Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU USHUL FIQH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh

Dosen Pengampu : Muhammad Rifai Lubis, Lc., MA

Disusun Oleh:

Arya Wira Setiawan 2211101001


Almada Norrahmi 2211101177

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunianya sehingga
makalah dengan judul “Sejarah Perkembangan Ilmu Ushul Fiqh” dapat selesai.
Solawat beserta salam semoga selalu senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW, sebagai suri tauladan kita.

Makalah ini di buat dengan tujuan memenuhi tugas Ushul Fiqh dosen
pengampuh Bapak Muhammad Rifai Lubis Lc., MA. Selain itu, penyusunun makalah
ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca, mengenai tentang Fiqih Shalat.
Penulis menyampaikan banyak menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak
Muhammad Rifai Lubis, Lc., MA selaku pengampuh mata kuliahUshul Fiqh. Berkat
tugas yang diberikan dengan topik yang diberikan. penulis juga mengucapkan banyak
terimakasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses
penyusun makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini,


masih banyak melakukan kesalahan . Oleh karena itu penulis memohon maaf atas
kesalahan dan ketidak sempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah ini.

Samarinda, 23 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ushul fiqh adalah ilmu tentang berbagai kaidah dan bahasa yang menjadi
sarana untuk mengesahkan peraturan perundang-undangan. Hukum Syariah tentang
Perilaku Manusia tentang argumennya yang terperinci. Ilmu ushul fiqh dan ilmu fiqh
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ilmu ushul fiqh bisa diibaratkan
seperti pabrik yang mengolah data dan menghasilkan produk, maka ilmu fiqh.1

Secara historis, fiqh merupakan produk ijtihad yang dahulu dikenal dan
dicatat, berbeda dengan ushul fiqh. Tapi kalau produknya sudah ada, maka mustahil
tidak ada pabriknya. Tanpa ilmu ushulfiqh maka ilmu fiqh tidak akan ada. Oleh
karena itu, artikel ini membahas tentang sejarah perkembangan dan mazhab
yurisprudensi Usul. Dengan demikian kita dapat memahami bagaimana dan kapan
ushul fiqh muncul. Kajian ini mengkaji tentang sejarah perkembangan Ushur Syariah,
mazhab Ushur Syariah, dan karya ilmiah di bidang Ushur Syariah.

Aturan yang diajukan syariah secara umum terbagi menjadi dua kategori,
yaitu aturan dengan persetujuan ulama (muttafaqun alaih) dan aturan tanpa
persetujuan ulama (mukhtalafun alaih). Aturan yang disepakati para ulama adalah
ijma dan qiyas, dan aturan yang tidak disepakati antara lain istihsan, maslahah al-
murlahah, 'urf, syar'u man qablana, istishab, qaul sahabi, dan lain-lain. Aturan yang
disepakati di sini merujuk pada aturan yang telah diterima dan digunakan oleh para
mujtahid berbagai mazhab, sedangkan aturan yang tidak disepakati mengacu pada
aturan yang hanya diakui oleh sebagian mujtahid dan digunakan dalam kegiatan
mandiri mereka. Sedangkan mujtahid lainnya menolak karena dianggap salah.

B. Rumusan Masalah
1 Irwansyah Saputra, Jurnal Syariah Hukum Islam:Perkembangan Ushul Fiqh, Vol. 1, No.
1,Maret 2018, hlm. 39.

1
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ilmu Ushul Fiqh?
2. Bagaimana Perkembangan Ilmu Ushul Fiqih dari Masa ke Masa?
3. Apa saja Aliran yang terdapat di dalam Ilmu Ushul Fiqh?
4. Siapa saja Tokoh-tokoh dalam Aliran Ushul Fiqh?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Sejarah Perkembangan Ilmu Ushul Fiqh dari Masa ke Masa
2. Mengetahui Aliran yang Terdapat di dalam Ilmu Ushul Fiqh
3. Mengetahui Tokoh-tokoh dalam Aliran Ushul Fiqh beserta Kitab-kitabnya.

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Sejarah Ushul Fiqih
Abdul Wahhab Khallaf membagi perkembangan sejarah fikih Islam atau
alTārikh al-Tasyrī’ menjadi empat periode, yaitu periode Rasul, sahabat, tadwīn,
dan taqlīd.2
1. Periode Rasul
Ash-Shiddiqiey mengatakan bahwa pada hakikatnya pertumbuhan dan
Perkembangan fiqih Islam terjadi pada masa Nabi. Itu karena dia sendirian
Siapa yang berwenang membuat undang-undang berdasarkan
wahyu.Implementasinya tidak berhenti sampai wafatnya Nabi. 7 Pada saat
itulah hukum syariah dimulaiTumbuh dan membentuk dirinya untuk
menjelma menjadi ranah perwujudan. sumber dasar Ini adalah Alquran.
Sunnah Nabi menjelaskan, meneguhkan dan Cahaya wahyu ilahi datang.
Dengan demikian, Sunnah pun menjadi Asal usul hukum pada masa itu
mempunyai implikasi terhadap segala perbuatan Nabi Muhammad SAW.
semua Hukum dan keputusan hukum didasarkan pada nabi. meskipun
kamu belum setua itu Meskipun masa ini mempunyai sejarah yang
panjang, namun meninggalkan jejak dan kesan serta mempunyai pengaruh
penting terhadap perkembangan hukum Islam bahkan seluruh masa Quli.
Landasan umum dan universal dalam penyelesaian masalah hukum dan
peristiwa tanpa kata-kata.3
Periode Rasul ini dapat pula dipahami dalam dua periode yang masing-
masing mempunyai corak tersendiri. Yaitu periode Makkah dan Periode
Madinah
2. Periode Mekah

2 Abdul Wahhab Khallaf, Khulashah Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, (Kuwait: Dar al-Qalam,
1971), halaman 8

3 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang: PT Pustaka
RizkiPutra,1999), halaman 31

3
Masa Mekkah, masa dimana para Rasul tinggal dan menetap di
Mekkah, Sudah dua belas tahun beberapa bulan sejak dia diangkat
menjadi nabi Hingga ia pindah ke Madinah. Selama periode ini, jumlah
umat Islam masih sedikit dan jarang. Masih lemah dan belum mampu
membentuk sikap posesif Kedaulatan, kekuatan besar. Nabi telah
menuangkan Tauhid ke dalam jiwa Semua orang di masyarakat Arab
menjauhinya Keegoisan terhadap berhala. Selain itu, Yang Mulia juga
mengurusnya Mereka sendiri terlindungi dari segala macam campur
tangan masyarakat. Tidak banyak yang terjadi saat ini Nabi dianjurkan
untuk memberikan undang-undang atau undang-undang. Karena itu Tidak
ada ayat sah dalam surat Makkiyah, seperti surat Yunus, Ar Ra'du, Ya
Dosa dan Alverquin. Kebanyakan ayat Makkiyah berbicara tentang aqidah
Iman, Moralitas dan Sejarah.4
3. Periode Madinah
Periode Madinah dimulai dengan hijrahnya Nabi ke Madinah, dan Dia
tinggal di Madinah selama sepuluh tahun sampai kematiannya. Pada
periode inilah masyarakat Islam berkembang pesat dan pengikutnya terus
bermunculan. Terus meningkat. Sejak saat itu, Nabi mendirikan
masyarakat Islam kedaulatan. Oleh karena itu, perlu adanya rumusan
peraturan perundang-undangan syariah memediasi hubungan antar
anggota masyarakat dan hubungan mereka dengan orang lain, baik di
masa damai atau Di masa perang.5
Dalam hubungan ini, disyari’atkan hukum-hukum perkawinan, thalaq,
wasiat, jual beli, sewa, hutang-piutang, dan sermua transaksi. Demikian
juga yang berhubungan dengan pemeliharaan keamanan dalam

4 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, halaman 33

5 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, halaman 34

4
masyarakat, dengan adanya hukum kriminil dan lain sebagainya individu
dan sebagai masyarakat dalam hubungannya dengan masyarakat yang
lebih luas, antara seantero manusia di dunia. Karena itulah surat-surat
Madaniyah, seperti Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa’, Al-Maidah,
Al-Anfal, At-Taubah, An-Nur, Al-Ahzab, banyak mengandung ayat-ayat
hukum di samping mengandung ayat-ayat aqidah, akhlak, sejarah dan lain-
lain.6
4. Periode Sahabat
Periode kedua berkembang ketika Nabi Muhammad wafat. DanSistem
ini berakhir ketika Muawiyah bin Abi Sufyan menjadi Khalifah pada
tahun 41 H. Pada masa ini hiduplah para sahabat Nabi yang termasyhur
yang mengibarkan bendera dakwah Islam. Pada saat ini, Islam telah
menyebar, mengakibatkan Masalah menimbulkan masalah baru. Jadi Oleh
karena itu, tidak heran bagi teman-teman yang berprofesi hukum pada
periode ini. Hal ini ditandai dengan tafsir sahabat dan ijtihad pada kasus
ketidaksesuaian Ada sebuah teks, selain itu, akan ada hal-hal buruk yang
terjadi, yaitu kontradiksi dan perpecahan yang tajam dalam masyarakat
Islam.7
Sahabat-sahabat besar dalam periode ini menafsirkan nash-nash
hukum dari alQur’an maupun hadist, uang kemudian menjadi pegangan
untuk menafsirkan dan menjelaskan nash-nash selain itu parasahabat
memberi fatwa- fatwa dalam berbagai masalah terhadap kejadian-kejadian
yang tidak ada nash yang jelas mengenai masalahitu, yang kemudian
menjadi dasar ijtihad.
5. Periode Tadwin
Segera setelah jatuhnya Dinasti Bani Umayyah, pemerintahan Islam
digantikan dengan yang baru. Dinasti Abbasiyah. Masa Abbasiyah dikenal

6 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, h.34


7 Syarifuddin, Amair, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), halaman 240

5
juga dengan masa Mujahidin Pembukuan ilmu fiqih, sebagaimana ilmu
fiqih dibekukan dan disempurnakan pada masa ini. Masa Abbasiyah, dari
pertengahan abad ke-2 M sampai Pada pertengahan abad ke-4, muncul
upaya pencatatan sunnah, fatwa sahabat dan tabin di bidang syariah, tafsir,
dan ussur. Pada masa inilah lahir hukum Islam dan tokoh-tokoh hukum
Islam.
Masa ini disebut Masa Keemasan Islam yang ditandai dengan
berkembangannya ilmu pengetahuan yang pengaruhnya dapat dirasakan
hingga sekarang. Pada masa ini muncul pula mazhab-mazhab fikih yang
banyak mempengaruhi perkembangan hukum Islam. Diantaranya : Imam
Malik, Abu Hanifah, Imam Syaf’i, Ahmad Bin Hambal.
6. Periode Taqlid
Sejak akhir pemerintahan Abbasiah, tampaknya kemunduran berijtihad
sehingga sikap taklid berangsur-angsur tumbuh merata di kalangan umat
Islam. Yang di maksud dengan masa taklid adalah masa ketika semangat
(himmah) para ulama untuk melakukan ijtihad mutlak mulai melemah dan
mereka kembali kepada dasar tasyri’ yang asasi dalam peng-istinbath-an
hukum dari nash Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Secara umum, sikap taklid disebabkan oleh keterbelangguan akal
pikiran sebagai akibat hilangnya kebebasan berfikir. Sikap taklid
disebabkan pula oleh adanya para ulama saat itu yang kehilangan
kepercayaan diri untuk berijtihad secara mandiri. Mereka menganggap
para pendiri mazhab lebih cerdas ketimbang dirinya. Sikap taklid juga
disebabkan oleh banyaknya kitab fikih dan berkembangnya sikap
berlebihan dalam melakukan kitab-kitab fikih. Hilangnya kecerdasan
individu dan merajalelanya hidup materialistik turut mempertajam
munculnya sikap taklid.8
B. Aliran Dalam Ushul Fiqh
8 Manna al-Qotahn, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamiy, halaman 323

6
Dua aliran yang terjadi dalam pembentukan ilmu Uṣūl Fiqh akhirnya dapat
mempengaruhi pembahasan-pembahasan uṣūl fiqh pada generasi sesudahnya,
sehingga dapat menciptakan sisi kecenderungan, tipologi, karakter, dan aliran
dalam Uṣūl Fiqh. Pemikiran Abu Yusuf kemudian membentuk aliran rasionalisme
Hanafiyah. Sementara pemikiran-pemikiran Imam as-Shāfi‟i melahirkan aliran
ortodoks atau tradisional, yang kemudian populer dengan sebutan aliran kalam.
Pada generasi berikutnya muncul kecenderungan baru dalam pembahasan Uṣūl
Fiqh, yaitu kombinasi antara dua aliran yang kemudian populer dengan Ṭarīq al-
Jam‟ān atau aliran konvergensi. Sehingga dalam pasca pembentukan ilmu Uṣūl
Fiqh terjadi karakteristik dalam aliran yang muncul antara lain:
1. Ushul Fiqh Shafi’iyah
Kelompok ini pembahasannya selalu mengikuti metode yang
digunakan oleh ahli kalam. Sehingga dinamakan”metode ulama kalam”
peletak dasar metode ilmiah ini adalah Shāfi’i. Dalam perkembangan
selanjutnya menjadi model bagi fuqahā Shāfi‟iyah, Mālikiyah, Shi‟ah
Imāmiyah, Zāidiyah dan juga dari ulama kalam mu’tazilah dan
Asy’ariyah. Aliran ini memakai akal pikiran dan argumen rasional dalam
menetapkan kaidah-kaidah. Akibatnya produk pemikirannya sering
berbeda dengan seniornya dan bahkan mereka juga tidak menghiraukan.
apakah kaidah tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku dalam
masyarakat (furū’) atau tidak. Prinsipnya selama kaidah-kaidah itu
rasional dan logis dapat diterima dan dipegangi sebagai kebenaran.
Sebaliknya. Jika bertentantangan dengan prinsip-prinsip logika maka di
buang sekalipun telah mengakar dan berkembang dalam mazhabnya.
Kitab Ar-Risalah karya Shafi’i sebagai model aliran ini. Kitab-kitab
yang mengikuti pola-pola ini antara lain: AL-Mu’tamad karya Abu Al-
Husain Muhammad Ibn Aly Al-Basri Al-Mu’tasily. Al-Burhan karya Abu

7
Al-Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Umar Al-Razy. Dan
Masih banyak yang lainnya.
2. Ushul Fiqh hanafiyah
Pola ini disebut “Hanāfiyah” karena mayoritas digunakan oleh ulama
Hanāfiyah. Dalam membahas persoalan-persoalan uṣūl sangat
memperhatikan (furū) hukum yang berkembang dalam masyarakat.
Rumusan kaidah uṣūl diambil dan terikat pendapat fikih
imamnya. Sehingga ada kesan uṣūl Hanāfiah identik dengan pembahasan
fikih. Hal ini menurut Sulaiman dapat dilacak dari beberapa aspek.
Aspek sumber, penulis mazhab ini sangat tergantung pada fatwa-fatwa
dan metode istinbāṭ pendahulunya. Aspek susunan, penyusunan uṣūl
madzab ini selalu dihubungkan dengan kitab-kitab fikih. Aspek
kandungan kaidah uṣūlnya selalu disertai dengan pembahasan fikih.
Dinamika ruang dan waktu, menyebabkan kitab uṣūl dengan karakter
salah satu mazhab Mutakalimīn atau Hanāfiyah mulai ditinggalkan.
Mereka mengelaborasi kedua aliran tersebut sehingga kecenderungan
mereka menggunakan kedua aliran tersebut. Metode gabungan tersebut
dapat dilihat, misalnya dalam kitab Badi al-Nizam karya Mudafaruddin
Ahmad ibn Aly al-Sa‟ati al-Bagdādī al-Hanāfy, Tanqīh al-Uṣul karya
Sadrasi syari‟ah Abdullah ibn Mas‟ud al-Bukhary. Tauduh oleh Sarasy
Syari‟ah, Jamī‟ al-Jawāmi‟ karya Tajuddin Abdul al-Awahab al-Subhi
alShāfi‟i al-Wahīd yang terkenal dengan kamaluddin ibn al-Humman al-
Hanwi, dan lain-lain.

C. Tokoh Ushul Fiqh

Madzhab adalah kumpulan pandangan (al-Arā’) dan penelaahan (nazhariyāt)


yang dilakukan oleh para imam mujtahid dengan ikatan metodologi dan nalar berpikir
yang sama dan membentuk satu kesehubungan yang terstruktur dan terorganisir. Ia

8
juga disebut pandangan imam mujtahid yang diikuti dalam berbagai masalah
ataupunikhtilaf dengan tujuan menyatukan pandangan-pandangan tersebut. Setiap
madzhab memiliki seseorang pelopor yang menjadi tokoh dalam madzhab tersebut,
Berikut tokoh-tokoh yang mempelopori madzhab dalam Ushul Fiqh.
1. Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (80 H-150 H)
Nama lengkapnya adalah an-Nu’man bin Tsabit bin Zutha bin
Mahmuli Taymillah bin Tsa’labah. Hidup di Baghdad pada masa
kekhalifahan Abdullah bin Marwan dan meninggal pada masa khalifah
Abu Ja’far alMansur pada tahun 105 H, ia dikenal sebagai ulama ahl ra’yi.
Meskipun beliau pernah bermukim di Mekkah dan mempelajari hadis-
hadis Nabi, serta ilmu-ilmu lain dari para tokoh yang beliau jumpai, akan
tetapi pengalaman yang beliau peroleh digunakan untuk memperkaya
koleksi hadis-hadisnya sehingga metodologi kajian fiqhnya
mencerminkan aliran Ahli Ra’yi yang beliau pelajari dari Imam Hammad,
dengan Alquran dan hadis/sunnah sebagai sumber pertama dan kedua.
Apabila beliau tidak menemukan ketentuan yang tegas tentang hukum
persoalan yang dikajinya dalam Alquran dan hadis/sunnah, maka beliau
mempelajarinya dari perkataan sahabat baik dalam bentuk ijma’ maupun
fatwa. Kalau ketiganya tidak menyatakan secara eksplisit tentang
persoalan-persoalan tersebut, maka beliau mengkajinya melalui qiyas
dan istihsan, atau melihat tradisitradisi yang berkembang dalam
masyarakat yang dipegang oleh mereka (‘urf).
2. Imam Malik bin Anas (93 H-179 H)
Nama lengkapnya Imam Malik adalah Abu Abdillah Malik bin Anas
As Syabahi Al Arabi bin Malik bin Abu ‘Amir bin Harits. Imam Malik
terdidik di kota Madinah pada masa pemerintahan Khalifah Sulaiman
bin Abdul Malik dari Bani Umayah. Dikenal sebagai ahl Hadis, karena
lingkungannya yang sangat mendukung untuk itu – kota Madinah, juga
tetap terpengaruh dengan penggunaan rasio dalam berijthad. Hal ini

9
dibuktkan dengan penggunaan ‘amal ahli Madinah (praktek masyarakat
Madinah), fatwa sahabat, Qiyas, Al-maslahah mursalah, Syad al-Zariah,
al-‘Urf (adat istadat) dalam pengambilan hukum Islam. Imam Malik pun
juga sepert mazhab lain menjadikan Al-Qur’an dan hadis/sunnah
sebagai sumber utama dalam hukum Islam. Dengan demikian,
pendekatan Imam Abu Hanifah adalah rasional (ra’yi) melalui Alquran,
hadis/sunnah, ijma’, Qiyas, amal ahli Madinah, al-Mashlahah al-Mursalah,
Syad al-Zariah, al-Urf.
3. Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150 H-204 H)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin
Utsman bin alSaib bin Abdu-Yazid bin Hasim. Ia merupakan seorang
muntaqil ras Arab asli dari keturunan Quraiys dan berjumpa nasab
dengan Rasullulah pada Abdu Al-Manaf dengan sumber ijtihad Al-
Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, Perkataan Sahabat, Qias, Istishab. Imam
Muhammad bin Idris al-Syafi’i dikenal dengan qoul qodim dan qoul jadid yang
seolah membuktikan bahwa suatu pemikiran tidak akan lahir dari ruang
hampa. Ia akan muncul sebagai refleksi dari seting sosial yang
melingkupinya. Sedemikian besar pengaruh kondisi sosial terhadap
pemikiran, sehingga wajar jika dikatakan bahwa pendapat atau
pemikiran seseorang merupakan buah dari zamannya. Dalam sejarah
Imam Syafi’i menyerap pelbagai karakteristik (aliran) fiqh yang berbeda-
beda dari berbagai kawasan, Mekkah, Yaman, Irak dan Mesir.
Penyerapan tersebut pada akhirnya memengaruhi alur pemikiran dan
penerapan produk hukum yang dihasilkannya.
4. Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (164 H-241 H)
Nama lengkapnya Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad ibn Hanbal
ibn Hilal ibn Asad al Syaibaniy al-Bagdady. Sosoknya dalam sejarah
perkembangan fikih Islam menempati tempat tersendiri dikarenakan
penempatan posisinya dalam pembidangan ilmu; Apakah dia muhaddis
saja, atau juga seorang faqih. Pengaruh besarnya tersebut berdampak

10
pada studi fiqh yang dilakukannya, maupun usul fiqhnya sehingga
mazhabnya dijuluki dengan mazhab fiqh al-sunnah. Selain itu,
kebijakannya melarang pencatatan fatwa-fatwanya mengakibatkan
kurang berkembangya mazhab fiqhnya.
Pendekatan ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal adalah Alquran dan
Hadis/Sunnah (marfu'ah), fatwa sahabat yang tidak ada perselisihan di
antara mereka, fatwa sahabat yang diperselisihkan di antara mereka,
Hadis/Sunnah Mursal dan Hadis/Sunnah dha'if, dan Qiyas.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

11
Ilmu ushul fiqh dilihat dari sejarah dan perkembangannya, maka dapat dibagi
secara umum menjadi dua; yakni ushul fiqh sebelum pembukuan dan pembukuan
ushul fiqh. Ushul fiqh sebelum pembukuan dimulai dari masa Rasulullah SAW
dilanjutkan generasi Sahabat, generasi Tabi’in, generasi imam mujtahid sebelum
Imam Syafi’i.
Pada Masa Rasululah SAW sendiri ushul fiqh sudah terbukti dengan peristiwa
yang dialami oleh dua sahabat sedang bepergian lalu tiba waktu shalat, lalu mereka
hendak mengerjakan shalat akan tetapi tidak ada air. Keduanya lalu bertayammum
dengan debu yang suci dan melaksanakan shalat. Kemudian mereka menemukan
air pada waktu shalat belum habis. Salah satu mengulang shalat sedangkan yang
lain tidak. Keduanya lalu mendatangi Rasulullah saw. dan menceritakan kejadian
tersebut. Kepada yang tidak mengulang, Rasulullah bersabda: “Engkau telah
memenuhi sunnah dan shalatmu mencukupi.” Kepada orang yang berwudlu dan
mengulang shalatnya, Rasulullah saw. menyatakan: “Bagimu dua pahala.”
Pada era sahabat masih belum menjadi bahan kajian ilmiah. Sahabat memang
sering berbeda pandangan dan berargumentasi untuk mengkaji persoalan hukum.
Akan tetapi, dialog semacam itu belum mengarah kepada pembentukan sebuah
bidang kajian khusus tentang metodologi. Pertukaran pikiran yang dilakukan
sahabat lebih bersifat praktis untuk menjawab permasalahan. Pembahasan hukum
yang dilakukan sahabat masih terbatas kepada pemberian fatwa atas pertanyaan
atau permasalahan yang muncul, belum sampai kepada perluasan kajian hukum
Islam kepada masalah metodologi.

B. Saran
Demikianlah makalah tentang SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU USHUL
FIQH yang telah kami paparkan. Kami menyadari makalah jauh dari sempurna
maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk
perbaikan makalah ini. Harapan pemakalah, semoga makalah ini dapat memberi
pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khudlary, Muhammad, Tarikh Tasyri’ al-Islamy, Surabaya: Dar Ihya’ al-Kutub


al-‘Arabiyyah, tt.

13
Alwani, Thaha Jabir, Source Methodology in Islamic Jurisprudence, Virginia: IIIT,
1994.

Anhari, Masykur, Ushul Fiqh, Surabaya: Diantama, 2008.

Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah, 2011.

Dahlan, Abd. Rahman, Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah, 2011.

Effendi, Satria dan M. Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2005.

Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos, 1996.

Karim, A. Syafi’i, Fiqh Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Ma’ruf Al-Dawalibi, Muhammad, Al-Madkhal ila ilm al-ushul al-Fiqh, Damaskus:


Universitas Damaskus, Cet. II, 1959.

Ma’shum Zein, Muhammad , Ilmu Ushul Fiqh, Jombang: Darul Hikmah, 2008.

Sa‘id al-Khin, Muhammad, Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawaid al-Ushuliyyah fi Ikhtialaf


al-Fuqaha, Beirut: Muassassah al-Risalah, 1994.

14

Anda mungkin juga menyukai