Anda di halaman 1dari 14

BAB I pengalami "pengkerdilan makna".

Di mana ia dipersempit cakupannya seolah hanya


PENDAHULUAN mengatur masalah peribadatan yang bersifat ritual-simbolik serta hubungan antar
manusia (muamalat) secara sempit. Hal ini mendapat kritik serius dari beberapa Ulama
A. Latar Belakang seperti Manna' al-Qatthan dan beberapa ulama lainya, serta tidak bisa dibenarkan
Sejarah tidak akan pernah kering dari beragam cerita dan peristiwa. Ia telah ketika seseorang ingin melakukan eksplorasi mendalam terhadap fiqh. Selain itu, ia –
melahirkan ribuan karya dan jutaan manusia yang secara menawan telah mencoba Manna' al-Qatthan - juga menegaskan adanya perbedaan yang prinsipil antara aturan
melakukan kajian kesejarahan terhadap legislasi dan yurisprudensi dalam Islam. hidup dalam Islam (syariat) dengan aturan hidup yang ada pada agama lain, begitu pula
Mereka memiliki asumsi bahwa dinamika pemikiran Islam senantiasa menyediakan ada perbedaan yang mendasar antara syariat Islam dengan tata perundang-undangan
"lahan kosong" untuk perlu terus digarap agar khazanah keilmuan Islam senantiasa bisa dalam sistem hukum positif.1
berkembangan dan kembali memancarkan cahaya kejayaannya. Dalam Islam, syari'at merupakan aturan hidup yang bersifat samawi
Salah satu unsur penting dalam Islam yang sarat akan khazanah keilmuan (transenden) dan ardli (membumi) sekaligus. Artinya, peran Alloh dalam
adalah fiqih atau Yurisprudensi. Bagaimana tidak, fiqh dengan karakter dasarnya yang pembentukannya sangat menentukan. Di samping juga dialektika-progressif (bukan
elastis, dinamis dan fleksibel, akan senantiasa bergerak seiring dengan terus istilah akademik) antara syari'at dengan problem sosial di sekitarnya juga turut
berkembangnya pola kehidupan umat manusia. Ini tidak terlepas dari makna dari fiqh berperan dalam proses pembentukannya. Oleh karena itu, tidak salah jika syariat Islam
itu sendiri, yaitu sekumpulan aturan agama yang digali dari sumber-sumbernya untuk juga sering disebut sebagai hukum yang bersifat kewahyuan (revelation law).
kemudian diwujudkan secara kongkrit dalam prilaku hidup sehari-hari. Maka, ketika Hal lain yang menjadi keistimewaan syari'at Islam adalah bahwa ia
kehidupan meniscayakan adanya sebuah perubahan, fiqh pun tidak bisa menolaknya. disyariatkan secara universal kepada seluruh umat manusia pada setiap masa dan
Kecenderungan fiqih yang selalu berkembang ini memacu para ahli (Ulama) untuk tempat. Batas locus dan tempus tidak berlaku pada syari'at Islam. Ini tentunya berbeda
terus berfikir dan berkarya agar tatanan hidup umat manusia bisa senantiasa harmonis dengan syari'at yang ada pada agama lain. Meskipun berasal dari satu sumber (Alloh),
dan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta. syari'at pada agama lain hanya diperuntukkan kepada sekelompok umat yang menjadi
Pada dasarnya, fiqh dengan karakter sebagaimana dimaksud di atas, sasaran dakwah seorang utusan Alloh (rasul). Ini pun hanya akan berlaku selama
merupakan sekumpulan aturan agama (syari'at) yang mencakup berbagai dimensi Tuhan belum mengutus Rasul-Nya yang baru.
kehidupan manusia seperti, aqidah, ekonomi, sosial, politik, tata perundang-undangan
dan lain sebagainya. Namun, dimensi fiqh yang demikian luas ini ternyata sering 1
Manna' al-Qatthan “al-Ahkam al-Wadl'iyyah” hlm. 9.
Dari sini, jelaslah bahwa dimensi transendental (samawi) serta universal yang
dimiliki oleh syariat Islam tidak dimiliki sepenuhnya oleh syariat agama lain. Apalagi
A. Pengertian Syari’at Islam
oleh aturan hidup yang hanya dibuat manusia dalam bentuk perundang-undangan.
Syaria’at Islam merupakan keseluruhan dari ajaran agama Islam (addînul
Mengingat begitu luas dan pentingnya fiqh, maka menjadi hal yang penting
kâmil) sebagai jalan hidup yang digariskan oleh Allah Swt, seperti yang disampaikan
untuk diketahui, tentang bagaimana fiqh berkembang, khususnya di wilayah Indonesia
kepada nabi Muhammad Saw. Inilah yang disebut Syeikh Abdurrahman Taaj (mantan
serta proses apa saja yang mengitari perkembangannya. Kesemuanya ini akan terjawab
Syeikhul Azhar) sebagai jalan yang menjamin terciptanya kebahagiaan manusia, baik
manakala fiqh bisa dikaji secara mendalam dari sisi kesejarahan serta metodologinya.
di dunia maupun di akhitrat (sa’adatuddâraini). 2
Yang jelas, apa yang dapat dilihat dan dipahami oleh kaum muslimin sekarang sebagai
fiqh, tidak lahir sebagai produk instan yang langsung jadi. Melainkan ia telah melalui Perintah untuk menegakkan agama atau menjalankan hidup prikehidupan
berbagai proses dan masa serta perhelatan intelektual dan politik yang melelahkan. sesuai dengan tuntunan Syari’at Islam sangatlah jelas tertulis dalam banyak ayat Al-
Qur’an dan hadist-hadist Rasulullah Saw seperti yang terdapat dalam surat As-Syura
B. Rumusan Masalah. ayat 13:
Berdasarkan pada pemikiran di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan
“Dia telah menSyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
dalam penulisan makalah adalah :
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa
1) Apa pengertian syariat islam ?
yang kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan isa : tegakkanlah agama dan
2) Bagaimana upaya penegakan syariat islam pada masa kemerdekaan?
janganlah kamu berpecah belah tentangnya.”(Q.S.Asy-Syura/42: 13)
3) Bagaimana upaya penegakan syariat islam pasca reformasi?
4) Apa yang menjadi dasar dan landasan hukum penerapan syariat islam di 1. Pengertian Syari’at Islam Secara Etimologi

Indonesia?
5) Apa yang menjadi tantangan penerapan syariat islam di Indonesia?

BAB II
2
Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Jumadil
PEMBAHASAN Awal
1427 H/ Juni 2006, hal. 33
Kata Syari’at terbentuk dari kata bahasa Arab ‫ش رع – يش رع –ش رعا‬/‫ ش ريعة‬yang berarti 2. Imam Idris As-Syafi’i

undang-undang atau peraturan.3 Kata “Syari’at” secara etimologi mempunyai dua \ Syari’at merupakan peraturan-peraturan lahir batin bagi umat Islam yang
pengertian, yaitu: bersumber pada wahyu Allah dan kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari

Pertama, Syari’at adalah jalan yang lurus, firman Allah Ta’ala: wahyu Allah dan sebagainya. Peraturan-peraturan lahir itu mengenai cara bagaimana
manusia berhubungan dengan Allah dan dengan sesama makhluk.5
“Kemudian kami jadikan jalan yang lurus kepadamu, maka ikutilah jalan itu” (Q.S.
Al-Jatsiah: 18). 3. Imam Abu Ishaq Asy Syatibi

Kedua, Syari’at adalah tempat (sumber) mengalirnya air yang dipakai untuk minum, Bahwa arti Syari’at itu sesungguhnya menetapkan batas tegas bagi orangorang

sebagaimana perkataan orang Arab, “Maka unta itu berjalan, ketika unta itu mukallaf, dalam segala perbuatan, dan aqidah mereka.

mendatangi tempat/sumber air.”4 4. Syekh Muhammad Ali At Thahanawi

Syari’at Islam ialah segala yang diSyari’atkan Allah untuk para hambanya

2. Pengertian Syari’at Islam Secara Terminologi dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh seorang nabi Allah Alaihimus shalatu
wassalam baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaannya dan disebut dengan far’yah
Dalam memberikan pengertian Syari’at Islam dari segi terminologi, para fuqoha
'amaliah lalu dihimpun dalam ilmu fiqhi; atau cara beraqidah, yang disebut dengan
(ahli fiqih) berbeda-beda dalam pembatasannya, walaupun pengertian yang diberikan
pokok aqidah, dan dihimpun ilmu kalam, dan Syari’at ini dapat disebut juga dengan
tidak jauh berbeda maksud dan tujuannya, diantaranya:
“dîn”(agama), dan “millah”.
1. Imam Abu Hanifah
5. Prof. Dr. Muhammad Saltud
Syari’at adalah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw yang bersumber
Syari’at ialah segala peraturan yang diSyari’atkan Allah, atau Ia telah
pada wahyu Allah. Hal ini adalah tidak lain sebagai bagian dari ajaran Islam.
menSyari’atkan dasar-dasarnya, agar manusia melaksanakannya untuk dirinya sendiri,

3
Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT.Hidakarya Agung, 1989, hal.
195.
4
Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Fiqih Islam, terj. Nurhadi AGA, Jakarta: Pustaka 5
Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar grafika (edisi revisi),
Al-Kautsar,2003, Cet. I, hal. 5. 2004, Cet. I. hal. 8
dalam berkomunikasi dengan Tuhannya, berkomunikasi dengan sesama manusia, Upaya penegakkan Syari’at Islam melalui jalur parlemen di Indonesia dimulai
berkomunikasi dengan alam, dan berkomunikasi dengan kehidupan. 6
sejak awal kemerdekaan RI. Upaya penerapan Syari’at Islam melalui jalur ini ditandai
dengan perdebatan ideologis yang sengit oleh sebahagian anggota Badan Penyidik
Melihat makna Syari’at Islam di atas, baik makna secara etimologi maupun
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)10 dalam sidangnya yang
terminologi, kedua-duanya sama-sama menuju kepada kemaslahatan dan kemanfaatan.
pertama. Disana kelompok “nasionalis Islam” dengan kelompok “nasionalis sekuler”
Tafsir Abu Su-’ud yang diberi komentar oleh Al-Fakhrur Razi, menyebutkan bahwa
berdebat masalah dasar negara apa yang akan diberlakukan di mnegara Indonesia.
orang yang menjalankan Syari’at Allah Swt tak ubahnya laksana seorang berjalan
Kelompok nasionalis sekuler mengajukan agar Negara Indonesia kelak berdasarkan
menuju mata air, dimana ia akan mendapatkan kehidupan yang bersih, secara lahir
kebangsaan sedangkan kelompok nasionalis Islam mengajukan Islam sebagai dasar
yang berdampak pada kebugaran bathinnya. Sumber air membawa pada kehidupan
Negara.11
fisik yang segar dan bersih, sedangkan Syari’at Allah membawa kepada kehidupan
rohaniah dan kesucian jiwa.7 Untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan itu akhirnya dibentuklah satu
panitia kecil yang terdiri dari sembilan orang yang mewakili dua kelompok dalam
B. Upaya Penegakkan Syari'at Islam di Awal Kemerdekaan.
BPUPKI sehingga dikenal dengan nama Panitia Sembilan, 12 diketuai oleh Soekarno
Sehubungan dengan perjuangan penegakkan Syari’at Islam di Indonesia, sejak
dengan tugas mengumpulkan usul-usul para anggota dan mempelajarinya. Setelah
awal masuknya Islam ke Nusantara, ia telah mengalami pasang surut. Salim Segaf Al-
melalui perdebatan yang panjang, akhirnya pada tanggal 22 Juni 1945 dicapai
Jufri mengutip tulisan Muhammad Iqbal8 mengatakan bahwa sebenarnya sejak Islam
masuk ke Indonesia abad ke-7, penerapan Syari’at Islam sudah berlangsung dibeberapa
ketatanegaraan. Ibid. hal. 53-54
kerajaan di Nusantara baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara.9 10
BPUPKI adalah badan yang dibentuk oleh pemerintahan pendudukan Jepang pada
6
H. Muhammadiyah Djafar, Pengantar Ilmu Fighi, Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet. I, tanggal 29 April 1944 beranggotakan 68 orang, yang bertugas merumuskan dasar
hal. 22-24. negara Indonesia. Lihat Umar Basalim, Pro-Kontra piagam Jakarta di Era Reformasi,
Jakarta : Pustaka Indonesia Satu, 2002, Cet.I, hal. 21.
7
Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, hal. 34 11
Ibid. hal. 16
8
Muhammad Iqbal adalah kandidat doktor di IAIN Jakarta, dalam tulisannya yang 12
Nasionalis Islam diwakili empat orang yaitu : Abikoesno Tjokrosoejoso (tokoh Partai
berjudul “Para Snouck Melayu dan Syari’at Islam”, (Gatra.Com, 16 Mei 2001). Salim
Segaf Al-Jufri, et. al., Penerapan Syariat Islam di Indonesia, hal. 9 Serikat Islam Indonesia), Abdul Kahar Muzakkir (pemimpin Muhammadiyah), Haji
Agus Saalim (pendiri Partai Penyadar), dan K.H. Abdul Wahid Hasyim (pemimpin
9
Seperti kerajaan Pasai, Gresik, Demak, Gowa, Ternate, Banten, Cirebon, Kalimantan NU)., Sedangkan yang mewakili nasionalis sekuler adalah : Soekarno, Mohammad
Selatan, Mataram dan Surakarta sudah menerapkan syariat Islam dalam sistem Hatta, A.A. Maramis, Ahmad Soebardjo dan Muhammad Yamin. Ibid. hal. 25.
kompromi dalam bentuk Rancangan Pembukaan UUD dengan menambahkan tujuh berusaha untuk memasukkan kembali “tujuh kata” dalam Piagam Jakarta kedalam
kata pada anak kalimat “...dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi kostitusi permanen Indonesia, yang kembali mengundang pro dan kontra serta
pemeluk-pemeluknya”. Klausul ini dikemudian hari terkenal dengan nama Piagam perdebatan yang sengit antara kelompok sekuler dan kelompok Islam. Akan tetapi,
Jakarta (The Jakarta Charter) yang pada akhirnya Rancangan Pembukaan UUD untuk kali yang kedua Syari’at Islam ditolak dari parlemen dengan keluarnya dekrit
tersebut, diterima secara aklamasi oleh seluruh anggota BPUPKI pada tanggal 16 Juli Presiden 5 Juli 1959, bahkan hingga lengsernya Presiden Soekarno pada tahun 1965
1945.13 Sayangnya, tujuh kata “dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi Syari’at Islam tak lagi dibahas di parlemen. Ini pun terus berlangsung pada masa Orde
pemeluk-pemeluknya”, dalam rumusan kompromis itu dihapus pada sidang Panitia Baru yang pada akhirnya isu Piagam Jakarta hilang dari pentas nasional tahun 1968
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sehari sesudah proklamasi.
14
karena tindakan represip Presiden Soeharto terhadap tokoh-tokoh dan politisi Islam17.

Hilangnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, serta kata Allah diganti dengan Berbeda dengan M. Natsir dan tokoh-tokoh Islam lainnya dalam
Tuhan dan kata muqaddimah diubah menjadi pembukaan dianggap sebagai kekalahan memperjuangkan Syari’at Islam melalui parlemen, Kartosuwirjo 18 lebih memilih untuk
yang menyakitkan dan membuat kekecewaan yang sangat dalam bagi umat Islam. menegakkan Syari’atIslam di luar pemerintahan dengan memproklamasikan berdirinya
Maka pada tanggal 7 dan 8 November 1945 tokoh-tokoh Islam yang dipimpin oleh Negara Islam Indonesia (NII). Kemudian diikuti oleh Abdul Kahhar Muzakkir di
Mohammad Natsir15 mendirikan partai Masyumi sebagai wadah memperjuangkan Sulawesi Selatan. Karena kekecewaannya terhadap TNI di tambah keinginan yang kuat
Syari’at Islam melalui parlemen . Setelah pemilu tahun 1955 isu Syari’at Islam
16
untuk mendirikan negara Islam, maka pada tanggal 7 Agustus 1953 ia juga melakukan
kembali menggema di gedung parlemen, wakil-wakil Islam dalam konstituante terus hal yang sama19. Sedangkan di Aceh para ulama yang dipimpin oleh Daud Beureueh 20
juga memproklamirkan bahwa Aceh dan sekitarnya menjadi bagian dari NII, tepatnya
13
Salim Segaf Al-Jufri, et. al., Penerapan Syariat Islam di Indonesia. hal. 7-8. Lihat 16
Hendra Gunawan, M. Natsir “Darul Islam”, Jakarta : Media Da’wah, 2000, Cet. I,
juga
hal. 4
Ibid. hal 25-28. 17
Rifyal Ka’bah, Politik & Hukum dalam al-Qur’an, Jakarta : Khaerul Bayan, 2005,
14
PPKI adalah badan yang dibentuk menggantikan BPUPKI beranggotakan 15 orang, Cet. I, hal. 108
untuk mengesahkan (antara lain ) Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang 18
Nama lengkapnya adalah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, lahir tanggal 7 Januari
Dasar. Ibid. hal. 35
1905 di Cepu, sebuah kota kecil yang menjadi perbatasan antara Jawa Timur dan jawa
15
Mohammad Natsir lahir di Jembatan Berukir Alahan Panjang, Solok, Sumatra Barat, Tengah dan memproklamasikan NII pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Malambong,
pendiri Partai masyumi dan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Lihat Thohir Luth, Kabupaten Tasik Malaya Jawa Barat. Lihat Al Chaidar, Pemikiran Politik Proklamator
Mohammad Natsir Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta : Gema Insani Press, 1999, Cet. Negara Islam Indonesia S.M. Karto Soewirjo, Jakarta : Darul Falah, 1999, Cet. II, hal.
I, hal. 21 dan 41 14 dan 96
tanggal 21 September 1953 karena kekecewaan terhadap pemerintah dan tekad yang kenegaraan maupun di masyarkat 21. Ormas-ormas Islam seperti, Majelis Mujahidin
kuat untuk menerapkan hokum Islam di Aceh. Indonesia (MMI), Front Hizbullah, Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Milisi
Ansharullah, Hizbut Tahrir, Al Irsyad Al Islamiyah, Dewan Da’wah Islamiyah
C. Upaya Penegakkan Syari'at Islam Pasca Reformasi
Indonesia (DDII), Pelajar Islam Indonesia (PII). Serta masih banyak lagi ormas,
Setelah sekian puluh tahun isu penerapan Syari’at Islam hilang dari pentas
yayasan dan lembaga da’wah yang turut menyeuarakan penerapan Syari’at Islam22.
nasional, maka pada era reformasi yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto
Begitupula dengan sejumlah daerah di seluruh Nusantara, mereka turut
dari tampuk kekuasaannya tanggal 21 Mei 1998, penerapan Syari’at Islam di Indonesia
berjuang menuntut penerapan Syari’at Islam di daerahnya masing-masing, Seperti
kembali disuarakan kaum Muslimin baik melalui parlemen maupun di luar parlemen.
Sulawesi Selatan, Aceh, Tasikmalaya, Banten, Sukabumi, Cianjur, Minang, dan
Seperti yang terjadi di parlemen ketika sidang tahunan MPR RI tanggal 7-18 Agustus
Kalimantan Selatan23.
2000, dimana Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) dan Fraksi Partai Bulan
Biantang (F-PBB) dengan konsisten memperjuangkan masuknya kembali “tujuh kata” D. Landasan dan Dasar Hukum Penerapan Syari'at Islam di Indonesia
dalam Piagam Jakarta kedalam rumusan Pasal 29 ayat (1) UUD 1945. Tapi usulan ini
Undang-undang atau peraturan merupakan implementasi sarana demokrasi
pun kembali mendapat penentangan dan pro-kontra dikalangan anggota dewan maupun
dan sarana komunikasi timbal balik antara Undang-undang atau peraturan itu dengan
masyarakat secara umum yang pada akhirnya mengalami kegagalan untuk yang
masyarakat. Oleh karena perundang-undangan adalah sarana komunikasi dan
kesekian kalinya.
demokrasi antara undang-undang itu sendiri dengan masyarakat, maka sekurang-
Tidak berhasilnya usulan perubahan Pasal 29 UUD 1945 terutama ayat (1) kurangnya dalam penyusunan undang-undang atau peraturan harus memiliki tiga
tidak menyurutkan semangat kalangan pendukung Piagam Jakarta untuk terus landasan dalam pembuatannya.24
memperjuangkan penegakkan Syari’at Islam baik dalam forum konstitusional
21
19
Perlu ditegaskan disini perdaan antara Abdul Qahhar Muzakkar dengan Abdul Kahar Umar Basalim, Pro-Kontra piagam Jakarta di Era Reformasi. hal. 127 dan 240.
Muzakkir, ada yang terkecoh bahwa kedua tokoh ini satu karena adanya kemiripan 22
Salim Segaf Al-Jufri, et. al., Penerapan Syariat Islam di Indonesia. hal. 8. Lihat juga
nama, (Abdul Kahar Muzakkir adalah salah satu tokoh Muhammadioyah yang berasal Ibid. hal. 152
dari Solo dan aktif memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan beliau termasuk patia
23
9 yang merumuskan Piagam Jakarta) walauun akhirnya mereka berbesanan. Lihat Eman Mulyaman, “Dari bulukumba belomba Tegakkan Syari’at”, Sabili, Edisi
20 20 TH.XII, 21 April 2005, hal. 105
Nama lengkapnya Tgk. Muhammad Daud Beureueh lahir tanggal 23 September 1899
24
dan wafat tahun 1987. lihat M. Nur El Ibrahimy, Peranan Tgk. M. Daud Beureu-eh Syamsul Bachrie, “Keberadaan Peraturan Daerah dan Permasalahannya”, Jurnal
dalam Pergerakan Aceh, Jakarta : Media Da’wah, 2001 (Edisi Revisi), hal. 28. Clavia Fakultas Hukum Universitas 45 makassar, Vol. 5, No.2, 2004, hal 211
Pertama, Landasan yuridis, yaitu landasan hukum yang menjadi dasar Pertama, Dr. Roeslan Abdul Gani, seorang tokoh utama NI dalam
kewenangan pembuatan peraturan, apakah kewenangan seorang pejabat atau badan kedudukannya sebagai wakil ketua Dewan Pertimbangan Agung selaku Pembina Jiwa
mempunyai dasar hukum yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan Revolusi menulis:“Tegas-tegas dalam Dekrit ini ditempatkan secara wajar dan secara
atau tidak. Dasar yuridis sangat penting dalam pembuatan peraturan atau undang- historisjujur posisi dan fungsi Jakarta Charter tersebut dalam hubungannya dengan
undang karena akan menunjukan adanya wewenang pembuat peraturan tersebut, UUD Proklamasi dan Revolusi kita, yakni: Jakarta Charter sebagai menjiwai UUD
kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundangunangan dengan materi yang diatur, ’45 dan Jakarta Charter sebagai merupakan rangkaian kesatuan dengan UUD ’45.”27
mengikuti tata cara tertentu, dan tidak bertetangan dengan peraturan yang lebih tinggi
Kedua, K.H. Saifuddin Zuhri, seorang tokoh NU dalam kedudukannya
tingkatannya.25 Kalau tidak, maka perturan perundang-undangan itu akan batal demi
sebagai Mentri Agama menegaskan bahwa : “Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka
hukum atau tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.26
hapuslah segala selisih dan sengketa mengenai kedudukan yang legal daripada Piagam
Mengenai penerapan syari'at Islam dalam bentuk peraturan atau undang- Jakarta 22 Juni 1945, Piagam yang jadi engobart dan bebuka Revolusi Nasional kita itu
undang secara formal telah memiliki dasar landasan yuridis ini, yaitu : tegas-tegas mempunyaio kedudukan dan peranan ketatanegaraan kita sebagai yang

1) UUD 1945, yang dijiwai oleh Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang menjiwai UUD dan merupakan rangkaian kesatuan dengannya dengan sendirinya

dengan tegas menyatakan: “Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta mempunyai pengaruh yang nyata terhadap setiap perundang-undangan Negara dan

tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan kehidupan ideologi seluruh bangsa.”28

dengan konstitusi tersebut.” 2) Peraturan Presiden No 11 tahun 1960 tentang Pembentukan Institut Agama

Dekrit ini sangat jelas menerangkan posisi Piagam Jakarta sebagai sumber Islam Negri (IAIN), yang mencantumkan sebagai pertimbangan pertama

hukum di Indonesia. Sebagai menguat disini akan disebutkan beberapa pernyataan “bahwa sesuai Piagam Djakarta tertanggal 22 Juni 1945, yang menjiwai

bebrapa tokoh seputar Piagam Jakarta ini. Undang-undang Dasar 1945 dan merupakan rankaian kesatuan dengan
konstitusi tersebut...”
25
Tata urut perundang-undangan Republik Indonesia adalah: (1) UUD 45; (2)
27
Ketetapan MPR RI; (3) Undang-Undang. (4) Peraturan pemerintah pengganti undang- H. Roeslan Abdulgani, Penjelasan Manipol/dan Usdek, Jakarta: De. Penerangan RI,
undang (perpu); (5) Peraturan pemerintah; (6) Keputusan Presiden; (7) Peraturan 1961. hlm. 19. yang dikutip oleh Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni
daerah. 1945 Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-
26 1949), Jakarta: GIP, 1997. hlm. 130
Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan Pada Pemerintahan Daerah,
28
Yogyakarta : UII Press, 2005. Cet. 1. hal.54-56 Ibid, hlm. 135
3) Keputusan Menteri Agama No. 56/1967 tentang perincian struktur organisasi , kesusilaan dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik. Peraturan atau undang-
tugas dan wewenang Departemen Agama. Yang antara lain menyebutkan : undang tentang penerapan syari’at Islam dikatakan mempunyai landasan filosofis
“Tugas Departemen Agama dalam jangka panjang ialah melaksanakan apabila rumusannya atau normanya mendapat pembenaran, dikaji secara filosofis. Jadi,
Piagam jakarta dalam hubungannya dsengan UUD.”(Pasal 1, ayat 1-d). 29
ia mempunyai alasan yang dapat dibenarkan apabila sejalan dengan nilai-nilai yang
baik.31
Kedua, Landasan Sosiologis (Sosiologische Gronsleg). Suatu peraturan
dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuannya sesuai dengan E. Tantangan Penerapan Syari'at Islam di Indonesia32
keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Hal ini berarti bahwa peraturan
Persoalan hukum dan agama telah banyak mengisi lembaran sejarah ilmu
yang dibuat harus dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan kenyataan hidup
hukum dan politik. Karena itu, bukanlah maksud penulis hendak membicarakan hal ini
masyarakat yang bersangkutan. Pada prinsipnya hukum yang dibentuk harus sesuai
dengan seluas-luasnya, melainkan sekadar perlu saja pengulasan mengenai hal seperti
dengan hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat, dan jika tidak sesuai dengan
judul yang dimaksud yakni Tantangan dan Problematika Hukum Islam dalam
tata nilai, keyakinan dan kesadaran masyarakat tidak akan ada artinya. Tidak mungkin
Penerapan-nya di Indonesia .
dapat diterapkan karena tidak ditaati dan dipatuhi. 30 Maka secara sosiologis
Abad ke 20, dimana kita hidup sekarang ini, biasanya diberi gelar yang hebat-
pemberlakukan syari’at Islam di Indonesia memiliki dasar ini, sebab bangsa Indonesia
hebat, seperti abad ilmiyah, abad tekhnologi, abad ruang angkasa dan lain sebagainya
adalah mayoritas ummat Islam yang tentunya nilai-nilai dan hukum Islam sudah
yang pada pokoknya menunjukan tingkat kemajuan akal manusia yang sudah sangat
menjadi pemahaman masyarakat.
menjulang tinggi. Jarak-jarak antar benua yang sudah sangat diperdekat dengan
Ketiga, Landasan Filosofis (filosofische Gronngslag). Pandangan hidup suatu
penemuan-penemuan ilmiyah modern sehingga menghasilkan teknik dan system
bangsa tiada lain berisi nilai-nilai moral dan etika yang pada dasarnya berisi nilainilai
perhubungan yang mengagumkan, mau tak mau telah memainkan peranan yang tidak
yang baik dan tidak baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita-cita yang
kecil dalam mempengaruhi jalan pikiran manusia hampir di segala aspek kehidupan,
dijunjung tinggi dari suatu daerah tertentu. Di dalamnya ada nilai kebenaran, keadilan,
sehingga tidak jarang menimbulkan nilai-nilai baru atau norma-norma baru dalam
29
Adian Husaini, Piagam Jakarta: Solusi Konflik Agama di Indonesia, Makalah yang
31
disampaikan dalam acara seminar sehari tentang ”Piagam Jakarta: Solusi atau Ibid
Problem” tanggal 22 Juni 2006 di Gedung Menara Da’wah Jakarta. 32
Pembahasan pada sub judul ini disarikan dari makalah yang ditulis oleh Arief B.
30
Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan Pada Pemerintahan Daerah, Iskandar.http://swaramuslim.net/siyasah/more.php?id=405_0_6_0_M, diakses pada
hal.54-56 tanggal 7 Mei 2009.
hubungan-hubungan kemanusiaan. Ahli-ahli hukum pada umumnya, karena Untuk beberapa abad lamanya, ajaran Hukum Islam pernah dianggap sebagai
pengalaman-pengalamannya yang lama dan khusus dalam bidang pemikiran hukum sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan masyarakat. Hukum Islam dan masyarakat
kerap kali dihadapkan kepada suatu situasi, dimana norma-norma lama dan dianggap sebagai dua dunia yang terpisah, yang satu dianggap sebagai “keakhiratan”
kepentingan-kepentingan baru yang mendatang harus dipertemukan demikian rupa, dan yang lain dianggap sebagai “keduniaan”. Padahal yang sebenarnya tidaklah
sehingga mencapai satu tingkat disahkannya nilai-nilai baru yang berlaku dalam demikian. Hukum Islam justru erat sekali hubungannya dengan masyarakat, dan ia
masyarakat menjadi norma hukum. Hukum Islam yang sudah berusia kurang lebih 14 berlaku bagi seluruh manusia dalam segala bentuk dan susunan masyarakatnya. 34
abad, sejak beberapa abad yang akhir-akhir ini menjadi tersisih kedudukannya sebagai Sejarah perjalanan di Indonesia, kehadiran Hukum Islam dalam Hukum Nasional
hukum positif di beberapa Negara, bukanlah satu hal yang mudah. Karena sebagaimana merupakan perjuangan eksistensi. Teori eksistensi tersebut merumuskan keadaan
diakui oleh banyak ahli Hukum Islam sendiri, seakan-akan tidak ada lagi satu Hukum Nasional Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa datang, menegaskan bahwa
bagianpun di dunia Islam sendiri yang rakyatnya sepenuhnya hidup menurut ajaran- Hukum Islam itu ada dalam Hukum Nasional Indonesia baik tertulis maupun yang
ajaran Islam atau Hukum Islam. 33
tidak tertulis, ia ada dalam lapangan kehidupan hukum dan praktik hukum.

Demikian pula di Indonesia, walaupun sebagian besar rakyatnya beragama Secara empirik, tidaklah berlebihan jika dikatakan, Hukum Islam di Indonesia
Islam. Memang agak ganjil kedengarannya. Namun apabila kita mau mendalami adalah „hukum yang hidup‟ (the living law). Kendatipun secara formal, aspek-aspek
persoalannya secara realistis, maka rasa keganjilan itu akan hilang, bahkan akan pengaturan tertentu, Hukum Islam belum dijadikan sebagai referensi hukum dalam
menimbulkan pengertian yang wajar. Sebab hukum itu erat sekali sangkut pautnya bernegara. Secara teoritik, ada perbedaan subtansial antara „Hukum Islam‟ dan
dengan bentuk dan susunan masyarakat, sedangkan hukum Islam dimaksudkan berlaku „Hukum Positif‟. Hukum Positif pelaksanaanya dikawal langsung oleh Negara,
untuk segenap manusia dan dengan demikian bagi segenap bentuk dan susunan sedangkan Hukum Islam, terutama Pidana Islam, justru dikawal sendiri oleh
masyarakat. Islam sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia, didalamnya masyarakat Islam. Faktanya, justru sering terjadi suatu argument hukum positif
mengandung hukum yang mengatur hubungan hubungan manusia dengan manusia berlawanan dengan argument hukum yang hidup di tengah masyarakat.35
lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Karenanya, dalam pembangunan Hukum
Nasional, Hukum Islam merupakan unsur yang betul-betul perlu diperhatikan. 34
Dr.Anwar Harjono,SH “Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya” . Bulan Bintang.
Jkt.
35
Prof.Dr.Said Agil Husin al-Munawar,MA “Hukum Islam dan Pluralitas Sosial”.
33
Prof.Mr.Dr. Hazairin “Hukum Islam dan Masyarakat”. Cetakan kedua, 1960. Penamadani,Jakarta.2004
Zarkowi Soejoeti, dalam salah satu tulisannya menyatakan bahwa kalau 3. Kurangnya pengkajian akademik dibidang Hukum Islam ; ketertinggalan
mengacu kepada UU No. 1 Tahun 1974, maka agama dapat dijadikan solusi dalam dalam mengembangkan pusat-pusat pengkajian Hukum Islam disebabkan
pembangunan Hukum Nasional, oleh karenanya Hukum Islam sebagai salah satu oleh:
sistem ajaran Islam yang dianut oleh sebagian besar rakyat Indonesia berpeluang besar
a) Secara historis pusat pengkajian yang tidak menghargai Hukum Islam
memberikan kontribusinya kepada pembangunan Hukum Nasional.
terlebih dahulu berkembang, sehingga terkesan tidak memberikan
Disamping peluang sebagaimana telah dinyatakan diatas pada kenyataannya tempat bagi pengkajian Hukum Islam.
ahir-ahir ini Hukum Islam di Indonesia memiliki beberapa kendala dan problem dalam
b) Pengkajian Hukum Islam terletak diantara pengkajian ilmu agama
penerapannya yang menyangkut integrasinya kedalam Hukum Nasional, yaitu:
dan ilmu hukum, akibatnya aspek pengkajian tidak mendalam.
1. Kemajemukan Bangsa ; patut di ingat bahwa Negara Indonesia memiliki
c) Perkembangan kualitas ketaatan umat Islam yang lemah, terutama
wilayah yang sangat luas masing-masing memiliki kondisi social dan
pada keyakinan akidah dan moralnya yang sulit dikendalikan
kultur yang berbeda, sehingga tidak mudah untuk mendekatkannya satu
sehingga menimbulkan penurunan kualitas moral dalam pelaksanaan
sama lain. Tetapi upaya pengintegrasian aspek-aspek social- kultural
hukum.
masing-masing elemen bangsa ini kedalam system Hukum Nasional harus
d) Masih dianutnya kebijaksanaan hukum politik Belanda yang
didahului dengan proses pemilahan pada bidang-bidang yang dilakukan
mempunyai kepentingan politik sendiri; seperti umat islam tidak
direunifikasi secara relevan.
boleh tunduk kepada hukumnya sendiri, belum sepenuhnya
2. Metode Pendidikan Hukum ; selama ini, pelajaran ilmu hukum yang
kemandirian Peradilan Agama dalam sengketa perdata kecuali bidang
diajarkan kepada mahasiswa hampir disetiap universitas adalah trikotomi
hukum keluarga, banyaknya masalah yang dihadapi umat Islam,
antara hukum barat, hukum islam, dan hukum adat. Berhubung dengan
sementara belum ada fatwa hukum yang mampu merangkum dalam
masyarakat Indonesia relative heterogen dan wilayahnya cukup luas, maka
satu perundang-undangan yang bias diterima oleh semua elemen
semakin berakibat pencarian titik temu antara elemen hukum-hukum
masyarakat Islam di Indonesia.
tersebut. Jadi diperlukan sekarang adalah pemahaman integral dari pakar
Perlu diingat bahwa muara dari penentangan terhadap penerapan Syari’at
hukum dari ketiga sumber hukum tadi. Hal ini sudah pasti memerlukan
Islam di Indonesia, terutama pada Era Reformasi ini adalah lebih pada semakin
perjuangan intelektual yang sangat berat.
kokohnya idiologi sekularisme mencengkram kaum muslimin di berbagai lini Meski tidak pernah menjadi pemenang dalam pemilu, keberadaan partai-partai
kehidupan, yang secara sederhana dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Islam di lembaga legislatif tetap memiliki daya tawar yang tinggi. Fenomena politik
mutakhir bahkan menunjukkan bahwa tokoh-tokoh Islam dan partai islam dapat
1. Bidang Pemikiran Keagamaan; menguatnya liberalisasi Islam.
menduduki posisi-posisi yang strategis seperti menjadi mentri, pimpinan MPR dan lain
Kita dapat melihat semakin gencarnya kalangan Islam Liberal mengupayakan
sebagainya. Tapi ironisnya suara-suara mereka tidak terdengar lagi dalam menyuarakan
liberalisasi Islam, melakukan desakralisasi al-Qur’an, dan menjungkirbalikan hukum-
penerapan syari’at Islam. Bahkan ada sinyalemen, keberadaan sejumlah tokoh Islam di
hukum Islam. Luthfi Asy-Syaukani, salah seorang tokoh JIL pernah menyebutkan
lingkaran legislatif dan eksekutif malah menjadi alat ‘alat pemukul” yang efektif bagi
empat agenda utama lahirnya Islam Liberal: Pertama, agenda politik. Dimana kaum
gerakan-gerakan pro-syari’at Islam di luar parlemen dan pemerintahan.
muslimin diarahkan untuk mempercayai sekularisme dan menolak sistem pemerintahan
4. Bidang Pemerintahan; dipertahankannya sekularisme sebagai asas
Islam. Kedua, agenda pluralisme. Bahwa semua agama benar. Ketiga, agenda
negara.
emansipasi wanita. Dengan menggencarkan kesetaraan jender. Keempat, agenda
kebebasan berekspresi. Diopinikan hak untuk mengekspresikan perilaku tanpa harus Di bidang ini, tantangan berat bagi perjuangan penegakan syari’at Islam tentu
dibatasi oleh norma-norma yang ada dengan alasan HAM. saja adalah masih akan tetap dipertahankannya sekularisme sebagai asas dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. UUD sekular sebagai sumber konstitusi negara,
2. Bidang Pendidikan Islam: dijadikannya Islam Moderat dan Islam
dan demokrasi sebagai pilar dalam menjaga dan memelihara sekularisme.
Liberal sebagai arus utama.
5. Bidang hukum; menjungkir balikan hukum-hukum Islam.
Memberi bantuan kepada madrasah, pesantren dengan dalih memajukan
pendidikan di Indonesia merupakan salah satu program pemerintah Amerika dan Yang paling nyata dari bidang ini adalah kasus dibuatnya Counter Legal Draft
negara-negara barat lainnya. Yang tentu saja semua itu dilakukan untuk dapat Kompilasi Hukum islam(KHI). Dengan sokongan dana yang sangat besar dari barat,
menginterpensi kurikulum pesantren, membeli para ulama dan pemimpin-pemimpin para pengusung Islam Liberal ini, berani menjungkirbalikan hukum Islam, seperti :
Islam serta menciptakan ulama-ulama palsu untuk meredam dan menghadapi sentimen- nikah bukan ibadah, poligami dilarang, nikah sesama jenis dibolehkan dan sebagainya.
sentimen anti Amerika yang semakin meningkat di dunia Islam.
6. Bidang Sosial-Budaya; justifikasi perilaku sosial budaya sekular.
3. Bidang Politik; dijadikannya tokoh dan partai Islam sebagai alat
pemukul gerakan pro-syari’at Islam.
Contoh kasusnya adalah pembelaan terhadap goyangan yang
mempertontonkan aurat atas nama seni, justifikasi atas homoseksual, pengauatan atas
kesetaraan jender dan lain sebagainya.

7. Bidang Ekonomi; pemaksaan globalisasi oleh AS

Globalisasi merupakan cara lain AS melakukan imprealisme, dan Indonesia


jelas sudah masuk ke dalam perangkap rancangan AS ini. Salah satunya adalah
Indonesia ke depan disinyalir akan tetap menjamin terjadinya proses liberalisasi BAB III
ekonomi. PENUTUP

8. Bidang Hankam; tekanan AS dalam kasus terorisme di Indonesia.


A. Kesimpulan
Peristiwa 11 September 2011 jelas menjadi justifikasi bagi Amerika untuk
Hukum ialah sesuatu yang menyangkut kesadaran tentang rasa keadilan yang
mengukuhkan dirinya sebagai “polisi dunia”. Indonesia jelas menjadi salah satu
paling tinggi dalam diri tiap-tiap manusia, dan karena Hukum Islam telah mempunyai
sasaran bidik AS, terbukti dengan tekan yang terus-menerusnya dilakukan terhadap
sejarah yang berabad-abad, maka rasa keadilan yang memancar dari ajaran Hukum
Indonesia untuk lebih tegas dalam memerangi terorisme.
Islam itu sendiri telah pula merupakan kesadaran yang paling tinggi yang hidup pada
jiwa setiap Muslim dari kebangsaan apapun dan dari tempat manapun di dataran bumi
Allah ini. Oleh karenanya Hukum Islam pada dasarnya adalah non territorial, tetapi ia
mengandung unsure-unsur yang bersifat territorial.
Dalam cahaya pengertian ini, gagasan tentang pembentukan fiqh ( Hukum
Islam ) yang menyangkut bidang kemasyarakatan, yang bersumber pada al-Qur‟an dan
al-Hadits dan yang sepenuhnya mempertimbangkan kondisi-kondisi di Indonesia, perlu
kiranya mendapatkan perhatian dan pemikiran yang sungguh-sungguh dari semua
pihak. Berhubungan dengan itu, adanya kenyataan, bahwa rakyat Indonesia yang
sebagian sangat besar sekali menganut agama Islam memerlukan Hukum Positif yang
bersumberkan pada ajaran-ajaran agamanya sendiri, kiranya perlu dipahami.

B. Saran
Menda’wahkan tegaknya Syari’at Islam dan mengaplikasikannya baik secara
individu, keluarga, bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara, adalah
kewajiban bagi setiap Muslim. Dan hal ini bukanlah pekerjaan mudah yang bisa
dianggap remeh. Menegakkan syari’at Islam adalah pekerjaan besar yang
membutuhkan keseriusan, kecerdikan, semangat yang membaja dan membutuhkan DAFTAR PUSTAKA
pengorbanan yang tidak sedikit. Oleh karena itu, dalam usaha penerapan syari’at Islam
di Indonesia secara struktural, diperlukan terobosan-terobosan atau strategi-strategi
baru dalam upaya penerapannya di tengah-tengah masyarakat. Muhammad Ali Ash-Shobuni, Shafwatu tafasir, Beirut : Darul qur’anul karim, 1981,
Cet. IV, Jilid 2.
Salah satunya adalah dengan memanfaatkan Undang-Undang Otonomi
Daerah Tahun 1999, dimana dalam undang-undang tersebut diatur tentang kebebasan Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Kewajiban Menerapkan Syari’at Islam, terj.
pemerintah daerah dalam mengelola dan mengembangkan urusan rumah tangganya Muhammad Thalib, Jogjakarta : Wihdah Press, 2003, Cet. I,
sendiri, yang bersumber pada otonomi dan tugas perbantuan, seperti membuat perda
yang berlandaskan syari’at islam dan lain sebagainya. Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Aplikasi Syari’at Islam, Jakarta: 2002, Darul Falah, terj.
Kathur Suhardi, Cet. 1

Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional
Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945- 1949), Jakarta: GIP, 1997

Salim Segaf Al-Jufri, et. al., Penerapan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta : PT.
Globalmedia Cipta Publishing, 2004, Cet. 1
Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT.Hidakarya Agung, 1989 Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan Pada Pemerintahan Daerah,
Yogyakarta : UII Press, 2005. Cet. 1
Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Fiqih Islam, terj. Nurhadi AGA, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2003, Cet. I Adian Husaini, Piagam Jakarta: Solusi Konflik Agama di Indonesia, Makalah yang
disampaikan dalam acara seminar sehari tentang ”Piagam Jakarta: Solusi
Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar grafika (edisi revisi),
atau Problem” tanggal 22 Juni 2006 di Gedung Menara Da’wah Jakarta.
2004, Cet. I
Jurnal Clavia Fakultas Hukum Universitas 45 makassar, Vol. 5, No.2, 2004

H. Muhammadiyah Djafar, Pengantar Ilmu Fighi, Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet. I
http://www.osolihin.wordpress.com

Umar Basalim, Pro-Kontra piagam Jakarta di Era Reformasi, Jakarta : Pustaka


Indonesia Satu, 2002, Cet.I

Thohir Luth, Mohammad Natsir Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta : Gema Insani
Press, 1999, Cet. I

Hendra Gunawan, M. Natsir Darul Islam, Jakarta : Media Da’wah, 2000, Cet. I

Rifyal Ka’bah, Politik & Hukum dalam al-Qur’an, Jakarta : Khaerul Bayan, 2005,
Cet. I

Al Chaidar, Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Karto


Soewirjo, Jakarta : Darul Falah, 1999, Cet. II

M. Nur El Ibrahimy, Peranan Tgk. M. Daud Beureu-eh dalam Pergerakan Aceh,


Jakarta : Media Da’wah, 2001 (Edisi Revisi)

Anda mungkin juga menyukai