Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PEMBENTUKAN HUKUM ISLAM PADA MASA NABI dan

KHULAFAURRASYIDIN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqh sosial


Dosen pengampu : Tutik Nurul Janah, M.H.
Disusun Oleh:

1. Ahmad Muad :21.11. 00024


2. Muhammad Zainal Arifin :21.11.00090
3. Diana Isroinnafiah :21.11.00

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH PATI
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum memiliki arti seperangkat peraturan atau norma yang digunakan untuk
mengatur tingkah laku bermasyarakat yang tumbuh berkembang pada masyarakat
tersebut atau yang dibuat oleh pemerintah. Sedangkan Hukum Islam adalah
hukum yang bersumber dari Al-Quran, Hadist atau Sunnah Rosulullah dan Ijtihad
guna mengatur tingkah laku, perilaku dalam kehidupan bermasyarakat baik kaum
muslim maupun non muslim. Hukum Islam memiliki konsep dasar dan kerangka
yang tran-sedental (wahyu). Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain dan benda dalalm masyarakat, tetapi juga hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan
manusia dengan manusia yang lain dalam bermasyarakat, dan hubungan manusia
dengan benda serta alam sekitar.
Periode dalam perkembangan hukum islam terbagi dalalm beberapa tahap,
mulai dari masa pembentukan dan pertumbuhan, masa puncak pengembangan,
dan masa kemunduran. Makalah Sejarah Perkembangan Hukum Islam ini akan
membahas tentang perkembangan hukum islam pada masa Rosulullah saw dan
Khulafaur Rasyidin.

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 2


B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana perkembangan hukum islam pada masa Rosulullah


b. Bagaimana perkembangan hukum islam pada masa Khulafaur Rasyidin
 Abu Bakar as Siddiq
 Umar bin Khattab
 Usman bi Affan
 Ali Abi Talib

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 3


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam.

Para penulis sejarah telah membagi tahap-tahap perkembangan hukum islam.


Pembagian ke dalam tahap-tahap itu tergantung pada tujuan dan ukuran yang
mereka pergunakan dalam mengadakan pentahapan. Ada yang membaginya
kedalam lima, enam atau tujuh tahapan. Namun demikian pada umumnya mereka
membagi tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhan hukum islam islam itu ke
dalam lima masa :
1. Masa Nabi Muhammad SAW (610-632 M).
2. Masa Khulafa al-Rasyidin (632-662 M).
3. Masa Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuan (abad VII – X).
4. Masa Kelesuan Pemikiran (abad X-XIX M).
5. Masa Kebangkitan Kembali (abad XIX M – sekarang).

B. Masa Nabi Muhammad (610-632 m).

Periode pembentukan dan pertumbuhan hukum islam dimulai pada fase


tasyri’ (perundang-undangan hukum islam) di masa kenabian yang dimulai ketika
Allah mengutus Nabi Muhammad SAW membawa wahyu yang berupa Al-Qur‟an
saat beliau berada di gua Hiro pada hari Jum‟at tanggal 17 Ramadhan tahun 13
sebelum Hijriah (611 M). Tasyri’ pada masa Nabi disebut masa pembentukan
tasyri’, karena pada masa inilah terbentuknya hukum Islam. Beliau hijrah ke
madinah dan ayat-ayat ahkam pun turun beserta hadis-hadis yang berkenaan
dengannya.1

1
Abdul Majid Khon, Ikhtisar Tarikh Tasyri’: Sejarah Pembinaan Hukum Islam dari Masa ke
Masa (jakarta: Amzah, 2013), hal 42-43.

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 4


Periode ini merupakan pertumbuhan tasyri’ yang berlangsung selama 22
tahun 2 bulan 22 hari. Pada periode ini ada dua fase yaitu :
(1) Fase Rasulullah berada di Makkah (selama 12 tahun), fokus utama fase ini
adalah penyebaran dakwah ketauhidan dan berusaha memalingkan umat
manusia dari menyembah berhala.
(2) Fase Rasul berada di Madinah (selama 10 tahun), pada fase ini media-
media dakwah telah berjalan lancar dan Islam telah terbina menjadi umat
dan menjadi satu pemerintahan.
Sumber-sumber tasyri’ yang digunakan pada zaman Rasul ada tiga yaitu
Al-Qur‟an, Hadis dan Ijtihad. Apabila terjadi suatu peristiwa yang
menghendaki adanya hukum yang mungkin timbul karena adanya suatu
pertanyaan, perselisihan atau adanya permintaan kepada Rasul, maka Allah
mewahyukan kepada Rasul lewat wahyu-wahyu-Nya. Bila belum ada, maka
rasul melakukan ijtihad untuk menetapkan hukum. Kalaupun ijtihad yang
dilakukan Rasul salah, maka Allah akan mengingatkan atau
membenarkannya.
Pemegang wewenang tasyri’ adalah Nabi sendiri. Segala persoalan hukum
yang timbul diputuskan melalui wahyu dan ijtihad beliau, walaupun proses
awal melalui ijtihad sebagian sahabat.2 Pada masa ini, sahabat telah
melakukan ijtihad. Tetapi, ijtihad yang dilakukan sahabat hanya terbatas pada
waktu-waktu tertentu seperti karena sulitnya untuk diklarifikasi kepada Rasul
terlebih dahulu disebabkan jarak atau khawatir hilangnya kesempatan dan
waktu.
Yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah wahyu-wahyu Tuhan.
Diantara wahyu-wahyu itu terdapat ayat-ayat hukum. Menurut penelitian
Abdul Wahab Khallaf, Guru Besar Hukum Islam di Universitas Kairo, ayat-
ayat hukum mengenai soal-soal ibadah ada 140 ayat didalam Al-Qur‟an (ayat-
ayat ibadah ini berkenaan dengan sholat,zakat dan haji), sedangkan ayat Al-
2
Dasar umum dalam menetapkan hukum adalah beransur-ansur (al-tadrij fi al-tasyri’),
menyedikitkan undang-undang (taqlid al-takalif) dan memudahkan beban (‘adam al-haraj).
Majid Khon, Op.Cit., 43.

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 5


Qur‟an mengenai ilmu Mu‟amalah jumlahnya 228, kurang lebih 3% dari
jumlah seluruh ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur‟an. Klarifikasi 228 ayat
hukum yang terdapat dalam Al-Qur‟an itu menurut penelitian Prof Abdul
Wahab Khallaf adalah sebagai berikut :
1. Hukum Keluarga yang terdiri dari hukum perkawinan dan hukum
kewarisan sebanyak 70 ayat.
2. Hukum perdata lainnya, di antaranya hukum perjanjian (perikatan)
terdapat 70 ayat.
3. Mengenai hukum ekonomi keuangan termasuk hukum dagang terdiri
dari 10 ayat.
4. Hukum pidana terdiri dari 30 ayat.
5. Hukum tata negara terdiri dari 10 ayat.
6. Hukum internasionan terdapat 25 ayat.
7. Hukum acara dan peradilan terdapat 13 ayat.
Ayat-ayat tersebut pada umumnya berupa prinsip-prinsip saja yang harus
dikembangkan lebih lanjut, waktu Nabi masih hidup, tugas untuk mengembangan
dan menafsirkan ayat-ayat hukum ini terletak pada diri beliau sendiri melalui
ucapan dan perbuatan beliau yang disebut sunnah yang kini dapat dibaca dalam
kitab Al-Qur‟an sebagai norma dasar, Nabi Muhammad memecahkan setiap
masalah yang timbul pada masanya dengan sebaik-baiknya. Selain berdasarkan
wahyu, Nabi Muhammad dalam memutuskan sesuatu berdasarkan pendapat beliau
sendiri dengan sunnahnya.3

3
Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam 2002; Islam untuk
Disiplin Ilmu Hukum (hal 32-33).

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 6


C. MASA KHULAFAUR RASYIDIN (632 M – 662 M)

Masa pemerintahan khulafa al-rasidin sangat penting dilihat dari


perkembangan hukum islam karena dijadikan model atau contoh oleh generasi-
generasi berikutnya, terutama generasi ahli hukum islam di masa sekarang tentang
cara mereka menemukan dan menerapkan hukum islam pada waktu ini. Hukum
islam sahabat mulai dilakukan dengan ijtihad, karena setelah Rasulullah saw.
Wafat, kepemimpinan berpindah kepada Khulafa Al-Rasidin. Sebagai akibat
meluasnya wilayah islam, para sahabat menemukan berbagai peristiwa yang belum
pernah terjadi pada masa Rasul.
Di wilayah taklukannya, antara lain Syam, Irak, Mesir, Perisa dan lain-lain,
para sahabat menemukan berbagai peraturan yang belum mereka kenal, banyak
tradisi dan adat istiadat yang jauh bebeda dengan yang ada di Jazirah Arab, serta
peristiwa-peristiwa baru yang belum pernah dijumpai di Mekah atau Madinah,
yang kesemuanya memerlukan penyelesaian menurut hukum islam.
Untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi mereka menggunakan
ijtihad4, yakni berusaha sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap
kemampuan yang ada dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat
untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di
dalam Al-Quran dan Sunnah Rasululah. Pada umumnya para Khalifah dalam
memutuskan masalah tidak sendirian tetapi mereka bertanya terlebih dahulu
kepada sahabat lain. Sikap ini menunjukkan bahwa penafsiran terhadap Al-Quran
bukan hak prerogratif khalifah, selanjutnya keputusan diambil dari hasil consensus
yang lazim disebut dengan ijma‟.
Jika dilihat dari luasnya wilayah Islam, nampak bahwa consensus bukanlah
hasil kesepakatan umat Islam, tetapi kesepakatan beberapa pemuka Islam yang
dipandang mewakili keseluruhan. Konsensus yang menghasilkan pengangkatan
Abu Bakar sebagai khalifah adalah contohnya. Pada saat itu umat Islam
dihadapkan pada persoalan “siapa orang yang pantas untuk menggantikan Nabi

4
Khozin Siraj, Hukum Islam (yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1984), H.18.

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 7


Muhammad sebagai pemimpin umat dan kepala negara”. Keputusan akhirnya
diambil berdasarkan qiyas atas posisi Abu Bakar sebagai pengganti Nabi
mengimami salat ketika beliau tidak dapat mengimami salat karena sakit.
Kadangkala keputusan khalifah ditetapkan setelah melalui adu argumentasi.5
Di samping itu masih banyak ijtihad yang dilakukan para Khulafa Al-
Rasyidin, antara lain ketika para sahabat hendak membagi harta rampasan perang.
Pada saat itu terjadi perbedaan pendapat, apakah harta rampasan itu dibagi sama
rata antara orang Muhajirin dengan orang Anshar atau tidak. Umar berpendapat :
“kami tidak menyamakan antara orang-orang yang meninggalkan kampung
halaman dan harta mereka untuk hijrah mengikuti Rasulullah, dengan orang yang
masuk Islam karena terpaksa.” Sedangkan Abu Bakar berpendapat bahwa “mereka
masuk Islam bukan karena terpaksa tetapi karena Allah dan pahalanyapun urusan
Allah dunia hanyalah sarana saja”, kemudian berdasarkan ra‟yunya Abu Bakar
membagi harta rampasan sama antara orang Muhajirin dan Anshar. Kemudian
ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, ia membagi harta rampasan
berdasarkan jerih payah masing-masingorang dalam berjuang.6
Di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Umar tidak memberi bagian zakat
kepada muallaf. Berdasarkan surat Al-Taubah ayat 60, mereka berhak mendapat
bagian zakat. Akan tetapi Umar bin Khattab tidak memberikan bagian zakat
kepada mualaf. Pada hal pada masa Nabi Muhammad dan Abu Bakar memberi
sebagian zakat kepada muallaf. Terhadap muallaf Umar berkata : “sesungguhnya
Allah telah menguatkan hati Islam dan tidak membutuhkan kamu. Jika kamu
bertauba, silahkan, tetapi jika tidak, maka antara kami dan kamu adalah pedang. Di
sini Umar melihat bahwa pembagian zakat untuk muallaf pada masa lalu atas dasar
pertimbangan maslahat. Kini yang lebih maslahat adalah bila mereka tidak diberi
zakat.
Umtuk alasan yang sama Umar juga pernah memutuskan bahwa talak yang
dijatuhkan oleh suami tiga sekaligus berarti jatuh pada talak tiga, karena pada
5
Muhammad Zuhri, Hukum Islam Dalam Lintasa Sejarah (jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada,1996).
6
Ahmad Amin, Fajr al-islam (Mesir: Maktabah al-Nahdlah al-Misriyyah,1975)

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 8


waktu itu orang bermain-main dengan talak. Dan kasus-kasus yang sudah
dikemukakan nampak bahwa dalam mengambil keputusan Umar tidak hanya
berpedoman pada lahiriah nas, tetapi pada jiwa yang terkandung dalam nas wahyu.
Usman bin affan pada waktu menjadi khalifah juga melakukan
pembukuan/penulisan Al-Quran dengan satu huruf (satu versi Al-Quran),
membuang mushaf versi lain merupakan ijtihad Usman menghadapi keaneka
ragaman bacaan Al-Quran yang mengarah pada keragaman pemahaman terhadap
Islam. Hal ini memungkinkan menimbulkan pertentangan di antara umat Islam dan
ijtihad hubungan suami-istri. “Kami tidak akan meninggalkan al-Quran hanya
karena pernyataan seorang saja”, kata Ali. Dari sini nampak bahwa Ali telah
sampai pada penggunaan qiyas, sebab dalam al-Quran tidak ada ketentuan tentang
masalah ini, yang ada hanyalah wanita yang ditalak oleh suaminya sebelum
melakukan hubungan suami-istri. Dan rupanya Ali mengqiyaskan wanita yang
ditinggal mati oleh suaminya sebelum melakukan hubungan tadi dengan wanita
yang ditalak dalam keadaan yang sama.
Adapun para sahabat Nabi yang ahli di bidang hukum di Madinah antara lain
antara lain adalah : Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan,
Ali bin Abi Talib, Zaid bin Sabit, Ubay bin Ka‟b, Abdullah bin Umar, Aisyah.
Sedangkan Abdullah bin Malik dan Abu Musa Al-Asy‟ari di Basrah ; Mu‟az bin
Jabal‟Ubadah bin Samitdi Syam ; dan Abdullah bin Amrbin Ash di Mesir.

Adapun para sahabat Nabi yang ahli di bidang hukum di Madinah antara lain
antara lain adalah : Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan,
Ali bin Abi Talib, Zaid bin Sabit, Ubay bin Ka‟b, Abdullah bin Umar, Aisyah.
Sedangkan Abdullah bin Malik dan Abu Musa Al-Asy‟ari di Basrah ; Mu‟az bin
Jabal‟Ubadah bin Samitdi Syam ; dan Abdullah bin Amrbin Ash di Mesir. Inipun
disetujui oleh para sahabat.7 Dengan adanya mushaf yang seragam bagi umat
Islam diharapkan adanya keseragaman dalam membaca dan memahami ayat Al-
Quran sehingga tidak menimbulkan perpecahan dan konflik di antara umat Islam

7
Ibid. H.44

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 9


sendiri. Hl ini jelas tidak diragukan oleh Usman bin Affan. Oleh karena itu dengan
ijtihadnya beliau penulisan mushaf yang dikenal dengan mushaf Usmani
sebagaimana yang kita baca sekarang.
Pada zaman kekhalifahan Ali bin Abi Thalib tidak banyak mengembangkan
hukum islam yang baru dan keadaan negara tidak stabil. Pada masa ini puls timbul
bibit perpecahan yang mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok,
diantaranya yaitu kelompok Ahlusunnah Wal Jama‟ah dan Syi‟ah. Terdapat
perbedaan pendapat diantara para sahabat tentang wanita yang ditinggal mati oleh
suaminya sebelum melakukan hubungan suami istri. Menurut Ibnu Mas‟ud wanita
itu berhak mengambil maskawin seperti biasa dari harta peninggalan suaminya
seperti terjadi pada Barwa‟ binti Wasyik al-Aslamiyah di zaman Rasulullah.
Namun Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa, ketentuan seperti itu merugikan
satu pihak. Sehingga wanita itu tidak berhak mengambil maskawin dari harta
peninggalan suaminya sebelum terjadi

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 10


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai Rasul ketika Rasul berusia 40


tahun lebih tepatnya pada Hari Jum‟at tanggal 17 Ramadhan sebelun Hijriah (611
M) di Gua Hiro Nabi menerima wahyu pertama kali yaitu Surah Al-„alaq 1-5.
Dakwah pertama beliau adalah kepada keluarga dan temannya.Sejarah hukum
islam pada masa Rasulullah di bagi menjadi 2 fase yaitu : (1) fase Rasulullah
berada di Makkah, (2) fase Rasulullah berada di Madinah. Sumber-sumber hukum
islam pada masa Rasulullah menggunakan tiga sumber yaitu Al-Qur‟an, Hadis dan
Ijtihad.
Sepeninggalnya Rasulullah saw kepemimpinan umat islam dipimpin oleh
Khulafaur Rasyidin. Semakin berkembangnya wilayah islam. Sehingga
memungkinkan munculnya permasalahan baru yang mana pada jaman Rasul
belum ada dan harus diselesaikan dengan hukum islam. Maka pada umunya
Khulafaur Rasyidin melakukan ijtihad dan dalam memutuskan masalah tersebut
mereka tidak sendirian namun mereka akan mendiskusikannya dengan sahabat
yang lain. Sikap ini menunjukan bahwa penafsiran terhadap al-Quran bukan hanya
prerogratif khalifah, selanjutnya keputusan diambil melalui vote atau disebut ijma.

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 11


DAFTAR PUSTAKA

Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum, (Jakarta: Departemen Agama RI, Agustus
2002).

Warkum Sumitro, Legislasi Hukum Islam Transformatif, (Malang: Setara


Press 2015).

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 12


Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafurasyidin Page 13

Anda mungkin juga menyukai