‟if.
a. Hadits Shahih
Hadits shahih yaitu hadis yang (1) para perawinya berkesinambungan;
diterima dari dan oleh perawi yang „adil dan dlabith. Adil artinya memiliki
sifat adalah yaitu muslim, dewasa, sehat akal, dan tak pernah berbuat dosa.
Dlabith yaitu kuat hafalan, cermat, tepat tanggapan, dan tidak pelupa. (2)
tidak cacat dan (3) tidak bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat.
Berdasarkan jumlah perawi, hadis sahih ada tiga jenis, yaitu:
1) Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi
dan dari banyak perawi sampai waktu dituilskannya sehingga, karena
banyaknya, tidak memungkinkan mereka untuk melakukan
kebohongan.
2) Hadits Masyhur
Hadits masyhur yaitu hadis yang pada awalnya diriwayatkan secara
seorang-perseorang tetapi pada tingkat akhirnya diriwayatkan oleh
banyak perawi.
3) Hadits Ahad
Hadits ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang ke seseorang
hingga ditulisnya.
b. Hadits Hasan
Yaitu hadis yang sanadnya berkesinambungan, disampaikan oleh perawi
yang adil tetapi kurang kedhabitannya (kekuatan hafalannya), terbebas dari
cacat dan tidak bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat.
c. Hadits Dha’if
Yaitu hadis yang tidak memenuhi kriteria hadis sahih dan hadis hasan, baik
dalam sanad, rawi, atau mengandung catat dan bertentangan dengan riwayat
yang lebih kuat. Ada beberapa jenis hadis dha‟if di antaranya:
1) Hadits Mursal: hadis yang tidak menyebut sahabat dalam rangkaian
perawinya.
2) Hadits Munqathi‟: hadis yang sanadnya terputus di tengah, karena ada
rawi yang hilang, atau
3) Rawi yang identitasnya tidak dikenal.
4) Hadits Maqlub: hadis yang susunan rawinya terbalik dalam sanadnya,
misalnya seharusnya disebut belakangan disebutkan lebih dahulu, atau
terbalik antara sanad dan matannya.
5) Hadits Munkar: hadis yang matannya tidak dikenal, kecuali dari seorang
rawi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kekuatan hafalannya.
6) Hadits Matruk : hadits yang riwayatkan oleh perawi yang diketahui suka
berbohong, atau sering salah, atau fasik (berbuat dosa), atau teledor,
sedangkan haditsnya hanya didapat dari perawi ini saja.

2. Istilah-istilah dalam Hadits


Ada beberapa istilah pokok yang perlu diketahui dalam memahami ilmu
tentang hadits, yaitu lafadz-lafadz khusus yang disepakati maknanya oleh para
ahli hadis. Di antaranya sanad, matan,rawi, dan rijalul hadis
a. Sanad
Sanad adalah rangkaian para periwayat yang menukilkan isi hadits secara
berkesinambungan dari yang satu kepada yang lain sehingga sampai kepada
periwayat (rawi) terakhir. Dalam contoh di atas yang disebut sanad adalah
rangkaian nama-nama dari Alhamidi sampai Umar bin Khathab ( sebanyak 6
orang ).
b. Matan
Matan adalah isi yang terdapat dalam hadits itu sendiri, baik berupa
perkataan, perbuatan, sifat Nabi, atau tindakan dan perbuatan para sahabat
yang dibiarkan oleh Nabi saw.
c. Rawi
Rawi adalah orang yang menerima suatu hadits dan menyampaikanya kepada
yang lain. Dalam satu hadits biasanya terdapat beberapa orang rawi (disebut
ruwat jamak dari rawi). Dalam contoh di atas rawi-rawinya ada 6 orang yaitu
al-Hamidi Abdullah bin Zubair, Sufyan, Yahya bin Said, Muhammad bin
Ibrahim, Alqamah bin Waqash, dan Umar bin Khathab.
d. Rijalul Hadits
Rijalulhadis adalah orang-orang yang terlibat dalam periwayatan suatu hadits,
yaitu para perawi hadis itu sendiri. Sahih tidaknya suatu hadis banyak
ditentukan oleh rijalulhadits-nya dari segi kecermatan dan ketelitianya
(dhabit) dan keterpercayaanya. Untuk menentukan apakah para perawi itu
berkwalitas atau tidak, ada ilmu yang khusus untuk ini, disebut Ilmu Rijalul
Hadits, yaitu ilmu yang mengkaji biografi setiap orang yang terlibat dalam
periwayatan hadis, disebut juga Ilmu Tarikhur Ruwat (Ilmu Sejarah Hidup
Para Perawi).

D. Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Ajaran Islam Setelah Al-Qur'an Dan


Hadits
Ijtihad memiliki arti kesungguhan, yaitu mengerjakan sesuatu dengan segala
kesungguhan. Ijtihad dari sudut istilah berarti menggunakan seluruh potensi nalar
secara maksimal dan optimal untuk meng-istinbath suatu hukum agama yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok ulama yang memenuhi persyaratan
tertentu, pada waktu tertentu untuk merumuskan kepastian hukum mengenai suatu
perkara yang tidak ada status hukumnya dalam Al-Qur’an dan sunnah dengan
tetap berpedoman pada dua sumber utama.
Dengan demikian, ijtihad bukan berarti penalaran bebas dalam menggali
hukum satu peristiwa yang dilakukan oleh mujtahid, melainkan tetap berdasar
pada Al-Qur’an dan sunnah. Walaupun ijtihad diperbolehkan untuk dilakukan
oleh mujtahid (orang yang berijtihad) yang memenuhi syarat, namun tidak berarti
bahwa ijtihad dapat dilakukan dalam semua bidang. Ijtihad memiliki ruang
lingkup tertentu.
Syaikh Muhammad Salut, misalnya membagi lingkup ijtihad ke dalam dua
bagian:
a. Permasalahan yang tidak ada atau tidak jelas ketentuan hukumnya dalam Al-
Qur’an atau hadist Nabi.
b. Ayat-ayat Al-Qur’an tertentu dan hadis tertentu tidak begitu jelas maksudnya
yang mungkin disebabkan oleh makna yang dikandung lebih dari satu
sehingga perlu ditentukan dengan jalan ijtihad untuk mengetahui makna-
makna yang sesungguhnya yang dimaksud.
Macam-macam Ijtihad antara lain:
a. Ijmak.
Ijmak berarti menghimpun, mengumpulkan, atau bersatu dalam pendapat,
dengan kata lain ijmak merupakan consensus yang terjadi di kalangan para
mujtahid terhadap suatu masalah sepeninggal Rasulullah SAW. Ahli ushul
fikih mengemukakan bahwa ijmak adalah kesepatan para mujtahid kaum
muslimin dalam suatu masa sepeninggal Rasulullah SAW terhadap suatu
hukum syariat mengenai suatu peristiwa. Apabila terjadi suatu peristiwa yang
memerlukan ketentuan hukum yang tidak ditemukan dalam kedua sumber
sebelumnya (Al- Quran dan sunnah) maka para mujtahid mengemukakan
pendapatnya tentang hukum suatu peristiwa dan jika disetujui atau disepakati
oleh para mujtahid lain, kesepakatan itulah yang disebut ijmak.
b. Qiyas
Secara harfiah berarti analogi atau mengumpamakan. Adapun menurut
pengertian para ahli fikih, qiyas adalah menetapkan hukum tentang sesuatu
yang belum ada nash atau dalilnya yang tegas, dengan sesuatu hukum yang
sudah ada nash atau dalilnya yang didasarkan atas persamaan illat antara
keduanya. Misalnya, menetapkan haramnya minuman bir yang tidak ada
dalilnya dalam Al-Qur’an dengan khamar yang ada hukumnya di dalam Al-
Quran. Menyamakan atau menganalogikan bir dengan khamar ini didasarkan
pada adanya persamaan illat antara keduanya, yaitu memabukkan.
c. Al-mashlahat al-mursalah
Secara harfiah berarti sesuatu yang membawa kebaikan bagi orang banyak.
Adapun menurut para ahli hukum Islam, Al-mashlahat al-mursalah adalah
sesuatu yang didalamnya mengandung kebaikan bagi masyarakat, sehingga
walaupun pada masa lalu hal tersebut tidak diberlakukan, namun dalam
keadaan masyarakat yang sudah makin berkembang, keadaan tersebut
dianggap perlu dilakukan. Misalnya, pembukuan Al-quran dalam bentuk
mushaf seperti yang ada sekarang perlu dilakukan, mengingat jumlah para
penghafal Al-Quran makin sedikit karena meninggal dunia, serta pertentangan
dalam membaca Al-Quran sering terjadi.
d. ‘Urf
Secara harfiah berarti sesuatu yang berlaku atau yang sudah dibiasakan.
Adapun menurut para ahli hukum Islam, ‘urf adalah sesuatu yang berlaku
dimasyarakat atau tradisi yang mengandung nilai-nilai kebaikan bagi
masyarakat. Contonya kebiasaan merayakan hari raya yang pada zaman
sebelum Islam, namun dinilai mengandung kebaikan, maka tetap dilanjutkan.
e. Istihsan
Secara harfiah berarti memandang sesuatu sebagai yang baik. Menurut Islam,
istihsan artinya segala sesuatu yang dipandang manusia pada umumnya sebagai
hal yang baik, dan tidak bertentangan dengan al-Quran dan sunnah.
Penggunaan istihsan ini antara lain didasarkan pada sabda Rasulullah SAW :
Artrinya : “segala sesuatu yang dinilai oleh kaum muslimin sebagai sesuatu
yang baik, maka yang demikian itu disisi Allah dipandang sebagai hal yang
baik.”
f. Qaul al-shahabat
Secara harfiah berarti ucapan sahabat. Dalam pengertian umum, Qaul al-
shahabat adalah pendapat, pandangan, pikiran, dan perbuatan para sahabat
yang sejalan denganAl-Quran dan sunnah. Penggunaan Qaul al-shahabat
sebagai dasar hukum, mengingat para sahabat selain sebagai orang yang dekat,
bergaul dan ikut berjuang dengan Rasulullah SAW, juga memang memiliki
pemikiran, gagasan, dan karya-karya yang layak untuk dijadikan bahan
renungan dan pertimbangan dalam mengembangkan ajaran Islam pada masa
selanjutnya.
g. Syar’un man qablana
Secara harfiah berarti agama sebelum kita. Dalam pengertian yang lazim,
Syar’un man qablana adlah ajaran yang terdapat didalam agama yang
diturunkan Tuhan sebelum Islam yang terdapat di dalam kitab Zabur, Taurat,
Injil yang masih asli yang tidak bertentangan dan masih sesuai dengan
kebutuhan zaman. Di dalam kitab Taurat yang ditinggalkan Nabi Musa
misalnya terdapat ajaran mengesakan Tuhan, larangan menyekutukan-Nya,
memuliakan kedua orang tua, memiliki kepedulian terhadap kerabat, orang
miskin, ibnu sabil, bersikap boros, membunuh anak, berbuat zina, memakan
harta anak yatim, mengurangi timbangan, menjadi saksi palsu, dan larangan
bersikap sombong. Ajaran yang dibawa Nabi Musa ini terus dilanjutkan oleh
Nabi Muhammad SAW, sebagaimana terdapat dalam QS. Bani Israil (17) ayat
23 sampai dengan ayat 37. Ajaran yang pernah berlaku pada zaman Nabi Musa
itu, masih tetap diberlakukan dimasa sekarang, karena masih dianggap cocok
dan dibutuhkan untuk zaman sekarang dan yang akan datang.
BAB III

A.Kesimpulan dan saran


Al-quran adalah firman allah yang shalih likulli zaman wafikuli
makan.Segala perkara yang ada pada dasarnya kembali ke al-Qur`an,sebagai mana
sifat-sifat al-Qur`an yaitu huda(petunjuk).petunjuk yang benar memberikan jalan
dan solusiyang benar.Meskipun al–Qur`an, hanya terdiri dari 30 juz,tetapi
petunjuk yang ada didalamnya sangatlah lengkap dan mencakup semua persoalan
yang ada.Dengan demikian al-Qur`an menjelaskan hukum-hukum yang
terkandung di dalamnya dengan cara yang umum,terperinci dan sesuai pokok
bahasan.
Barang siapa yang hendak memahami kandungan hukum dalam ayat al-
Qur´an maka wajib baginya untuk memahami sunnah nabi ,hal ini dikarenakan
korelasi antara keduanya sangat erat.Kedudukan sunnah menjadi sakral ketika al-
Qur`an hanya menjelaskan secara umum,disini diperlukan peran sunnah nabi
sebagai perinci dari hukum yang umum.Dan ketika al-qur`an sudah menjelaskan
hukum secara rinci maka kedudukan sunnah sebagai penguat atau pemantapan
dari penjelasan hukum tersebut.Sama halnya jika penjelasan al-qur`an hanya
sebats isyarat saja, maka sunnah nabi hadir untuk melengkapi dan meyiapkan tabir
dari isyarat tersebut.
Al-Qur`an dan Hadis adalah suber hukum yang sangat relevan dan saling
berkaitan antara satu dengan yang satunya dan akan terus eksis terjaga
keontetikanya.Adanya hadis akan terus sejalalan dengan keberadaanya kitab al-
Qur`an. Serta ijtihad yang menjadi usaha maksimal dalam melahirkan hukum-
hukum syariat dari dasar-dasarnya melalui pemikira dan penelitian yang sungguh-
sungguh dan mendalam oleh para ulama,untuk memenuhi keperluan umat
manusia dalam beribadah kepada allah di suatu tempat tertentu dan pada waktu
tertentu.
Hukum Islam telah turut serta menciptakan tata nilai yang mengatur
kehidupan umat Islam, minimal dengan menetapkan apa yang harus dianggap baik
dan buruk, apa yang menjadi perintah, anjuran, perkenan, dan larangan agama.
Banyak keputusan hukum dan unsur yurisprudensial dari Hukum Islam telah
diserap menjadi bagian dari hukum positif yang berlaku. Adanya golongan yang
masih memiliki aspirasi teokratis di kalangan umat Islam dari berbagai negeri
sehingga penerapan Hukum Islam secara penuh masih menjadi slogan perjuangan
terwujudnya Hukum Islam yang sesuai dengan sumber hukum islam.
Apabila umat Islam Indonesia mau melakukan pengkajian hukum Islam,
maka kontribusi umat Islam dalam perumusan hukum nasional yang bernafaskan
hukum Islam semakin besar. Di samping itu, berbagai problematika hukum Islam
yang muncul dalam kehidupan sosial dapat
dipecahkan dengan tepat.
Maka dari itu marilah kita menjadikan Al-Qur`an Al-hadist sebagai pedoman
hidup kita sehari-hari kita yang merupakan sumber hukum agama islam dan
sekaligus pembawa kita ke dalam kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun
di akhirat.

Anda mungkin juga menyukai