Anda di halaman 1dari 22

NAMA : ZAENAL ABIDIN IRFAN HADI

NIM : 200204068

KELAS: ILMU FALAK (A)

RESUME

KUMPULANMAKALAH SEMUA KELOMPOK

KLP 1

A. Pengertian Tarikh Tasyri'

Kata tarikh tasyri’/ ‫ تاريخ التشر يع‬merupakan rangkaian dari dua bahasa: tarikh/

‫ تاريخ‬dan tasyri'/ ‫ التشر يع‬. Tarikh berasal dari bahasa Arab: ‫يو ر خ‬-‫ار خ‬arakha:

Yuarikhu artinya : menulis, mencatat sejarah, atau catatan tentang perhitungan

Tanggal hari, bulan, dan tahun. Tarikh muradhif (sinonim) dengan kata sajarah.

Dengan demikian, secara sederhana Tarikh Tasyrï’ dapat di definisikan

Dengan: sejarah terbentuknya perundang-undangan dalam Islam, baik pada

Masa risalah (Nabi Muhammad) atau pada masa-masa setelahnya, dari perspektif

Zaman di mana hukum-hukum tersebut dibentuk, berikut proses penghapusan

Dan kekosongannya, serta yang terkait dengan para fugaha dan mujtahid yang

Berperan dalam proses pembentukannya tersebut.

1. Nama Lain Dari Tarikh At-Tasyri'

 Sejarah perkembangan hukum Islam;


 Sejarah pembentukan hukum Islam;
 Sejarah Hukum Islam;
 Sejarah perkembangan fikih;
 Perkembangan modern hukum Islam;
 Perkembangan ilmu fikih.

A. Objek Kajian Fiqh Islam

Objek kajian Fikih adalah segala hal terkait perbuatan seseorang yang telah mukalaf.
Misalnya bagaimana ketentuan hukum seorang Mukalaf dalam muamalah seperti jual beli,
sewa menyewa, pegadaian, pembunuhan, tuduhan/menuduh orang lain berzina,
pencurian, wakaf, dan lain sebagainya. Termasuk juga ketentuan-ketentuan Ibadah
seperti shalat, puasa, haji dan zakatnya seorang mukalaf. Tujuannya supaya ia mengerti
tentang hukum dalam menjalankan segala perbuatan ini.

Dengan demikian Objek Kajian Fiqih ada dua hal:

 Ibadah
Perbuatan Mukallaf yang berhubungan dengan Allah. Contohnya shalat,
puasa, haji, dan lain sebagainya
 Muamalah
Perbuatan Mukallaf yang berhubungan dengan sesama manusia.
Contohnya jual beli, sewa menyewa, pegadaian, pembunuhan,
tuduhan/menuduh orang lain berzina, pencurian, wakaf, dan lain
sebagainya.

Objek kajian Fiqih tentang Muamalah sangat luas. Hal ini karena hubungan
manusia dengan manusia lain mencakup banyak hal. Objek kajian Fiqih
tidak luput dari berbagai aspek ini. Misalnya Fiqh Ahwal as-Syakhsiyah
(Hukum Keluarga), Fiqh Muamalah (Hukum Transaksi), Fiqh Mawaris, Fiqh
Munakahat, Fiqh Jinayah (Hukum Kriminal), Fiqh Murafa’at (Hukum Acara),
Fiqh Siyasah (Politik) dan sebagainya.

Ilmu Fiqih juga digunakan untuk mengetahui hukum-hukum seperti sunah,


haram, makruh dan lainnya. Teori Fiqih misalnya tentang kriteria bagaimana
shalat seorang mukalaf dianggap sah?. Hal ini juga dibahas dalam Ilmu Fiqih
tentang Syarat Sah dan Syarat Wajib Shalat.
KLP 2

1.Pengertian Syariat

Syariat berasal dari kata dasar sya-ra-a (aye - as yang artinya memulai, mengawali,
memasuki, memahami. Atau diartikan juga dengan membuat peraturan, undang-undang
syariat. Syarun (a)dan syiratan (aa) memiliki arti yang sama yaitu ajaran, undang-undang,
hukum, piagam. Menurut KBBI, syariat adalah hukum agama yang menetapkan peraturan
hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah Swt., hubungan manusia dengan
manusia dan alam sekitar berdasarkan Alquran dan hadis.

KLP 3

"Prinsip-Prinsip Dasar Perundang-Undangan islam danDinamika Hukum Sebelum Islam"

A. Prinsip-Prinsip Perundang-undangan Islam

Kata prinsip secara etimologi, adalah dasar, permulaan, atau aturan pokok. Juhaya S.
Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut, bahwa prinsip adalah permulaan;
tempat pemberangkatan; titik tolak; atau al-mabda. Secara terminologi, kata prinsip
adalah kebenaran universal yang inheren di dalam hukum Islam dan menjadi titik tolak
pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip
hukum Islam meliputi prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip umum ialah
prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat universal. Adapun prinsip khusus ialah
prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam. Juhaya S. Praja lebih lanjut mengatakan, ada
tujuh prinsip umum hukum Islam; prinsip tauhid, prinsip keadilan, prinsip Amar Ma'ruf Nahi
Mungkar, prinsip kebebasan, persamaan, prinsip Ta'awun dan prinsip toleransi. Ketujuh
prinsip tersebut dijabarkan sebagai berikut:

a. Prinsip Tauhid

b. Prinsip Keadilan

c. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar.

d. Prinsip Kemerdekaan atau kebebasan.

e. Prinsip Persamaan atau Egaliter.

f. Prinsip at-ta'awun
KLP 4

“FASE PENDIRIAN DAN PEMBENTUKAN HUKUM SYARIAT ISLAM PADA MASA


KERASULAN ”

1. Kondisi bangsa Arab pasca kerasulan


Datangnya agama Islam di wilayah Arab menyebabkan terjadinya banyak
perubahan besar bagi kehidupan masyarakat Arab, Islam bukan saja berhasil mengubah
tatanan masyarakat Arab yang bersifat kesukuan menjadi bangsa yang berteraskan
semangat persatuan. Bangsa Arab mulai dipersatukan oleh keyakinan agama, bahasa,
kesusastraan, dan orientasi sosial dan budaya.Perubahan-perubahan Masyarakat Arab
setelah kedatangan Islam contohnya sebagai berikut: Sebagai penyembah berhala yang
meyakini adanya banyaknya Tuhan, menjadi pembela gigih ajaran Tauhid.Dari
masyarakat bersifat kesukuan yang sempit lantas menjadi masyarakat yang mengenal
konsep umat

2. Sumber tasyrik yang di tetapkan Rasulullah dalam menetapkan Hukum

Sumber-Sumber Tasyrik pada Masa Rasulullah SAW

a. Wahyu Ilahi (Al-Quran)

Al-quran adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang
mengandung petunjuk kebenaran bagi kebahagiaan ummat manusia. Dalam bahasa
“Fazlurrahman,Al-quran adalah dokumen keagamaan dan etika yang bertujuan praktis
menciptakan masyarakat yang bermoral baik dan adil, yang terdiri dari manusia-manusia
saleh dan religius dengan keadaan yang peka dan nyata akan adanya satu tuhan yng
memerintahkan kebaikan dan melarang kejahatan.

b. Ijtihad Rasulullah (Sunnah)

Sunnah adalah sumber fiqih kedua setelah al-quran. Dalam terminologi


muhaddisin, fuqaha dan ushuliyyin, sunnah berarti setiap sesuatu yang dinisbatkan
kepada Nabi Muhammad, baik perkatan, perbuatan dan ketentuan. Sebagaimana al-
quran, sunnah juga tidak muncul dalam satu waktu, tetapi secara bertahap(periodik)
mengikuti fenomena umum dalam masyarakat, atau lebih tepat disebut mengikuti
perkembangan turunnya syariat.

KLP 5
FASE PERKEMBANGAN DAN PENYEMPURNAAN HUKUM SYARIAT ISLAM.

A. Masa Khulafaur Rasyidin

Pada masa rasulullah masih hidup, yang bertindak sebagai pemutus perkara dan
pelerai pertikaian dalam masyarakat adalah beliau sendiri. Beliau sebagai referensi
tertinggi untuk meminta fatwa dan keputusan. Keputusan beliau itu didasarkan atas wahyu
atau sunnah, termasuk musyawarah dengan para sahabat.

-Metode Pengambilan Keputusan pada Masa Khulafaur Rasyidin

Pada masa ini sumber tasyri’ islam adalah alquran dan sunnah rasul. Keduanya
disebut nash atau naql. Apabila ada masalah yang tidak jelas di dalam nash, para sahabat
zamn khulafaurrasyidin memakai ijtihad untuk memperolah hukum yang dicari. Jalan
dalam ijtihadnya adalah berpegang pada ma’quul-annash dan mengeluarkan illah atau
hikmah yang dimaksud dari pada nash itu, kemudian menerapkannya pada semua
masalah yang sesuai illahnya dengan illah yang dinashkan. Hal demikian kemudian
dinamakan qiyash.

- Sumber hukum islam yang dipakai pada masa khulafaurrasyidin adalah :

a. Alquran dan Sunnah

b. Ijtihad Shahabat

c. Ijma’

KLP 6

FASE KEBANGKITAN KEMBALI ILMU FIQIH

A. KONDISI AWAL PADA MASA KEBANGKITAN FIKIH

Menurut Dedi supriyadi, periode ini di sebut juga dengan periode


Renaissance, berlangsung sejak abad ke-13 H sampai dengan (abad ke-20 M). di sebut
periode kebangkitan fikih karena pada masa ini, timbul ide, usaha dan gerakan-gerakan
pembebasan dan sikap taklid yang terdapat dalam umat islam dan dalam ilmu
pengetauhan islam.
Gerakan ini timbul setelah munculnya umat islam akan akan adanya kelemahan dan
kemunduran kaum muslim yang di sebabkan oleh adanya penetrasi barat dan berbagai
negeri islam. Diantaranya Hijaz, pada abad ke-13 H (abad ke-18 M). muncul suatu
gerakan yang di pelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab(w 1206 H). Gerakan ini
menyerukan pembasmian bad’ah dan mengajak umat islam untuk kembali kepada
Alquran dan as-sunnah, serta amalan-amalan ulama sahabat dan mengamalkan ajaran-
ajaran agama islam. Gerakan ini kemudian di ikuti oleh sejujmlah gerakan yang di pelopori
beberapa ulam, sepeti Muhammad bin Sanusi di Libya dan Afrika Utara, Jamalidin al-
Afgahani dan Muhammad Abdul di Mesir, Al-Mahdi di Sudan, K.H Muhammad Dahlan,
H.A Karim Amrullah, dan T.M . Hasbi Ash –Shiddieqy di Indonesia dan masih banyak lagi.
A.  Indikasi Kebangkitan Fiqih

Indikasi kebangkitan fiqh pada zaman ini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu pembahasan
fiqh Islam, dan kodifikasi fiqh Islam. Dua hal inilah yang akan dibahas sebagai berikut :

·         Fiqih Islam

Pada zaman ini para ulama memberikan perhatian yang sangat besar terhadap fiqih
Islam, baik dengan cara menulis buku ataupun mengkaji. Apabila kita ingin menuliskan
beberapa indikasi kebangkitan fiqih Islam pada zaman ini dari aspek sistem kajian dan
penulisan, dapat dirincikan sebagai berikut:

1.      Memberikan perhatian khusus terhadap kajian mazhab-mazhab dan pendapat-


pendapat fiqhiyah yang sudah diakui tanpa ada perlakuan khusus antara satu mazhab
dengan mazhab lain.

2.       Memberikan perhatian khusus terhadap kajian fiqih tematik.

3.   Memberikan perhatian khusus terhadap fiqih komparasi.

4. Mendirikan lembaga-lembaga kajian ilmiah dan menerbitkan ensiklopedi fiqih.


Beberapa contoh kreativitas di bidang ini :

a). Lembaga Kajian Islam di Al-Azhar, didirikan di Mesir pada tahun 1961 M.

b)Kantor Pusat Urusan Islam, di bawah koordinator Kementrian Waqaf Mesir.

c).  Ensiklopedi fiqih di Kuwait.

d) . Ensiklopedi fiqih di Mesir.


B.  Tokoh-Tokoh Kebangkitan Kembali Fiqih Islam

Sebagai reaksi terhadap sikap taqlid, pada abad ke-14 telah timbul seorang mujtahid
besar yang menghembuskan udara baru dan segar dalam dunia pemikiran agama dan
hukum. Namanya Ibnu Taimiyah (1263-1328) dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziah
(1292-1356). Kemudian banyak tokoh-tokoh yang mengikuti jejak para pendahulunya
untuk membangkitkan kembali semangat ijtihad dan menolak taqlid, diantaranya :

1.      Muhammad Abduh

2.      Syeikh Muhammad As-Sirhindi

3.  Sayyid Ahmad Syahid

C.TASRI DI ERA MODEREM


Sebelum kita membahas tarsi, kita terlebih dahulu mengetauhi tentang
Tarikh tarsi, tarikh tarsi terdiri dari dua kata yaitu tarikh yang berarti sejarah sedangkan
tarsi itu sendiri ialah penetapan hukum. Jadi tarikh tarsi difahami sebagai sejarah
penetapan suatu hukum. Kita kembali ke tasri, tarsi berarti pembutan hukum atau
peraturan , pengertian tasri itu sendiri ialah pemebentukan hukum-hukum dan undang-
undang hukum-hukum sebuah peritiwa dan perbuatan seorang mukallaf. Itu tasri secara
umum sekarang kita masuk di tasri islam atau hukum islam. Hukum islam merupakan
keseluruhan ketentuan perintah allahyang wajib di turuti oleh seorang muslim yang
bertujuan untuk membentuk manusia menjadi tertib, aman, dan selamat. Dari sejara
pembentukan dan perkembangan hukum islam tersebut dapat di pahami bahwa tidak
semua permasalahan hukum islam terjawab secara eksplicit di dalam alquran dan
sunnah. Ole karena itu,pengkajian dan tetap di lakukan dengan ijtihad hukum yang istihad
tersebut haruslah tidak sejalan dengan nilai-nila, maksud, dan tujuan syari ketika menggali
kandungan akquran dan hadits.

KLP 7 i

Al-Qur’an idan iSunnah

A. i iAl-QUR’AN
i i i i i iKata iAlquran idalam ibahasa iArab iberasal idari ikata iQara'a iartinya i' imembaca.
iBentuk imashdarnya iartinya i' ibacaan' idan i'apa iyang itertulis ipadanya'.Seperti
itertuang idalam iayat iAl-Qur'an i: i-Secara iistilah iAlqur'an iadalah iKalamullah iyang
iditurunkan ikepada iNabi iMuhammad, itertulis idalam imushhaf iberbahasa iArab, iyang
isampai ikepada ikita idengan ijalan imutawatir, ibila imembacanya imengandung inilai
iibadah, idimulai idengan isurat iAl-Fatihah idan idiakhiri idengan isurat iAn-Nas iAl-Jurjani
imendefinisikan iAl-Qur'an: iAl-Qur'an iadalah i(Kalamullah) iyang iditurunkan ikepada
iRasulullah itertulis idalam imushhaf.

ditukil idari iRasulullah isecara imutawatir idengan itidak idiragukan. iAdapunhukum-


hukum iyang iterkandung idalam iAlqur'an, imeliputi

a) i iHukum-hukum iI'tiqadiyyah, iyaitu ihukum iyang iberhubungan idengan


ikeimanan ikepada iAllah iswt, ikepada iMalaikat, ikepada iKitab-kitab, ipara iRasul
iAllah idan ikepada ihari iakhirat. i
b) iHukum-hukum iKhuluqiyyah, iyaitu ihukum iyang iberhubungan idengan iakhlak.
imanusia iwajib iberakhlak iyang ibaik idan imenjauhi iprilaku iyang iburuk.

c) iHukum-hukum iAmaliyah, iyaitu ihukum iyang iberhubungan idengan iperbuatan


imanusia.

B. iSUNNAH

iSunnah isecara ibahasa iberarti i' icara iyang idibiasakan' iatau i' icara iyang iterpuji.
iSunnah ilebih iumum idisebut ihadits, iyang imempunyai ibeberapa iarti: i= idekat, i=
ibaru, i= iberita. iDari iarti-arti idi iatas imaka iyang isesuai iuntuk ipembahasan iini iadalah
ihadits idalam iarti ikhabar,seperti idalam ifirman iAllah iSecara iIstilah imenurut iulama
iushul ifiqh iadalah isemua iyang ibersumber idari iNabi isaw,selain iAl-Qur'an ibaik
iberupa iperkataan, iperbuatan iatau ipersetujuan.

Adapun iHubungan iAl-Sunnah idengan iAlqur'an idilihat idari isisi imateri ihukum iyang
iterkandung idi idalamnya isebagai iberikut i: i

a. iMuaqqid i

i i iYaitu imenguatkan ihukum isuatu iperistiwa iyang itelah iditetapkan iAl-Qur'an i i i i


idikuatkan idan idipertegas ilagi ioleh iAl-Sunnah, imisalnya itentang iShalat, izakat
iterdapat idalam iAl-Qur'an idan idikuatkan ioleh iAl-sunnah. i
b. iBayan

iYaitu ial-Sunnah imenjelaskan iterhadap iayat-ayat iAl-Qur,an iyang ibelum ijelas.

KLP 8

IJMA’ DAN QIYAS


A. Pengertian Ijma’
Kata ijma’ secara bahasa berarti kebulatan tekad terhadap suatu persoalan atau
kesepakatan tentang suatu masalah. Kata ijma’ merupakan masdar (kata benda verbal)
dari kata ‫ أجمع‬yang artinya memutuskan dan menyepakati sesuatu.
B. Syarat-syarat dan Ijma’
Jika semua persyaratan di atas terpenuhi dan disepakati para mujtahid atas hukum
syara’ yang amali, seperti wajib, haram, sah, maka terjadilah ijma’.
Adapun rukun ijma’ adalah sebagai berikut:
1.      Yang terlibat dalam pembahasan hukum syara’ melalui ijma tersebut adalah seluruh
mujtahid. Apabila ada di antara mujtahid yang tidak setuju, sekalipun jumlahnya kecil,
maka hukum yang dihasilkan itu tidak dinamakan hukum ijma’
2.      Mujtahid yang terlibat dalam pembahasan hukum itu adalah seluruh mujtahid yang
ada pada masa tersebut dari berbagai belahan dunia Islam.
3.       Kesepakatan itu diawali setelah masing-masing mujtahid mengemukakan
pandangannya.
4.       Hukum yang disepakati itu adalah hukum syara’ yang bersifat aktual dan tidak ada
hukumnya secara rinci dalam Al-Qur’an
5.      Sandaran hukum ijma’ tersebut secara haruslah Al-Qu’an dan atau hadis Rasulullah
SAW.

C. Pengertian Qiyas
Qiyas secara bahasa adalah ukuran atau mengukur, mengetahui ukuran sesuatu, atau
menyamakan sesuatu dengan yang lain.Qiyas juga bisa berarti menyamakan sesuatu
yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena ada
persamaan illat hukum.

G. Rukun dan Syarat Qiyas


Rukun Qiyas, yaitu:
1.      Ashal, yang berarti pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya
berdasar nash. Ashal disebut juga maqis 'alaih (yang menjadi ukuran) atau musyabbah
bih (tempat menyerupakan), atau mahmul 'alaih (tempat membandingkan);
2.      Fara' yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya
karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara' disebut juga maqis (yang
diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau mahmul (yang dibandingkan);
3.      Hukum ashal, yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan berdasar nash dan
hukum itu pula yang akan ditetapkan pada fara' seandainya ada persamaan 'illatnya; dan
4.      'Illat, yaitu suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat itu yang dicari pada fara'.
Seandainya sifat ada pula pada fara', maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk
menetapkan hukum fara' sama dengan hukum ashal.

-Syarat-syarat qiyas sebagai berikut:


a.    Adanya semua ahli ijtihad ketika terjadinya suatu kejadian, karena kebulatan
pendapat tidak mungkin terjadi tanpa adanya beberapa pendapat yang masing- masing
terdapat persesuaian.
b.    Kebulatan pendapat ahli ijtihad itu diiringi dengan pendapat- pendapat mereka
masing- masing secara jelas mengenai kejadian, baik yang dikemukakan secara qauli
(perkataan), maupun secara fi’li (perbuatan).
c.   pribadi dan setelah pendapat- pendapat mereka terkumpul tampak melahirkan
kebulatan pendapat sepakat atau menampilkan pendapatnya secara kelompok, maka
terdapatlah ijma’.
d.      Kesepakatan para ahli ijtihad itu dapat diwujudkan dalam suatu hukum, apabila
sebagian para ahli ijtihad telah mengadakan kesepakatan.

KLP 9

SUMBER HUKUM ISLAM YANG DIPERSELISIHKAN (ISTIHSAN DAN


MASLAHAH AL- MURSALAH)
A. ISTIHSAN

1. Pengertian Istihsan

Secara etimologis (lughawi/bahasa) istihsan (‫ )ﺍﺳﺘﺤﺴﺎﻥ‬berarti “memperhitungkan


sesuatu lebih baik”, atau “adanya sesuatu itu lebih baik”, atau “mengikuti sesuatu yang
lebih baik, atau “mencari yang lebih baik untuk diikuti, karena memang disuruh untuk
itu”.

Adapun pengertian istihsan secara istilah, ada beberapa definisi yang dirumuskan
ulama’ ushul fiqh. Diantara definisi itu da yang berbeda akibat danya perbedaan titik
pandang. Ada juga definisi yang disepakati semua pihak, namun diantarany ada yang
diperselisihkan dalam pengamalannya.
2. Jenis- jenis Istihsan

Jenis- jenis Istihsan dibagi menjadi 2 macam yaitu :

1. Istihsan Qiyasi

2. Istihsan Istisna'i

3.Istihsan dengan kedaruratan.

4.Istihsan dengan ‘urf atau

5.Istihsan dengan maslahah al- mursalah.

A. MASLAHAH AL- MURSALAH

1. Pengertian Maslahah Al- mursalah

Secara etimologis mashlahah (‫ )ﻣﺼﻠﺤﺔ‬berasal dari kata shalaha (‫ )ﺻﻠﺢ‬yang berarti “


baik”. Mashdar dari kata shalah (‫ )ﺻﻼﺡ‬yaitu “ manfaat”. Dalam bahasa arab mashlahah
berarti “ perbuatan- perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia”.

Secara terminologis terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama’ dalam


mengartikan mashlahah, akan tetapi jika dianalisa ternyata hakikatnya adalah
sama.
2.Macam- macama Maslahah Al- mursalah

1.Maslahah dharuriyah (primer)

2.Maslahah hajjiyah (sekunder)

3.Maslahah tahsiniyah (tersier)

-Syarat- syarat itu adalah sebagai berikut :

1.Maslahah Mursalah tidak boleh bertentangan dengan Maqosid Al Syari’ah, dalil- dalil
kulli’, semangat ajaran islam dan dalil- dalil juz’i yang qathi wurud dan dalalahnya.
Seandainya tidak ada dalil tertentu yang mengakuinya, maka maslahah tersebut tidak
sejalan dengan apa yang telah dituju oleh Islam. Bahkan tidak dapat disebut maslahah.

2. kemaslahatan tersebut harus menyakinkan, dan tidak ada keraguan, dalam arti harus
ada pembahasan dan penilitian yang rasional serta mendalam sehingga kita yakin
menberkan manfaat atau menolak kemudharatan.

3.Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang tertentu
dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit. Imam- Ghazali

KLP 10

ADAT ISTIADAT (AL-URF)

A. Pengertian Al-urf

Urf secara bahasa berarti sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat.
Sedangkan secara istilah ‘urf ialah sesuatu yang telah sering dikenal oleh manusia dan
telah menjadi tradisinya, baik berupa ucapan atau perbuatannya dan atau hal
meninggalkan sesuatu juga disebut adat. Ada juga yang mendefinisikan bahwa ‘urf ialah
sesuatu yang dikenal oleh khalayak ramai di mana mereka bisa melakukannya, baik
perkataan maupun perbuatan.
A. Syarat-syarat Al-Urf

'Urf yang menjadi tempat kembalinya para mujtahid dalam berijtihad dan berfatwa, tidak
lepas dari beberapa syarat yang harus dipenuhi. Maka para ulama ushul fiqh dalam
memutuskan perkara disyaratkan sebagai berikut:

a) 'Urf tersebut tidak bertentangan dalil qath’i, sehingga menyebabkan hukum yang
dikandung dalam nash tidak bisa diterapkan. Urf seperti ini tidak dapat dijadikan dalil
syara’ karena kehujjahan urf baru bisa diterima apabila tidak ada nash yang mengandung
hukum permasalahan yang dihadapi. Apabila urf tersebut bertentangan dengan nash yang
umum yang ditetapkan dengan dalil yang dzanni, baik dalam ketetapan hukumnya
maupun penunjuk dalilnya, maka urf tersebut berfungsi sebagai takhsis daripada dalil
yang dzanni.

b) 'Urf tersebut berlaku secara umum dalam mayoritas kalangan masyarakat dan
keberlakuannya dianut oleh mayoritas tersebut, baik dalam bentuk perkataan maupun
perbuatan.

c) Urf harus berlaku selamanya. Maka tidak dibenarkan urf yang datang kemudian.

KLP 11

FASE PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN


MACAM-MACAM MAZHAB FIKIH

A.Pengertian Mazhab
Secara bahasa, mazhab memiliki dua pengertian, pertama kata mazhab berasal dari
kata zahaba-yazhabu yang memiliki arti telah berjalan, telah berlalu, telah mati.Pengertian
kedua yakni, mempunyai arti suatu yang diikuti dalam berbagai masalah disebabkan
adanya pemikiran, oleh karena itu mazhab berarti yang diikuti atau dijadikan pedoman
atau metode.

A. Latar Belakang Timbulnya Madzhab


Lahirnya berbagai aliran atau madzhab dalam ilmu fiqih dilatarbelakangi oleh
beberapa faktor.Sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Syaltout dan Muhammad Ali
as-Sayis, bahwa perbedaan pendapat dikalangan madzhab disebabkan oleh :
1. Perbedaan Pemahaman (Pengertian) Tentang Lafadz Nash
Hal ini merupakan bagian yang banyak menimbulkan perbedaan, karena boleh
jadi suatu lafadz memiliki makna lebih dari satu.Adanya pengertian hakiki dan
kiasan atau perbedaan ‘uruf mengenai arti sesuatu lafadz yang dipergunakan.
2. Perbedaan Dalam Masalah Hadis
Sebagaimana dijelaskan oleh Syaltout dan Muhammad Ali as-Sayis, bahwa
perbedaan dalam masalah hadits ini bisa saja terjadi karena ada hadits yang
sampai kepada sebagian kelompok saja.Atau bisa jadi, berbeda dalam menilai
keberadaan hadits dan peawinya.
3. Perbedaan dalam Pemahaman dan Penggunaan Qaidah Lughawiyah Nash
4. Perbedaan Dalam Mentarjihkan Dalil-dalil yang berlawanan ( ta’rudl al-adillah)
5. Perbedaan Tentang Qiyas
6. Perbedaan dalam Penggunaan Dalil-dalil Hukum
7. Perbedaan dalam Pemahaman Illat Hukum
8. Perbedaan dalam Masalah Nasakh

B. Sejarah Singkat Munculnya Madzhab dalam Islam


Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam telah tersebar meluas ke berbagai
penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke nagara
yang baru tersebut.Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau
bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah sukar dilaksanakan. Sejalan dengan
pendapat di atas, Qasim Abdul Aziz Khomis menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan ikhtilaf di kalangan sahabat ada tiga yakni :
1. Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Qur’an
2. Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat
3. Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra’yu.

KLP 12

Pembahasan Mazhab Syafi’i dan Hambali


1. Biografi Imam Syafi’i Imam Syafi'i adalah imam ketiga dari empat imam madzhabi
menurut urutan kelahirannya1. Nama lengkap Imam Syafi'i adalah Muhammad ibn Idris
ibn Al - Abbas ibn Usman ibn Syafi’i ibn Al - Sa’ib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn Hasyim ibn
Abd Al - Muthalib ibn Abd Manaf2. Lahir di Ghaza (suatu daerah dekat Palestina) pada
tahun 150 H/767M, kemudian dibawa oleh ibunya ke Makkah. Ia lahir pada zaman Dinasti
Bani Abbas, tepatnya pada zaman kekuasaan Abu Ja’far al Manshur (137 - 159 H./754 -
774 M.), dan meninggal di Mesir pada tahun 204 H/820 M3.

2. Pendidikan Imam Syafi’i Imam Syafi'i menerima fiqih dan haditsdari banyak guru yang
masing masingnya mempunyai manhaj sendiri dan tinggal di tempattempat berjauhan
bersama lainnya. Imam Syafi'i menerima ilmunya dari ulama - ulama Mekkah, ulama -
ulama Madinah, ulama - ulama Iraq dan ulama - ulama Yaman 9. Ulama Mekkah yang
menjadi gurunya ialah : Sufyan Ibn Uyainah, Muslim ibn Khalid Al - Zanzi, Said ibn Salim
Al – Kaddlah , Daud ibn abd - Rahman Al - Atthar, dan Abdul Hamid ibn Abdul Azizi Ibn
Abi Zuwad. Ulama - ulama Madinah yang menjadi gurunya, ialah: Imam Malik ibn Annas,
Ibrahim ibn Saad al-Anshari Abdul Aziz ibn Muhammad ad - Dahrawardi, Ibrahim ibn Abi
Yahya Al - Asami, Muhammad ibn Said Ibn Abi Fudaik, Abdullah ibn Nafi’ teman ibn Abi
Zuwaib . Ulama - ulama Yaman yang menjadi gurunya ialah10 :

1. Mutharraf ibn Mazim

2. Hisyam ibn Yusuf,

3. Umar ibn abi Salamah,

teman Auza’in dan Yahya Ibn Hasan teman Al - Laits. Ulama - ulama Iraq yang menjadi
gurunya ialah :

1. Waki’ ibn Jarrah, 2. Abu Usamah, 3. Hammad ibn Usamah, 4. Dua ulama Kuffah Ismail
ibn ‘Ulaiyah dan Abdul Wahab ibn Abdul Majid, 5. Dua ulama Basrah. 6. Juga menerima
ilmu dari Muhammad ibn Al - Hasan yaitu dengan mempelajari kitab - kitabnya yang
didengar langsung dari padanya. Dari padanyalah dipelajari fiqih Iraqi.

3. Karya-Karyanya Karya

- karya Imam Syafi'i yang berhubungan dengan judul di atas di antaranya:

1. Kitab Al – Umm
2. Kitab Al - Risalah.

3. Kitab Imla Al – Shagir,

4. Kitab Amali Al - Kubra,

5. Kitab Mukhtasar Al – Buwaithi 16

6. Kitab Mukhtasar Al – Rabi,

7. Kitab Mukhtasar Al – Muzani,

8. Kitab Jizyah dan lain - lain kitab tafsir dan sastra

4. Biografi Imam Hambali

Imam Ahmad ibn Hanbal adalah imam yang keempat dari fuqoha Islam. Dia memiliki
sifat-sifat yang luhur dan tinggi, imam umat Islam, imam Darussalam, Mufti di Irak, Zahid
dan saleh, sabar menghadapi cobaan, seorang ahli hadits dan contoh teladan bagi orang-
orang yang ahli hadits. Sayyid Rasyid Ridho berpendapat bahwa Ahmad ibn Hanbal
adalah seorang mujaddid (pembaharu) abad ketiga.Bahkan dalam pandangan peneliti
lainnya berpendapat bahwa Imam Ahmad ibn Hanbal lebih utama, dengan gelar tersebut,
dari pa 5. Pendidikan Imam Hambali Ahmad ibn Hanbal atau imam Hambali dibesarkan
di Baghdad dan mendapatkan pendidikan awalnya di kota tersebut hingga usia 19 tahun.
Sejak kecilAhmad disekolahkan kepada seorang ahli Qiroat. Pada umur yang masihrelatif

14 Ahmad ary-Syurbasy, Al-Aimmah al-Arba a’h Terj. Futuhul Arifin, 4 mutiaara Zaman
Biografi empat Imam Madzab. Jakarta Pustaka Qalani, 2003 cet ke-1, hal 168

muda ia sudah menghafalkan al-Quran, sejak usia enam belas tahunAhmad juga belajar
hadits. Karena kecintaan Ahmad terhadap hadits pagi pagi buta dia selalu pergi ke masjid-
masjid hingga ibunya merindukannya Tahun 183 H Ahmad ibn Hanbal pergi ke beberapa
kota dalam rangka mencari ilmu. Dia pergi ke Kuffah pada tahun 183 H, kemudian
keBashrah pada tahun 186, ke Makkah pada tahun 187, dilanjutkan keMadinah, Yaman
(197), Siria dan Mesa Mesopotamia. Ibn Hanbalmempelajari hadits untuk pertama kalinya
dari Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim al-Qodhi15, seorang ahl alra’yi pengikut Abu Hanifah.
Dia belajarfiqih dan hadits dari Abi Yusuf. Karena itulah Abu Yusuf terhitungsebagai guru
pertama bagi Ibn Hanbal. Sebagian peneliti berpendapat bahwa pengaruh Abu
Yusufterhadap Ibn Hanbal tidak begitu kuat. Sehingga ada yang mengatakanbahwa Abu
Yusuf bukan guru pertamanya melainkan Hasyim16 bin Basyirbin Abu Hazim al-Wasithy.
Sesungguhnya dialah yang memberi pengaruhyang jelas pada diri Ibn Hanbal.Ibn Hanbal
berguru pada Hasyim selama 4 tahun dan mengambil hadits dan menulisnya sebanyak
3000 hadits

Imam Syafi’i sebagai salah satu seorang guru dia dikatakan olehsebagian peneliti adalah
sebagai guru yang kedua.Dia bertemu denganImam Syafi’i di musim haji ketika sedang
mengajar di masjidil Haram.Kesempatan kedua kali mereka bertemu di Baghdad. Waktu
akan pindahke Mesir Imam Syafi’i menyarankan supaya mengikuti dia ke Mesir.
Diamenyetujui saran itu, tetapi tidak terlaksana. Ibn Hanbal belajar dari ImamSyafi’i
tentang pemahaman istinbath(pengambilan hukum) ataupenyimpulan sebuah hukum
hingga Muhammad bin Ishak bin Khuzimahberkata : “Ahmad ibn Hanbal adalah murid
imam Syafi’i. Ibn Hanbal juga pernah belajar dari Ibrahim bin Saad, Yahya binAl-Qattan
Waki’ dan lain-lain. Dia pernah bercita-cita hendak menuntutilmu dengan Malik bin Anas,
tetapi Imam Malik meninggal sebelum ia menuntut ilmu padanya. Sebagai gantinya dia
belajar kepada Sufyan binUyainah yang tinggal di Mekkah. Ibn Hanbal menuntut ilmu
sepanjang hayatnya, karena terus menuntut ilmu orang pun bertanya pada dia; “sampai
kapankah engkauhendak menuntut ilmu, padahal engkau sudah mencapai pada
tingkattertinggi dan menjadi imam bagi umat Islam?” dia menjawab, “dari ujungpena
sampai ke pintu kubur.” Jawaban Ibn Hanbal merupakan realisasi dari ajaran agama,
atauucapan-ucapan ahli fikir, atau ahli hadits, karena memang para ahli ilmupengetahuan
bukan saja berpegang pada pendapat dan pemikirannyasendiri, tetapi juga berpegang
kepada pendapat orang- orang lain termasukdalil- dalil nash wahyu. Karena mereka
menyalin pendapat orang laindengan tinta mereka yang dijuluki dengan “Ashabul
Mahabin” da Ibnu Suraij, Syafi’i,Thahawy, al-Khilal dan an-Nasa’i.

6. Karya dan Murid-Murid Ahmad ibn Hanbal adalah seorang ilmuwan yang
produktif.Diabanyak menulis kitab. Salah satu kitabnya yang paling agung
danmonumental adalah kitab yang

15 Ahmad As-Syurbasy, op cit, hal 171 16 Hasym adalah seorang imam Hadis dari
bagdad yang bertaqwa, Wara ( menjauhi barang yang haram). Seorang Tabit – Tabi’in ini
banyak mendengar hadist dari imam imam.
diberi nama Musnad Ahmad ibn Hanbal.Yaitu kitab yang berupa kumpulan hadits
Rasulullah SAW yang berjumlah40.000 hadits. Hadits-hadits tersebut dia kumpulkan dari
perawi-perawi yang dipercayai. Kitab tersebut dijadikan pedoman dalam
menyelidikihadits-hadits. Kitab dia yang lain adalah “Az Zuhdi” yang menjelaskan
sampaikemana kezuhudan Nabi- Nabi, sahabat-sahabat, khalifah- khalifah danimam yang
bersumberkan hadits, atsar dan “akhbar”.

Adapun kitab-kitab yang lainnya adalah17: 1. Kitab al-‘Ilal 2. Kitab al-Tafsir 3. Kitab al-
Nasikh wal Mansukh 4. Kitab Al-Zuhd 5. Kitab Al-Masail 6. Kitab Fadail al-Sahabah 7.
Kitab Al-Faraid 8. Kitab Al-Manasik 9. Kitab Al-Imam 10. Kitab Al-Asyribah 11. Kitab Ta’at
al-Rasul dan 12. Kitab Al-Rad ‘ala al-Jahmiyyah.

KLP 13

MAZHAB ZAHIRIYAH

1.Sejarah Mazhab Zhahiri


Pada masa terbaiknya pengikut mazhab ini terdiri dari mayoritas muslim yang tinggal di
kawasan Mesopotamia, Iran bagian selatan, Semenanjung Iberia, Kepulauan Balears dan
Afrika bagian Utara. Mazhab ini awalnya memiliki pengaruh pada lembaga peradilan di
Irak. Para ulama dari mazhab Zhahiri ditunjuk menjadi hakim kota oleh pemerintahan
Baghdad, Syiraz, Isfahan, Firuzabad, Ramlah, Damaskus, Sindh dan Fustat.

2.Kedudukan Ibnu Hazm


Adapun yang mendukung penyebaran mazhab Zahiriyyah antara lain adalah:Daud az-
Zahir menulis pendapatnya dengan dalil-dalil yang cukup kuat. Murid-muridnya berfungsi
sebagai penyebar dan penerus ajarannya, antara lain: Ibnu Hazm (putra Daud az-Zahiri),
Abu Yahya Zakaria bin Yahya bin Abdullah Saji’ (w. 307 H), Ibrahim bin Naftawaih (244-
323 H) dan Abu Hasan Abdullah bin Ahmad bin al-Mugallas (w. 324). Dari pengikut aliran
Zahiriyyah, terdapat orang-orang yang berpengaruh pada pemerintahan Bani Umayyah
seperti qadi Abu al-Qasim Ubadilillah bin Ali an-Nakha’i yang membawahi wilayah
kehakiman Khurasan dan Iran. Pada abad ke-empat hijriyah, aliran ini tidak hanya
berkembang di Irak dan Iran tapi juga meluas hingga ke Oman dan Sind.
3. Ajaran dan Faham Mazhab Zahiriyyah.

Inti ajaran dan faham yang berkembang dalam mazhab Zahiriyyah berkisar pada
persoalan sumbe hukum Islam dan pendekatan yang digunakan dalam memahami
sumber tersebut. konsekuensi logis dari perbedaan tersebut adalah adanya perbedaan
pendapat dalam masalah fikihnya, mazhab Zahiriyyah hanya mengenal tiga sumber
hukum Islam, yakni Alquran al-Karim, sunnah Rasulullah saw. dan ijma’. Bagi penganut
mazhab Zahiriyyah, keumuman nash Alquran al-Karim dan sunnah sudah cukup untuk
menjawab semua tantangan dan masalah. Pendirian tersebut beradasarkan firman Allah
swt. dalam surah an-Nahl: 89:

“dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembir bagi orang-orang yang berserah diri.

Adapun ad-dalil dari ijma’ menurut Ibnu Hazm ada empat macam yaitu:

A.tetap pada hukum semula (istishab hal)


B.batas minimal suatu jumlah atau ukuran (aqallu ma qila).
C.ijma’ untuk meninggalkan suatu pendapat.
D.ijma’ bahwa satu hukum pada dasarnya berlaku untuk semua ummat Islam.

Biografi Pendiri Mazhab Zahiriyah & Prinsip dasar penulisan dan penyebaran

 Sejarah Hidup dan Karya Ilmiah Daud al-Zhahiri.


Daud al-Zhahiri lahir di Kufah pada tahun 200 H/815 M, dan wafat di Baghdad pada tahun
270 H/883 M. Ia seorang ahli fiqh, mujtahid, ahli hadits, hafiz, dan pendiri Madzhab al-
Zhahiri. Nama lengkapnya Daud bin Ali bin Khalaf al-Ishfahani. Tokoh yang dijuluki Abu
Sulaiman ini dibesarkan dan berdomisili di Baghdad sampai meninggal dunia. Pada
mulanya, ia merupakan penganut fanatik madzhab al-Syafi’i meskipun ayahnya seorang
penganut madzhab Abu Hanifah. Namun ia belajar tidak langsung kepada imam al-Syafi’i,
tetapi dari murid dan sahabatnya, karena ia baru berusia 4 tahun ketika imam al-Syafi’i
wafat. Guru-gurunya antara lain Ishaq bin Rahawaih (161-238 H), seorang ulama
Khurasan (Iran) yang mencapai derajat hafiz dalam bidang hadits, serta penyusun kitab
hadits “al-Musnad”.

Anda mungkin juga menyukai