Anda di halaman 1dari 20

SUMBER HUKUM ISLAM

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

OLEH :
KELOMPOK 5
Afaf Fadiyah Husna (2307111709)
Haikal Muzaki (23071256570)
Queennona Athari (2307113845)
Rafiki Almuzadi Sastra (2307110966)

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Sumber-sumber Hukum Islam”. Makalah
ilmiah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah
Pendidikan Agama Islam yaitu Bapak Kholid Junaidi, M.Pd.
Kami berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
terutama dalam hal menambah pengetahuan dan wawasan kita tentang pentingnya
pengetahuan mengenai agama sebagai pandangan hidup. Dengan ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada para rekan sekalian yang telah mendukung dan
menjalin kerjasama yang baik sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan segala kekurangan dalam makalah ini kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah tentang sumber-sumber hukum islam dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru, 30 Agustus 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER ...............................................................................................................1
KATA PENGANTAR ........................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................4

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................5
1.3 Tujuan ...........................................................................................................5

BAB 11 PEMBAHASAN...................................................................................5

2.1 Pengertian sumber hukum islam...................................................................5


2.2 Kedudukan AL-qur’an sebagai sumber hukum islam...................................5
2.3 Kedudukan hadist sebagai sumber hukum islam.........................................10
2.4 kedudukan ijtihad sebagai sumber hukum islam.........................................14
2.5 kedudukan ijma’ sebagai sumber hukum islam ..........................................15
2.6 kedudukan qiyas sebagai sumber hukum islam...........................................16
2.7 Hikmah menjadikan 4 sumber hukum islam...............................................18

BAB 111 PENUTUP ........................................................................................19

3.1 Kesimpulan..................................................................................................19
3.2 Saran............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Sumber hukum Islam merupakan rujukan, landasan, atau dasar yang utama
dalam pengambilan hukum Islam. Oleh karena itu, segala ketentuan dalam
kehidupan harus bersumber atau berpedoman pada hukum tersebut. Sumber
hukum dalam Islam digolongkan menjadi tiga, yaitu Al-Qur’an, hadis, dan ijtihad.
Al-Qur’an merupakan sumber pertama hukum Islam yang memuat panduan
kehidupan manusia. Adapun hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Al-
Qur’an yang berisi perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad saw.
Sedangkan ijtihad adalah usaha maksimal dalam melahirkan hukum-hukum
syariat dari dasar-dasarnya melalui pemikiran dan penelitian yang sungguh-
sungguh dan mendalam. Sementara itu, ijtihad memiliki kedudukan sebagai
sumber hukum Islam ketiga setelah Al-Qur’an dan hadis. Ijtihad digunakan untuk
menetapkan suatu hukum Islam yang belum disebutkan secara tegas dalam Al-
Qur’an dan hadis. Akan tetapi, harus memenuhi kaidah berijtihad dan tidak boleh
bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis. Setiap muslim seharusnya berpegang
teguh pada ketiga sumber hukum tersebut agar memiliki pedoman dalam
menjalani kehidupan.
Islam bermakna sebagai ketundukan dan penyerahan diri seorang hamba
saat berhadapan dengan Tuhannya.Hal ini berarti bahwa manusia dalam
berhadapan dengan Allah haruslah bersikap mengakui kelemahan dan
membenarkan kekuasaan Allah swt. Kemampuan akal dan budi manusia yang
berwujud dalam ilmu pengetahuan tidaklah sebanding dengan ilmu dan
kemampuan Allah swt. Kemampuan manusia sangat terbatas,semisal hanya
terbatas pada kemampuan meganalisis, menyusun kembali bahan bahan alamiah
yang telah ada untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia, tetapi tidak mampu dalam arti mengadakan dari yang tidak ada menjadi
ada. Hukum Islam mencerminkan seperangkat norma Illahi yang mengatur
dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan
sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya.
Hukum islam mencerminkan seperangkat norma illahi yang mengatur
dengan Allah , hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan
sosial,hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Norma
illahi yang mengatur tata hubungan tersebut adalah Kaidah-kaidah dalam arti
khusus atau kaidah ibadah murni, mengatur cara dan upacara hubungan langsung
antara manusia dengan sesamanya dan makhluk lain dilingkungannya. Ciri khas
hukum islam yakni :
1. Berwatak universal, berlaku abadi untuk umat islam dimanapun
mereka berada , tidak terbatas oleh umat islam disuatu tempat atau
negara pada suatu masa. .
2. Menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani
dan jasmani, serta memuliakan manusia dan kemanusiaan secara
keseluruhan.
3. Pelaksanaan praktek dalam kehidupan sehari-hari yang digerakkan
oleh iman dan akhlak umat islam.

4
1.2 Rumusan masalah
1. Apa saja sumber-sumber hukum islam?
2. Bagaimana kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam?
3. Bagaimana kedudukan hadits sebagai sumber hukum islam?
4. Bagaimana kedudukan ijma’ sebagai sumber hukum islam?
5. Bagaimana kedudukan qiyas sebagai sumber hukum islam?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa saja sumber hukum islam
2. Mengetahui kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam
3. Mengetahui kedudukan hadits sebagai sumber hukum islam
4. Mengetahui kedudukan ijma’ sebagai sumber hukum islam
5. Mengetahui kedudukan qiyas sebagai sumber hukum islam

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sumber Hukum Islam


Pengertian dari sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan atau
menimbulkan aturan yang bersifat mengikat dan apabila dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata. Dengan demikian sumber hukum
islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, dan pedoman dalam
menjalankan syari’at islam.
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia sumber adalah asal sesuatu .
pada hakikatnya yang dimaksud dengan sumber hukum adalah tempat kita dapat
menemukan atau menggali hukumnya. Sumber hukum islam adalah asal (tempat
pengambilan) hukum islam. Sumber hukum islam juga dengan istilah dalil hukum
islam atau pokok hukum islam atau dasar hukum islam.
Berdasarkan penelitian menurut Abdul Wahab Khalaf telah ditetapkan
bahwa dalil syara’ yang menjadi dasar pengambilan hukum yang berhubungan
dengan manusia ada empat yaitu alquran , hadis, ijma’,qiyas. Yakni bila
ditemukan suatu kejadian, pertama kali dicari hukumnya dalam al-qur’an dan bila
ditemukan hukumnya maka harus dilaksanakan. Bila didalam al quran tidak
ditemukan maka dicari didalam hadist. Bila didalam hadist tidak ditemukan maka
harus dilihat , apakah para mujahid telah sepakat tentang hokum dan
kejadiantersebut. Dan bila tidak ditemukan juga maka, harus berijtihad mengenai
hukum atas kejadian itu dengan mengkiaskan kepada hukum yang memilikii nash.
2.2 Al-Qur’an
Al quran secara bahasa diambil dari kata: ‫ ا قر‬- ‫يقرا‬- ‫قراة‬- ‫ وقرانا‬yang berarti
sesuatu yang dibaca. Arti ini mempunyai makna anjuran kepada umat
Islam
untuk membaca Alquran. Alquran juga bentuk mashdar dari ‫ القراة‬yang
berarti menghimpun dan mengumpulkan. Dikatakan demikian sebab
seolah-olah Alquran menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat
secara tertib sehingga tersusun rapi dan benar.¹

5
¹Anshori, Ulumul Quran, Jakarta: Rajawali Press, 2013, h:17

Oleh karena itu Alquran harus dibaca dengan benar sesuai sesuai dengan makhraj
dan sifat-sifat hurufnya, juga dipahami, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
dengan tujuan apa yang dialami masyarakat untuk menghidupkan Alquran baik
secara teks, lisan ataupun budaya.Alquran menurut istilah adalah firman Allah
SWT. Yang disampaikan oleh Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah
SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW, dan yang diterima oleh umat Islam dari
generasi ke generasi tanpa ada perubahan.²

Al-quran menurut terminologi yaitu firman Allah yang mengandung


mukjizat yang diturunkan kepada rasul atau Baginda Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dengan perantara malaikat

jibril yang tertulis di dalam mushab itu yang disampaikan kepada kita secara
mutawatir, yang membacanya dianggap ibadah dimulai dari surat al-fatihah dan
diakhiri dengan surat an- nas itu Alquran secara terminologi.

Alquran juga tidak hanya sebagai bacaan , karna didalam alquran terdapat
pedoman hidup manusia, ajaran untuk umat islam dan berisi aturan aturan umat
islam karena itu, al quran dikatakan sebagai sumber hukum islam yang paling
utama.

Al-Quran merupakan dalil pertama dan utama dalam syariat Islam. Al


Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW melalui
perantara Malaikat Jibril dalam bahasa Arab, sebagai bukti kerasulan dan
pedoman untuk seluruh umat manusia.

Adapun bukti kehujahan Al-Quran adalah kemukjizatan Al-Quran itu


sendiri. Dalam bahasa Arab, mukjizat berarti melemahkan yang lain. Maka dalam
hal ini, mukjizat Al-Quran setidaknya mencakup tiga hal penting, yaitu:

1. Adanya tantangan. Dalam hal ini, Rasulullah SAWtelah mengaku


diri beliau sebagai Rasul Allah, dan Al-Quran yang dibawanya adalah benar-benar
wahyu dari Allah. Pengakuan ini adalah bentuk tantangan beliau kepada seluruh
umat ketika itu.

2. Adanya perlombaan atau upaya untuk melawan tantangan tersebut.


Ketika Rasulullah SAW mengaku bahwa Al-Quran itu wahyu dari Allah, maka be
li au menant ang s i apa s a j a yang meragukannya atau membantahnya untuk
membuat sesuatu yang dapat menandingi Al-Quran.

3. Adanya sesuatu yang dapat mengalahkan atau melemahkan orang


lain dalam perlombaan atas tantangan tersebut. Dalam hal ini, Al-Quran
diturunkan dalam bahasa Arab. Dan bangsa Arab ketika itu adalah masyarakat
yang terkenal dengan kefasihan bahasa Arabnya. Perlombaan membuat syair
sudah menjadi

6
²Anshori, Ulumul Quran, ...h:18

budaya bangsa Arab ketika itu. Namun meski demikian, ternyata tidak ada
satupun dari mereka yang dapat menandingi bahasa Al-Quran.

Semua ulama sependapat bahwa mukjizat Al- Quran tersebut tidak hanya
pada satu segi saja, melainkan dari segi bahasa, makna dan kandungan atau
substansinya. Tidak ada satu manusia pun yang dapat menandingi Al-Quran dari
ketiga segi ini.³

Al-qur’an merupakan sumber hukum dalam islam. Kata sumber dalam


artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-qur’an maupun sunnah, karena
memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’, tetapi
tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ & qiyas karena memang keduanya
memang merupakan wadah yang dapat ditimba norma hukum. Ijma’ & qiyas juga
termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan dalil adalah bukti yang
melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-qur’an untuk menemukan hukum
Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.apabila terdapat suatu kejadian, maka
pertama kali yang harus dicari sumber hukum dalam al-Qur’an seperti macam-
nacam hukum dibawah ini yang terkandung dalam Al-qur’an , yaitu:

1. Hukum-hukum akidah (keimanan) yang berhubungan dengan hal-


hal yang harus dipercaya oleh setiap mukallaf mengenai malaikat-Nya, kitab-Nya,
para rasul-Nya, dan hari kiamat (akidah/keyakinan).

2. Hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan hal-hal yang harus


dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan
menghindarkan diri dari kehinaan (akhlak).

3. Hukum-hukum amaliah yang berhubungan dengan tindakan setiap


mukalaf, meliputi masalah ucapan perbuatan akad (contract) dan pembelanjaan
pengelolalaan harta benda, ibadah, muamalah dan lain-lain.

Mengacu pada sumber yang sama, segala penyelesaian persoalan harus


merujuk pada Al-Qur'an. Bagaimana tidak? Kitab suci yang satu ini menjadi
landasan hukum Islam yang paling utama.

Segala persoalan yang ada dalam kehidupan masyarakat harus diselesaikan


dengan berpedoman pada Al-Qur'an. Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa
ayat 59,

‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ۟ا َأِط يُعو۟ا ٱَهَّلل َو َأِط يُعو۟ا ٱلَّرُسوَل َو ُأ۟و ِلى ٱَأْلْم ِر ِم نُك ْم ۖ َفِإن َتَٰن َز ْعُتْم ِفى َش ْى ٍء َف ُر ُّد وُه ِإَلى‬
³ ‫ٱِهَّلل َو ٱلَّرُسوِل ِإن ُك نُتْم ُتْؤ ِم ُنوَن ِبٱِهَّلل َو ٱْلَيْو ِم ٱْل َء اِخ ِرۚ َٰذ ِلَك َخْيٌر َو َأْح َس ُن َتْأِوياًل‬

7
Ahmad Sadzali,Pengantar Ushul Fikih, Yogyakarta, Pusat Studi Hukum
Islam (PSHI),2017,h:9-10

Arab latin: Yā ayyuhallażīna āmanū aṭī'ullāha wa aṭī'ur-rasụla wa ulil-amri


mingkum, fa in tanāza'tum fī syai`in fa ruddụhu ilallāhi war-rasụli ing kuntum
tu`minụna billāhi wal-yaumil-ākhir, żālika khairuw wa aḥsanu ta`wīlā

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,"

Bersamaan dengan itu, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari


dan Muslim, dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

"Aku tinggalkan kepadamu sekalian dua perkara. Apabila kamu berpegang


teguh kepada dua perkara tersebut, niscaya kamu tidak akan tersesat selamanya.
Kedua perkara tersebut, yaitu Kitabullah (Al-Qur'an) dan sunnah rasul (hadits),"
(HR Bukhari dan Muslim).

Al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam membimbing kaum muslimin ke


jalan yang benar. Selain itu, Al-Qur'an bersifat sebagai obat penawar atau asy-
Syifa yang mampu menenangkan batin.

Selain asy-Syifa, Al-Qur'an juga disebut sebagai An-Nur, artinya cahaya


yang menerangi manusia dalam kegelapan, lalu al-Furqan berarti sumber hukum
yang dapat membedakan antara hak dan batil, serta al-Huda yang artinya petunjuk
ke jalan yang lurus.

Abdullah Ahmad An-Naim dalam buku Dekonstruksi Syariah


memaparkan bahwa Al-Qur'an bukanlah kitab hukum maupun kitab kumpulan
hukum meski termasuk ke dalam sumber hukum yang pertama bagi umat Islam.
Alasannya sendiri karena aturan didalamnya bersifat universal, hanya 80 ayat saja
yang menggunakan kata hukum secara eksplisit.

Dia menilai, Al-Qur'an lebih pantas disebut sebagai kitab petunjuk untuk
standar moral perilaku manusia. Sebab, pembahasan ibadah dan muamalah di
dalamnya bersifat umum, sehingga diperlukan suatu penjelas, karenanya Nabi
Muhammad yang kemudian merinci melalui perkataan dan perbuatan beliau.
(Khazanah)

Para ulama sepakat menjadikan al-qur’an sebagai sumber hukum islam


pertama dan utama bagi syariat islam karena di latar belakangi oleh beberapa alas
an, diantaranya:

1. Kebenaran Al-qur’an

8
Abdul wahab khallaf mengatakan bahwa ”kehujjahan Al-qur’an itu
terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan
atasny”. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT. dalam QS.Al-Baqarah : 2, yang
artinya: “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa”.

2. Kemukjizatan Al-qur’an

Mukjizat memiliki arti sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa manusia
membuatnya karena hal itu adalah diluar kesanggupan manusia. Mukjizat
merupakan suatu kelebihan yang Allah SWT berikan kepada para nabi dan rosul
untuk menguatkan kenabian dan kerosulan mereka, dan untuk menunjukan bahwa
agama yang mereka bawa bukanlah buatan mereka sendiri melainkan benar-benar
datang dari Allah SWT. Seluruh nabi dan rosul memiliki mukjizat, termasuk
diantara mereka adalah rosulullah Muhammad SAW yang salah satu mukjizatnya
adalah kitab suci Al-qur’an.

Beberapa bukti dari kemukjizatan Al-qur’an, antara lain:

1. Dari segi keindahan sastranya. Keindahan sastra Al-qur’an melebihi


seluruh sastra yang disusunoleh sastrawan Arab, baik dalam bentuk puisi, atau
prosa. Keindahan sastra Al-qur’an tidak hanya diakui oleh umat islam, tetapi juga
oleh lawan islam (non muslim).

2. Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dimasa


depan, yang benar-benar terbukti, misalnya yang termaktub dalam surat al-rum
ayat 1-4, yang artinya: “Alif laam miim, telah dikalahkan bangsa romawi. Di
negeri yang terdekat dan mereka setelah dikalahkan itu akan menang. Dalam
beberapa tahun lagi”.

3. Pemberitaannya terhadap peristiwa yang terjadi pada umat terdahulu


yang tidak pernah diungkap oleh sejarah sebelumnya. Dalam kaitan ini Allah
menyatakan yang artinya: “Itu adalah diantara berita-berita penting tentang yang
ghaib yang akan kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu
kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini”.

4. Isyaratnya terhadap fenomena alam yang terbukti kebenarannya


berdasarkan ilmu pengetahuan. Misalnya firman Allah dalam surat al-anbiya’ ayat
30, yang artinya: Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
kemudian Kami pisahkan keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu
yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?”.

Al-quran yang diturunkan secara mutawatir, dari segi turunnya berkualitas


qath’I (pasti benar). Akan tetapi hukum-hukum yang dikandung al-quran ada
kalanya bersifat qath’I (pasti benar)da nada kalanya bersifat zhanni (relatif benar)
Istilah qath’I dan zhanni masing-masing terdiri atas dua bagian,yaitu yang
menyangkut attsubut (kebenaran sumber) dan al-dalalah (kandungan

9
makna).Tidak terdapat perbedaan pendapat dikalangan umat islam menyangkut
kebenaran sumber al-quran, Semua bersepakat meyakini bahwa redaksi ayat-ayat
al-quran yang terhimpun dalam mushaf dan dibaca kaum muslim diseluruh
penjuru dunia adalah sama tanpa sedikit perbedaan dengan yang diterima nabi
Muhammad saw dari allah memalui malaikat jibril.

ayat yang bersifat Qath’I adalah lafadz-lafadz yang mengandung


pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami makna lain darinya.Dalil-dalil qath’I
dapat dipahami begitu saja dan penolakan terhadapnya berarti bentuk kekufuran.
Misalnya, masalah akidah, seperti keyakinan terhadap surge dan neraka, serta
yaumul hisab, adalah masalah-masalah agama yang tidak dapat dibantah lagi
kepastiannya sehingga kita tidak punya alas an untuk tidak meyakininya.Adapun
ayat yang mengandung hukum zhanni adalah lafadz-lafazd yang dalam al-quran
mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk di ta’wilkan
Dilihat dari segi kepentingan seseorang,

ijtihad perlu dilakukan pada:

1. Suatu peristiwa tertentu yang waktunya terbatas;

2. Suatu peristiwa tertentu yang memerlukan hukum syar’a;

3. Dalam hal-hal atau peristiwa yang belum terjadi, yang kemungkinan


nanti akan diperlukan hukum syarak tentang hal itu, untuk itu perlu dilakukan
ijtihad karena adanya kemungkinan orang memerlukan hukumnya pada waktu ia
sendiri.

2.3 Hadist

Kata hadist itu sendiri berasal dan bahasa Arab: al-hadist .jamak dari kata
ini, al-ahädis, al-hidsän, ataıı alhudsan.Kata hadist ini juga telah menjadi salah
satu kosakata bahasa Indonesia. Hanya saja pengertian yang diberikannya kurang
lengkap, khususnya yəng berkenaan dengan taqrir¹.

Adapun dari segı bahasa, kata ini memiliki banyak arti, (1) al-jadid (yang
baru), lawan dan al-qadim (yang lama),dan (2) al-khabar (kabar atau berita).²

Secara istilah, hadis diberikan pengeıtian yang berbeda-beda.Dalam


pengertıan ulama ıısül al-fiiqh dikemukakan bahwa yang dımaksud hadıs adalah
aktivitas langsung walaupun tidak langsung darı Nabi.Sedangkan pengertian hadis
menurut istilah ulama hadis, masih dımungkinkan adanya sesuatu yang bukan dari
aktıvıtas Nabı, mısalnya tentang warna rambut, memanjangkan jenggot.³

¹Hassan Shadily, Ensiklopedi lndonesıa, Jilid II ,Jakarta,Ichtiar Baru-Van Hoeve, h:1198.

²Muhammad ibn Mukarram ibn Manzur, Lisän al-'Arab,Mesir Där alMisriyyah,h: 436-439

10
³Abbas Mutawalli Hamadah, alSunnah al-Nabawiyah wa Makanatuha fi alTasyri’, al Dar al-
Qaumiyyah,, h: 13-23.

Al-Hadits didefinisikan pada umunya oleh ulama seperti definisi AlSunnah yaitu
sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Muhammad SAW, baik ucapan,
perbuatan maupun taqrir (ketetapan), Sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau
menjadi nabi atau sudah menjadi nabi. Ulama ushul fiqih membatasi pengertian
hadits hanya pada ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan
hukum”; sedangkan bila mencakup perbuatan dan taqrir beliau yang berkaitan
dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai dengan sunnah. Pengertian
hadits seperti yang dikemukakan oleh ulama ushul fiqih tersebut, dapat dikatakan
sebagai bagian dari wahyu Allah SWT yang tidak berbeda dari segi kewajiban
menaatinya dan ketetapan-ketetapan hukum yang bersumber dari wahyu
AlQuran.⁴

Hadits juga merupakan sumber ajaran agama Islam, pedoman hidup kaum
muslimin yang kedua setelah Al-quran, Bagi mereka yang telah beriman kepada
Al-quran sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa
Hadits sebagai sumber hukum islam juga. Apabila hadits tidak berfungsi sebagai
sumber hukum, maka kaum muslimin akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam
hal cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. sebab
ayat-ayat Al-quran dalam hal itu hanya berbicara secara global dan umum, yang
menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah, selain itu juga akan
mendapat kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak,
dan muhtamal, dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan hadits atau
sunnah untuk menafsirkannya atau menjelaskanya.⁵

Dalam Alquran banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan bahwa hadis


merupakan sumber ajaran Islam di samping Alquran.Jumlah ayat-ayat tersebut
dalam penelitian Muhammad Fuad 'Abd al-Baqiy lebih dari lima puluh ayat.
Diantaranya adalah:

1. Alquran S. al-Hasy: 7

Artinya:"...Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka hendaklah kamu


menerimanya; dan apa yang dilarangnya, maka bagimu hendaklah kamu
meninggalkannya (apa yang dilarangnya itu)”

Menurut ulama, ayat tersebut memberi petunjuk secara umum, yakni bahwa
semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi wajib dipatuhi oleh orang-
orarg yang beriman. Dengan demikıan, kewajibanpatuh kepada Nabi menıpakan
konşekuensi logis dari keimanan seseorang.

11
⁴Quraisy Shihab, Membumikan AlQuran,Bandung,Mizan, 1994, h: 21.

⁵H. A. Sadali Dkk, Daesar-dasar Agama Islam, Universitas terbuka, Jakarta, Tahun 1999,h:315

2. Alqııran, S. Ali Imran: 32

Artinya:"Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul-Nya; apabila engkau berpaling,


maka (ketahuılah) sesungguhnya Allah tıdak menyukai orang-orang yangkafir".

Menurut penjelasan ulama, ayat tersebut memberi petunjuk bahwa ketaatan


kepada Allah adalah dengan mematuhi petunjuk Alquran, sedang bentuk ketaatan
kepada Nabı adalah dengan mengikuti sunnah atau hadis beliau.

3. Alquran, S. an-Nisa': 80

Artinya: "Barangsıapa yang mematuhi Rasul ıtu, maka sesungguhnya orang itu
telah mematuhi Allah".

Ayat tersebut mengandung petıuıjuk bahwa kepatuhan kepada Rasulullah


merupakan salah satu tolak ukur kepatuhajı seseorang kepada Allah.

4. Alquran, s. al-Ahzab: 21

Artinya: "Sungguh telah ada pada diri Rasulullah keteladanan yang baik bagunu,
(yakni) bagi orang yang mengharap (akanrahmat) Allah, (meyakini akan
kedatangan) hari kiamat, dan banyak menyebut (dan ingat akan) Allah".

Ayat di atas memberi petunjuk tentang tata cara meneladani Nabi Muhammad.
Bagi mereka yang sempat bertemu dengan Rasulullah, maka cara itu dapat
dilakukan secara langsung, sedang bagi mereka yang tidak sezaman dengan
Rasulullah, maka cara meneladani adalah dengan mempelajari, memahami, dan
mengikuti berbagai petunjuk yang termuat dalam sunnah dan hadis beliau.⁶

Dengan melihat berbagai ungkapan ayat diatas, maka jelaslah bahwa hadis atau
sunnah Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam, disamping Alquran.
Orang yang menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam berarti orang
itu menolak petunjuk Alquran.

Dalam bidang hukum Islam, pernyataan Alquran sebagai sumber hukum Islam
dan hadis sebagai sumber pula, bukanlah merupakan indikasi bahwa pada masing-
masing sumber berdiri sendiri, sehingga mencerminkan ketiadaan hubungan
antara keduanya. Namun sebaliknya, antara kedua sumber itu saling berhubungan
dan merupakan satu kesatuan yang berasal dari Tuhan.⁷

12
⁶Muhammad Fu'ad 'Abd aI-Baqiy.alMu’jam ul-Mufahras li Alfaz al-Qur'an al-karim,Bandung:
Angkasa, h. 314-319, 429-430, dan 463-464.

⁷ Muhammad Khudariy Bik, Usäl alFiqh (Mesir al-Maktabat al-Tijariyat alKubra,1992 M.), h.76

Alquran menggambarkan hubungan tadi dengan mengatakan bahwa setiap apa


saja yang keluar dan Nabi, baik Alquran maupun hadis, tidak lain merupakan
wahyu yang tidak tercampur di dalamnya keinginan-keinginan pribadi.

Fungsi hadis sendiri bagi Alquran sacara umum dapat dikatakan sebagai penjelas
(bayan) bagi Alquran.Diketahui, Alquran yang diturunkan selama 23 tahun,
tidaklah secara keseluruhan menerangkan hukum berkenaan dengan fi'il mukallaf
(perbuatan orang mukallaf). Memang adakalanya Alquran menerangkan hukum
tersebut secara rinci, tetapi banyak pula yang masih global, bahkan terkadang
tidak dijumpai sama sekali suatu keteranganpun dalam Alquran. Keadaan tersebut,
tentu sajamembingungkan, maka untuk terlaksananya perintah syara' secara
sempurna, karena ayat Alquran masih bersifat global atau ketiadaan hukum, Allah
memberikan otontas kepada Nabi untuk memberikan penjelasan (bayan) terhadap
hal-hal tadi. Wujud pemberian wewenang tertuang dalam firman Allah QS. an-
Nahl: 44,

Artinya:"... Dan kami tıınınkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan


kepada umat manusia apa yang telah dıtunıkan kepada mereka".

Ayat di atas memberi petunjuk lentang otoritas Nabi dan fungsi hadıs bagi
Alquran, yaıtu;1.bayän ta'kid,yaknı sebagaı penjelasan untuk mengokohkan apa
yang terkandung dalam Alquran.

2. bayän tafsir, yakni sebagaı penjelasan atau peneıangan terhadap ayat-ayat


yang mujmal(global) dan musytarak.
3. bayän takhsis, yakni menjelaskan tentang kekhususan suatu ayat yang
umum .
4. bayän taqyid, yakni menjelaskan dan memberi batasan terhadap ayat
Alquran yang bersitfat mutlak.
5. bayän tabäil, yakni mengganti suatu hukum, sering juga dısebut dengan
bayän nasakh.⁸

Dengan ini sudah jelas bahwa hadis juga merupakan sumber hukum islam yang
memperjelas sumber hukum yang ada dalam alquran , contohnya seperti sholat
didalam alquran hanya dijelaskan kewajiban untuk sholat tetapi tidak dijelaskan
secara jelas . Maka dari itu kita juga wajib untuk memperdalam hadis karna
didalam kegunaan hadis adalah memperjelas hukum-hukum islam yang ada dalam
alquran.

13
⁸ Muhammad 'Ajaj Khatib, Usül ai-Hadis (Beirut Dar al-Fikr, 1989 M./1409 H.), h. 46-51

Macam macam hadist atau assunnah ditinjau dari kualitas :

1. hadist shahih adalah hadist yang sanadnya sambung, tidak


bertentangan riwayat orang banyak, tidak cacat, rawi, adil dan
dapat dipercaya.
2. Hadist hasan adalah hadist yang memenuhi persyaratan hadist
shahih tetapi ada salah satu perawinya tidak kuat hafalannya (sama
dengan shahih tapi riwayatnya tidak popular atau manshur)
3. Hadist dhoif adalah hadist yang tidak memenuhi syarat hadist
shahih dan hasan
4. Hadist maudhu’adalah hadist yang tidak dibuat oleh seseorang ,
tetapi dikatakan berasal dari nabi Muhammad saw.

Macam - ,macam hadist berdasarkan pembagiannya :

1. hadist qauliyah yaitu hadist perkataan rasulullah saw. Yang


menjelaskan hokum- hokum agama dan maksud isi Al-
qur’an serta berisi peradaban , hikmah, ilmu pengetahuan
dan juga menganjurkan akhlak yang mulia.
2. Hadist filiyah yaitu perbuatan rasulullah saw. Yang
menjelaskan cara melaksanakan ibadah , misalnya cara
shalat, haji , berwudhu, dan sebagainya
3. Hadist taqririyah, yaitu berdiam dirinya rasulullah saw.
Ketika melihat suatu perbuatan dari para sahabat , baik
perbuatan tersebut dikerjakan dihadapan rasulullash saw.
Atau tidak, akan tetapi berita mengenai perbuatan tersebut
sampai ke rasulullah saw.

2.4. Ijtihad

Menurut Bahasa ijtihad memiliki akar kata yang sama dengan kata jihad, yaitu
juhd yang berarti bersungguh sungguh dan jahd yang berarti sulit jihad dan ijtihad
sama-sama memerlukan kesungguhan karena yang dihadapi adalah sesuatu yang
sulit .

Secara istilah ijtihad berarti berusaha dengan sungguh-sungguh untuk


memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapan hukumnya baik dalam al-
qur’an dan hadist. Atau mencari jalan keluar dari permasalahan hukum bagi suatu
masalah yang tidak ditemukan jawabannya dalam al-qur’an dan hadist

Mujtahid merupakan seseorang yang melakukan ijtihad dan untuk melakukan


ijtihad tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang karena ijtihad merupakan

14
suatu kegiatan dalam pengambilan hukum . persyaratan untuk menjadi mujtahid
diantaranya adalah:

1. memahami kandungan al-qur’an dan hadist


2. memahami Bahasa arab dengan seluk beluk ilmunya dan segala
kelengkapannya
3. memahami ilmu ushul fiqh dan kaidah-kaidah fikih secara mendalam
4. memahami persoalan ijma’
5. memiliki kecerdasan dan akhlakul karimah

sebagai sumber hukum islam yang ketiga, ijtihad memiliki beberapa fungsi
diantaranya adalah :

.1. sebagai jawaban atas permasalahan kehidupan yang dialami oleh umat
islam yang tidak ada ketentuannya hukum dalam al-qur’an maupun hadist .
dalam menyelesaikan permasalahan , dengan syarat sesuai dengan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam al-qur’an dan hadist.

2. sangat dihargainya peran akal dalam ajaran islam. Penggunaan akala tau
pertimbangan dalam masalah agama memegang peran penting dalam
agama islam. Al-qur’an secara terang-terangan menghargai akala pikiran .

bentuk-bentuk ijtihad, ijtihad merupakan proses dalam pengambilan hukum, yang


prosesnya dapat dilakukan dalam beberapa bentuk . bentuk bentuk ijtihad yang
disepakati yaitu ada dua , ijma’ dan qiyas.

2.5 Ijma’

Secara etimologis, ijma’ merupakan derivasi dari ajma'a yang dapat berarti
"mengumpulkan, menyatukan, menghimpun, berkumpul, bersatu, berhimpun, atau
menarik bersama”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata
ijmak memiliki pengertian “kesesuaian pendapat (kata sepakat) dari para ulama
mengenai suatu hal atau peristiwa”. Menurut Dr. Moh. Bahrudin, M. Ag., Ilmu
Ushul Fiqh, Bandar Lampung, Anugrah Utama Raharja, 2019, 38 ijma’
merupakan kesepakatan bulat seluruh umat islam dalam masalah-masalah yang
diketahui dengan jelas dan pasti. Menurut Agus Miswanto, S.Ag, MA, Ushul
Fiqh: Metode Ijtihad Hukum Islam, DI Yogyakarta, Magnum Pustaka Utama,
2019 bahwa yang dimaksud dengan Ijmak adalah kesepakatan seluruh mujtahid
Islam, kesepakatan terjadi pada suatu masa sesudah wafatnya Rasulullah saw, dan
kesepakatan itu atas suatu hukum syara' tentang suatu kasus (peristiwa).
Sedangkan ijma' menurut hukum islam adalah kesepakatan pendapat para
mujtahid umat nabi Muhammad SAW setelah beliau wafat pada suatu masa
tertentu tentang masalah tertentu. Timbulnya ijmak (kesepakatan) karena berawal
dari adanya perbedaan.

Adapun ijma’ sebagai urutan sumber hukum islam selanjutnya , merupakan salah
satu dalil syara yang memiliki tingkat kekuatan argumentif setingkat dibawah
dalil-dalil nash (al-quran dan hadist) . ia merupakan dalil pertama setelah al-

15
qur’an dan hadist yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum
syara . selanjutnya sebagai sumber hukum pada hal-hal yang tidak jelas nashnya
baik dalam ,al-qur’an , hadist maupun ijma’ ulama.9

9Harun,Ushul Fiqh,Surakarta , Muhammadiyah University.2010,h:210

Ditinjau dari sudut cara menghasilkan hukum itu, maka ijma' ini dibagi menjadi
dua macam:
1. Ijma' Sharih (bersih atau murni), yaitu ketika semua mujtahid
mengemukakan pendapat mereka masing-masing, kemudian menyepakati
salah satunya.
2. Ijma' Sukuti, yaitu ketika sebagian mujtahid terang-terangan menyatakan
pendapatnya itu dengan fatwa, atau memutuskan suatu perkara, dan sebagian
lagi hanya berdiam diri.

Kedudukan Ijma' Sebagai Dasar Hukum Islam Kebanyakan ulama' mengetahui


bahwa ijma' merupakan sumber hukum yang kuat dalam menetapkan hukum islan
dan menduduki tingkatan ketiga dalam sumber hukum islam. Kekuatan ijma
sebagai sumber hukum islam ditunjukkan dalam QS. An-Nisa: 59.

Berikut sebab-sebab dilakukan Ijma' :


a. Karena adanya persoalan-persoalan yang harus dicarikan status hukumnya,
sementara di dalam nash Al Qur'an atau Hadist tidak diketemukan hukumnya.
b. Karena nash Al Qur'an dan Hadist sudah tidak turun lagi atau telah
berhenti.
c. Suatu permasalah yang timbul.

Ulama ush menyatakan bahwa ijma’ dipandang sebagai salah satu sumbert hokum
islam setelah al-qur’an dan hadist jika memenuhi empat unsuir berikut ini:

1. Ada sejumlah mujtahid ketika ditetapkan hokum atas suatu kejadian .


2. Kesepakatan mujtahid mengenai suatu masalah atau kejadian itu lahir
tanpa memandang perbedaan bangsa atau kelompok.
3. Kesepakatan para mujtahid itu disertai dengan pendapat mereka masing-
masing secara jelas tentang suatu kejadian , baik secara ucapan, maupun
bentuk perbuatan. Setelah masing-masing mengemukakan
pendapat ,haruslahdiambil kesepakatan secara kelompok.
4. Kesepakatan semua mujtahid tersebut dapat diwujudkan dalam suatu
hokum . bila hanya sebagian besar yang bersepakat, maka ijma’ itu tidak
bisa diatas namakan kesepakatan jumlah mayoritas.10

2.6 Qiyas

16
Menurut Dr, Hj. Darmawati H. S.Ag.,M.H.I., Ushul Fiqh, Jakarta, Peran dan
media group,2019,43 Qiyas adalah perkara yang satu diukur dengan perkara yang
lain yang memiliki ukuran dan ukurannya itu adalah nash yang jelas.

10.Ahmad Tufik,Pendidikan agama islam dan budi pekerti ,Jakarta pusat, direktorat jenderal
Pendidikan kementerian agama RI2019,h:133

Menurut Ahmad Taufik, S.Pd.I, M.Pd., Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti,

Jakarta Pusat, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama


RI,2019,133-134.qiyas menurut Bahasa artinya
mengukur,membandingkan,menimbang. Sedangkan menurut istilah, qiyas adalah
menetapkan hukum terhadap sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya dan
didasarkan pada sesuatu yang sudah ada ketentuanya. Contohnya :

a. Mempersamakan hukum minuman keras yang tidak ada dalilnya dalam


Al-Qur’an atau hadis seperti tuak,sake,bir bintang,vodka,atau whisky dan lainnya
dengan khamr,sebab semua itu sama-sama memabukkan;

b. Mempersamakan padi dan gandum,karena sama-sama makanan pokok;dan

c. Mempersamakan kerbau dan sapi (sebab diarab tidak ada kerbau) dan lain
sebagainya.

Menurut Imam Syafi’i “setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi pada seorang
muslim pasti ada hukumnya. Dan ia wajib mengikuti nash, apabila ada nashnya.
Dan apabila tidak ada nashnya dicari dari permasalahannya (dilalah-nya) di atas
jalan yang benar dangan ijtihad, dan ijtihad itu adalah qiyas”. Qiyas merupakan
salah satu metode istinbāṭ yang dapat dipertanggungjawabkan karena ia melalui
penalaran yang disandarkan kepada nash.

Ada beberapa ayat al-Qur’an yang dijadikan landasan bagi berlakunya qiyas
didalam menggali hukum,diantaranya:

‫ٰٓيَاُّيَه ا اَّل ِذ ْيَن ٰا َم ُن ْٓو ا َاِط ْيُع وا َهّٰللا َو َاِط ْيُع وا الَّرُس ْو َل َو ُاوِلى اَاْلْم ِر ِم ْنُك ْۚم َف ِاْن َتَن اَز ْعُتْم ِفْي َش ْي ٍء َف ُر ُّد ْو ُه ِاَلى ِهّٰللا‬
‫ࣖ َو الَّرُسْو ِل ِاْن ُكْنُتْم ُتْؤ ِم ُنْو َن ِباِهّٰلل َو اْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِۗر ٰذ ِلَك َخْيٌر َّو َاْح َس ُن َتْأِوْياًل‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S An-Nisa‟ (4): 59)

17
Qiyas dapat dijadikan dasar hukum dalam semua bidang, kecuali bidang akidah
dan ibadah. Rukun qiyas ada tiga yaitu:

1.Ashl, yaitu dasar yang menjadi ukuran persamaan atau


menyerupakan (al-Qur’an dan hadist).

2. Far’u, yakni perkara yang diserupakan atau disamakan;


3. Illat atau sebab, sifat yang menjadi dasar persamaan antara hukum pokok
(al-Qur’an dan hadist) dengan hukum cabang (hukum sebagai hasil dari
qiyas).

Berikut macam-macam qiyas jika dilihat dari illat yamg terdapat pada ashal dan
yng terdapat pada cabang :

1. Qiyas awla, illat yang terdapat pada cabang lebih utama


daripada yang terdapat pada ashal . contoh mengqiyas kan
hokum haram memukul kedua orang tua kepada hokum
haram mengatakan ‘ah’.
2. Qiyas musawi: qiyas dimana illat yang terdapat pada
cabang sama bobotnya dengan yang terdapat pada ashal .
contoh illat hokum haram membakar harta anak yatim ,
sama bobtonya dengan illat haramnya memakan harta anak
yatim.
3. Qiyas adna: qiyas dimana illat yang terdapat pada cabang
lebih rendah bobotnya disbanding dengan illat yang
terdapat pada ashal. Contoh khamar.

Kelompok penggunaan qiyas terdapat dua kelompok yaitu:

1. Kelompok jumhur yaitu kelompok menggunakan qiyas secara penuh


2. Kelompok mazhab zahiriyah syiah imamiyah yaitu kelompok yang
menggunakan secara luas.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa qiyas itu murapakan suatu pengambilan


kesimpulan dimana kita menarik dari dua macam keputusan atau qadhiyah yang
mengandung unsur bersamaan dan salah satunya harus universal, suatu keputusan
yang ketiga yang kebenerannya sama dengan kebenaran yang ada pada keputusan
sebelumnya.

Jadi, jelasanya qiyas itu terdiri dari tiga qadhiyah . qadhiyah pertama mengandung
salah satu dari dua hal kepada hal yang ada persamaannya . qadhiyah kedua
mengandung hal yang kedua, kepada hal yang ada persamaannya. Qadhiyah
ketiga mengandung salah satu dari hal kepada hal yang lain .11

2.7 Hikmah Menjadikan Al-Qur’an, Hadis dan Ijtihad Sebagai Sumber Hukum
Islam

18
Memilih islam sebagai keyakinan mengandung konsekuensi,yaitu
keharusan menjadikan islam sebagai pedoman dalam menjalani aktivitas sehari-
hari, yang sumbernya adalah al-qur’an, hadist dan ijtihad.

Ada beberapa hikmah menjadikan al-Qur’an, hadis dan ijtihad sebagai sumber
hukum Islam, antara lain :

a. tidak tersesat dalam berperilaku sesuai tuntunan agama Islam;

11. choril bisri Mustafa ,ilmu mantiq,terjemahan assulamul munauroq,rembang pt


alarif,1989,h:43

b. menjadikan diri sebagai orang yang taat beribadah dengan penuh ketulusan;

c. terbiasa membaca dan mengkaji al-Qur’an serta hadis;

d. selamat dari azab dan laknat Allah Swt. karena sudah mengikuti aturanaturan
yang sudah ditetapkan Allah Swt. dan Rasul-Nya;
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukum islam adalah hukum yang ditetapkan oleh allah SWT. Melalui wahyu
yang saat ini terdapat dalam Al-Qur'an yang keseluruhannya masih global atau
pun universal dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW melalui hadist nabi.
Contohnya adalah sholat diwajibkan bagi seluruh umat islam tetapi tidak
disebutkan waktunya kaoan saja , dari hadist kita bias tau kapan saja waktu sholat.
Sumber-sumber Hukum islam dibagi menjadi 3, yaitu al-Qur'an, hadist, dan
ijtihad (ijma’ dan qiyas).

3.2 Saran
Sebaiknya kita mengunakan hukum-hukum atau pun aturan yang sudah ditetapkan
oleh Allah SWT untuk umat islam. Lebih baik kita sebagai umat islam
mempelajari hokum-hukum ataupun aturan untuk menjalani kehidupan sehari-hari
supaya kita bisa lebih mengenal dan lebih jauh memahami agama kita sendiri .

19
DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai