Anda di halaman 1dari 18

TOPIK VIII

ASPEK HUKUM
DALAM ISLAM
AYAT HUKUM DALAM AL-QUR’AN

 Menurut Abdul Wahab Khallaf, Guru Besar Hukum


Islam Universitas Cairo, dari ayat Al-Qur’an yang
berjumlah 6360 ayat, hanya 368 ayat (5,8%) yang
secara tegas berbicara tentang hukum.
 Dari 368 ayat, hanya 228 yang mengatur soal
kehidupan kemasyarakatan umat. Selebihnya (140)
adalah ayat-ayat mengenai ibadah, seperti salat,
puasa, haji, zakat, dan lain-lain.
AYAT HUKUM DALAM AL-QUR’AN

 Rincian 228 ayat-ayat hukum itu adalah sebagai


berikut:
1. 70 ayat mengenai keluarga, perkawinan,
perceraian, hak waris, dan sebagainya.
2. 70 ayat mengenai perdagangan/perekonomian
3. 30 ayat mengenai soal-soal kriminal.
4. 25 ayat mengenai hubungan Islam dan non-
Islam.
5. 13 ayat mengenai soal-soal peradilan.
6. 10 ayat mengenai hubungan kaya dan miskin.
7. 10 ayat mengenai soal kenegaraan.
SYARI’AH DAN FIQIH

 Secara bahasa Syari’ah berarti jalan (menuju mata air).


 Istilah syari’ah, secara konseptual, mengalami
perkembangan. Semula ia merujuk kepada pengertian
“peraturan yang datang dari Allah, baik berupa hukum-
hukum akidah (ahkam i’tiqadiyah), hukum-hukum yang
bersifat praktis (ahkam ‘amaliyah), maupun hukum-hukum
akhlak (ahkam khuluqiyah), tetapi kemudian diartikan
hanya sebagai hukum-hukum yang bersifat praktis.
 Meskipun sebenarnya berbeda, penggunaan istilah syariah
sering disamakan dengan istilah fiqih.
SYARI’AH DAN FIQIH

 Secara bahasa fiqh berarti “faham,” “mengerti”. Ilmu


Fiqih adalah ilmu yang membahas tentang hukum-
hukum syari’ah yang bersifat praktis yang diperoleh
dari dalil-dalil yang rinci.
 Objek kajian Ilmu Fiqih adalah perbuatan orang
mukallaf (dewasa), agar dapat diketahui mana yang
diwajibkan, disunahkan, diharamkan, dimakruhkan,
dan diperbolehkan, serta mana yang sah dan mana
yang batal (tidak sah).
BEDA SYARI’AH DAN FIQIH

 Meskipun Syari’ah dan Fiqih sama-sama membahas


hukum (Islam) yang bersifat praktis, tetapi keduanya bisa
dibedakan.
 Syari’ah itu merupakan hukum-hukum yang terdapat dalam
al-Qur’an dan Hadis, sementara Fiqh merupakan hasil
pemahaman dan interpretasi para mujtahid terhadap teks-
teks al-Qur’an dan Hadis serta hasil ijtihad mereka
terhadap peristiwa yang hukumnya tidak ditemukan di
dalam keduanya (al-Qur’an dan Hadis).
 Syari’ah dan Fiqh dalam bahasa non-Arab biasa disebut
“hukum Islam” atau “Islamic law”.
SUMBER HUKUM ISLAM

 Sumber hukum Islam yang disepakati para


ulama adalah (1) Al-Qur’an, (2) Hadis/Sunnah,
(3) Ijma’, (4) Qiyas.
 Sumber hukum Islam yang tidak disepakati
para ulama adalah (1) Istihsan, (2) ‘Urf, (3)
Maslahah Mursalah, (4) Sadd al-Dzari’ah, (5)
Istishab, (6) Mazhab al-Sahaby.
PERKEMBANGAN ILMU FIQIH

PERIODE NABI

Hukum-hukum amaliyah pada masa ini


hanya terbatas pada hukum-hukum yang
ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Para
Sahabat tidak perlu melakukan ijtihad sendiri,
karena mereka dapat langsung bertanya
kepada Nabi jika mereka mendapati suatu
masalah yang belum mereka ketahui.
PERIODE PERKEMBANGAN
 Dengan berkembangnya Islam ke luar Semenanjung Arabia
dan interaksi antara kaum Muslimin dengan masyarakat luar,
muncul peristiwa-peristiwa atau persoalan baru yang tidak
terjadi pada masa Nabi. Maka para Sahabat melakukan
ijtihad.
 Hukum-hukum amaliyah pada masa ini terdiri dari hukum-
hukum Allah dan Rasul-Nya, serta fatwa, putusan dan ijma’
(konsensus) para Sahabat.
 Di antara para Sahabat ahli fatwa adalah Abu Bakar al-
Shiddiq, Umar ibn al-Khattab, Utsman ibn ‘Affan, Ali ibn Abi
Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah ibn Mas’ud, dan Zaid
ibn Tsabit.
 Pada masa awal Dinasti Umayyah muncul dua aliran dalam
memahami hukum Islam, yaitu Ahl al-Hadis yang berpusat di
Hijaz (Mekkah dan Madinah) dan Ahl al-Ra’yu di Irak.
PERIODE KEMAJUAN
 Periode ini juga disebut periode ijtihad dan pembukuan
fiqih.
 Periode ini terjadi bersamaan dengan zaman kemajuan
Dinasti Abbasiyah, ditandai dengan berkembang pesatnya
ilmu pengetahuan dan peradaban di Dunia Islam.
 Pada periode ini muncul para mujtahid di berbagai kota,
yang terkenal adalah para tokoh yang dikenal sebagai
imam-imam pendiri madzhab fiqih. Di Irak muncul Abu
Hanifah (700-767 M), di Madinah Malik ibn Anas (713-795),
di Bagdad dan Mesir Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (767-
820), dan di Bagdad Ahmad Ibn Hanbal (780-855).
PERIODE KEMAJUAN

 Keempat tokoh di atas dikenal sebagai pendiri madzhab yang


dikenal dengan sebutan Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah
(Sunni). Sebenarnya masih ada madzhab lain, seperti
madzhab al-Awza’i dan al-Dzahiri, tetapi saat ini sudah tidak
ada pengikutnya lagi.
 Di samping itu ada juga fiqh madzhab Syi’ah, yang terkenal
adalah madzhab Ja’fariyah, dan diikuti oleh kaum Syiah
Imamiyah (Dua Belas Imam) yang merupakan kelompok
Syi’ah terbesar. Pendiri madzhab Ja’fariyah adalah Ja’far al-
Shadiq (80-148 H).
PERIODE KEMAJUAN

 Faktor-faktor kemunculan para ulama mujtahid antara lain:


 Perluasan Islam ke berbagai wilayah dengan latar kebiasaan berbeda
mengharuskan adanya pedoman hukum yang standar.
 Kemudahan untuk merujuk ke berbagai sumber syari’ah.
 Semangat kaum Muslimin untuk berpegang teguh kepada ajaran-ajaran
agama.
 Adanya suasana intelektual yang menunjang, yaitu bersamaan dengan
berkembangnya filsafat Islam dan ilmu-ilmu lainnya.
 Perhatian penguasa (khalifah) terhadap pengembangan fiqih dan para
fuqaha (ulama ahli fiqih).
 Adanya kebebasan berpendapat di bidang ilmu, tanpa adanya
keharusan untuk mengikuti pendapat atau madzhab tertentu.
PERIODE KEMUNDURAN
 Periode kemunduran juga disebut sebagai periode taklid.
 Periode ini muncul bersamaan dengan dimulainya kemunduran
dalam sejarah kebudayaan Islam, yaitu sejak abad ke-4 H (11 M).
 Kedudukan empat madzhab Sunni sudah sangat stabil, sehingga
para ulama berijtihad dalam kerangka madzhab. Namun pintu ijtihad
tidak tertutup bagi mazhab Hanbali dan Syi’ah.
 Sebab-sebab ulama meninggalkan ijtihad dan menganjurkan taklid:
- Umat Islam terpecah-belah secara politik.
- Para ulama terpecah ke dalam madzhab-madzhab dan mereka
sangat fanatik terhadap pendapat madzhabnya.
- Tidak terdapat undang-undang atau fatwa yang tunggal sehingga
penetapan hukum menjadi simpang siur untuk satu kasus yang
sama.
PERIODE KEBANGKITAN
 Sejak abad ke-18 M muncul usaha-usaha reformasi dan
melepaskan diri dari taqlid di kalangan umat Islam.
 Usaha ini muncul setelah kaum Muslimin menyadari kemunduran
dan ketertinggalannya dari bangsa-bangsa lain.
 Di Arabia muncul gerakan Wahabiah, di Libia gerakan Sanusi, di
Mesir dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad
Abduh.
 Isu utama pembaharuan adalah “kembali kepada al-Qur’an dan
Sunnah” dan membuka kembali pintu ijtihad.
 Fakta-fakta yang tampak pada masa kebangkitan:
o Banyaknya kajian dan literatur baru.
o Adanya usaha menyusun hukum fiqih dalam sistem undang-
undang yang tidak membatasi diri pada madzhab tertentu.
BIDANG KAJIAN ILMU FIQIH
Secara konvensional bidang-bidang ilmu fiqih terdiri dari:
 Fiqih Ibadah, yaitu fiqih tentang persoalan-persoalan ibadah,
seperti salat, zakat, puasa, dan haji.
 Fiqih Munakahat, yaitu fiqih tentang perkawinan dan hal-hal
yang terkait dengannya, seperti waris.
 Fiqih Muamalat, yaitu fiqih tentang hubungan perdata, seperti
jual-beli, sewa-menyewa.
 Fiqih Jinayat, yaitu fiqih tentang tindak pidana dan hukumannya.
 Fiqih Siyasah atau Siyasah Syar’iyyah, yaitu fiqih yang
membahas tentang tata negara atau manajemen negara
menurut Islam.
TUJUAN PENETAPAN HUKUM

Tujuan umum dari penetapan hukum adalah:


1. Memelihara hal-hal yang bersifat daruri/sangat
penting (al-umur al-daruriyah), yaitu agama, jiwa,
akal, kehormatan, dan harta.
2. Mewujudkan hal-hal yang dibutuhkan (al-umur al-
hajjiyah) dengan prinsip menghilangkan kesulitan,
meringankan beban, dan memudahkan.
3. Mewujudkan kebaikan bagi manusia (al-umur al-
tahsiniyyat) dengan prinsip memperbaiki keadaan
manusia agar menjadi baik yang sesuai dengan
muruah dan akhlak yang mulia.
HUKUM ISLAM DAN
MASALAH KONTEMPORER
 Hukum Islam tidak statis, melainkan berkembang
sesuai dengan dinamika masyarakat Muslim.
 Masalah-masalah yang berkembang di masyarakat
selalu direspon oleh para ulama dan dikeluarkan fatwa
untuk menjadi pedoman umat.
 Di antara masalah kontemporer yang berkembang di
masyarakat adalah bayi tabung, perdagangan saham
di bursa, beribadah di luar angkasa, akad nikah
melalui perangkat teknologi, transplantasi organ
tubuh, dan lain-lain.
REFERENSI
 Abdillah, Masykuri, “ Pertumbuhan Ilmu Fiqh, Ushul Fiqh, dan
Qawaid Fiqhiyyah,” dalam Mimbar Agama & Budaya, Vol. XVII,
No. 3, 2000.
 Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II
(Jakarta: UI Press, 1985).
 Ashshiddieqy, T.M. Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh (Jakarta: CV
Mulya, 1967).
 Ahmad, Zainal Abidin, Ushul Fiqh (Jakarta: Bulan Bintang,
1974)
 Zein, Satria Effendi Muh., “Usul Fikih,” dalam Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam: Ajaran (Jakarta: Ikhtiar Baru van Houve,
2002)

Anda mungkin juga menyukai