Disusun Oleh :
Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah menetapkan hukum dari segala sesuatu dalam Al-
Qur'an dan As-Sunnah. Para ahli ushul fiqih kemudian menggali pokok-
pokok pemahaman dari teks-teks yang ada pada keduanya. Dengan
memanfaatkan jerih payah para ahli ushul fiqih tersebut, para ahli fiqih
kemudian menjelaskan hukum dari segala sesuatu. Penjelasan-penjelasan
tersebut tertuang dalam Fiqih Islam. Jadi dengan mempelajari Fiqih Islam,
kita akan mengetahui hukum dari segala sesuatu. sehingga kita bisa
menjalani kehidupan sesuai dengan hukum-hukum tersebut. Dengan
menjalani kehidupan sesuai dengan hukum-hukum Allah tersebut, kita
akan selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat.
Sumber hukum yang telah disepakati oleh para ulama fiqih adalah
Alquran dan al-Sunnah. Sedangkan yang lainnya; Ijma, Qiyas, Ishtishhab,
Istihsan, mashlahah mursalah, Saddu zdara'i, Urf, istihsan, hukum bagi
umat sebelum kita, mazdhab shahabi, ada yang menggunakan dan adapula
yang tidak menggunakan. Bila diurut, maka sumber hukum itu urutannya
sebagai berikut: Alquran, Al-Sunnah, dan Ijtihad yang meliputi, Al-Ijma,
al-Qiyas, Al-Ishtishhab, al- mashlahah Mursalah, Saddu zdara'i, Istihsan,
Uruf, Syar'un man Qablana, Mazdhab shahabi.
1. Al quran
Artinya: Alquran ialah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
yang ditulis dalam mushaf yang diriwayatkan sampai kepada kita dengan
jalan yang mutawatir, tanpa ada keraguan.
1) Hukum ibadat; seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya.
Hukum-hukum ini diciptakan dengan tujuan untuk mengatur hubungan
hamba dengan Tuhan.
2. Sunnah
Pengertian Sunah secara etimologis adalah jalan yang biasa dilalui
atau suatu cara yang selalu dilakukan, tanpa mempermasalahkan apakah
jalan atau cara tersebut baik atau buruk. Sunah atau al-hadits adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa qaul (ucapan), fi'il
(perbuatan) maupun taqrir (persetujuan) Nabi saw. Berdasarkan tiga ruang
lingkup Sunah yang disandarkan kepada Rasulullah saw. Sunnah
merupakan sumber syariat Islam setelah Al Quran. Sunnah berfungsi
merinci garis besar Al Quran, menjelaskan yang musykil, membatasi yang
muthlak, dan memberikan penjelasan hukum. Sunnah juga merupakan
sumber hukum independent (mustaqil) yang tidak ada hukumnya dalam Al
Quran seperti warisan untuk nenek yang dalam sunnah disebutkan
mendapatkan warisan 1/6 dari harta warisan.
Seorang ahli fiqih akan mencari dalil terlebih dahulu dari Al Quran
kemudian dari Sunnah. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, Rasulullah saw
bertanya kepada Muadz bin Jabal: Bagaimana kamu memutuskan masalah
yang kamu hadapi? Muadz: Saya memutuskan dengan kitab Allah.
Rasulullah: Bagaimana jika kamu tidak menemukan di dalamnya? Muadz;
Dengan Sunnah Rasulullah,” Kepada hakim Syuraih, Umar bin Khattab
mengirim surat kepadanya yang berisi, “Hendaklah kamu memutuskan
dengan kitab Allah, jika tidak menemukan maka dengan Sunnah
Rasulullah saw.”
ِ ض َر َر َو اَل
ض َرا َر َ اَل
1
Moh. Bahrudin,”Ilmu Ushul Fiqh”, (Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2019), Hal. 28-30
Hadis di atas termasuk Sunah qauliyah yang bertujuan memberikan sugesti
kepada umat Islam agar tidak membuat kemudharatan kepada dirinya
sendiri dan orang lain.
1) Ilmu hadis, para ahli hadis mengidentikkan sunah dengan hadis, yaitu
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., baik
perkataan, perbuatan sebagai perkataan atau perbuatan yang dilakukan
oleh beliau sendiri.
2) Ilmu ushul fiqh, menurut ulama ahli ushul fiqh sunah adalah segala
yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw., berupa perbuatan,
perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
3) Ilmu fiqh, pengertian sunah menurut para ulama fiqh hampir sama
dengan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli ushul fiqh. Akan
tetapi, istilah sunah dalam fiqh juga dimaksudkan sebagai salah satu
hukum taklifi, yang berarti suatu perbuatan yang akan mendapatkan pahala
bila dikerjakan dan tidak berdosa apabila ditinggalkan.
2
Mukhtar Yahya dan Fatchurrahaman, “Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami” (Bandung:
al-Ma’arif, 1986), hlm. 39
3. Ijma'
Ijma' menurut bahasa ialah "sepakat atas sesuatu". Sedangkan
menurut istilah ahli Ushul Fiqih adalah
Ijma’ adalah kesepakatan para ahli fiqih dalam sebuah periode tentang
suatu masalah setelah wafatnya Rasulullah saw tentang suatu urusan agama.
Baik kesepakatan itu dilakukan oleh para ahli fiqih dari sahabat setelah
Rasulullah SAW wafat atau oleh para ahli fiqih dari generasi sesudah mereka.
Contohnya ulama sepakat tentang kewajiban shalat lima waktu sehari
semalam dan semua rukun Islam. Ijma’ merupakan sumber hukum dalam
syariat setelah sunnah.
1) Ditinjau dari segi cara menghasilkan, terdapat dua macam ijmak, yaitu:
a. Al-ijma' as-sharih, yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu masa atas
hukum suatu peristiwa dengan menampilkan pendapat masing-masing secara
jelas, baik dengan perkataan ataupun dengan tulisan atau juga dengan
perbuatan.
Kedudukan ijma' sharth lebih kuat daripada ijma' sukuti, karena keadaan
diam seorang ulama terhadap pendapat hukum baru dari ulama lain belum
tentu berarti setuju. Ijma' termasuk sumber hukum Islam selain al-Quran dan
Sunah, serta terdapat dalil dalam al-Quran surat an-Nisa: 59 yang
menyebutkan bahwa:
ِ
اللّواَط ۡيـعُوا ال َّرس ُۡول واُولى ااۡل َمۡ ر م ۡن ُك ۚمۡ فَا ۡن تَنَاز َۡعتُمۡ ف ۡى َش ۡى ٍء فَ ُر ُّد ۡوه الَى هّٰللا
ِ ُ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ
ٰ
ِ َ ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡۤوا اَ ِط ۡيـعُوا
ۤ
Artinya: " Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara
kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama bagimu dan lebih baik akibatnya".3
4. Qiyas
وكل ما نزل بمسلم ففيه حكم الزم وعليه اذا كان فيه بعينه اتباعه واذا لم يكن فيه بعينهـ يطلب
الداللة على سبيل الحق باالجتهاد واالجتحاد هو القياس
3
Rohidin,"Pengantar Hukum Islam",(Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books,2016), hal. 116-118
membandingkan dua kejadian atau lebih. Penalaran analog atau penalaran
analog dilakukan dengan menggunakan persamaan ini. Qiyas adalah
menyamakan (menganalogikan) suatu perkara dengan perkara (yang sudah
ada ketetapan hukumnya) dalam hukum syariat kedua kedua perkara ini
ada kesamaan illat (pemicu hukum).
C. Sumber-Sumber Turunan
1. Masalih Mursalah
Atau dikenal juga Istislah. Yang artinya mengambil hukum suatu
masalah berdasarkan kemasalahatan (kebaikan) umum. Yaitu
kemasalahatan yang oleh syariat tidak ditetapkan atau ditiadakan. Masuk
dalam masalah adalah menghindarkan kerusakan baik terhadap individu
atau masyarakat dalam banyak bidang.
2. Istidlal
Menurut Ibnu Hazm istidlal adalah, Mencari dalil dari ketetapan-
ketetapan akal dan natijah-natijah (kesimpulan) atau dari seorang yang lain
yang mengetahuinya.
3. Istishab
4. Saddu Dzari’ah
5. Istihsan
6. ‘Urf
A. Simpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Definisi sumber menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah asal sesuatu.
Sumber Hukum Islam adalah asal tempat pengambilan hukum Islam. Dalam
kepustakaan hukum Islam, sumber hukum Islam sering diartikan dengan dalil
hukum islam atau pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam.
2. Sumber hukum utama dalam fikih ada empat yaitu Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’,
dan Qiyas
3. Sumber turunannya ada tujuh, yaitu Masalih mursalah, Istidlal, Istishab, Saddu
dzari’ah, Istihsan, ‘Urf, dan Syar’u man qoblana.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Masih banyak kekuranagn
dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca
sekalian untuk perbaikan dan evaluasi dari apa yang kami dapat sampaikan.
DAFTAR PUSTAKA