Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGANTAR HUKUM ISLAM


MASA KEMUNDURAN DAN KEBANGKITAN HUKUM ISLAM
DOSEN PENGAMPU : Dr. H. SUHAYIB M.Ag

Disusun oleh :
M. Faiz Firjaturrahman (12320212721)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Kemudian shalawat beriringkan
salam, kita curahkan buat junjungan alam kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti
apa yang telah kita rasakan pada saat sekarang ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang bertemakan “Masa kemunduran dan kebangkitan hukum
islam”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Pengantar Hukum Islam yang diampu oleh Dr. H. Suhayib M.Ag.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi. Mengingat akan kemampuan yang penulis miliki, untuk itu
dari hati yang paling dalam, penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak dengan
harapan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan mendukung untuk
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada bapak dosen yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Pekanbaru, 10 Maret 2024

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam setiap kehidupan umat manusia di dunia ini segalanya memliki dasar hukum, baik
hukum yang bersumber dari Allah maupun sumber hukum yang dibuat oleh manusia berupa
hukum adat, hukum negara, dll. Hukum ini sebagai pedoman dan tumpuan dalam melakukan
dan mengambil tindakan sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan.
Ulama sependapat bahwa di dalam syariat Islam telah terdapat segala hukum yang
mengatur semua tindak-tanduk manusia, baik perkataan maupun perbuatan. Untuk memahami
hukum Islam yang telah disebutkan secara jelas tidak diperlukan ijtihad, tetapi cukup diambil
begitu saja dan diamalkan apa adanya, karena memang sudah jelas dan tegas disebut oleh
Allah. Adapun untuk mengetahui hukum islam dalam bentuk dalil diperlukan upaya yang
sungguh- sungguh oleh para mujtahid untuk menggali hukum yang terdapat di dalam nash
melalui pengkajian dan pemahaman yang mendalam. Dan ketetapan hukum yang telah
disebutkan di atas disebut fiqih. Dilihat dari bahasa, fiqih berasal dari kata faqaha yang berarti
memahami dan mengerti. Dalam peristilahan syar'i, ilmu fiqih yang dimaksudkan adalah
sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum syar'i amali yang penetapannya
diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalilnya yang terperinci dalam
nash.
Sebelum jauh membahas mengenai hukum Islam (fiqih) dan ruang lingkup
pembahasannya, ada baiknya kita mengetahui mengenai sejarah ilmu fiqih. Yang mana dalam
sejaranya terbagi menjadi dua periode, yaitu periode masa kemunduran dan periode masa
kebangkitan kembali.
Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan diulas beberapa sejarah hukum Islam pada
masa kemunduran dan pada masa kebangkitan kembali, penulis akan mencoba untuk
mengemukakan dua masa tersebut yang mana dalam bahasan ini akan diambil beberapa poin
penting, yaitu: Hukum Islam pada masa kemunduran, faktor-faktor yang menyebabkan
kemunduran, hukum Islam pada masa kebangkitan kembali, dan faktor yang menyebabkan
kebangkitan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Hukum Islam Pada Masa Kemunduran?
2. Apa Saja Yang Menjadi Faktor Kemunduran Islam?
3. Bagaimana Sejarah Hukum Islam Pada Masa Kebangkitan?
4 Apa Saja Yang Menjadi Faktor Kebangkitan Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah hukum Islam Pada Masa Kemunduran.
2. Mengetahui sejarah hukum Islam Pada Masa Kebangkitan.
3. Mengetahui faktor kemunduran Islam.
4. Mengetahui faktor kembangkitan Islam.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Islam
Islam adalah agama terakhir untuk menyempurnakan agama-agama yang dibawa para
Nabi terdahulu. Islam sejak awal diturunkan telah mengalami pertentangan hebat dari para
kaum Quraisy waktu itu. Banyak hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh nenek moyang
kaum Quraisy yang dianggap menyimpang oleh Islam. Hak manusia, kepercayaan, ekonomi,
muamalah, semuanya diterapkan dengan aturan baru sesuai dengan ajaran Islam. Seiring
dengan berlalunya waktu, lambat laun Islam menjadi mayoritas dan telah merubah tatanan
kehidupan masyarakat Mekkalı dan Madinah serta daerah lain waktu itu. Pada awal turunnya
sampai wafatnya Rasulullah semua hukum masih bersumber dari Allah (Al-Quran) dan
Rasulullah (Hadist). Segala permasalahan selalu dibawa kepada Rasulullah untuk diselesaikan.
Sepeninggalan Rasulullah mulai dirasakan oleh kaum muslimin, tempat untuk bertanya
segala permasalahan telah wafat, maka salah satu cara yang dilakukan adalah dibukanya pintu
ijtihad, dengan menjadikan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah (Hadis) sebagai landasan.
Adapun alasan mereka untuk memegangi ijtihad, yaitu:
1. Mereka mencontoh perbuatan Nabi, yaitu mempergunakan ijtihadnya apabila wahyu
Ilahi tidak turun kepadanya.
2. Percakapan yang pernah terjadi ketika Rasulullah mengutus Muaz bin Jabal menjadi qadi
negeri Yaman.
3. Apa yang mereka pahami dari penyebutan illat (alasan) pada hukum dalam nash Al-Quran
dan sunnah, bahwa tujuan dari penetapan hukum tersebut ialah untuk merealisasikan
kemaslahatan umat manusia. Dan manakala kemaslahatan menghendaki peraturan, umat
Islam wajib berusaha menyusun peraturan yang bisa merealisasikan kemaslahatan tersebut.
Atas dasar inilah, para mufti dari kalangan sahabat bersepakat untuk mengembalikan
persoalan kepada sumber perundang-undangan yang tiga ini dengan mengikuti urutan-
urutannya, sebagaimana yang sudah dicantumkan di atas.
Para sahabat ketika menerima Al-quran dan sunnah, mereka tunduk mengamalkannya
menurut teks ungkapan semata-mata, kecuali sahabat seperti Umar bin Khattab. Tercatat dalam
banyak hal ia sering mengusulkan pendapatnya kepada Khalifah Abu Bakar untuk dijadikan
sumber kebijakan, seperti upaya pengumpulan Al-quran dan sebagainya, begitu pula
pendapatnya hingga dibijaki sendiri melalui dewan musyawarah sahabat, atau kadang
menggunakan kekuasaan otoriternya dalam kapasitas beliau sebagai khalifah, seperti
kebijakannya mencabut hukum potong tangan pada musim krisis pangan, hukum harta
rampasan dari hukum perdata hak milik prajurit menjadi milik negara atau membebankan hak
bagi khalifah untuk menarik pajak di atasny. Sehingga di samping hukum zakat ada hukum
pajak, serta reinterpretasi hukum dalam pembagian zakat.
Pada pemerintahan Bani Ummayyah, pemikiran hukum Islam terus berkembang seiring
dengan banyaknya permasalahan yang dihadapi. Dan terjadi peningkatakan kreativitas fiqih,
hal ini disebabkan beberapa faktor, yaitu:
1. Menyebarnya para sahabat ke seluruh pelosok wilayah
2. Meluasnya periwayatan hadits
3. Para hamba sahaya mulai menggeluti fiqih dan ilmu syari’at
4. Munculnya beberapa aliran fiqih
Kondisi dan perkembangan hukum Islam berlanjut pada masa Daulah Bani Abbasiyah
waktu itu sedang berada di puncak kejayaannya, hal tersebut ditandai dengan, diantaranya:
1. Fiqih Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah sedang mencapai puncak kejayaan karna
adanya penghargaan dari khalifah.
2. Kebebasan berpendapat, perbedaan sosial budaya, adat istiadat melahirkan mazhab-mazhab
dalam hukum Islam.
3. Pemikiran-pemikiran mazhab dari periode inilah yang masih diikuti oleh umat Islam sampai
sekarang, contohnya mayoritas umat Islam di Indonesia adalah penganut mazhab Syafi'i
Pada pemerintahan Bani Abbasiyah, dibuat aturan-aturan ijtihad, disusunnya ushul fiqih
dan barulah hasil ijtihad itu menjadi sangat nyata karena dalam periode ini fiqih itu dibukukan.
Dalam periode ini pula para mujtahidin mulai memperluas hukum dan membuat macam-
macam masalah yang direka-reka dan muncul berbagai mazhab dan golongan-golongan serta
timbulnya perselisihan yang hebat dan luas.
Setelah mengalami periode kejayaan. Hukum Islam pada akhirnya mengalami masa
kemanduran yamg berlangsung dari abad 10/11 M sampai abad 19 M, yaitu pada akhir masa
pemerintahan Khalifah Abbasiyyah. Periode ini disebut taqlid karena para fuqaha’ pada zaman
ini tidak dapat membuat sesuatu yang baru untuk ditambahkan kepada kandungan mazhab
yang sudah ada seperti Mazhab Hanbali, dll. Adapun faktor penyebab taqlid, yaitu:
1. Pembukuan kitab mazhab
2. Fanatisme mazhab
3. Jabatan hakim
4. Ditutupnya pintu ijtihad
Setelah mengalami masa kegelaparı, akhirnya pada abad ke 19 atau ke 13 Hijriah, hukum
Islam mulai bangkit yaitu dimulai sejak abad ke 13 masehi, hal tersebut ditandai dengan
lahirnya beberapa tokoh pembaharu yang terus berkembang sampai sekarang.
B. Hukum Islam Pada Masa Kemunduran
Periode kemunduran ini memakan waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar sembilan
setengah abad. Periode ini dimulai dari pertengahan abad keempat hijriyah sampai kurang
lebih akhir abad ketiga belas hijriyah, yaitu waktu pemerintahan Turki Usmani memakai kitab
undang-undang yang dinamai Majalah Al-Ahkam Al-Adliyah. Dalam undang-undang tersebut,
materi-materi fiqih disusun dengan sistematis dalam satu kitab undang-undang hukum perdata.
Dan pada periode tersebut kota Baghdad jatuh ke tangan tentara Mongol.
Pada periode ini, pemerintah Bani Abbasiyah akibat berbagai konflik dan beberapa faktor
sosiologis dalam keadaan lemah, banyak daerah yang melepaskan diri dari kekuasaanya dan
mendirikan kerajaan-kerajaan sendiri, seperti kerajaan Bani Samani di Turkistan (874M-
999M), Bani Ikhsydi di Mesir (935M- 1055M), dan beberapa kerajaan kecil lainnya yang
antara satu dengan yang lain saling berebut pengaruh dan banyak terlibat dalam situasi konflik.
Pada umumnya, ulama yang berada di masa itu sudah lemah kemauannya untuk
mencapai tingkat mujtahid mutlak sebagaimana dilakukan oleh para pendahulu mereka pada
periode kejayaan seperti disebut di atas. Situasi kenegaraan yang berada dalam konflik, tegang
dan lain sebagainya itu ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang mengkaji
ajaran Islam langsung dari sumber aslinya, yaitu Al-Qur'an dan hadist. Mereka merasa puas
hanya dengan mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada, dan meningkatkan diri kepada
pendapat tersebut ke dalam mazhab-mazhab fiqihiyah. Sikap inilah yang kemudian
mengantarkan dunia Islam ke dalam taqlid, kaum Muslimin terperangkap ke dalam pikiran
yang jumud dan statis.
Pada periode ini umat Islam mengalami kemunduran di bidang politik, pemikiran,
mental, dan kemasyarakatan yang mengakibatkan pula kemunduran dalam bidang fiqih, di
antara faktornya, yaitu:
1. Timbulnya Taqlid
Pada era kondisi ini, perjalanan fiqih Islam sangat buruk sekali. Padahal periode ini
adalah fase terpanjang dalam sejarah fiqih Islam, mengalami kemunduran dan jumud. Jika
di zaman generasi pertama kita bisa melihat para fuqaha yang sibuk menggali fiqih,
mencari illat, dan berijtihad, maka pada periode ini para ulamanya sudah beralih profesi
menjadi taqlid buta, padahal mereka memiliki kemampuan untuk menempuh jalan
pendahulunya. Mereka tidak hanya melakukan taqlid mutlak, semangat untuk menulis
buku juga menurun sehingga hasil karya ilmiah para fuqaha juga sangat minim, dan hanya
terbatas pada apa yang sudah mereka temukan dalam kitab pendahulu lalu dihafal dan
dikaji, jauh dari ijtihad dan hanya membuat beberapa penjelasan singkat.
Kegiatan Ijtihad pada masa ini terbatas pada usaha pengembangan, pensyarahan dan
perincian kitab fiqih dari imam mujtahid yang ada (terdahulu), dan tidak muncul lagi
pendapat atau pemikiran baru
2. Kemunduran di Bidang Politik
Misalnya terpecahnya dunia Islam menjadi beberapa wilayah kecil yang masing-masing
keamiran hanya sibuk saling berebut kekuasaan, saling memfitnah, dan berperang sesama
muslim yang mengakibatkan ketidaktentraman masyarakat muslim. Kondisi yang
semacam ini pada gilirannya menyebabkan kurangnya perhatian terhadap ilmu dan
pemikiran tentang fiqih. Dan pada akhir kekuasaan Abbasiyah, khalifah dijadikan boneka,
daerah-daerah yang dikuasainya berdiri sendiri dan saling bermusuhan
3. Dengan dianutnya pendapat madzhab tanpa pikiran yang kritis serta dianggapnya sebagai
sesuatu yang mutlak benar
Hal ini menyebabkan orang tidak mau meneliti kembali pendapat-pendapat tersebut.
Orang merasa cukup mengikuti mazhab tersebut, bahkan mempertahankannya dan
membelanya tanpa mengembalikan kepada sumber pokok Al-Qur'an dan sunnah. Hal ini
diperkuat lagi oleh penerapan satu mazhab tertentu bagi suatu wilayah kekuasaan tertentu.
Misalnya: Pemerintahan Turki termasuk para hakimnya menganut dan membantu Mazhab
Hanafi. Kekuasaan di sebelah barat mengokohkan Madzhab Maliki dan di sebelah timur
Madzhab Syafi'i
4. Dengan banyaknya kitab-kitab fiqih
Para ulama dengan mudah bisa menemukan jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah
yang dihadapi. Hal ini sudah tentu bermanfaat, akan tetapi apabila membacanya tanpa
kritis dan tanpa membandingkan dengan pendapat madzhab-madzhab lain serta tanpa
memperhatikan kembali Al-Qur'an dan Sunnah, maka kini dapat mengakibatkan hilangnya
kepercayaan terhadap potensi yang besar yang ada pada dirinya. Tidak menghargai hasil
ijtihad ulama-ulama lain dan merasa pendapat sendiri yang mutlak benar dalam masalah-
masalah ijtihadiyah, sudah tentu akan mengarah kepada sikap yang tertutup dengan segala
akibatnya. Yang dikhawatirkan setelah munculnya kitab-kitab fiqih adalah disibukkanya
ulama dengan kegiatan yang berkutat pada kitab fiqih melalui upaya pembuatan ringkasan
(al-mukhtashar), penjelasan (syarh), dan penjelasan atas penjelasan (hasyiyah).
5. Berkembangnya tasawwuf
Dengan berkembagnya tasawuf yang begitu pesat, kerja ulama fiqih menjadi sangat
terbatas. Bersamaan dengan itu, muncullah masalah kesenjangan dalam fiqih, yaitu
bagaimana fiqih yang difahami secara tekstual dan kaku itu menjawab berbagai persoalan
yang terus berkembang. Ada beberapa faktor lain yang menyebabkan adanya jarak
(kesenjangan) antara fiqih secara teoretis dengan kenyataan sosial secara praktis, di
antaranya:
a) Kekaguman yang berlebihan dari para ulama terhadap para imam dan guru membuat
mereka membatasi kerja hanya untuk membela dan menyebarkan pemikiran-pemikiran
fiqih para imam dengan cara kodifikasi atau pengajaran. Pola kerja seperti ini otomatis
akan memunculkan fanatisme yang tinggi terhadap hasil pemikiran para imam.
b) Munculnya gerakan kodifikasi fiqih para imam. Para pengikut imam yang setia
menghimpun dan menuliskan pemikiran-pemikiran fiqih yang belum ditulis
sebelumnya.
c) Penggunaan madzhab tertentu dalam pengadilan. Pada zaman sahabat, tabi’in, dan para
imam madzhab, pelaksanaan pengadilan tidak menggunakan ketentuan madzhab
tertentu. Saat itu semua orang yang memenuhi syarat-syarat ijtihad boleh memutuskan
hukum suatu kasus, bahkan kemampuan berijtihad menjadi syarat utama bagi yang
hendak memangku jabatan hakim. Keadaan seperti itu menyebabkan para ulama dan
fuqaha Islam sudah merasa puas dengan usaha membuat ikhtisar karya-karya ulama
masa lalu.
6. Kerja Para ulama (keterpakuan tekstual) Para ulama pada periode ini betul-betul berada
dalam keterpakuan tekstual yang sangat mencekam, mereka juga berjasa dalam
menghimpun pemikiran-pemikiran fiqih para imam sebagai suatu kekayaan khazanah fiqih
Islam. Mereka menghimpun pemikiran-pemikiran fiqih, mentarjih berbagai riwayat,
mencari kekuatan hukumnya, kemudian merumuskan dasar-dasar pijakan dan kaidah-
kaidah ushuliyyah yang menjadi landasan ijtihad dan fatwa para imam. Jadi kerja para
ulama pada periode ini di antaranya:
(1) mentarjih berbagai pendapat para madzhab
(2) membela madzhab
(3) merumuskan dasar-dasar dan kaidah-kaidah ushul fiqih.

7. Jatuhnya Cordoba
Dengan jatuhnya Cordoba sebagai pusat kebudayaan Islam di barat tahun 1213 M dan
kemudian jatuhnya Baghdad sebagai pusat kebudayaan Islam di timur tahun 1258 M,
maka berhentilah denyut jantung kebudayaan Islam baik di barat maupun di timur.
Ditambah lagi dengan kehancuran masyarakat Islam masa itu. Ulama-ulama di bagian
timur berusaha mencoba untuk menyelamatkan masyarakat yang sudah hancur itu dengan
melarang berijtihad untuk menyeragamkan kehidupan sosial bagi semua rakyat, dengan
demikian diharapkan timbulnya ketertiban sosial. Rupanya usaha ini tidak hanya
tergantung kepada keseragaman kehidupan sosial tetapi juga kepada hasil kekuatan dan
kreativitas perorangan.
C. Hukum Islam Pada Masa Kebangkitan
Hukum Islam dalam perkembangannya mengalami kemajuan serta kelesuan. Setelah
berabad -abad lesu, pemikiran islam bangkit kembali. Ini terjadi pada bagian. kedua abad ke-
19. Kebangkitan kembali pemikiran Islam tersebut timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid
yang telah membawa kemunduran hukum Islam. Kemudian muncullah gerakan-gerakan baru
di antara gerakan-gerakan para ahli hukum yang menyarankan kembali kepada Al-Quran dan
sunnah. Gerakan ini dalam kepustakaan disebut dengan gerakan salaf (salafiyah) yang ingin
kembali pada kemurnian agarna islam di zaman salaf (permulaan), generasi awal dahulu.
Sebagai reaksi terhadap sikap taqlid diatas, sesungguhnya pada periode kemunduran itu sendiri
telah muncul beberapa ahli yang ingin tetap melakukan ijtihad. Meskipun pada periode tertentu
apa yang kita kenal dengan masa taqlid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi pada masa periode
tertentu pula (kebangkitan atau pembaruan), ijtihad mulai dibuka kembali. Karena tidak bisa
dipungkiri, ijtihad adalah suatu keharusan, untuk menanggapi tantangan kehidupan yang
semakin kompleks. Tidak semua hasil ijtihad merupakan pembaruan bagi ijtihad yang lama
sebab ada kalanya hasil ijtihad yang baru sama dengan hasil ijtihad yang lama. Bahkan
sekalipun berbeda hasil ijtihad baru tidak bisa mengubah status ijtihad yang lama. Hal itu
seiring dengan kaidah ijtihad yang tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad pula. Berdasarkan
pelaksanaan ijtihad bahwa sumber hukum Islam menuntun umat Islam untuk memahaminya.
Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah al- Qur'an, hadis, ijma dan
qiyas.

Selain itu, fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad ke-13 H merupakan suatu
wujud kesadaran dari kebangkitan hukum Islam. Bagi mayoritas pengamat, sejarah
kebangkitan dunia Islam pada umumnya dan hukum Islam khususnya, terjadi karena dampak
Barat. Mereka memandang Islam sebagai suatu massa yang semi mati yang menerima
pukulan-pukulan yang destruktif atau pengaruh-pengaruh yang formatif dari barat .Fase
kebangkitan kembali ini merupakan fase meluasnya pengaruh barat dalam dunia Islam akibat
kekalahan- kekalahan dalam lapangan politik yang kemudian diikuti dengan bentuk-bentuk
benturan keagamaan dan intelektual melalui berbagai saluran yang beraneka ragam tingkat
kelangsungan.

Di antara faktor yang menjadi penyebab bangkitnya kembali hukum Islam adalah:
1. Perhatian para Khalifah Abbasiyah terhadap fiqih dan fuqaha. Perhatian ini tampak pada
sikap mereka mendekati para fuqaha dan merujuk pendapat- pendapat mereka. Perhatian
khalifah terhadap fuqaha dan pemberian kebebasan yang cukup kepada mereka untuk
mengadakan kajian ilmiah telah mendorong semangat para fuqaha dalam menghasilkan
produk fiqih dan kajian ilmiah. Sehingga setiap fiqih berijtihad secara leluasa dan
memunculkan hasil ijtihadnya dalam masalah-masalah fiqih
2. Meluasnya negara Islam di negara yang keras ini terdapat beraneka ragam tradisi yang
berbeda-beda sehingga ijtihad pun menjadi berbeda-beda pula menyesuaikan perbedaan
adat dan tradisi. Disisi lain, umat Islam sangat antusias untuk mengetahui hukum syariat.
Mereka selalu merujuk dan meminta fatwa kepada para fuqaha dan para fuqaha menjawab
dan mengistinbathkan hukum-hukum permasalahan mereka.
3. Lahirnya mujtahid-mujtahid besar yang memiliki kemampuan fiqih yang mendalam. Guna
memenuhi kebutuhan sekaligus mengembangkan fiqih dalam kebutuhan umat Islam
maupun negara, mereka mendirikan madrasah-madrasah fiqih yang melibatkan para tokoh
fiqih
4. Kodifikasi Sunnah. Sunnah telah dibukukan dan diidentifikasi antara yang shahih dan dla'if.
Hal ini memudahkan fuqaha dan membantu mereka tanpa perlu susah payah. Sunnah
merupakan materi dan sumber kedua bagi fiqih.

Dari keempat sebab yang telah dijabarkan, dapat dideskripsikan bahwa pada zaman ini
para khalifah dan ulama sangat memperhatikan dalam bidang perkembangan ilmu khususnya
ilmu hukum islam (fiqih). Perkembangan hukum islam ini sebagai sarana yang digunakan para
khalifah dan ulama sebagai pengambilan keputusan terhadap suatu hal menurut hukum-hukum
yang telah dirumuskan sebagai rujukan dan pegangan untuk menghilangkan keluhan dan
kebimbangan di kalangan umat islam
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Periode kemunduran hukum islam memakan waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar
sembilan setengah abad. Periode ini dimulai dari pertengahan abad keempat hijriyah sampai
kurang lebih akhir abad ketiga belas hijriyah, yaitu waktu pemerintahan Turki Usmani.
Keruntuhan Baghdad menjadi awal mula runtuhnya keilmuan Islam termasuk fiqih. Beberapa
faktor yang menjadi runtuhnya fiqih antara lain, muncul dan berkembangnya taqlid di
kalangan fuqaha serta yang paling menjadi penyebab utama runtuhnya keilmuan Islam adalah
jatuhnya Cordoba dan Baghdad ke tangan tentara Mongol. Setelah mengalami masa
kemunduran, timbullah kebangkitan kembali sebagai reaksi terhadap sikap taqlid yang
membawa pada kemunduran selama beberapa abad, sehingga para pemikir Islam memulai
gerakan-gerakan baru sebagai usaha untuk membangkitkan Islam kembal.i Kebangkitan fiqih
ditantadi dengan munculnya para imam-imam fiqih seperti Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'I,
Imam Maliki, dan sebagainya. Termasuk meluasnya ajaran Islam ke penjuru dunia sebagai
tanda bangkitnya kembali fiqih dari keterpurukan sampai pula fiqih imam mazhab
berkembang pesat di negara Indonesia yang ditandai dengan terjemahan-terjemahan fiqih
yang berbahasa Indonesia.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi
dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua
DAFTAR PUSTAKA
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul fiqih, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal 1-
2, Ibid, hal 20, Ibid, hal 21
Jaih Mubarak, Sejarah dan perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja. Kosdakarya,
2000), hal 137
Rachmat Djatmika, dkk. 1986. Perkembangan limu figh di dunia Islam Jakarta Direktorat
Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI
Anika, Rahmat Dkk, Perkembangan Ilmu Fiqih Di Dunia Islam Jakarta: Dept. Agama RI.
1986

Anda mungkin juga menyukai