Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Sumber Utama Ajaran Islam


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
METODOLOGI STUDI ISLAM
Dosen Pengampu : Bahwan Ghozali, S.Kom.I, MA.

Disusun Oleh : Kelompok II


1. L. M. Sofyan Ali Fikri : 220601158
2. Asyifa Khairatun Nisa : 220601170
3. Satiarmita Waro’ah : 220601156

KELAS 1E

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
T.A. 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kata-kata “sumber hukum Islam” merupakan terjeman dari lafazh Masadir Al-Ahkam.
Kata kata tersebut tidak di temukan dalam kitab-kitab hukum Islam yang di tulis oleh ulama-
ulama fikqh dan ushul fiqih klasik. Untuk menjelaskan arti sumber hukum Islam, mereka
menggunakan al-adilah al-syaryyah. Penggunaan mashadir al-ahkam oleh ulama pada masa
sekarang ini, tentu yang di maksudkan adalah se-arti dengan istilah al-adillah al-syari’yyah.
Yang di maksud dengan Masadir al-Ahkam adalah dalil-dalil hukum syara’ yang di ambil
(diistimbhathkan) dari padanya melibatkan hukum.

Sumber hukum dalam Islam, ada yang di sepakati (Muttafaq) para ulama dan ada
yang masih perselisihkan (Mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam yang di sepakati jumhur
ulama adalah Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Para jumhur ulama’ juga sepakat dengan
urutan dalil-dalil tersebut (Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas.). Namun dari kalangan
Mu’tazilah menempatkan akal dalam urutan pertama sebelum Al-Qur’an, sunnah, ijma’, dan
qiyas. Tetapi disini kita akan membahas tentang dua sumber hukum Islam yang memang
mutlak dan tidak bisa di pungkiri bahwasanya dua hukum ini adalah sumber yang di akui
oleh semua para ulama’ baik ulama’terdahulu maupun ulama’ kontemporer.1

Al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam, kata sumber dalam artian ini hanya dapat
digunakan untuk Al-Qur’an dan Sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah yang
dapat di timba hukum syara’, tetapi juga tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan
qiyas karena memang keduanya memang merupakan wadah yang dapat di timba norma
hukum. Ijma’ dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan dalil
adalah bukti yang melengkapi atau petunjuk dalam Al-qur’an dalam menemukan hukum
Allah, yaitu larangan atau perintah.2

1
Siska Lis Sulistiani, Perbandingan Sumber Hukum Islam, TAHKIM Jurnal Peradaban dan Hukum
Islam. Vol. 1 No. 1 (Maret, 2018), Hal 102-116
2
Abdul Latif, Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama, STAI Binamadani Tangerang, Vol. 4 No. 1
Maret 2017
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam di ambil dari dua kata yakni “hukum” dan kata “Islam”. Kedua itu
secara terpisah merupakan kata yang di gunakan dalam bahasa Arab dan terdapat dalam Al-
Qur’an, juga berlaku dalam bahasa Indonesia “hukum Islam” sebagai suatu rangkaian kata
telah menjadi bahasa Indonesia yang hidup dan terpakai. Dalam bahasa Indonesia kata
“hukum” menurut Amir Syarifuddin adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku
manusia yang di akui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang di beri wewenang
oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya.3

Bila kata “hukum” menurut definisi di atas di hubungkan dengan “Islam” atau
‘Syara’, maka ‘hukum Islam’ akan berarti : “Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu
Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukalaf yang diakui dan diyakini
mengikat untuk yang beragama Islam.4

Sedangkan hukum dalam pengertian hukum syara’ menurut istilah ulam’ ushul adalah
Khitob (doktrin) syar’i yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf , baik berbentuk
tuntunan, pilihan atau ketetapan. Para ahli ushul memberi istilah pada hukum yang
berhubungan dengan perbuatan mukallaf dalam bentuk tuntnan atau pilihan dengan hukum
taklifi, dan ukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf dalam bentuk ketettapan dengan
huku wadh’i.5

Adapun hukum syara’ menurut ahli fiqih adalah pengaruh yang di timbulkan oleh
doktrin syar’i dalam perbuatan (Mukallaf), seperti kewajiban, keharaman dan kebolehan.6

3
Siska Lis Sulistiani, Perbandingan Sumber Hukum Islam, TAHKIM Jurnal Peradaban dan Hukum
Islam. Vol. 1 No. 1 (Maret, 2018), Diktup dari, Amir syarifuddin, Usul Fiqih Jilid 1. (Jakarta: Kencana 2011),
Hal. 6
4
Ibid. Amir Syarifuddin.
5
Siska Lis Sulistiani, Perbandingan Sumber Hukum Islam, TAHKIM Jurnal Peradaban dan Hukum
Islam. Vol. 1 No. 1 (Maret, 2018), Diktup dari, Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Usul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Amani,
2003), hal. 136
6
Ibid. Abdul Wahab.Khalaf.
B. Pengertian Sumber Hukum Islam

Menurut KBBI sumber adalah asal sesuatu, yang di mana artinya sumber hukum
adalah tempat kita bisa menemukan atau menggali hukumnya. Dan sumber hukum Islam
adalah tempat pengambilan hukum Islam, sumber hukum islam juga disebut dengan dalil
hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam.

Kata ‘sumber’ dari hukum fiqih adalah terjemah dari lafadz ‘Masadhir’ atau yang
biasa di sebut dalam bahasa kekinian adalah dalil atau lengkapnya adalah “adillah
syar’iyyah” . dan dalam literatur klasik selalu menggunakan kata dalil atau adillah
syar’iyyah, karena mereka beranggapan bahwa kata Masadhir dengan adillah syar’iyyah itu
memiliki arti atau makna yang sama.7

Dan dari sinilah kita bisa belajar memahami arti kata dari “Sumber Hukum Islam”
sehingga ketika kita membahas tentang sumber utama hukum Islam maka sudah sudah
terbayang apa saja yang perlu kita pahami dalam mencari sumber hukum Ilsam dan di mana
sumber hukum Islam itu kita ketahui bersama berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah yang sudah
secara mutlak di akui oleh para ulama terhadulu dan ulama zaman sekarang.

C. Al-Qur’an Sebagai Sumber Utama Ajaran Islam

Seperti yang kita ketahui bersama bahwasanya Al-qur’an adalah rujukan bagi
manusia untuk hidup di dalam dunia ini, banyak orang-orang yang tidak mnegetahui makana
kehidupan dan tidak tahu arah mereka membawa hidupnya, bukan hanya non muslim tetapi
muslim sendiri masih ada sebagian yang tidak mnegenai hal itu, maka dari Al-Qur’an adalah
peran yang sangat penting dalam merubah pandangan manusia mengenai kehidpuan. Karena
di dalam Al-Qur’an terdapat berbagai macam pembahasan, mulai dari hukum-hukum, cerita
masalalu (sejarah), dan masih banyak lagi. Di dalam Al-Qur’an terdapat 144 surat yang
terbagi menjadi 30 juz, yang mana dimulai dari surat Al-Fatihah dan di akhiri dengan surat
An-Nas.

Tapi penulisan di dalam mushaf Al-Qur’an bukan menjadi refrensi untuk


menentukan mana ayat yang pertama kali turun dan mana yang terakhir turun, walaupun di
mushaf di mulai dengan surat Al-fatihah tapi kenyataan dalam sejarah Alqur’an, yang
pertama kali turun adalah surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5 yang menceritakan tentang

7
Ibid. Amir Syarifuddin. Usul.... Hal. 15
bagaiamana peroses penciptaan manusia, dan begitupun ayat yang terakhir turun walaupun di
mushaf surah An-Nas di tulis paling akhir tapi nyatanya surat yang terakhir turun adalah
surat Al-Maidah ayat 3.

Pada perinsipnya, Allah menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya untuk
memberikan rangsangan kepada manusia agar ia menggunakan akalnya untuk berfikir dan
merenungkannya, kata Iqra (bacalah) merupakan perintah Allah yang pertama kali di
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, Yang harus di lakukan oleh setiap
ummatnya.perintah tersebut mengandung arti agar ummat islam melakukan pengkajian
(Tadabbarun), Penalaran (Ta’qilun), Pengamatan (Tubsirun), Memahami (Tafaqqahun),
Berfikir (Tafakkarun), dan Perenungan atau Kontemplasi (Tadhakkarun).8

Akal merupakan alat untuk berfikir, dan Allah memuliakan manusia sebab adanya
akal yang diberikan itu, sehingga mempunyai kedudukan tinggi dibandingkan makhluk
ciptaan Allah lainnya. Manusia menggunakan akal yang di berikan itu secara efektif dan
benar-benar menggali fenomena alam semesta dan menjadikan sumber ilmu pengetahuan,
sumber ide, dan landasan bagi prinsip manusia mentap masa depannya.9

Kita mulai dari penegertian Al-Qur’an, mungkin banyak dari kalangan ummat muslim
yang sudah tau makna dari Al-Qur’an secara umum baik dari segi bahasa maupun istilah tapi
disini akan membahas lagi tentang penegertian Al-Qur’an supaya bisa kita sambungkan
dengan Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam. Al-Qur’an menurut bahasa di ambil
dari kata bahasa Arab yakni, Qoroa yang berarti baca, membaca atau bacaan. Sedangkan
menurut istilah Al-Qur’an berarti kitab Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, melalui perantara malaikat Jibril, yang termaktub dalam mushaf dan di sampaiakan
kepada kita secara mutawattir, tanpa ada keraguan.10

8
Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam Terhadap Berbagai Disiplin Ilmu,
(Bandung: Pustaka Setia, 2006), 280.
9
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), 287
10
Abdul Latif, Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama, STAI Binamadani Tangerang, Vol. 4 No. 1
Maret 2017
Para ulama’ sepakat tantang menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber petama dan utama
dalam syari’at Islam karena berbagai alasan iberikut :

1. Kebenaran Al-Qur’an

Abdul Wahab Khallaf mengatakan bahwa “Kehujjahan Al-Qur’an itu terletak pada
kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya”. Hal ini
sebagaiamana firman Allah SWT, dalam Q.S Al-Baqarah : 2 ayat 2, yang artinya : “Kitab
(Al-Qur’an) tidak ada keraguan padanya: petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.

2. Kemukjizatan Al-Qur’an

Mukjizat sendiri memiliki arti sesuatu yang sangat luar biasa yang tidak ada seorang
manusiapun mampu membuatnya, karena hal itu adalah di luar batasan manusia. Mukjizat
adalah suatu kelebihan yang di berikan oleh Allah SWT, kepada para Nabi dan Rosul untuk
menguatkan kenabian dan kerosulannya, dan untuk menunjukkan bahwa agama yang mereka
bawa bukanlah buatan mereka sendiri tetapi benar-benar datang dari Allah SWT. Seluruh
Nabi dan Rosul memiliki mukjizat, termasuk di antara mereka adalah Rosulallah Muhammad
SAW yang salah satu mukjizatnya adalah kitab suci Al-Qur’an.

Dan disini kita akan membahas tentang beberapa kemukjizatan Al-Qur’an

a. Dari segi keindahan sastranya. Keindahan sastra Al-Qur’an melebihi seluruh sastra
yang di susun oleh sastrawan Arab, baik dalam bentuk puisi, atau prosa. Keindahan sastra Al-
Qur’an tidak hanya di akui oleh ummat Islam, tetapi juga oleh non Muslim.
b. Pemberitaan tentang peristiwa-perisriwa yang akan terjadi di masa depan, yang benar-
benar terbukti, misalnya yang termaktub dalam surah Ar-Rum ayat 1-4 yang artinya “Alif
laam mim, telah di kalahkan bangsa Romawi. Di negri yang terdekat dan mereka setelah di
kalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi”.
c. Pemberitaanyya terhadap peristiwa yang terjadi pada ummat terdahulu yang tidak
pernah diungkap oleh sebelumnya. Dalam kaitan ini Allah menyatakan yang artinya “Itu
adalah diantara berita-berita penting tentang ghaib yang akan kami wahyukan kepadamu
(Muhammad): tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini”.11

Jika kita melihat dari tiga kemukjizatan yang di ungkap oleh Abdul latif di atas maka
yang membuat Al-Qur’an di yakini bukan di buat oleh manusia karena bahasanya yang tidak
11
Abdul Latif, Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama, STAI Binamadani Tangerang, Vol. 4 No. 1
Maret 2017
ada tandingannya dengan sastra dunia, serta tragedi-tragedi yang di bicarakan oleh Al-qur’an
tidak ada manusiapun yang bisa menebak atau menerka tapi Al-Qur’an mampu berbicara
tentang kejadian yang akan datang yang tidak pernah di pikirkan manusia sebelumnya.

Yang memperkuat landasan bahwa Al-Qur’an sebagai dasar hukum Islam karena
hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur’an dan kita akan membahas tentang hukum yang
tercantum dalam Al-Qur’an
a. Hukum I’tiqodiah

Yakni hukum-hukum yang berkaitan tentang kewajiban para mukallaf untuk


mempercayai Allah, Malaikat-Malaikatnya, Rasul-Rasulnya dan hari akhir.

b. Hukum Akhlaq

Yakni tingkah laku yang berhubungan dengan kewajiban orang mukallaf untuk
menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang
tercela.

c. Hukum Amaliah

Yang bersangkutan dengan perkataan-perkataan, perbuatan-perbuatan, perjanjian-


perjanjian dan muamalah (kerjasama) sesama manusia.

Adapun hukum Amaliah di dalam Al-Qur’an itu sendiri terbagi menjadi dua yaitu :

1) Hukum Ibadah, seperti Shalat, Zakat, Puasa, Haji, dan lain sebagainya. Hukum-
hukum ini di adakan dengan tujuan mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan.
2) Hukum-hukum Mumalat, seperi segala macam perikatan, transaksi-transaksi
kebendaan, hukum pidana dan sanksi-sanksi (Jinayat dan Uqubat). Hukum-hukum ini
diadakan untuk mengatur hubungan anatara manusia dengan manusia, baik sebagai
perorangan maupun sebagai anggota masyarakat.12

D. Assunnah Sebagai Sumber Utama Ajaran Islam

12
Drs. H. Abuy Sodikin Badruzzaman, Metodologi Studi Islam, Sumber Ajaran, Tunas Nusantara
(Bandung; 2000) Hal. 54-55
Di pembahasan Assunnah ini juga kita akan mulai bahas dengan pengertiannya,
ditinjau dari segi bahasa Sunnah berarti cara, jalan, kebiasaan dan tradisi, kata sunnah juga
berarti Al-Jadid yang berarti sesuatu yang baru. Kata Sunnah di dalam Al-Qur’an terulang 16
kali pada 11 surat. Penyebutan kata sunnah dalam Al-Qur’an pada umumnya merujuk pada
pengertian bahasa, yakni cara atau tradisi. Makna sunnah secara terminologi menurut
Muhammad Ajaj Al-Kahatib (1975) identik dengan hadits, yaitu informasi yang di sandarkan
kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan maupun Takrir (Ketetapan).

Sedangkan menurut istilah (Terminologi) ahali mendefinisikan hadits adalah segala


sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW, baik ucapan, perbuatan maupun
ketetapan yang berhubungan dengan hukum Allah yang di syariatkan kepada manusia. Para
muhaddisin membagi sunnah/hadits menjadi lima yaitu :

1. Sunnah Qauliyah, yaitu segala sesuatu yang di sandarkan pada Nabi SAW, berupa
perkataan.
2. Sunnah Fi’liah, yaitu segala sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW, berupa perbuatan.
3. Sunnah Taqririah, yaitu sunnah yang berupa ketetapan Nabi SAW.
4. Sunnah Hammiah, yaitu sesuatu yang menjadi hasrat Nabi SAW, tetapi belum sempat
dilaksanakannya, seperti puasa tgl 9 Assyura’
5. Hadits Ahwali, yaitu hafits yang di menyangkut hal Ihwal Nabi seperti keadaan fisik,
sifat dan keperibadian.13
Setelah kita menegetahui pengertian Assunnah serta pembagiannya menurut para
ulama, maka kita akan membahas tentang Otoritas Assunnah sebagai Sumber Ajaran Utama
Agama Islam, Al-Siba’i mengakatakan bahwa dari ketiga fungsi Sunnah seperti :
1. Bayan Taqriri
Yaitu Sunnah sebagai penguat pesan-pesan Al-Qur’an, misalnya Al-Qur’an menyebutkan
suatu kewajiban larangan, lalu Rasulullah dalam Sunnahnya mengeuatkan perintah atau
larangan.

2. Bayan Tafsir
Sunnah sebagai penjelasan Al-Qur’an yaitu :
13
Nurhasanah Bakhitiar Anwar, Metodologi Studi Islam, Cahaya Fitdaus, 2016. Hal, 108
a. Menjelaskan makna-makna yang rumit dalam Al-Qur’an
b. Mengikat makna-makna yang bersifat lepas (Umum)
c. Menjelaskan mekanisme pelaksana’an dan hukum-hukum yang di tetapkan Al-Qur’an
misalkan tentang tata cara Shalat, Haji, Puasa dan lainnya.
3. Bayan Tasyri’, Yaitu Sunnah sebagai pembuat Hukum.

Dua diantaranya disepakati oleh para Ulama, sementara yang ketiga di perselisihkan.
Adapun masalah pokok yang di perselisihkan itu adalah, apakah Assunnah dapat menetapkan
suatu hukum tanpa tergantung dalam Al-Qur’an ataukah produk hukum baru itu selalu
mempunyai pokok (asal) dalam Al-Qur’an.

Dalam persoalan tersebut jmhur Ulama berpendapat bahwa nabi mempunyai otoritas
untuk membuat Hukum. Dalil yang diajukan oleh ulama yang menyetujui bahwa Nabi dapat
membuat Hukum adalah yang pertama Selama Nabi di yakini Maksum, maka otoritasna
dalam melakukan Tasyri’ adalah suatu hal yang dapat di terima akal. Yang kedua adalah
kenyataan banyaknya Nas Al-Qur’an yang menunjukkan wajibnya mengikuti Sunnah.14

Setelah kita melihat dan memahami apa yang di jelaskan oleh Nurhasanah Bakhtiar
Anwar bahwasnya Sunnah sebagai sumber ajaran Islam karena Sunnah menfasirkan apa yang
terkandung dalam Al-Qur’an secara umum bisa dijelaskan secara terperinci oleh Sunnah dan
juga terdapat penjelasan bagaiamana kita melakukan Ibadah secara jelas. Bukan hanya itu
saja tetapi juga bahwasanya Sunnah sendiri datang dari Rasulullah yang sudah di yakini
kemaksumannya dan bisa di terima oleh akal dan pikiran.

Sedang fungsi sunnah sebagai sumber hukum dan ajaran islam, di tegaskan di dalam
firman Allah sebagai berikut :

14
Ibid. Hal. 116
“Maka demiTuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau
(Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkah,(sehingga) kemudian
tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.” ( Q.S. An-Nisa: 65).

Penjalasan di atas memiliki relevasi dengan apa yang di kemukakan dengan


kedudukan sunnah atau hadits nabi SAW. Oleh ulama atsar yaitu sbg penjelas, dan pemberi
keterangan. Menurut mereka fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an adalah :

a. Bayan tafsir, Al-Qur’an bersifat mujmal agar ia dapat di fungsikan dan berlaku
sepanjang masa dan dalam keadaan bagaimanapun maka di perlukan perincian oleh hadits.
b. Bayan takhsish, hadist/ sunnah berfungsi selain menafsirkan al-qur’an, juga berfungsi
memberikan penjelasan tentangkekhususan-kekhususan ayat yg bersifat umum.
c. Bayan ta’yin; hadits (sunnah) nabi SAW. Berfungsi untuk menentukan nama yg di
maksud di antara dua atau tiga perkara yg mungkin di maksudkan lapadzh-lapadzh
musytarak dalam al-qur’an.
d. Bayan nasakh; hadits (sunnah) berfungsi menjelaskan mana ayat menasakh
(menghapus) dan mana yang di nasakh ( dihapus) yg secara lahiriah bertentangan. Fungsi
bayan ini sering jg di sbt bayan takdil.

Dari berbagai penjelasan di atas, semakin tegaslah bahwa mengikuti sunnah (hadits)
merupakan suatu keharusan yg tidak bisa di tawar-tawar lagi dalam syari’at Islam. Akhirnya
melengkapi uraian, ini dapat di lihat ayat-ayat al-qur’an tentang dasar hukum hadits (sunnah),
yg meliputi S. 68: 4,; 33:21; 21:108; 34:28;

Dalam kitab Ujalah Nafi’ah yang di karang oleh Abdul Aziz disimpulkan aturan
terhadap penggunaan suatu hadits untuk diterima atau tidak bisa di pergunakan sebagi dalil.

Ketentuan laranagn penggunaan hadits tersebut adalah :

1. Jika hadits itu bertentangan dengan fakta sejarah.


2. Jika hadits itu diriwayatkan orang syi’ah, dan sifat hadits itu menuduh para sahabat
Nabi, atau hadits itu diriwayatkan oleh orang khawarij dan sifat hadits itu menuduh anggota
keluarga Nabi. Akan tetapi, jika hadits itu di kuatkan oleh kesaksian yang tak memihak, maka
hadits itu dapat di terima.
3. Jika sifat hdits itu mewajibkan kepada semua orang untuk mengetahuinya dan
mengamalkannya, dan hadits itu diriwayatkan oleh satu orang.
4. Jika saat dan keadaan diriwayatkan hadits itu membuktikan bahwa hadits itu dibikin-
bikin.
5. Jika hadits itu bertentangan dengan akal, atau bertentangan dengan ajaran-ajaran
Islam yang sudah jelas.
6. Jika hadits ini menguraiakan sebuah peristiwa, yang jika peristiwa itu sungguh-
sungguh terjadi, niscaya peristiwa itu diketahui dan diceritakan oleh banyak orang, padahal
nyatanya, peristiwa itu tak diriwayatkan oleh satupun orang selain yang meriwayatkan hadits
itu.
7. Jika masalahnya atau kata-katanya rakik (artinya, tak sehat atau tak benar); misalnya
kata-katanya tak cocok dengan bahasa Arab, atau masalah yang dibicarakan tak pantas bagi
martabat Nabi.
8. Jika hadits itu berisi ancaman hukuman berat bagi perbuatan dosa biasa, atau
menjajikan ganjaran besar bagi perbuatan baik yang tak seberapa.
9. Jika hadits itu menerangkan pemberian ganjaran oleh Nabi dan Rasul kepada orang
yang berbuat baik.
10. Jika yang meriwayatkan hadits itu mengaku bahwa ia membuat-buat hadits.
Perlu dikemukakan di sini bahwa dalam peparangan kepada hadits, untuk menentukan
suatu hukum terhadap suatu masalah, perlu diihat bahwa kedudukan hadits sebagai sumber
utam ajaran Islam, tidak sekuat Al-Qur’an. Mengingat bahwa hukum dalam Al-Qur’an adalah
Qath’i, sedangkan hadits bersifat dzanhnny, kecuali hadits itu mtawattir.
Selain itu seluruh ayat Al-Qur’an harus di jadikan pedoman, sedangkan hadits yang
hanya tertuju pada suatu maksud tertentu dan untuk kebutuhan waktu yang tertentu. Artinya
keberlakuannya tidak universal seperti Al-Qur’an.15
E. Islam Sebagai Obyek Kajian

Islam pada hakikatnya mengajarkan kepada ummatnya sebuah kehidpan yang dinamis
serta perogresif, dan mengohrmati serta menghargai sebuah akal pikiran dengan jalan
pengebangan ilmu pegetahuan serta tekhnologi, menganmbilsikap dan perilaku yang setara
atau sejajar dalam memenuhi keperluan dan kebutuhan spiritual dan materilnya, serta selalu
mengembangkan perhatian dan pengembangan sosial, lebih menghargai waktu berperilaku
dan bersikap lebih terbuka. Bersikap demokratis, kerja sama, cinta akan kebersihan dan
keindahan, selalu mempercepat tali persaudaraan antar sesama, berahlak mulia dan selalu
menebar sikapdan perilaku positif lainnya.
15
Drs. H. R. Abuy Sodikin Badruzzaman, S. Ag, Metodologi Studi Islam, Tunas Nusantara, (Bandung,
2000) Hal. 63-64
Sebagai sebuah agama yang mempunyai banyak aspek atau dimensi, Islam tentunya
memberikan banyak sekali dukungan keikutsertaan atau kontribusi yang begitu besar didalam
kehidupan manusia didunia dalam melaksanakan kewajibannya hingga di harapakan dapat
melindungi dan menyelamatkan sebagaiamana arti Islam yang dipegang sebagai tujuan
menuju keselamatan. Sehingga dari abad ke 19 agama Islam sudah di jadikan sebagai sebuah
objek atau sasaran kajian studi atau penelitian agama hingga pada saat ini.16

Pendidikan adalah sebuah usaha mewariskan ilai-nilai yang dianggap akan menjadi
sebuah penolong serrta sebagai sebuah penentu hidup umat manusia, dan sekaligus sebagai
jembatan untuk memperbaiki hidup serta peradaban manusia. Tanpa adanya pendidikan maka
bisa dipercayai bahwa umat-umat manusia sekarang tidak jauh berbeda dengan umat manusia
pada zaman yang lampau, yang jika di bandingkan sekarang sudah jauh tertinggal tingkat
kulalitas kehidupannya ataupun proses pemberdayaannya, dan ini semua adalah hasil dari
sebuah kajian terhadap Islam yang dilakukan oleh para cendikiawan.17

Studi-studi mengenai agama pada saat ini terlihat mengalami sebuah perubahan
orientasi terlihat jauh berbeda jika dilihatdari kajian-kajian tentang aama sebelum abad ke-19.
Pada umumnya kajian-kajian agama sebelum abad ke-19 mempunyai banyak karateristik
yaitu diantaranya penemuan arca baru, sinkritisme, serta untuk beberapa kepentingan selalu
di picu oleh semangat serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi sehingga orientasi dan
metodologi sstudi islam mengetahui sebuah perubahan.

Studi Islam itu sendiri merupakan sebuah ilmu keislaman yang pembahsannya masih
sangat mendasar, dan dengan studi Islam ini para penganutnya mengetahui serta menentukan
ukuran ilmu, amal perbuatan serta imannnya terhadap Allah SWT, serta dapat diketahui pula
bahwa Islam mempunyai banyak aspek dimensi antara lain, aspek keimanan, akal fikiran,
ekonomi dan politik, tekhnologi, lingkungan hidup dan ilmu pengetahuan serta masih banyak
yang lainnya.18

Dikalangan umat islam sampai saat ini, banyak yang percaya dan berpendirian bahwa
agama islam bukanlah semata-mata suatu agama yang di dalam pemahaman barat, adalah
hanya berhubungan antara manusia dengan Tuhan saja, namun sebaliknya Islam merupakan
16
Sya Alatas “Pengertian Studi Islam, Islam Sebagai Objek Kajian, Pendekatan Islam Normatif dan
Islam Historis” 1, No.1 (2015): 2-21
17
Hujair A.H. Sanaky, Pendidikan Islam di Indonesia , suatu Kajian Upaya Pemberdayaan”, Insania
13, No. 1 (2008): 15-24
18
Sya Alatas “Pengertian Studi Islam, Islam Sebagai Objek Kajian, Pendekatan Islam Normatif dan
Islam Historis” 1, No.1 (2015) :2-21
sebuah agama yang sempurna yang begitu komplit dengan norma-norma atau aturan-aturan
di segala bidang dalam kehidupan manusia yang termasuk di dalamanya yaitu kehidupan
bernegara.19

Dilihat dari banyaknya peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi dilingkungan


masyarakat, agama islam memang terlihat menarik untuk di jadikan sebagai objek kajian
agama serta didalam mengkaji atau meneliti Islam, tentunya kita harus berpegangan pada dua
sumber yaitu Al-Qur’an dsn juga Hadits. Seseorang yang menganut agama islam yag disebut
muslim, merupakan orang yang berjalan di dalam arah menuju ketingkat yang lebih tinggi.
Dalam memecahkan sebuah problem yang muncul di tengah-tengah masyarakat seseorang
yng beragama islam tentu mengadakan sebuah penafsiran terhadap Al-Qur’an serta Hadits
yang dari keduanya timbul sebuah pemikiran Islam, pemikiran tersebut bisa berupa pemikiran
yang bersifat tekstual dan bisa juga bersifat sebaliknya yaitu kontektual.

Islam sebagai sebuah agama, yang penafsiran atau pemikiran Al-Qur’an dan Hadits
nya menjadi sasaran atau objek kajian atau penelitian, serta merupakan sebuah sisttem yang
hidup dan dinamis. Sistem yang di maksud ini mencakup sebuah matriks terkait dengan nilai-
nilai serta konsep yang abadi. Hidup dan realistis dengan apa adanya sehinga akan
memberikan sebuah ciri khas yang unik bagi peradaban Islam.

Islam yang juga sebagai agama teologis adalah agama pengetahuan yang
memunculkan berbagai macam pemikiran, dan munculnya pemikiran ini memberikan sebuah
petunjuk atau sinyal yan kuat bahwa pada wilayah pemahaman serta aktualisasai nilai-nilai
Islam adalah merupakan sebuah bentuk keikutsertaan manusia didalam islam, dan bukan
menyaurkan sebuah doktrin esensinya.dalam Islam memberikan sebuah semangat untuk
dikenali pada keikut sertaan akal fikiran, dikethui serta diaplikasikan dan di implementasikan
ajaran-ajarannya.20

Ketika sebuah pemikiran akan masuk didalam wilyah Islam guna di kaji atau di teliti
dengan berbagi macam motif, sudut pandang dan berbagai aspeknya, maka didalam proses
dan wujudnya, selanjutnya agama iIslam dapatdilihat sebagai sebuah pemikiran. Islam adalah
berwujud nilai-nilai, jika sebuah pemikiran dilibatkan dalam peroses memahami dan
mengaplikasikannya dalam sebuah sejarah pemikiran islam terlihat bagaimana pemikiran
pecinta studi Islam memberi bagian kreatif dan juga spesifik kepada bagian sebuah bangunan

19
Ishomuddin, “Hubungan Islam Dan Politik Kajian Polemik Dalam Cendikiawan Islam” Hummanity 6
No. 1 (2010): 28-33
20
Achmad Miftahul Alim “Islam Sebagai Objek kajian” 1 (2015) :1-35
pemahaman dan pengertian ajaran agama Islam dapat bermacam-macam aspek dimensinya
yang menimbulkan macam-macam jenis pengetahuan Islam seperti filsafat Islam, Teologi
Islam, Ulumul Qur’an dan Hadits dan Sebagainya.

Mengkaji agama Islam sebagai pemikiran sama halnya seperti mempelajari apa yang
di mengerti dan di pahami oleh para pemikir yang telah mengkaji atau meneliti ajaran Islam
yang memunculkan wujud pemahaman dan pengertian atau kajian tertentu.

Secara sederhana, Islam merupakan suatu Subjek yang menjadi pengendali seluruh
aturan atau norma didalam mengendalikan kehidupan manusia tanpa adanya reserve.
Sedangkan Islam yang merupakan sebgai objek membuatnya sebagi yang terkendali oleh
kehidupan manusia.21

Dinamika kajian atau penelitian agama Islam terwujud serta terpisah oleh dialegtika
antara rasio dan juga wahyu. Pertemuan dinatara keduanya tersebut memotivasi munculya
tradisi atau adat kebiasaan sebuah pemikiran didalam studi Islam. Ketika sesorang meneliti
atau mengkaji agama Islam, hal yang utama yang harus di mnerti adalah dimana atau
bagaimana Islam tersebut didukukkan didalam penelitian atau pengakajian tersebut. Kenapa
demikian, karena Islam selain memiliki sifat transedental, dirinya juga memiliki sifat yan
bermanusiawi serta historis.

Dengan mengetahi hal semacam ini, maka si peneliti atau bahwa pengkaji bisa
mengetahui pada sisi mana yang kemudian akan di jadikan sebagai objek atau sasaran untuk
sebuah kajian dari Islam itu sendiri. Kemudian setelah objek atau sasaran kajian tersebut
sudah pasti jelas, maka suatu hal yang perlu dipahami, dimengerti dan diketahui selanjutnya
adalah bagaimana caranya mendekati objek atau asasran tersebut.selanjutanya pada bagian
atau sisi pemakaian dan pemilihan cara ini selanjutnya akan mempengaruhi bahkan bisa
sampai menentukan motif hasil kajian atau penelitian.

Jika seorang hendak mengkaji atau menliti sebuah peralatan dalam agama, maka
semua itu tergantung alat apa yang di pergunakan untuk menelitinya. Jika yang ingin diteliti
adalah sebuah ka’bah, alat ritusnya dalah Islam, seorang bisa mnegkaji atau meneliti sejarah
ka’bah kapan didirikannya, siapa yang membangun dan lainnya. tetapi hal yang harus di
perhatikan ada yang benar benar dijadikan sebagai alat agama, dan ada juga yang dianggap

21
Ibid. Hal 1-35
sebagai alat budaya , seperti peci yang dijadikan simbol keislaman seorang muslim, namun di
sisi lain peci juga sering di pakai dalam acara formal.22

Islam merupakan agama yang universal, yang memiliki sifat bisa tumbuh dimana saja
dan disegala waktu. Namun pengaruh lokalias serta tradisi budaya dalam suatu golongan
disadari atau tidak, sulit dihindari tentunya dalam kehidupan masyarakat muslim. Tetapi
dalam sebuah kajian bahwa, sekalipun di hadapkan pada budaya lokal dunia keuniversalan
islam tidak akan batal. Selanjutnya ini menjadi sebuah pertanda bahwa perbedaan dianatara
yang satu tempat ketempat yang lain tidak menjadi penghalang dalam mewujudkan sebuah
tujuan.23

22
Ika Ayu Fatwarani Dkk, Islam Sebagai Objek Kajian Dan Peneltian 1, No. 1 (2013) : 1-19
23
Widya Suci, Islam Sebagai Objek Kajian, Institut Agama Islam Negeri Metro
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan pembahasan diatas sudaj jelas jika membicarakan tentang “Sumber
Ajaran Utama Agama Islam” maka yang pertama kali muncul dalam benak adalah Al-Qur’an
baru setelah itu Hadits (Assunnah), walaupun di beberapa ulama’ ada yang menambahkan
Ijma’ dan Qiyas dengan alasan tertentu, tetapi Al-Qur’an dan Assunnah adalah sumber yang
wajib untuk menjalankan agama Islam. Dengan berbagai alasan dan juga penelitian bahwa
Al-Qur’an menjadi sumber hukum dengan alasan tertentu yang pertama karena kemu’jizatan
Al-Qur’an, yang kedua karena kebenaran Al-Qur’an dan Hukum-hukum yang terkandung di
dalam Al-Qur’an adalah hukum yang dibuat oleh Allah SWT sendiri, yakni Tuhan Orang-
orang muslim.

Dan Assunnah menjadi sumber kedua juga memiliki alasan tertentu yakni :

a. Bayan tafsir, Al-Qur’an bersifat mujmal agar ia dapat di fungsikan dan berlaku
sepanjang masa dan dalam keadaan bagaimanapun maka di perlukan perincian oleh hadits.
b. Bayan takhsish, hadist/ sunnah berfungsi selain menafsirkan al-qur’an, juga berfungsi
memberikan penjelasan tentangkekhususan-kekhususan ayat yg bersifat umum.
c. Bayan ta’yin; hadits (sunnah) nabi SAW. Berfungsi untuk menentukan nama yg di
maksud di antara dua atau tiga perkara yg mungkin di maksudkan lafadzh-lafadzh musytarak
dalam Al-Qur’an.
d. Bayan nasakh; hadits (sunnah) berfungsi menjelaskan mana ayat menasakh
(menghapus) dan mana yang di nasakh ( dihapus) yg secara lahiriah bertentangan. Fungsi
bayan ini sering jg di sbt bayan takdil.

Sedangkan objek kajian Islam yakni meneliti dan mencari kebenaran bahwa islam itu
adalah agama yang benar dan apa yang di ajarkan islam kepada kaum muslim itu benar
adanya yang di perintahkan oleh Allah SWT, bahkan dari sumber ajaran Islam yang dua itu
(Al-qur’an dan Sunnah) sudah di teliti kebenarannya dan di yakini bahwa apa yang di ajarkan
Islam adalah sebuah kedamaian dan keselamatan dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA

Siska Lis Sulistiani, Perbandingan Sumber Hukum Islam, TAHKIM Jurnal Peradaban
dan Hukum Islam. Vol. 1 No. 1 (Maret, 2018), Hal 102-116
Abdul Latif, Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama, STAI Binamadani
Tangerang, Vol. 4 No. 1 Maret 2017
Drs. H. R. Abuy Sodikin Badruzzaman, S. Ag, Metodologi Studi Islam, Tunas
Nusantara, (Bandung, 2000) Hal. 63-64
Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam Terhadap Berbagai
Disiplin Ilmu, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 280.
H.A. Athaillah, Sejarah Al-Qur’an, , Pustaka Pelajar, (Yogyakarta, 2010), Hal. 61
Nurhasanah Bakhtiar Anwar, Metodologi Studi Islam, Cahaya Firdaus, (Pekan Baru :
2016).
Dr. Abdul Rasyid Ridho, Gerakan Sosial Dalam Upaya Perlindungan Anak Berbasis
Al-Qur’an, 2022.
Widya Suci, Islam Sebagai Objek Kajian, Institut Agama Islam Negeri Metro

Anda mungkin juga menyukai