Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an dan Hadist merupakan sumber hukum Islam yang paling
utama. Yang artinya Al-Qur’an dan Hadist berfungsi sebagai petunjuk
ataupun pedoman untuk mencapai kebahagiaan baik didunia maupun
akhirat. Hal ini dijelaskan didalam sabdanya Rasulullah saw.
‫سنَّةَ نَبِيِّ ِه‬
ُ ‫ َو‬،ِ ‫َاب هَّللا‬ ِ ‫ لَنْ ت‬،‫ر ْكتُ فِ ْي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن‬
َّ ‫َضلُّ ْوا َما تَ َم‬
َ ‫ ِكت‬:‫س ْكتُ ْم بِ ِه َما‬
Artinya: “Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara dan kamu tidak akan
sesat selagimana kamu berpegang dengannya yaitu kitab Allah (al-Qur’an)
dan sunnah Nabi-Nya (Sunnah Nabi SAW).” (Hadis Riwayat Imam Malik)
Salah satu isi bahasan didalam ushul fiqih ialah mengenai berbagai dalil
hukum dan apa saja metode ijtihad yang digunakan para ulama dalam
mengambil keputusan suatu hukum. Dalil-dalil hukum tersebut ada yang
disepakati oleh para jumhur ulama seperti Al-Qur’an dan Hadist, dan ada
dalil-dalil yang sebagian ulama masih memperselisihkan kesepakatannya
untuk dijadikan dalil yaitu ijmak dan qiyas. Adapun pada kesempatan kali
ini penulis akan membahas dalil yang disepakati oleh jumhur ulama yaitu
Al-Qur’an dan Hadist, serta Ijtihad sebagai salah satu metode didalam
menetapkan suatu hukum Islam yang terbentuk dari interpretasi dan
implementasi hukum yang ada di Al-Qur’an dan Hadist.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sumber hukum Islam?
2. Apa yang dimaksud dengan sumber hukum Islam yang pertama
(Al-Qur’an), lalu apa dasar kehujjahannya?
3. Apa yang dimaksud dengan sumber hukum Islam yang kedua
(Hadist), lalu apa dasar kehujjahannya?
4. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa makna dari sumber hukum Islam.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an sebagai sumber
hukum Islam yang pertama.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Hadist sebagai sumber
hukum Islam yang kedua.
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ijtihad sebagai salah satu
metode dalam mengetahui suatu hukum yang baru.

2
BAB II
ISI
A. Pengertian Sumber Hukum Islam
Secara umum sumber hukum Islam adalah pedoman ataupun
pegangan umat Islam dalam menentukan hukum atau norma-norma yang
mengatur tatanan kehidupan. Sumber hukum berasal dari dua kata yaitu,
sumber dan hukum. Secara etimologi sumber berarti asal dari segala
sesuatu atau tempat menujuk sesuatu. Adapun sumber menurut
terminologi didalam ushul fiqih, sumber bisa diartikan sebagai rujukan
yang pokok atau utama dalam menetapkan hukum Islam,yaitu berupa Al-
Qur’an dan Hadist. Sedangkan hukum menurut ulama ushul fiqih ialah:
“Perintah/ firman Allah Swt yang berhubungan dengan perbuatan
mukallaf, baik berupa tuntutan (perintah/larangan), atau pilihan
(kebolehan) atau wadh’i (menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat dan
penghalang bagi sesuatu hukum).”
Sumber hukum syara’ artinya dalil-dalil syari’ah (al-Adillatusy
Syari’ah) yang daripadanya diistinbatkan hukum-hukum syari’ah.Kata
adilllah merupakan jamak dari kata dalil, secara bahasa artinya petunjuk
kepada sesuatu. Menurut istilah dalil ialah sesuatu yang dapat
menyampaikan dengan pandangan yang benar dan tepat kepada hukum
syari’ yang amali.1 Artinya dapat menunjuk dan mengatur kepada
bagaimana melaksanakan sesuatu amalan yang syar’i dengan cara yang
tepat dan benar.
Pengertian lain dari sumber hukum ialah tempat pengambilan,
rujukan atau acuan dalam penyelenggaraan ajaran Islam. Karena inilah
sumber memiliki peran penting bagi pelaksanaan ajaran Islam. Dari

1
Ahmad Sanusi dan Sohari, Ushul Fiqih,(Jakarta: PT RAJA GRAFINDO, 2015), hlm.
13.

3
sumber ini, umat Islam dapat memiliki pedoman-pedoman tertentu untuk
melaksanakan proses ajaran Islam.2
Berdasarkan sudut pandang kesepakatan ulama, klasifikasi sumber
hukum fiqih dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1) Sumber hukum yang disepakati seluruh ulama, yaitu Al-Qur’an dan
Sunnah.
2) Sumber hukum yang disepakati oleh mayoritas (jumhur) ulama,
yang menempati kedudukaan selain Al-Qur’an dan Sunnah, yaitu
Ijma’ dan Qiyas.
3) Sumber hukum yang menjadi perdebatan para ulama. Yang
menempati hal ini adalah ‘urf (kebiasaan), istish-hab (pemberian
hukum berdasarkan keberadaannya pada masa lampau), istihsan
(anggapan baik tentang sesuatu), maslahah mursalah (penetapan
berdasarkan prinsip kemaslahatan bersama).
Maka bila diurutkan sumber hukum tersebut adalah, Pertama Al-
Qur’an, Kedua Hadist (As-sunnah), Ketiga Ijtihad yang meliputi
ijma’,qiyas istihsan, mashlahah mursalah, sadduz dzari’ah, istihsab, ‘urf,
syar’un man qablana, madzhab shahabi.
B. Sumber Hukum Islam Yang disepakati Jumhur Ulama
1. Al-Qur’an
Sumber hukum pertama adalah Al-Qur’an, yaitu Kalamullah yang
sudah dijamin keontentikkannya dan terhindar dari campur tangan
manusia karena Al-Qur’an dijaga oleh Allah swt. Sehingga hal
tersebut menjadi alasan utama Al-Qur’an menjadi sumber hukum
utama. Hal ini Allah terangkan didalam firman-Nya:
ِّ ‫ِإنَّا نَ ْحنُ نَ َّز ْلنَا‬
َ‫الذ ْك َر وَِإنَّا لَهُ لَ َحافِظُون‬
Artinya:“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”3

2
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra,2013), hlm. 25.

3
Q.S Al-Hijr ayat 9.

4
a) Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologis Al-Qur’an adalah bentuk masdar dari kata
qara’a, yang bisa dimasukkan pada wazan fu’lan, yang berarti
bacaan atau apa yang tertulis padanya.4 Kata Al-Qur’an ini
diterangkan oleh Allah Swt didalam firman-Nya:
‫اِنَّ َعلَ ْينَا َج ْم َع ٗه َوقُ ْر ٰانَ ٗه‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya
(di dadamu) dan membacakannya”5
Secara istilah Al-Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad melalui perantara Jibril AS, tertulis
didalam mushaf menggunakan bahasa Arab, yang diturunkan
secara mutawatir, dan apabila membacanya mengandung nilai
ibadah, yang dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri
surah an-Naas.6
Menurut Al-Jurjani, Al-Qur’an ialah kitab yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad. Yang ditulis dalam mushaf yang
diriwayatkan sampai kepada kita dengan jalan mutawatir tanpa
ada keraguan.7
b) Kehujjahan Al-Qur’an
Sebagai sumber hukum utama Al-Qur’an tentunya bersifat
dinamis, benar dan mutlak. Arti dinamis yaitu dapat diterapkan
dimanapun dan kapanpun serta kepada siapapun. Adapun
kebenaran yaitu Al-Qur’an dapat dibuktikan dengan realita atau
fakta yang terjadi sebenarnya dan Al-Qur’an tidak diragukan
kebenarannya dan tidak terbantahkan. Seorang mujtahid tidak
dibenarkan menjadikan dalil lain sebagai hujjah sebelum

4
Rahmat Syafi’e, Ilmu Ushul Fiqih untuk UIN,STAIN, PTAIS, (Bandung: CV Pustaka
Setia,2010), hlm. 49.
5
Q.S Al-Qiyamah ayat 17.
6
Siska Lis Sulistini, “Perbandingan Sumber Hukum Islam”, Jurnal Peradaban dan
Hukum Islam, Vol. 1 No.1 (Maret, 2016) hlm. 105.
7
Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandar Lampung: CV Anugrah Utama Raharja, 2013),
hlm. 28.

5
membahas dan meneliti ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila hukum
permasalahan yang ia cari tidak ditemukan dalam Al-Qur’an,
maka barulah mujtahid tersebut boleh mempergunakan dalil
yang lain. Adapun dasar pokok kehujjahan Al-Qur’an sebagai
berikut:
Adapun dalil kehujjahan sumber hukum Islam tersebut adalah:
‫سو َل َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُك ْم ۖ فَِإنْ تَنَا َز ْعتُ ْم‬ ُ ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطي ُعوا هَّللا َ َوَأ ِطي ُعوا ال َّر‬
‫ول ِإنْ ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َوا ْليَ ْو ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذلِكَ َخ ْي ٌر‬
ِ ‫س‬ُ ‫َي ٍء فَ ُردُّوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّر‬
ْ ‫فِي ش‬
‫سنُ تَْأ ِوياًل‬
َ ‫َوَأ ْح‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.”.8
c) Kandungan Hukum dalam Al-Qur’an
Menurut Wahbah Zuhaili Al-Qur’an memiliki tiga kandungan
hukum, yaitu:
1) I’tiqadiyat, yaitu yang berkaitan dengan keyakinan dan
berhubungan dengan kewajiban manusia dalam dimensi
imannya kepada eksistensi dan ke-Esa-an Allah, risalah
kenabian Muhammad, kitab suci, malaikat, dan hari
akhir.
2) Khuluqiyah, yaitu berhubungan dengan keharusan
manusia untuk berhias diri dengan kemuliaan akhlak,
dan menyucikan diri dari keburukan akhlak.
3) Amaliyah, yaitu segala sesuatu yang lahir dari
seseorang mukallaf berupa perbuatan-perbuatan,
perkataan, akad, dan segala usaha yang dilakukannya.
8
Q.S An-Nisaaa’ ayat 59.

6
Sementara Abdul Wahab Khallaf merincikan hukum
muamalat dalam beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:
1) Hukum keluarga, yaitu hukum yang berkaitan
dengan keluarga, mulai dari awal pembentukan,
tujuannya, dan tata cara mengatur hubungan antara
suami dan istri, kekeluargaan dan kerabat lainnya.
2) Hukum civil, yaitu hukum terkait dengan hubungan
muamalah dan pertukaran antar sesama baik tentang
jual beli, sewa menyewa, gadai, asuransi, kerjasama
keperdataan, pemenuhan kewajiban hukum lainnya.
3) Hukum konstitusi, yaitu menyangkut tentang
aturan-aturan hukum dan dasar-dasarnya.
4) Hukum acara, yaitu hukum-hukum yang berkaitan
dengan masalah peradilan, persaksian, dan sumpah.
5) Hukum internasional, yaitu menyangkut kerjasama
dan hubungan keperdataan antar negara, hubungan
antar warga baik muslim maupun non muslim.
6) Hukum ekonomi dan keuangan, yaitu yang
berkaitan dengan hubungan orang kaya dan
miskin,pengaturan tentang persoalan arus keuangan
dan perbankan.
Secara garis besar penjelasan hukum didalam Al-Qur’an
terdiri dari tiga acara, yaitu:
1) Ijmali (global)
Adapun maksud dari Al-Qur’an bersifat ijmali
ialah Al-Qur’an masih secara umum menjelaskan
suatu hukum, maka hadist lah yang menjelaskan lebih
detailnya. Seperti perintah sholat didalam Q.S Al-
Baqarah ayat 43 lalu dijelaskan bagaimana tata cara
sholatnya dihadist nabi.
2) Tafhsili (terperinci)

7
Al-Qur’an merupakan hukum secara terperinci,
dan disertai penjelasan mendetail, lalu sunnah nabi
menjadi penguat bagi penjelasan Al-Qur’an.
Contohnya hukum waris, tata cara hitungan dalam
thalaq, dan lain-lain.
3) Isyarah (isyarah)
Penjelasan Al-Qur’an hanya sebatas hukum, baik
isyarat , maupun secara langsung. Adapu sunnah nabi
memberikan penjelasan hukum yang terkandung
dalam pokok bahasan tersebut secara terperinci.
2. Hadist
Didalam eksistensinya, sumber hukum didalam Islam tidak
hanya Al-Qur’an saja, melainkan juga ada Hadist, ijma’, dan qiyas.
Ketiganya berfungsi sebagai penyempurna Al-Qur’an melainkan
sebagai penyempurna pemahaman manusia akan. Maqashid
Syari’ah Karena Al-Qur’an telah sempurna sedangkan pemahaman
manusia yang tidak sempurna. Sehingga dibutuhkan penjelas
(bayan) sebagai tindak penjabaran sesuatu yang belum dipahami
secara seksama.
1) Pengertian Hadist
Hadist bisa juga disebut dengan Sunnah, menurut
Mustafa as-Syiba’i Sunnah berarti jalan, baik yang terpuji
maupun yang tercela.9Adapun pengertian sunnah menurut
para ahli sebagai berikut:
a) Menurut ahli hadist, sunnah adalah segala yang
dinukilkan dari Rasulullah Saw., Baik berupa
perkataan, taqrir, pengajaran, sifat keadaan,
maupun perjalanan hidup beliau baik sebelum
menjadi Rasul maupun setelah menjadi Rasul.

9
Darmawati, Ushul Fiqh,(Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), hlm. 26.

8
b) Menurut ahli ushul fiqih, sunnah adalah segala
yang dinukilkan dari nabi baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun taqrir, yang mempunyai
hubungan dengan hukum.
c) Menurut ahli fiqih, sunnah merupakan suatu
amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan
tidak diberi siksa apabila ditinggalkan.
2) Dasar Kehujjahan Hadist
Kedudukan hadist sebagai sumber ajaran Islam, selain
didasarkan pada keterangan ayat-ayat Al-Qur’an dan
Hadist, juga didasarkan dari kesepakatan para sahabat. Para
ulama sepakat bahwa hadist dapat dijadikan hujjah dalam
menentukan hukum. Fungsi hadist terhadap Al-Qur’an
yaitu sebagai bayan (penjelas); takhsish (pengkhusus) dan
taqyid (pengikat) terhadap ayat-ayat yang masih bersifat
mujmal (global), ‘am (umum) atau muthlaq (tidak
terbatasi), yaitu ayat-ayat yang belum jelas petunjuk
pelaksanaannya, kapan dan bagaimana, lalu dijelaskan dan
dijabarkan didalam hadist.
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa Hadist
merupakan sumber dan dasar hukum kedua setelah Al-
Qur’an, dan diwajibkan untuk mengikutinya seperti
diwajibkan mengikuti Al-Qur’an. Adapun dasar kehujjahan
Hadist berdasarkan pada beberapa dasar, yaitu:
Q.S al-Hasyr ayat 7, bunyinya sebagai berikut,
‫س ْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َو َما نَ ٰهى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَ ُه ْو ۚا‬
ُ ‫َو َمٓا ٰا ٰتى ُك ُم ال َّر‬
Arinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah”
dan surah Q.S an-Nisaa’ ayat 80.

9
َ ‫سو َل فَقَ ْد َأطَا َع هَّللا َ ۖ َو َمنْ تَ َولَّ ٰى فَ َما َأ ْر‬
‫س ْلنَاكَ َعلَ ْي ِه ْم‬ ُ ‫َمنْ يُ ِط ِع ال َّر‬
ً ‫َحفِي‬
‫ظا‬
Artinya: “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu,
sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa
yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”
Selain dasar dari 2 ayat tersebut, Rasulullah bersabda,

َ‫سنَّة‬
ُ ‫ َو‬،ِ ‫َاب هَّللا‬ ِ ‫ لَنْ ت‬،‫ر ْكتُ فِ ْي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن‬
َّ ‫َضلُّ ْوا َما تَ َم‬
َ ‫ ِكت‬:‫س ْكتُ ْم بِ ِه َما‬
‫نَبِيِّ ِه‬
Artinya: “Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara dan
kamu tidak akan sesat selagimana kamu berpegang
dengannya iaitu kitab Allah (al-Qur’an) dan sunnah Nabi-
Nya (Sunnah Nabi SAW).”(Hadis Riwayat Imam Malik)
Hadist tersebut menjelaskan bahwa berpegang teguh
kepada Hadist dan menjadikan pedoman hidup itu wajib,
sebagaimaa wajibnya berpegang teguh terhadap Al-Qur’an.
3) Macam-Macam Sunnah
Sunnah berdasarkan bentuknya terbagi tiga, yaitu:
a) Sunnah Qauliyah, yaitu ucapan Rasulullah yang
didengar oleh dan disampaikan seorang atau
beberapa sahabat pada orang lain.
b) Sunnah Fi’liyah, yaitu perbuatan yang dilakukan
Nabi, yang dilihat, atau diketahui dan
disampaikan para sahabat kepada orang lain
c) Sunnah Taqririyah, adalah perbuatan atau
ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan atau
sepengetahuan Nabi, tetapi Nabi hanya diam dan

10
tidak mencegahnya, ini menunjuk persetujuan
Nabi terhadap perbuatan tersebut.
4) Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an
Hubugan sunnah dengan Al-Qur’an dapat dilihat
sebagai berikut:
a) Menjelaskan ayat yang masih bersifat mujmal
Hal ini diterangkan pada ayat yang
memerintahkan sholat tetapi masih bersifat
mujmal lalu hadist menjelaskna bagaimana
tata cara sholatnya.
b) Membatasi kemutlakan
Misalnya Al-Qur’an memerintahkan untuk
berwasiat, dengan tidak dibatasi berapa
jumlahnya, lalu hadist membatasinya.
c) Mentakhsiskan keumuman
Misalnya Al-Qur’an mengharamkan
tentang bangkai, darah dan daging babi, lalu
ditakhsis oleh hadist yaitu kecuali kepada
bangkai ikan dilaut, belalang, hati dan limpa.
d) Menciptakan hasil baru
Misalnya, Rasulullah melarang untuk
binatang buas yang beraring kuat dan burung
yang berkuku tajam, dimana hal ini tidak
disebutkan didalam al-qur’an.
3. Ijtihad
Telah menjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam
penyebutan sumber hukum Islam yang ketiga, namun Sebagian
besar ulama umumnya menyebutnya ijtihad.

11
1) Pengertian ijtihad
Secara bahasa ijtihad berasal dari kata bahasa arab yaitu
jahada-yajhadu-jahd10 yang berarti kemampuan, potensi,
atau kapasitas. Sedangkan ijtihad secara terminology
ushuliyah berpendapat bahwa ijtihad adalah kemampuan
secara maksimal untuk mendapatkan pengetahuan tentang
hukum-hukum syari’at.
Menurut Abdul Hamid Hakim, ijtihad adalah pengerahan
seluruh kesanggupan berpikir dalam memperoleh hukum
dengan jalan istinbath (menarik krsimpulan) dari Al-Qur’an
dan hadist. Imam Syafi’I mengatakan bahwa seorang
mujtahid (sebutan bagi orang yang melakukan ijtihad) tidak
boleh mengatakan “tidak tahu” dalam suatu permasalahan
sebelum ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
menelitinya dan tidak memenuhi hukumnya. Sebagaimana
seorang mujtahid tidak boleh mengatakan “aku tahu”
seraya menyebutkan hukum yang diketahuinya itu sebelum
ia mencurahkan kemampuannya dan mendapatkan hukum
itu.
2) Kedudukan dan Hukum Ijtihad
Menurut ulama ushul fiqih ijtihad merupakan pokok
syari’at yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-nya. Hal ini
seperti yang diterangkan didalam firman-Nya
‫س بِ َما َأ َراكَ هَّللا ُ ۚ َواَل‬ َ ‫ِإنَّا َأ ْن َز ْلنَا ِإلَ ْيكَ ا ْل ِكت‬
ِّ ‫َاب بِا ْل َح‬
ِ ‫ق لِت َْح ُك َم بَيْنَ النَّا‬
ِ ‫تَ ُكنْ لِ ْل َخاِئنِينَ َخ‬
‫صي ًما‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab
kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu
mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi

10
A.Qadri Azizy, Elektisisme Hukum Nasional: Kompetensi antara Hukum Islam dan
Hukum Umum,(Yogyakarta: Gema Media,2004), hlm.29.

12
penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat,”11
Selain dari ayat Al-Qur’an juga terdapat didalam Hadist
mengenai dasar pokok ijtihad dijadikan sumber hukum.
Ijtihad sebagai metode penemuan hukum yang bersandar
pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal
ketika diutus sebagi seorang hakim ke Yaman, yang bunyi
hadits tersebut; Artinya: "Dari Mu'adz bin Jabal
bahwasanya Rasulullah Saw,. ketika mengutusnya ke
Yaman Bersabda: "bagaimana kamu menetapkan hukum
jika diajukan kepadamu sesuatu yang harus diputuskan,
Muadz menjawab saya akan memutuskan berdasarkan
kitab Allah, Rasulullah berkata:"jika kamu tidak
menemukan dalam kitab Allah ? Muadz menjawab: "saya
akan memutus berdasarkansunnah Rasulullah. Rasululloh
berkata: "jika kamu tidak menemukan dalam sunnah
Rasululloh, Muadz menjawab saya akan berijtihad dengan
pendapatku dan dengan seluruh kemampuanku. Maka
Rasulullah merasa lega dan berkata: Segala puji bagi
Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah
(muadz) dalam hal yang diridhoi oleh Rasulullah. Hadits
ini dijadikan oleh para ulama sebagai dasar pijakan
eksistensi ijtihad sebagai sumber dalam tatanan hukum
Islam dan menggambarkan sumber hukum Islam secara
hirearkis yang meliputi al-Qur'an, Hadits dan Ijtihad.
Dari 2 pokok dasar tersebut maka dapat kita pahami
bahwa ijihad merupakan suatu hal yang harus dilakukan
seorang mujtahid agar dapat menjawab semua pertanyaan
diera zaman yang terus berkembang ini.

11
Q.S An-Nisaa’ ayat 105

13
Menurut Syeikh Muhammad Khudari Beik dalam
kitabnya Ushul Fiqih, bahwa hukum ijtihad dapat
dikelompokkan menjadi 3 macam, uaitu:
a) Wajib ‘ain apabila bagi seseorang ditanya tentang
suatu masalah dan masalah itu akan hilang sebelum
hukumnya diketahui. Atau ia sendiri mengalami
suatu peristiwa yang ia sendiri mengalami suatu
peristiwa tersebut dan ia ingin mengetahui
hukumnyA juga.
b) Wajib kifayah apabila seorang ditanya tentang
sesuatu dan sesuatu itu tidak hilang sebelum
diketahui hukumnya, sedangkan selain dia masih ada
mujtahid lain. Apabila seorang mujtahid telah
menyelesaikan dan menetapkan hukum sesuatu
tersebut, maka kewajiban mujtahid yang lain telah
gugur. Namun bila taka da seorang pun mujtahid
yang melakukan ijtihad maka berdosalah semua
mujtahid tersebut.
c) Sunnah yaitu ijtihad terhadap suatu masalah atau
peristiwa yang belum terjadi.12
3) Ruang Lingkup Ijtihad
Dilihat dari sisi ruang lingkupnya, ijtihad terbagi menjadi
2 macam, yaitu:
a) Al- Masail al-Furu’iyyah yaitu masalah-masalah
yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash Al-
Qur’an dan Hadist.
b) Al Masail al-Fiqhiyah al-Waqa’iyah al-Mu’ashirah,
yaitu hukum Islam tentang sesuatu yang baru, yang

12
Agus Miswanto,Ushul Fiqih: Metode Ijtihad Hukum Islam, (Yogyakarta: Magnum
Pustaka Utama), hlm. 16

14
sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh
Al-Qur’an dan Hadist, maupun ijma’ para ulama.
Menurut al-Dualibi melihat dari macam
sebagaimana dikatakan oleh Wahbah al-Zuhaili,
ijtihad dibedakan menajdi 3 macam, yaitu:
a) Al-ijtihad Bayani, yaitu menjelaskan (bayan)
hukum-hukum syari’ah dari nash-nash syar’i
b) Al ijtihad al Qiyasi, yaitu meletakkan hukum-
hukum syari’ah untuk kejadian/peristiwa yang tidak
terdapat dalam Al-qur’an dan Hadist, dengan sejalan
menggunakan qiyas atas apa yang terdapat dalam
nash-nash hukum syar’i.
c) Al ijtihad al-Isthislahi, yaitu meletakkan hukum-
hukum syari’ah untuk keadiaan/peristiwa yang
terjadi tidak terdapat didalam al-Qur’an dan hadist
menggunakan ar ra’yu yang disandarkan kepada
isthishlah.
4) Macam-Macam Bentuk Ijtihad
Ijtihad dilihat dari sisi jumlah pelakunya dibagi
menjadi dua, yaitu ijtihad fardi dan ijtihad jama’i.
menurut al-Thayyib Khuderi al-Sayyid, yang
dimaksud dengan ijtihad fardi adalah ijtihad yang
dilakukan oleh perorangan atau hanya beberapa
orang mujtahid. Misalnya ijtihad yang dilakukan
oleh imam mujtahid besar.
Adapun ijtihad jama’i adalah yang dikenal
dengan ijma’ didalam kitab kitab ushul fiqih, yaitu
kesepakatan para mujtahid dari umat Rasulullah
Saw setelah wafatnya nabi dalam masalah tertentu.

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sumber hukum Islam adalah pedoman ataupun pegangan umat Islam
dalam menentukan hukum atau norma-norma yang mengatur tatanan
kehidupan. Sumber hukum berasal dari dua kata yaitu, sumber dan hukum.
Berdasarkan sudut pandang kesepakatan ulama, klasifikasi sumber
hukum fiqih dibedakan menjadi 3 macam, yaitu, Sumber hukum yang
disepakati seluruh ulama, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, Sumber hukum
yang disepakati oleh mayoritas (jumhur) ulama, yang menempati
kedudukaan selain Al-Qur’an dan Sunnah, yaitu Ijma’ dan Qiyas. Dan
yang ketiga Sumber hukum yang menjadi perdebatan para ulama. Yang
menempati hal ini adalah ‘urf (kebiasaan), istish-hab (pemberian hukum
berdasarkan keberadaannya pada masa lampau), istihsan (anggapan baik
tentang sesuatu), maslahah mursalah (penetapan berdasarkan prinsip
kemaslahatan bersama).

B. SARAN
Mengingat terbatasnya pengetahuan dan pemahaman penulis dalam
menelaah berbagai macam pembahasan sumber hukum Islam sehingga
muatan makalah ini tidak sempurna. Saya mengharap para pembaca agar
memberikan kritik dan saran yang positif agar bisa lebih meningkatkan
ketelitian dan penyempurnaan makalah. Saya harap para pembaca
memberi masukan yang bisa membangun semangat untuk kedua belah
pihak. Dengan segala kesederhanaan makalah ini semoga bisa memberi
manfaat dan ilmu yang bisa dipahami kepada Sang pembacanya

16

Anda mungkin juga menyukai