Anda di halaman 1dari 5

PEMAHAMAN DAN PENERAPAN HUKUM ISLAM

A. Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan merupakan bagian dari ajaran Islam. Ada dua
istilah yang berhubungan dengan Hukum Islam Pertama al-Syari'ah, kedua al-Figh Syari'at merupakan
hukum Islam yang ditetapkan secara langsung dan tegas oleh Allah. Sementara fiqh merupakan hukum
yang ditetapkan pokok-pokoknya saja. Hukum ini dapat atau perlu dikembangkan dengan ijtihad . Hasil
pengembangannya inilah yang kemudian dikenal dengan istilah fiqh.

Hukum Islam kategori syarif'at bersifat konstan, tetap, maksudnya tetap berlaku di sepanjang
zaman, tidak mengenal perubahan dan tidak boleh disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Situasi dan
kondisilah yang menyesuaikan dengan syari'at. Sedangkan hukum Islam kategori figh bersifat fleksibel,
elastis, tidak (harus) berlaku universal, mengenal perubahan, serta dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi (Amrullah Ahmad, 1996).

Dalam kehidupan sehari-hari, kedua istilah itu (syari'at dan fiqh) dirangkum dalam istilah hukum
Islam. Hal ini dapat dipahami karena keduanya sangat erat hubungannya, dapat dibedakan tetapi tidak
dapat dipisahkan. Syari'at merupakan landasan fiqh, dan fiqh merupakan pemahaman orang (yang
memenuhi) tentang syari'at. Oleh karena itu seseorang yang akan memahami hukum Islam dengan baik
dan benar harus dapat membedakan antara syari'at Islam dengan fiqh Islam. Pada prinsipnya syari'at
adalah wahyu Allah yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasul syari'at bersifat fundamental,
mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari fiqh, berlaku abadi dan menunjukkan kesatuan dalam
Islam. Sedangkan yang dimaksud fiqh adalah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang
syari'at yang sekarang terdapat dalam kitab kitab fiqh. Oleh karena itu, fiqh bersifat instrumental, ruang
lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasanya disebut perbuatan
hukum. Karena figh adalah hasil karya manusia, maka ia tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke
masa, dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain. Hal ini terlihat pada aliran-aliran hukum
yang disebut dengan istilah mazhab-mazhab. Oleh karena itu fiqh menunjukkan adanya keragaman
dalam hukum Islam (M. Daud Ali, 1999).

Fiqh merupakan penjelasan dari syari'at yang terang serta pemahaman dan penggalian terhadap
kandungan syari'at yang masih samar. Sebagaimana diuraikan di atas, fiqh senantiasa berubah. Karena
sifatnya yang berubah-ubah itu, fiqh biasanya disandarkan kepada ulama mujtahid yang
memformulasikannya, seperti fiqh Hanafi, fiqh Syafi'i, fiqh Hanbali, fiqh Maliki dan sebagainya.
Sedangkan syari'at senantiasa disandarkan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Mengenai sifat hukum Islam, Mohammad Tahir Azhary mengemukakan tiga sifat hukum Islam,
yakni; Pertama, bidimensional, artinya mengandung segi kemanusian dan segi ketuhanan. Di samping
itu, sifat bidimensional yang memiliki hukum Islam Juga berhubungan dengan sifatnya yang luas atau
komprehensif. Hukum Islam tidak hanya mengatur satu aspek kehidupan saja, tetapi mengatur berbagai
aspek kehidupan manusia. Kedua, adil, yakn mempunyai hubungan yang erat sekali dengan sifat
bidimensional. Dalam hukum Islam, keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi merupakan sifat yang
melekat sejak kaidah-kaidah dalam syari'at ditetapkan Keadilan merupakan sesuatu yang didambakan
oleh setiap manusia baik sebagai masyarakat. Ketiga,ndividualistikdan kemasyarakatan yang dikat oleh
nilai-nilai transendental, yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW Dengan
sifat ini, hukum Islam memiliki validitas baik bagi perorangan maupun masyarakat (M. Tahir Azhary,
1992).

Hukum Islam, baik dalam pengertan syari'at maupun fiqh membahas dua lapangan bidang
pembahasan, yakni bidang ibadah dan bidang muamalah. Bidang ibadah membahas tata cara dan
upacara yang wajib dilakukan seorang muslim dalam berhubungan dengan Allah, seperti menjalankan
shalat, menjalankan puasa, menunaikan zakat, dan melaksanakan haji. Adapun mu'amalah dalam
pengertian luas adalah ketetapan Allah yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial manusia
walaupun ketetapan itu terbatas pada yang pokok-pokok saja , seperti perdagangan, pernikahan,
kesehatan, dan sebagainya. Oleh karena itu, sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad
(pemikiran) manusia yang memenuhi svarat untuk melakukan hal itu (M. Daud Ali, 1999).

B. Sumber Hukum Islam

Sumber hukum dalam ilmu hukum dibagi menjadi dua, materil dan formil. Sumber hukum
materil merupakan salah satu bidang kajian filsafat hukum yang menentukan dari mana dan apakah
suatu hukum sudah dapat dan mempunyai kekuatan yang mengikat sebagai norma yang ditaati.
Sedangkan sumber hukum formil berisi tentang aturan yang merupakan hukum positif (vang berlaku),
antara lain, perundang-undangan, kebiasan (adat), yurisprudensi (keputusan hakim), perjanjan (traktat)
dan ilmu pengetahuan hukum (Suparman Usman, 2001).

Dalam kajian hukum Islam, Istilah sumber hukum terdapat perbedaan. Ada yang menyebut
mashadir al-ahkam dan adillat al-ahkam, ada pula yang menyebut keduanya.

Hukum Islam digali dari dalil-dalil yang terperinci dalam al Qur'an, Sunnah dan beberapa
metode yang diratifikasikan kepada dua sumber utama tersebut. Pada dasarnya al-Qur'an dan Sunnah
baik secara jelas dan gamblang (eksplsit) maupun samar-samar ( implisit) mengandung keseluruhan
hukum Islam. Namun demikian, yang samar samar perlu digali lebih lanjut dengan menggunakan
kemampuan akal, nilah yang biasa disebut dengan ijitihad (Said Agil al-Munawwar, 2002).

1. Al Qur'an

Alqur’an berasal dari kata qira'ah, artinya "bacaan", yaitu . kitab suci yang diturunkan Allah
kepada Nabi Muhammad (Q.S. Al-Qiyamah : 18). Ada juga yang berpendapat bahwa qur'an
merupakan kata sifat dari alqaru yang berart al-jam'u (kumpulan), karena al-Qur'an terdiri dari
sekumpulan surah dan ayat yang memuat kisah, perintah dan larangan, selain itu juga karena al-
Qur'an mengintisarikan kitab-kitab suci sebelumnya ( Taurat, Zabur dan Injil). Menurut Imam
Ghazali, kata al-Qur'an adalah nama, bukan kata bentukan. Dari pendapat di atas, maka Al-Qur'an
adalah firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad, memiliki kemukjizatan lafal, membacanya
bernilai ibadah, driwayatkan secara mutawatir, tertulis dalam mushaf dimulai dari surah al-Fatihah
dan diakhiri surah al-Nas.
Al-Qur'an mempunyai beberapa nama, antara lain: al-Kitab, Kitabullah, al-Furqan, al-Dzikr, al-
Mubn, al-Karim, al-Kalam dan al Nur Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, suatu bahasa yang kaya
kosa kata dan sarat kandungan makna.

Namun demikian bukan berarti semua orang (Arab) yang mahir bahasa Arab dapat memahami
al-Quran secara rinci. Menurut Ahmad Amin, para sahabat tidak sanggup memahami kandungan al
Qur'an hanya dengan mendengar dari Rasulullah. Karena itu, dalam memahamnya diperlukan berbagai
ilmu yang menunjang.

Dalam menetapkan hukum ada tiga cara yang dipergunakan 'al-Qur'an, yaitu:

a. Mujmal, al-Qur'an hanya menerangkan pokok dan kaidah hukum saja, sedangkan perincian
dijelaskan dalam Sunnah dan 'ijtihad para ulama. Cara ini banyak berkaitan dengan masalah-
masalah ibadah.
b. Agak jelas dan terperinci, seperti dalam hukum jihad, undang-undang perang (tawanan,
rampasan), hubungan umat Islam dengan umat lainnya
c. Jelas dan terperinci, berkenan dengan masalah hutang -piutang, makanan halal-haram, sumpah,
memelihara kehormatan wanita dan perkawinan.
Dalam menyimpulkan suatu ayat al-Quran agar dapat 'dipaham dan diambil sebagat
sumber hukum, diperlukan ppenafsiran, di antara metode penafsiran yang berkembang antara
lain:
a. Tafsir Tahlili (analitik), yaitu mengkaji al-Qur'an dan segala segi dan maknanya, ayat demi ayat
dan surat demi surat sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani. Dalam metode ini ada tujuh
macam corak, yaitu :

- Tafsir bi al-Mat’sur,adalah menafsirkan al-Qur'an dengan Hadits Rasulullah

- Tafsir bi al-ra'yi, menafsirkan Al-Qur'an dengan pendapat (akal). Metode ini ada yan menerima
dan ada vang menolak.

- Tafsir Sufi, penafsiran yang dilakukan oleh para sufi yang pada umumnya dipenganuhi oleh
mistisme (tasawuf)

- Tafsir Figh, adalah penafsiran yang dilakukan oleh (tokoh) suatu madzhab untuk dijadikan dalil
atas kebenaran madzhabnya.

-Tafsir Falsaf, menafsirkan A Qur'an menggunakan teori-teori filsafat, biasanya berdasarkan


pada ilmu kalam dan simantik (logika)

-Tafsir 'Ilmi, penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan modern yang timbul
pada masa sekarang.

-Tafsir Adabi, penafsiran dengan mengungkapkan segi balaghah dan kemukjizatan al-Qur'an.
Selain menjelaskan makna, sasaran al-Qur'an, juga mengungkap hukum-hukum alam dan
tatanan kemasyarakatan. Tujuannya menarik dan menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur'an.
b. Tafsir Ijmal, (global) penafsiran secara singkat, global tanpa uraian panjiang lebar dengan
penjelasan yang mudah dipahami.

c. Tafsir Mugaran (komparatif), adalah memilih ayat al-Qur'an lalu mengemukakan penafsiran
seorang ulama sekaligus membandingkan penafsirannya dari sisi dan kecenderungan masing-
masing.

d. Tafsir Maudlu' (tematik), yaitu mengumpulkan ayat-ayat al Qur'an yang berbicara tentang suatu
masalah/tema (maudlu’)yang mempunyai tujuan dan pengertian yang satu.

2. Sunnah

Secara etimologi "sunnah" berarti "jalan yang biasa dilalui",” cara yang senantiasa
dilakukan", "kebiasaan yang selalu dilaksanakan". Secara terminologi sunnah (menurut ulama (ushul
fiqh)adalah seluruh yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, baik perkataan, perbuatan maupun
persetujuan/penetapan (tagrir). Ada beberapa istilah yang mempunyai kesamaan makna dengan
sunnah, antara lain:

-Hadis, biasa digunakan hanya terbatas kepada apa yang datang ' dari Nabi SAW.

-khabar, digunakan terhadap apa yang datang dan selain Nabi SAW.

-Atsar, apa yang datang dan sahabat, tab'tn dan orang sesudahnya.

Para ulama sepakat bahwa sunnah merupakan sumber hukum kedua sesudah al Qur'an. Hal ini
berdasarkan pada OS. All 'Imran: 31; Al Nisa' : 59; Al Hasyr: 7; al Ahzab : 21 dan Hadits Rasul yang
artinya, "Sesungguhnyo padaku telah diturunkan al Qur'an dan sejenisnya" (HR. Bukhari Muslim).

Sebagai sumber hukum, sunnah mempunyai tiga fungsi:

a. Bayan ta'kid, sebagai penetap dan menegaskan hukum hukum yang terdapat dalam al-Qur'an

b. Bayan tafsir, berfungsi sebagai penjelas atau memperinci atau membatasi yang secara umum
dijelaskan al-qur’an

c. Bayan tasyri', sunnah berfungsi menetapkan suatu hukum yang secara jelas tidak disebutkan
dalam al-Qur'an.

3. ljtihad

Ijtihad berarti "mencurahkan segala kemampuan" dan "memikul beban". Secara


terminologi berarti mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara' (hukum Islam
tentang suatu masalah dari sumber (dalil) hukum yang tafsili/rinci (al-Qur'an dan Sunnah). Dengan
demikian dapat dipahami bahwa ijtihad merupakan suatu upaya (metode) para ulama dalam
merumuskan suatu hukum yang secara rinci tidak disebutkan dalam al-Qu'an maupun Sunnah. Dan
dalam berijtihad( memutuskan suatu hukum), mujtahid tidak dapat terlepas dari al Qur'an dan
Sunnah sebagai dua sumber hukum utama. Namun demikian mayoritas ulama sepakat bahwa ijtihad
(dalam arti ijma' 'dan qiyas)merupakan sumber hukum sesudah al-Qur'an dan Sunnah (Yusuf
Qadhawi, 1997)

Terlepas dari pertentangan apakah Ijma’' dan Qiyas masuk dalam sumber hukum Islam atau
tidak, di sini akan dielaskan beberapa metode (ijtihad) yang digunakan ulama dalam memutuskan
suatu hukum

a. IJma'

Artinya konsensus atau kesepakatan. Menurut ahli ushul figh adalah kesepakatan para imam
mujtahid di kalangan umat Islam

Anda mungkin juga menyukai