Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN FIQH DAN USHUL FIQH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh


Dosen Pengampu:
Abdul Karim Lubis, S.Pd.I, MA

Disusun oleh:
Riyani Dimas Pramunita : (12105026)
:
Sulis Lailatul Munawwarah: (12105022)
:

KELAS 2B
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. yang telah


memberikan rahmat dan izin kepada saya untuk membuat karya tulis ini. Tak lupa
pula sholawat serta salam kepada baginda kita Nabi Muhammad Shalallahu
‘Alahai Wasallam. Semoga syafaat beliau mengalir kepada kita sampai akhir
kelak.

Tujuan makalah yang berjudul “ Sejarah Perkembangan Fiqh dan Ushul


Fiqh” ini sebagai bahan materi untuk tugas presentasi yang telah diberikan dosen
kami, yakni Bapak Abdul Karim Lubis, S.Pd.I, MA. selaku dosen mata kuliah
Pengantar Ushul Fiqh.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak yang harus diperbaiki. Jika ada kesalahan kata atau isi
dari makalah ini, saya mohon maaf sebesar-besarnya. Saya berharap makalah ini
tidak hanya menjadi tugas saja, semoga makalah ini memberikan banyak manfaat
dan pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pontianak, 23 maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 2

2.1 Sejarah Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh ..................................................... 2

2.2 Periodesasi Fiqh dan Ushul Fiqh...................................................................... 4

2.3 Tahap-tahap Perkembangan ………………………………………………… 7

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 9

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 10


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu Ushul Fiqh pada dasarnya lahir bersamaan dengan kelahiran ilmu Fiqh
itu sendiri. Karena ilmu Fiqh muncul mutlak memerlukan metodologi tertentu yang
dibelakang hari lazim disebut dengan ushul fiqh, walau harus ditegaskan kemunculan
Fiqh lebih dahulu muncul disbanding kemunculan ilmu Ushul Fiqh itu sendiri.
Ilmu Ushul Fiqh mulai tumbuh pada abad kedua hijriah, karena pada abad satu
hijriah ilmu tersbut belum diperlukan, dimana Rasulullah Saw. berfatwa dan
menjatuhkan keputusan (hukum) menurut ajaran Al-Qur’an diwahyukan kepadanya.
Dan Islam seketika tersebar didaerah Arab, yang mayoritasnya penduduk yang
memiliki pemahaman yang baik terhadap bahasa nash. Sebagaimana ilmu keagamaan
lain dalam islam, ilmu ushul fiqh tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak dan
berakar pada Al-Qur’an dan Sunnah, Ushul Fiqh tidak timbul dengan sendirinya, tetapi
secara subtansif benih-benih dan praktiknya sudah ada sejak zaman Rasulullah dan
sahabat.

1.2 Rumusan Masalah


a) Bagaimana sejarah perkembangan Ushul Fiqh?
b) Apa saja periodesasi Ushul Fiqh?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh


Secara pasti, tumbuhnya ilmu Ushul Fiqih bersamaan dengan tumbuhnya ilmu
fiqih, meskipun pembukuannya lebih dahulu ilmu fiqih. Sebab tumbuhnya ilmu fiqih
tidak terlepas dari kaidah / metode yang digunakan dalam penggalian hukum fiqih itu
sendiri. Metode penggalian hukum ini tidak lain adalah ilmu Ushul Fiqih.
Karena dinamisnya problematika hidup dan banyaknya persoalan-persoalan
hukum yang timbul dan karena pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dalam berbagai
bidang yang berkembang sangat pesat dan terjadi pada masa ini, kegiatan ijitihad juga
mencapai kemajuan yang besar dan lebih bersemarak.
Kenyataan-kenyataan di atas mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-
kaidah syariah, yakni kaidah-kaidah yang bersangkutan dengan tujuan dan dasar-dasar
syara’ dalam menetapkan hukum dan berijtihad. Dengan semakin luasnya daerah
kekuasaan Islam dan banyak penduduk yang bukan bangsa Arab yang memeluk agama
Islam, maka pergaulan orang-orang Arab dengan mereka membawa akibat
percampuran bahasa-bahasa mereka kedalam bahasa Arab, baik berupa ejaan, kata-
kata, maupun susunan kalimat, baik dalam lisan ataupun tulisan. Keadaan demikian
itu, sedikit menimbulkan keraguan dan kemungkinan-kemungkinan dalam memahami
syara’. Hal ini mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah lughawiyah
(bahasa), agar bisa memahami nass-nass shara’ sebagaimana dipahami oleh orang
Arab sewaktu turun atau datangnya nass-nass tersebut. Dengan di susunnya kaidah-
kaidah shar’iyah dan kaidah-kaidah dalam berijtihad pada abad II Hijriyah, maka
terwujudlah ilmu Ushul Fiqh.
Ibnu Nadim berkata bahwa ulama yang pertama kali Menyusun
lembaran/shofhah Ilmu Ushul Fiqh ialah Imam Abu Yusuf murid Imam Abu Hanifah
akan tetapi kitab tersebut tidak sampai kekita. Adapun ‘Abdul Wahhab Khallaf, bahwa
ulama pertama yang membukukan kaidah-kaidah Ilmu Ushul Fiqh dengan alasan-
alasannya adalah Muhammad bin Idris Al-Syafi’I (150-204 Hijriyah) dalam sebuah
kitab yang diberi nama Al-Risalah dan kitab tersebut adalah kitab bidang Ilmu Ushul
Fiqh yang pertama sampai kepada kita.1 Oleh karena itu dikenal di kalangan para

1
Abdul Wahab Khallaf, Ilm Ushul AL-Fiqh, hal. 17.

2
ulama setelahnya bahwa beliau adalah bapaknya Ilmu Ushul Fiqh. Termasuk ada
ungkapan dari salah satu orang orientasi Inggris N.J Coulsom yang mengatakan bahwa
Imam Syafi’I adalah arsitek Ushul Fiqh.2
Hal ini bukan berarti beliau satu-satunya yang merintis dan mengembangkan
ilmu tersebut. Jauh sebelumnya mulai dari sahabat, Tabi’in bahkan di kalangan Imam
Mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Malik dan juga di kalangan ulama Syiah
Muhammad al-Baqir dan Jafar as-Shiddiq sudah menemukan dan menggunakan
metodologi dalam perumusan fiqih. Tetapi mereka belum Menyusun ilmu itu secara
sistematis sehingga dapat disebut ilmu yang berdiri sendiri. Lahirnya Ilmu Ushul Fiqh
secara praktis bersamaan dengan tumbuhnya ilmu fiqih, meskipun dalam seajarah
pembukuan ilmu fiqih lebih dahulu dibanding Ilmu Ushul Fiqh. Hal ini karena
tumbuhnya ilmu fiqih tidak terlepas dari kaidah/metode yang digunakan dalam
penggalian hukum fiqih itu sendiri. Metode penggalian hukum ini tidak lain adalah
ilmu Ushul Fiqh.
Masalah utama yang menjadi bagian Ushul Fiqh, seperti; ijtihad, qiyas, nasakh,
dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah dan sahabat. Sementara di masa
Rasulullah Saw. umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu untuk
memahami hukum-hukum syariah, selain mereka sangat memahami literasi Arab dan
kebanyakan dari mereka pula mengetahui asbab ayat-ayat Al-Qur’an turun, semua
permasalahan dapat langsung dapat langsung merujuk kepada Rasulullah Saw. lewat
penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau. Pada masa tabi’in
cara mengistinbath hukum semakin berkembang. Di antara mereka ada yang
menempuh metode masalah atau metode qiyas di samping berpegang pula pada fatwa
sahabat. Pada masa tabi’in inilah mulai tampak perbedaan mengenai hukum sebagai
konsekuensi logis dari perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama.
Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau
pada masa Al-Aimmat Al-Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath yang
di gunakan juga semakin jelas bentuknya. Abu Hanifah misalnya menemph metode
qiyas dan istihsan. Sementara Imam Malik berpegang pada amalan mereka yang lebih
dapat dipercay dari pada hadist ahad (Muhammad Abu Zahrah, Tth).

2
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1 (cet. I;Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal.38.

3
2.2 Periodesasi Ushul Fiqh
Apa yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah
Saw., shabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami
perkembangan. Namun demikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan
dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk sebagai suatu disiplin
ilmu tersendiri. Berikut penjelasan dari berbagai periode Ilmu Ushul Fiqh dari muncul
hingga perkembangannya3.

a) Masa Rasulullah Saw.


Suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa Nabi telah berseubungan dengan
turunnya ayat-ayat Qur’an yang mengandung hukum (ayat-ayat hukum). Tidak
semua ayat hukum itu memberikan penjelasan yang mudah dipahami untuk
kemudian dilaksanakan aecara praktis sesuai dengan kehendak Allah. Karena itu
Nabi memberikan penjelasan mengenai maksud setiap ayat hukum itu kepada
umatnya, sehingga ayat-ayat yang tadinya belum berbentuk petunjuk praktis,
menjadi jelas dan dpat dilaksanan secara praktis. Nabi memberikan penjelasan
dengan ucapan, perbuatan, dan pengakuannya yang kemudian disebut sunah Nabi.
Apakah hukum-hukum yang bersifat amaliah yang dihasilkan oleh Nabi bersumber
kepaa Al-Qur’an itu dapat disebut fiqh?
Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan fiqih
(hukum Islam) dikembalikan kepada Rasul. Pada masa ini dapat dikatakan bahwa
sumber fiqih adalah wahyu Allah SWT. Namun demikian juga terdapat usaha dari
beberapa sahabat yang menggunakan pendapatnya dalam menentukan keputusan
hukum. Hal ini didasarkan pada Hadis muadz bin Jabbal sewaktu beliau diutus
oleh Rasul untuk menjadi gubernur di Yaman. Sebelum berangkat, Nabi bertanya
kepada Muadz:
◌ٍ ‫ َﻗﺎ َﻝ‬L
ِ‫ﺏ ﱠ‬ِ ‫ﻀﻲ ِﺑ َﻤﺎ ﻓِﻲ ِﻛﺘَﺎ‬ِ ‫ﻀﻲ َﻓ َﻘﺎ َﻝ ﺃ َ ْﻗ‬ ِ ‫ْﻒ ﺗَ ْﻘ‬َ ‫ﺚ ُﻣ َﻌﺎﺫًﺍ ﺇِ َﻟﻰ ْﺍﻟ َﻴ َﻤ ِﻦ َﻓ َﻘﺎ َﻝ َﻛﻴ‬َ ‫ﺳ ﱠﻠ َﻢ َﺑ َﻌ‬
َ ‫ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َﻭ‬
َ ُL‫ﺻ ﱠﻠﻰ ﱠ‬َ L ِ ‫ﺳﻮ َﻝ ﱠ‬ ُ ‫ﺃ َ ﱠﻥ َﺭ‬
‫ﺻ ﱠﻠﻰ‬َ L ِ ‫ﺳﻮ ِﻝ ﱠ‬ ُ ‫ﺳ ﱠﻠ َﻢ َﻗﺎ َﻝ َﻓﺈِ ْﻥ َﻟ ْﻢ َﻳ ُﻜ ْﻦ ﻓِﻲ‬
ُ ‫ﺳ ﱠﻨ ِﺔ َﺭ‬ َ ‫ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َﻭ‬ ‫ﺻ ﱠﻠﻰ ﱠ‬
َ ُL َ L ِ ‫ﺳﻮ ِﻝ ﱠ‬ ُ ‫ﺴ ﱠﻨ ِﺔ َﺭ‬ ُ ‫ َﻗﺎ َﻝ َﻓ ِﺒ‬L ِ‫ﺏ ﱠ‬ِ ‫َﻓﺈِ ْﻥ َﻟ ْﻢ َﻳ ُﻜ ْﻦ ﻓِﻲ ِﻛﺘَﺎ‬
‫ﺳ ﱠﻠ َﻢ‬
َ ‫ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َﻭ‬ ‫ﺻ ﱠﻠﻰ ﱠ‬
َ ُL ِ ‫ﺳﻮ ِﻝ ﱠ‬
َ L ُ ‫ﺳﻮ َﻝ َﺭ‬ ِ ‫ﺳ ﱠﻠ َﻢ َﻗﺎ َﻝ ﺃَﺟْ ﺘَ ِﻬﺪُ َﺭﺃْ ِﻳﻲ َﻗﺎ َﻝ ْﺍﻟ َﺤ ْﻤﺪُ ِ ﱠ‬
ُ ‫~ ﺍ ﱠﻟﺬِﻱ َﻭ ﱠﻓﻖَ َﺭ‬ َ ‫ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َﻭ‬ ‫ﱠ‬
َ ُL
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. mengutus Mu’adz ke Yaman. Kemudian Nabi
bertanya kepada Muadz bin Jabbal: Bagaimana engkau akan memutuskan
persoalan?, ia menjawab: akan saya putuskan berdasarkan Kitab Allah (al-Quran),

3
Zulhamidi, Z.2018. Periodesasi Perkembangn Ushul Fiqh. At-Tafkir, 11(2), 62-77

4
Nabi bertanya: kalau tidak engkau temukan di dalam Kitabullah?!, ia jawab: akan
saya putuskan berdasarkan Sunnah Rasul SAW, Nabi bertanya lagi: kalau tidak
engkau temukan di dalam Sunnah Rasul?!, ia menjawab: saya akan berijtihad
dengan penalaranku, maka Nabi bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah
memberi Taufiq atas diri utusan Rasulullah SAW”. (HR. Tirmizi)
Ushul Fiqih secara teori telah digunakan oleh beberapa sahabat, walaupun pada
saat itu Ushul Fiqih masih belum menjadi nama keilmuan tertentu. Salah satu teori
Ushul Fiqih adalah, jika terdapat permasalahan yang membutuhkan kepastian
hukum, maka pertama adalah mencari jawaban keputusannya di dalam al-Quran,
kemudian Hadis. Jika dari kedua sumber hukum Islam tersebut tidak ditemukan
maka dapat berijtihad4.

b) Pada masa sahabat


Pada zaman sahabat dan tabi’in, pengetahuan mereka sempurna tentang
hukum-hukum yang terrdapat di dalam Al-Quran dan mengetahui pula sebab-
sebab turunnya, serta rahasia syariat dan tujuan karena pergaulan mereka pada
zaman nabi saw. Karena itu mereka tidak memerlukan peraturan-peraturan dalam
mengambil suatu hukum. Mereka tidak menggunakan pengetahuan Ushul Fiqh
dalam teori, tetapi dalam praktek sesungguhnya ilmu ini telah diterapkan dan
menjadi teladan bagi umat sesudahnya.

c) Pada Masa Tabi’in


Pada masa tabiin, tabi’ al-tabiin, dan para imam mujtahid kekuasaan Islam
meluas ke daerah daerah yang di huni oleh orang-orang yang bukan berbahasa
Arab atau bukan bangsa Arab, kondisi budayanya cukup berbeda-beda. Banyak di
antara ulama yang bertebaran ke daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit pula
penduduk daerah tersebut yang masuk Islam. Semakin kompleksnya persoalan-
persoalan hukum yang ketetapannya tidak di jumpai di dalam al-quran dan hadis.
Karena itu ulama-ulama yang tinggal di daerah tersebut melakukan ijtihad,
mencari ketetapan hukumnya berdasarkan penalaran mereka terhadap ayat-ayat
Al-Quran dan hadis Nabi. Ditambah pula dengan pengaruh kemajuan ilmu

4
Budiman, M. 2020. Sejarah, Metode Dan Ijitihad Hukum Islam Pada Masa Nabi Muhammad Saw. Journal of
Islamic law, 2(2), 11-24

5
pengetahuan dalam berbagai bidangnya pada masa itu, kegiatan ijtihad menjadi
maju pesat.

d) Masa Tabi’ Tabi’in (Periode Imam Madzhab)


Pada periode ini, metode penggalian hukum bertambah banyak, baik corak
maupun ragamnya. Dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah
istinbat hukum dan teknis penerapannya. Sebagai contoh Imam Abu Hanifah
dalam memutuskan perkara membatasi ijtihadnya dengan menggunakan al-Quran,
Hadis, fatwa-fatwa sahabat yang telah disepakati dan berijtihad dengan
menggunakan penalarannya sendiri, seperti istihsan. Abu Hanifah tidak mau
menggunakan fatwa ulama pada zamannya. Sebab ia berpandangan bahwa mereka
sederajat dengan dirinya. Imam Maliki –setelah al-Quran dan Hadis- lebih banyak
menggunakan amal (tradisi) ahli madinah dalam memutuskan hukum, dan
maslahah mursalah. Demikian pula imam-imam yang lain.
Pada periode inilah ilmu Ushul Fiqih dibukukan. Ulama pertama yang
merintis pembukuan ilmu ini adalah Imam Syafi’i, ilmuan berkebangsaan Quraish.
Ia memulai menyusun metode-metode penggalian hukum Islam, sumber-
sumbernya serta petunjuk-petunjuk Ushul Fiqih. Dalam penyu-sunannya ini, Imam
Syafi’i bermodalkan peninggalan hukum-hukum fiqih yang diwariskan oleh
generasi pendahulunya, di samping juga rekaman hasil diskusi antara berbagai
aliran fiqih yang bermacam-macam, sehingga ia memperoleh gambaran yang
konkrit antara fiqih ahli Madinah dan fiqih ahli Irak. Berbekal pengalaman beliau
yang pernah “nyantri” kepada Imam Malik (ulama Madinah), Imam Muhammad
bin Hasan (ulama Irak dan salah seorang murid Abu Hanifah) serta fiqih Makkah
yang dipelajarinya ketika berdomisili di Makkah menjadikannya seorang yang
berwawasan luas, yang dengan kecerdasannya menyusun kaidah-kaidah yang
menjelaskan tentang ijtihad yang benar dan ijtihad yang salah. Kaidah-kaidah
inilah yang di kemudian hari dikenal dengan nama Ushul Fiqih. Oleh sebab itu
Imam Syafi’i adalah orang pertama yang membukukan ilmu Ushul Fiqih, yang
diberi nama “al-Risalah”.
e). Pembukuan Ushul Fiqh
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan munculnya penulisan ilmu
ushul fiqh, di antaranya ;Mulai melemahnya kemampuan bahasa Arab di sebagian

6
umat Islam akibat interaksi dengan bangsa lain terutama Persia, perkembangan
wilayah Islam yang semakin luas, sehingga tidak jarang menyebabkan timbulnya
berbagai persoalan yang belum diketahui kedudukan hukumnya. Untuk itu, para
ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan
untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum, munculnya
banyak persoalan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan memerlukan
kejelasan hukum, sehingga kebutuhan akan ijtihad kian mendesak.

2.3 Tahap-tahap perkembangan Ushul Fiqh


Secara garis besarnya, perkembangan Ushul Fiqh dapat dibagi dalam tiga
tahap, yaitu: tahap awal ( abad 3 H ) ; Tahap perkembangan ( abad 4 H ), dan tahap
penyempurnaan ( abad 5 H).

1. Tahap Awal ( Abad 3 H )


Pada abad 3, di bawah Abbasiyah Wilayah Islam semakin meluas ke bagian
Timur. Pada masa ini terjadi suatu kebangkitan ilmiah di kalangan Islam, dimulai sejak
masa pemerintahan harun Ar-Rasyid. Pemikiran pada masa ini ditandai dengan
timbulnya semangat penerjemahan di kalangan ilmuan Muslim. Salah satu hasil dari
kebangkitan berpikir dan semangat keilmuan Islam ketika itu adalah berkembangnya
bidang fiqh, yang pada gilirannya mendorong untuk disusunnya metode berfikir Fiqh
yang disebut Ushul Fiqh. Pada abad 3 ini telah tersusun pula sejumlah kitab Ushul
Fiqh Ar-Risalah dan kitab Ushul Fiqh lainnya.

2. Tahap Perkembangan ( Abad 4 H )


Pada tahap ini ada beberapa ciri khas dalam perkembangan ilmu Ushul Fiqh.
Yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang membahas ushul fiqh secara utuh dan
tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa sebelumnya. Selain itu, materi
berfikir dan materi penulisan dalam kitab-kitab itu berbeda dengan kitab-kitab yang
ada sebelumnya dan menunjukkan bentuk yang lebih sempurna. Pada abad ini pula
mulai tampak adanya pengaruh pemikiran yang bercorak filsafat, khususnya metode
berfikir menurut ilmu Manthiq dalam Ilmu Ushul Fiqh.

7
3. Tahap Penyempurnaan ( Abad 6 H )
Pada masa ini terjadi kelemahan polotik di Bagdhad, yang ditandai dengan
lahirnya beberapa daulah kecil, membawa arti bagi perkembangan peradaban dunia
Islam. Salah satu dampak dari perkembangan itu ialah kemajuan di bidang Ushul Fiqh
yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk
mendalaminya; Al-Baqhilani, Al-Qahdhi Abd. Al-jabr, Abd. Al-Wahab Al-Baghdadi,
dan lain-lain. Mereka itulah pelopor keilmuan Islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu
keislaman di kemudian hari mengikuti metode dan jejak mereka, untuk mewujudkan
aktifitas ilmiah dalam bidang ilmu Ushul Fiqh yang tidak ada bandingannya dalam
penulisan dan pengkajian Islam.
Itulah sebabnya pada zaman itu , generasi Islam pada kemudian hari senantiasa
menunjukkan minatnya pada produk-produk Ushul fiqh dan menjadikannya sebagai
sumber pemikiran. Kitab-kitab ushul Fiqh pada zaman ini, di samping mencerminkan
adanya kitab Ushul Fiqh bagi masing-masih mazhabnya, juga menunjukkan adanya
dua aliran Ushul Fiqh, yakni aliran Hanafiah atau yang dikenal sebagai aliran Fuqaha
dan aliran mutakallimin. Dalam sejarah perkembangan ilmu Ushul Fiqh pada abad 5
dan 6 H. Ini merupakan periode penulisan kitab Ushul Fiqh terpesat, yang di antaranya
terdapat kitab-kitab yang menjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu Ushul Fiqh
selanjutnya.

Kitab-kitab Ushul Fiqh yang paling penting, antara lain:


Kitab Al-Mughni fi Al-Ahwab Al-‘Adl wa At-Tawhid, ditulis oleh Al- Qadhi Abd.
Al-jabbar, Kitab Al-Mu’ amad fi Al-Ushul Fiqh, ditulis oleh Abu Al-husain Al-Bashri.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sejarah Pertumbuhan Ushul Fiqh Secara pasti, tumbuhnya ilmu Ushul Fiqih
bersamaan dengan tumbuhnya ilmu fiqih, meskipun pembukuannya lebih dahulu ilmu
fiqih.

Adapun beberapa periode dalam pertumbuhan Ushul Fiqih, sebagai berikut:


 Periode nabi saw, pada periode ini seluruh permasalahan di kembalikan pada
Rasul.
 Periode sahabat, pada periode ini mereka tidak memerlukan peraturan-
peraturan dalam mengambil suatu hukum. Mereka tidak menggunakan
pengetahuan Ushul Fiqh dalam teori, tetapi dalam praktek sesungguhnya ilmu
ini telah diterapkan
 Periode Tabi’in, pada periode ini kegiatan ijtihad menjadi maju pesat.
 Periode tabi’ wa tabi’in, pada periode inilah ilmu Ushul Fiqih dibukukan.
 Pembukuan Ushul Fiqih.s

Tahap- tahap Perkembangan Ushul Fiqih


 Tahap Awal ( Abad 3 H )
 Tahap Perkembangan ( Abad 4 H )
 Tahap Penyempurnaan ( Abad 6 H )

9
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, M. 2020. Sejarah, Metode Dan Ijitihad Hukum Islam Pada Masa Nabi

Muhammad Saw. Journal of Islamic law, hal.11-24

Sa’id, M. A. 2014. Sejarah shul Fikih. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar


Syarifuddin, A. 1997. USHUL FIQIH, Jilid 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Zulhamidi, Z. 2018. Periodesasi Perkembangn Ushul Fiqh. At-Tafkir, hal.62-77

10

Anda mungkin juga menyukai