Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH DAN USHUL FIQIH

(Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kelompok dari)

Mata Kuliah : Ushul Fiqih

Dosen Pengampu : Aminuddin Lubis, MA

DISUSUN OLEH

MUHAMMAD SYAFIQ AIDRI 0204212050

JULEHA 0204212164

SAFFANA ZHAFIRAH ABAS 0204212059

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI’AH & HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT , karena berkat rahmat-
Nya kami bisa menyelesaikan tugas Makalah mata kuliah Ushul Fiqih yang
berjudul SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU FIQIH DAN USHUL
FIQIH Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Peradilan
Agama di Indonesia.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu Kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan maklah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca, mahasiswa dan


bermanfaat untuk pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.

Medan , 16 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................

Daftar Isi......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

1.1 Latar Belakang ......................................................................................


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................

A. Sejarah perkembangan fiqih dan usul fiqih ……………………….


B. Definisi ushul fiqih dan ilmu fiqih ..................................................
C. Fungsi dan kegunaan ilmu fiqih
…………………………………………...

BAB III PENUTUP ...................................................................................

A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran ................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ushul fiqh adalah ilmu untuk berijtihad dalam beberapa masalah yang
hadir silih berganti pada setiap zaman, terkadang kasus-kasus itu timbul
yang belum pernah ada dalam kata lain yaitu masalah baru yang belum
ada hukumnya di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah. Setiap orang mampu
berijtihad, tentulah berbeda antara ijtihad para sahabat dan ijtihad para
tabi’in begitupun seterusnya. Kadar keilmuanlah yang mampu memberi
bobot pendapat yang didirikannya untuk dipertanggungjawabkan, jika
dalam seseorang berijtihad benar maka mendapatkan dua kebaikan.
Artinya islam adalah agama yang penuh rahmat bagi ummat Nabi
Muhammad saw.
Ilmu Ushul fiqh selalu berkembang disetiap zaman, mulai dari zaman
para sahabat sampai saat ini. Para mujtahid saling mengedepankan
argument kuat selama tidak bertentangan syari’ah. Ada penambahan
bahkan penyempurnaan ilmu ushul fiqih pada ijtihad para sahabat sampai
dengan para mujtahid setelah sahabat terutama pada masa imam Syafi’I
mulai membukukan kitab ushul fiqih yang terkenal dengan nama Ar-
risalah ini sebagai acuan para ulama fiqih berlomba-lomba untuk
membukukan pemikiran ushul fiqih mulai dari perkara yang diajarkan
guru Madzhab sampai kepada kasus-kasus masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah perkembangan fiqih dan ushul fiqih dari masa


ke masa
2. Apa yang di maksud dengan ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih?
3. Apa fungsi ilmu fiqih dan ushul fiqih?
1.3 Tujuan Masalah

1. Mengetahui tentang sejarah perkembangan fiqih dan ushul fiqih


dari masa kemasa
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ilmu fiqih dan ushul fiqih
3. Mengetahui tujuan dan kegunaan ilmu fiqih dan ushul fiqih
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Fiqih dan Ushul Fiqih

Dalam sejarah Islam, fiqh sebagai hasil ijtihad para ulama lebih
dahulu populer di kalangan umat Islam dan dibukukan dalam sistem
tertentu dibandingkan dengan ushul fiqih Perumusan fiqh dilakukan
setelah Nabi saw, wafat, yaitu periode sahabat Sementara ushul fiqh
sebagai sebuah metode istinbath, baru tersusun sebagai salah satu bidang
ilmu pada abad ke 2 Hijriah. Namun, para ahli hukum Islam mengakui
dalam prakteknya ushul fiqih muncul berbarengan dengan lahirnya fiqh
Pendapat ini cukup logis mengingat secara metodologis,fiqh tidak akan
lahir tanpa ada metode istinbath dan metode istinbath ini yang menjadi
inti dari apa yang dinamakan dengan ushul fiqh

• Periode Nabi Muhammad SAW


Pada abad pertama (masa Nabi Muhammad saw dan para
sahabat), belum ada pembicaraan soal ushul fiqih dengan segala
bentuk kaidah-kaidahnya. Saat Nabi saw masih hidup, acuan hukum
Islam langsung diputuskan oleh Rasulullah saw berdasarkan wahyu
ilahi yang terkandung dalam Al-Qur’an. Jadi, fatwa dan putusan
hukum yang Nabi keluarkan tidak membutuhkan dasar (ushul) dan
kaidah-kaidah yang dibutuhkan. Sudah dicukupkan dengan wahyu
yang Allah turunkan

Bila kita memahami pengertian fiqh itu sebagai hasil


penalaranseorang ahli atas maksud hukum Allah yang berhubungan dengan
tingkah laku manusia, maka timbul pertanyaan apakah fiqh itu sudah mulai
ada pada waktu Nabi Muhammad SAW. masih hidup?

Suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa Nabi telah berbuat
sehubungan dengan turunnya ayat-ayat Qur'an yang mengandung hukum
(ayat-ayat hukum). Tidak semua ayat hukum itu memberikan penjelasan yang
mudah dipahami untuk kemudian dilaksanakan secara praktis sesuai dengan
kehendak Allah

Apakah hukum-hukum yang bersifat amaliah yang dihasilkan oleh


Nabi yang bersumber kepada Al-Qur'an itu dapat disebut fiqh?

Telah dijelaskan bahwa fiqh adalah hasil penalaran seseorang yang


berkualitas mujtahid atas hukum Allah atau hukum-hukum amaliah yang
dihasilkan dari dalil-dalilnya melalui penalaran atau ijtihad. Apabila
penjelasan dari Nabi yang berbentuk sunah itu merupakan hasil penalaran atas
ayat-ayat hukum, maka apa yang dikemukakan Nabi itu dapat disebut fiqh
atau lebih tepat disebut "Fiqh sunah".

• Fiqih Pada Masa Sahabat

Masa sahabat sebenarnya adalah masa transisi dari masa hidup dan
adanya bimbingan Rasulullah saw. kepada masa Rasulullah saw. tidak lagi
mendampingi umat Islam. Ketika Rasulullah saw. masih hidup, sahabat
menggunakan tiga sumber penting dalam pemecahan hukum, yaitu al-
Qur’an, sunnah, dan ra’yu (nalar).

Meninggalnya Rasulullah saw. memunculkan tantangan bagi para


sahabat. Munculnya kasus-kasus baru menuntut sahabat untuk
memecahkanDengan wafatnya Nabi Muhammad SAW. sempurnalah turunny
ayat-ayat Al-Qur'an dan sunah Nabi, juga dengan sendirinya sudah terhenti.
Kemudian terjadi perubahan yang besar sekali dalam kehidupan masyarakat

dalam melakukan ijtihad untuk melahirkan hukum, pada hakikatnya para


sahabat menggunakan ushul fiqh sebagai alat untuk berijtihad. Hanya saja,
ushul fiqh yang mereka gunakan baru dalam bentuknya yang paling awal, dan
belum banyak terungkap dalam rumusanrumusan sebagaimana yang kita
kenal sekarang.

Pada era sahabat ini digunakan beberapa cara baru untuk pemecahan
hukum, para sahabat telah mempraktikkan ijma’ , qiyas, dan istishlah
(maslahah mursalah) bilamana hukum suatu masalah tidak ditemukan secara
tertulis dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Pertama, khalifah biasa melakukan
musyawarah untuk mencari kesepakatan bersama tentang persoalan hukum.
Kedua, sahabat mempergunakan pertimbangan akal (ra’yu), yang berupa
qiyas dan maslahah.

Ketika Abu Bakar baru saja dilantik menjadi Khalifah pertama, para
sahabat meminta beliau meninggalkankan profesi pedagangnya dan fokus
menjadi Khalifah. Abu Bakar menyetujui sebagai upaya mewujudkan
kemaslahatan umum di atas kemaslahatan yang harus didahulukan dari
kepentingan pribadinya. Metodologi ushul fikih yang digunakan Abu Bakar
ini berdasarkan maslahah mursalah.

Umar Ibn Khattab juga melakukan pemikiran yang sama tentang harta
ghanimah (harta rampasan perang). Pada masa Nabi, 4/5 dari ha rampasan
perang dibagikan kepada prajurit yang terlibat dalam peperangan dan 1/5 lagi
untuk kesejahteraan lain seperti disebutkan Alquran.

Begitupula Usman Ibn Affan ketika membolehkan memungut unta yang


berkeliaran dengan alasan kemaslahatan. Menurut Ustman, Nabi melarang
memungut unta karena saat itu keadaan aman, tetapi Ketika pemerintahan
mulai melemah dan keamanan tidak terjamin, untu-unta itu harus diamankan.
Metodologi yang diterapkan Usman menggunakan qiyas." Sampai pada masa
Ali bin Abi Thalib, juga memiliki corak tersendiri

3.Masa Tabi’in

Dalam melakukan ijtihad, sebagaimana generasi sahabat, para ahli


hukum generasi tabi’in j uga menempuh langkah-langkah yang sama dengan
yang dilakukan para pendahulu mereka. Akan tetapi, dalam pada itu, selain
merujuk Al-Qur’an dan sunnah, mereka telah memiliki tambahan rujukan
hukum yang baru, yaitu ijma’ ash-shahabi, ijma’ahl al madinah, fatwa ash
shahabi, qiyas, dan maslahah mursalah yang telah dihasilkan oleh generasi

Pada masa tabi’in ini mulai muncul dua fenomena penting: 1.


Pemalsuan hadits 2. Perdebatan mengenai penggunaan ra’yu yang
memunculkan kelompok Irak (ahl al-ra’yi) dan kelompok Madinah (ahl al-
hadits)

4.Periode Imam Mazhab

Pada masa periode ini metode ijtihad menjadi lebih jelas dan
systematis periode dimana sebelm imam syafi’i merumuskan dan
menyesuaikan ushul fiqih.

Imam abu Hanifah An-nu’man ,pendiri mazhab Hanafi menjelaskan


dasar-dasar istibat-nya yaitu,perpegang kepada kitabullah ,jika tidak
ditemukan didalamnya ,ia berpegang kepada rosulallah .jika tidak didapati
didalamnya ia pendapat, ia akan memilih dari salah satu pendapat-pendapat
itu dan tidak akan mengeluarkan fatwa yang menyalahi pendafat sahabat ,dan
melakukan ijtihad ,abu hanifah terkenal banyak melakukan Qiyas dan Ihtisan
.

Kemudian pulak imam imam malik bin anas, pendiri mazhab maliki
dalam berijtihad melakukan metode yang cukup jelas ,seperti tergambar
dalam sifatnya dalam mempertahankan praktik penduduk Madinah dalam
sumber hukum.

5.periode kodifikasi ushul fiqih

Dari penghujung abad kedua dari awal abad ketiga ,imam


muhammad bin idris al-syafi’i 150H-204H tampil berperan dalam meramu
,mensistematisi,dan membuka ushul fiqih .imam syafi’i banyak mengetahui
tentang metodologi istinbath para imam mujtahid sebelumnya ,seperti imam
abu hanifah ,imam malik,dan metode istinbath para sahabat, serta mengetahui
dimana kelemahan dan keunggulanya .

Imam syafi’i Menyusun sebuah buku yang diberinnya judul al-kitab


dan kemudian dikenal dengan sebutan ar-risalah yang berarti sepucuk surat
.dikenal demikian karena buku itu dari awalnya merupakan lembaran -
lembaran surat yang dikirimkan kepada Abdurrahman al-mahdi w.198H
seorang pembesar dan ahli hadits Ketika itu.muncul buku ar-risalah merupaka
fase awal dari perkembangan ushul fiqih sebagai satu disiplin dari ilmu.

6.periode pasca kodifikasi ushul fiqih

Pondasi awal ilu fiqih yang sudah dibangun imam syafi’i


menunjukkan kesempurnaan pasca wafatnya imam syafi’i , kesempurnaan
ushul fiqih melalui usaha para ulama sebagai madzhab dalam
mengembangkan hasil pemikiran imam syafi’i yang tertuang dalam kitab ar-
risalah .

1.khabar al-wahid ,karya isa ibnu aban ibnu shadaqah W.220H

2. Al-nasikh wal Mansukh, karya iman ahmad bin hambal 165H-241H.

3.ibtal al-qiyas ,karya imam daud al-zahiri 200-270H.

DEFINISI ILMU FIQIH DAN USHUL FIQIH

Kata "fiqih" ‫ فقه‬secara etimologis berarti "paham yang mendalam".


Bila “paham" dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat lahiriah, maka fiqh
berarti paham yang menyampaikan ilmu lahir kepada ilmu batin. Karena
itulah at-Tirmidzi menyebutkan, "figh tentang sesuatu," berarti mengetahui
batinnya sampai kepada kedalamannya.

Kata " faqaha" (az) atau yang berakar kepada kata itu dalam Al-
Qur'an disebut dalam 20 ayat, 19 di antaranya berarti bentuk tertentu dari
kedalaman paham dan kedalaman ilmu yang menyebabkan dapat diambil
manfaat darinya.1

1
Amir syarifuddin,ushul fiqih,h.2
Arti fiqh dari segi istilah hukum sebenarnya tidak jauh berbeda dari
artian etimologi sebagaimana disebutkan di atas, yaitu: "Ilmu tentang hukum-
hukum syara' yang bersifat amaliah yang digali dan dirumuskan dari dalil-
dalil tafsili".

Dari arti fiqh secara istilah tersebut dapat dipahami dua bahasan
pokok dari ilmu fiqh, yaitu bahasan tentang hukum-hukum syara' yang
bersifat 'amali dan kedua tentang dalil-dalil tafsili.

Secara definitif, fiqh berarti "Il tentang hukum-hukum syar'I yang


bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dan dalil-dalil yang
tafsili2".Dalam definisi ini, fiqh diibaratkan dengan ilmu karena fiqh itu
semacam ilmu pengetahuan. Memang fiqh itu tidak sama dengan ilmu seperti
disebutkan di atas, fiqh itu bersifat zhanni. Fiqh adalah apa yang dapat dicapai
oleh mujtahid dengan zhan-nya, sedangkan ilmu tidak bersifat zhanni seperti
fiqh. Namun karena zhan dalam fiqh ini kuat, maka ia mendekati kepada ilmu;
karenanya dalam

definisi ini ilmu digunakan juga untuk fiqh. Dalam definisi di atas terdapat
batasan atau pasal yang di samping menjelaskan hakikat dari fiqh itu,
sekaligus juga memisahkan arti kata fiqh itu dari yang bukan fiqh.

B. DEFINISI USHUL FIQIH

Kata "ushul" yang merupakan jamak dari kata “ashl" (‫ )االصل‬secara


etimologi berarti "sesuatu yang menjadi dasar bagi lainnya". Kalau
dihubungkan kata "ushul" itu dengan kata "fiqh" akan berarti sesuatu yang
menjadi dasar bagi fiqh" atau disebut juga "sumber fiqh". Dari arti etimologi
ini dirumuskanlah definisi dari ushulfiqh itu menjadi "ilmu tentang sumber-
sumber hukum Islam". Dalam bentuk yang lebih lengkap dikatakan ilmu
tentang sumber hukum syara' dan cara penunjukannya terhadap hukum
syara'". Inilah definisi yang biasa digunakan ahli ushul masa- masa awal atau
al-mutaqaddimun

2
Ibid h.3
seperti Ibnu Subki dan al- Gazali. Abu Husein al-Bashriy dari ahli ushul
Fiqh ulama kalam Mu'tazilah melihat ushul fiqh itu bukan dari sumber fiqh
tetapi dari segi cara mendapatkan fiqh itu. Oleh karena itu, dia mengartikan
ushul fiqh itu dengan thurg al-fiqh yang diartikannya dengan pemikiran sahih
yang membawa kepada fiqh".

Pengertian ini diikuti oleh ulama dan penulis ushul fiqh kontemporer yang
mengartikan ushul fiqh dengan metodologi fiqh

C. KEGUNAAN USHUL FIQIH DAN FIQIH

Menurut para ahli ushul fiqh, kegunaan utama ilmu ini adalah untuk
mengetahui kaidah-kaidah yang bersifat kulli (umum) dan teori-teori yang
terkait dengannya untuk diterapkan pada dalil-dalil tafsili (terperinci)
sehingga dapat diistinbathkan hukum syara' yang ditunjukkannya. Melalui
kaidah-kaidah ushul Fiqh diketahui nash-nash syara' dan hukum-hukum yang
ditunjukkannya. Dengan ushul fiqh dapat dicarikan jalan keluar
menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan bertentangan satu sama lain. Melalui
dalil-dalil yang ada dalam kajian ushul fiqh, seperti qiyas, istihsan, istishab,
urf dapat dijadikan landasan menetapkan persoalan yang hukumnya tidak
dijelaskan langsung oleh nash.

Sementara kegunaan utama fiqh untuk dapat menerapkan hukum


syara' terhadap segala perbuatan dan perkataan mukallaf. Fiqh merupakan
rujukan bagi hakim dalam menetapkan putusannya dan menjadi pedoman
bagi mufti dalam mengeluarkan fatwa. Bahkan, fiqh menjadi petunjuk
berharga bagi setiap mukallaf dalam menetapkan hukum perkataan dan
perbuatannya sehari-hari. Maka dikatakan, jika seseorang ingin mendalami
kajian ilmu-ilmu islam khususnya fiqh, dia tidak di haruskan membaca semua
literaturliteratur keilmuan tersebut, tetapi cukup mendalami ushul. Sedangkan
manfaat praktis ushul fiqh sangat banyak sekali, diantaranya adalah: 1)
sebagai benteng pelindung terhadap syariat Islam, karena ushul fiqh menjaga
dalil-dalil syariat dari penyimpangan dan ksalahan dalam isthinbath. 2)
metode yang memudahkan dalam mengambil kesimpulan hukum (istinbath)
pada masalah-masalah cabang (fiqh) dari sumbernya. 3) Menghindarkan
seseorang menetapkan hukum menurut hawa nafsunya, karena mengetahui
metode dan qaidah isthinbath serta cara berijtihad yang benar3. Hal ini karena
bermunculan para mujtahid dengan metode ijtihad yang berbeda-beda
Memberikan standar dan syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid,
sehingga ijtihad hanya dilakukan oleh seseorang yang mampu dan tepat. Di
samping itu, bagi masyarakat awam, melalui ushul fiqh mereka dapat
memahami bagaimana para mujtahid menetapkan hukum baik yang
disepakati atau yang diperselisihkan dan pedoman dan norma apa saja yang
mereka gunakan dalam merumuskan hukum-hukum tersebut.

Tujuan yang hendak dicapai oleh ilmu Ushul Fiqh ialah untuk dapat

menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terperinci agar


sampai kepada hukum- hukum syara’ yang bersifat amali, yang ditunjuk oleh
dalil-dalil itu. Dengan kaidah ushul serta bahasannya itu dapat dipahami nash-
nash syara’ dan hukum yang terkadnung di dalamnya. Demikian pula dapat
dipahami secara baik dan tepat apa-apa yang dirumuskan ulama mujtahid dan
bagaimana mereka sampai kepada rumusan itu (Amir Syarifuddin, 2008: 45).
Walaupun para ulama telah berhasil merumuskan hukum syara’ dan telah
terjabar secara rinci dalam kitab-kitab umat Islam tetap memerlukan Ushul
Fiqh. Ada dua tujuan mengetahui Ushul Fiqh. Pertama, bila kita sudah
mengetahui metode ushul qh dirumuskan ulama terdahulu, maka bila suatu
ketika kita menghadapi masalah

3
Syu‟ban, Zakiyy Al-Din, Ushul al-Fiqh., 19.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Ilmu Ushul fiqh selalu berkembang disetiap zaman, mulai dari


zaman para sahabat sampai saat ini. Para mujtahid saling mengedepankan
argument kuat selama tidak bertentangan syari’ah. Ada penambahan
bahkan penyempurnaan ilmu ushul fiqih pada ijtihad para sahabat sampai
dengan para mujtahid setelah sahabat terutama pada masa imam Syafi’I
mulai membukukan kitab ushul fiqih yang terkenal dengan nama Ar-
risalah ini sebagai acuan para ulama fiqih berlomba-lomba untuk
membukukan pemikiran ushul fiqih mulai dari perkara yang diajarkan
guru Madzhab sampai kepada kasus-kasus masyarakat.

Arti fiqh dari segi istilah hukum sebenarnya tidak jauh berbeda dari
artian etimologi sebagaimana disebutkan di atas, yaitu: "Ilmu tentang
hukum-hukum syara' yang bersifat amaliah yang digali dan dirumuskan
dari dalil-dalil tafsili
Tujuan yang hendak dicapai oleh ilmu Ushul Fiqh ialah untuk dapat
menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terperinci agar
sampai kepada hukum- hukum syara’ yang bersifat amali, yang ditunjuk
oleh dalil-dalil itu

SARAN
Objek pembahasan diatas mengkaji dalil yang masih bersifat umum
dilihat dari ketetapan hukum yang umum pula puncak tujuan
mempelajarinya adalah untuk memelihara agama Islam dari
penyimpangan dan penyalahgunaan dalil-dalil syara’, hingga terhindar
dari kecerobohan yang menyesatkan maka dari itu kami berharap kepada
seluruh mahasiswa agar lebih memahami dan mendalami ilmu fiqih serta
asal fiqih
DAFTAR PUSTAKA

Abror, m. (2021). sejarah perkembangan ilmu ushul fiqih. nuonline, 1-3.

ahmad, b. (2009). fiqih ushul fiqih. bandung: cv pustaka setia.

Firdaus. (2004). Ushul Fiqih. Jakarta: Zikrul Hakim.

karim, f. (2017). perkembangan ushul fiqh . mizan jurnal ilmu syariah, 16.

karim, u. (2015, februari senin). Fiqih di masa sahabat. blogspot.kamaloddey, 7.

khoiri, n. (2015). ushul fiqih. Bandung: citapustaka media.

rana, M. (2017). sejarah dan perkembangan ushul fiqih. pertemuan 3IAIN, 1-9.

syaripudin, A. (2008). ushul fiqih. kencana: kharisma putrautama.

Anda mungkin juga menyukai