Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FILSAFAT HUKUM ISLAM


“MADZHAB-MADZHAB DALAM HUKUM ISLAM”

Dosen Pengajar : Ainur Rahmah, S.Sos.I

Disusun Oleh Kelompok 7:

Dewi Astuti (2020140125)


Nurizzatil Hasanah (2020140143)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
TAHUN AKADEMIK
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillah, segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena
atas limpahan dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah sederhana ini
meskipun sangat jauh dari kata sempurna. Shalawat serta salam tak lupa pula kami
haturkan keharibaan junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat
serta para pengikut-pengikut beliau sampai akhir zaman. Dan tidak lupa juga kami
berterimakasih kepada Ibu Ainur Rahmah, S.Sos.I selaku dosen mata kuliah Filsafat
Hukum Islam yang telah memberikan tugas kepada kami.
Tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Filsafat Hukum Islam . Selain itu kami juga berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai
“Madzhab-Madzhab dalam Hukum Islam”.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kandangan, 26 Oktober 2021

Kelompok 7

ii | K e l 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 2
A. Sejarah Timbulnya Madzhab ........................................................................... 2
1) Periode risalah (Penetapan Syari‟at) ............................................................... 3
2) Periode al-Khulafaur Rasyidun (Penetapan Syari‟at) ................................... 3
3) Periode awal pertumbuhan fiqh (Peletakan Dasar Fiqih) ............................. 3
4) Periode keemasan (Fase Kematangan dan Kesempurnaan) ......................... 3
5) Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqh..................................... 4
6) Periode kemunduran fiqh .................................................................................. 4
7) Periode pengkodifikasian fiqh.......................................................................... 5
B. Macam-Macam Mazhab ................................................................................... 5
a. Madzhab Ahl al-Sunnah (Hanafi, Maliki, Syafi‟I dan Hambali) ................ 5
b. Madzhab Syi‟ah ................................................................................................. 9
c. Khawarij .............................................................................................................. 9
d. Madzhab Madzhab yang telah Musnah .......................................................... 9
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 10
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 10
B. Saran .................................................................................................................. 10

iii | K e l 7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 11

iv | K e l 7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keragaman madzhab yang ada bukanlah hal aneh yang terlepas dari akar
sejarah. Ia merupakan kemestian belaka sebagai dampak, salah satunya,
perluasan wilayah yang di dalamnya tercover beragam tradisi yang berbeda.
Keragaman ini sesungguhnya membawa dampak positif berupa adanya fatwa
hukum yang beragam sehingga hukum tidak bersifat menyerupai. Ada banyak
tawaran yang sama-sama sohih untuk diambil dan diaplikasikan masyarakat
sesuai dengan kebutuhan setempat. Sehingga, kekakuan hukun dapat di cairkan.
Namun demikian,tidak semua madzhab hukum dalam Islam mengalami
nasib serupa. Sejarah mencatat adanya madzhab-madzhab yang eksis disamping
yang terpaksa gulung tikar. 1

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah sejarah timbulnya madzhab?
2. Apa saja macam-macam madzhab?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana sejarah timbulnya madzhab.
2. Mengetahui apa saja macam-macam madzhab.

1
Moh. Fahimul Fuad, “Mazhab-Mazhab dalam Hukum Islam”,
(https://ejournal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/view/34/93), Diakses pada
Selasa, 26 Oktober 2021, Pukul 16.35

1|Kel 7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Timbulnya Madzhab


Menurut bahasa Arab, “madzhab” berasal dari shighah masdar mimy (kata
sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan keterangan tempat) dari akar kata
fiil madhy “dzahaba” yang bermakna pergi. Jadi, madzhab secara bahasa artinya
“tempat pergi”, yaitu jalan (ath-thariq).2
Sedangkan menurut istilah ada beberapa rumusan :
a) Menurut M. Husain Abdullah, mazhab adalah kumpulan pendapat mujtahid
yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalili-dalil syariat yang
rinci serta berbagai kaidah (qawa’id) dan landasan (ushul) yang mendasari
pendapat tersebut, yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi satu
kesatuan yang utuh.
b) Menurut A. Hasan, madzhab adalah mengikuti hasil ijtihad seorang imam
tentang hukum suatu masalah, atau tentang hukum suatu masalah atau tentang
kaidah-kaidah istinbathnya.
Sejarah timbulnya madzhab dalam hukum Islam tidak lepas dari sejarah
perkembangan Fiqh Islam. Saat Nabi Muhammad SAW masih hidup, seluruh
persoalan hukum senantiasa terselesaikan dengan gemilang tanpa menimbulkan
perbedaan yang berarti. Hal ini karena Nabi sebagai satu-satunya rujukan dari
setiap persoalan yang ada. Sebagai rujukan tunggal, nabi mampu memberikan
solusi terbaik dan diterima oleh semua kalangan. Nabi sendiri, ketika
menghadapi beragam persoalan, tak jarang juga melakukan ijtihad. Namun
ijtihad yang beliau lakukan, dipastikan kebenarannya, karena langsung berada
dalam bimbingan dan koreksi wahyu. Sehinga, praktis hal ini membawa manusia
kepada nuansa kesatuan hukum yang harmonis.3
Terdapat perbedaan periodisasi fiqh di kalangan ulama fiqh kontemporer.
Muhammad Khudari Bek (ahli fi qh dari Mesir) membagi periodisasi fiqh
menjadi enam periode. Menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa, periode keenam yang
dikemukakan Muhammad Khudari Bek tersebut sesebenarya bisa dibagi dalam

2
Nanang Abdillah, “Madzhab dan faktor penyebab terjadinya perbedaan”,
(https://media.neliti.com/media/publications/292400-mazhab-dan-faktor-penyebab-terjadinya-p-
ec32ac29.pdf), Diakses pada Selasa 26 Oktober 2021, Pukul 16.47
3
Moh. Fahimul Fuad, Op.cit

2|Kel 7
dua periode, karena dalam setiap periodenya terdapat ciri tersendiri. Periodisasi
menurut az-Zarqa adalah sebagai berikut:

1) Periode risalah (Penetapan Syari’at)


Periode ini dimulai sejak kerasulan Muhammad SAW sampai
wafatnya Nabi SAW (11 H./632 M.). Pada periode ini kekuasaan penentuan
hukum sepenuhnya berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika
itu adalah Al-Qur‟an dan sunnah Nabi SAW. Pengertian fiqh pada masa itu
identik dengan syarat, karena penentuan hukum terhadap suatu masalah
seluruhnya terpulang kepada Rasulullah SAW.

2) Periode al-Khulafaur Rasyidun (Penetapan Syari’at)


Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai
Mu‟awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada
tahun 41 H./661 M. Sumber fiqh pada periode ini, disamping Al-Qur‟an dan
sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para
sahabat. Persoalan hukum pada periode ini sudah semakin kompleks dengan
semakin banyaknya pemeluk Islam dari berbagai etnis dengan budaya
masing-masing.
Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan baru itu, para sahabat
pertama kali merujuk pada Al-Qur‟an. Jika hukum yang dicari tidak dijumpai
dalam Al-Qur‟an, mereka mencari jawabannya dalam sunnah Nabi SAW.
Namun jika dalam sunnah Rasulullah SAW tidak dijumpai pula jawabannya,
mereka melakukan ijtihad.

3) Periode awal pertumbuhan fiqh (Peletakan Dasar Fiqih)


Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2
H. Periode ketiga ini merupakan titik awal pertumbuhan fiqh sebagai salah
satu disiplin ilmu dalam Islam. Munculnya berbagai fatwa dan ijtihad hukum
yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sesuai dengan situasi
dan kondisi masyarakat daerah tersebut.

4) Periode keemasan (Fase Kematangan dan Kesempurnaan)


Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada pertengahan abad
ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini termasuk dalam
periode Kemajuan Islam Pertama (700-1000). Seperti periode sebelumnya,

3|Kel 7
ciri khas yang menonjol pada periode ini adalah semangat ijtihad yang tinggi
dikalangan ulama, sehingga berbagai pemikiran tentang ilmu pengetahuan
berkembang. Perkembangan pemikiran ini tidak saja dalam bidang ilmu
agama, tetapi juga dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan umum lainnya.
Pada awal periode keemasan ini, pertentangan antara ahlulhadits dan
ahlurra„yi sangat tajam, sehingga menimbulkan semangat berijtihad bagi
masing-masing aliran. Semangat para fuqaha melakukan ijtihad dalam
periode ini juga mengawali munculnya mazhab-mazhab fiqh, yaitu Mazhab
Hanafi , Maliki, Syafi ‟i, dan Hanbali.

5) Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqh


Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan
abad ke-7 H. Yang dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjih adalah
upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam mengomentari,
memperjelas dan mengulas pendapat para imam mereka. Periode ini ditandai
dengan melemahnya semangat ijtihad dikalangan ulama fiqh. Ulama fi qh
lebih banyak berpegang pada hasil ijtihad yang telah dilakukan oleh imam
mazhab mereka masing-masing, sehingga mujtahid mustaqill (mujtahid
mandiri) tidak ada lagi. Sekalipun ada ulama fiqh yang berijtihad, maka
ijtihadnya tidak terlepas dari prinsip mazhab yang mereka anut. Artinya
ulama fiqh tersebut hanya berstatus sebagai mujtahid fi al-mazhab (mujtahid
yang melakukan ijtihad berdasarkan prinsip yang ada dalam mazhabnya).

6) Periode kemunduran fiqh


Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnya
Majalah al-Ahkam al- „Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani)
pada 26 Sya‟ban l293. Perkembangan fiqh pada periode ini merupakan
lanjutan dari perkembangan fiqh yang semakin menurun pada periode
sebelumnya. Periode ini dalam sejarah perkembangan fiqh dikenal juga
dengan periode taqlid secara membabi buta. Pada masa ini, ulama fiqh lebih
banyak memberikan penjelasan terhadap kandungan kitab fiqh yang telah
disusun dalam mazhab masing-masing. Penjelasan yang dibuat bisa
berbentuk mukhtasar (ringkasan) dari buku-buku yang muktabar (terpandang)
dalam mazhab atau hasyiah dan takrir (memperluas dan mempertegas
pengertian lafal yang di kandung buku mazhab), tanpa menguraikan tujuan
ilmiah dari kerja hasyiah dan takrir tersebut.

4|Kel 7
Setiap ulama berusaha untuk menyebarluaskan tulisan yang ada dalam
mazhab mereka. Hal ini berakibat pada semakin lemahnya kreativitas ilmiah
secara mandiri untuk mengantisipasi perkembangan dan tuntutan zaman.
Tujuan satu-satunya yang bisa ditangkap dari gerakan hasyiah dan takrir
adalah untuk mempermudah pemahaman terhadap berbagai persoalan yang
dimuat kitab-kitab mazhab.

7) Periode pengkodifikasian fiqh


Periode ini di mulai sejak munculnya Majalah al-Ahkam alAdliyyah
sampai sekarang. Upaya pengkodifi kasian fiqh pada masa ini semakin
berkembang luas, sehingga berbagai negara Islam memiliki kodifi kasi
hukum tertentu dan dalam mazhab tertentu pula, misalnya dalam bidang
pertanahan, perdagangan dan hukum keluarga. Kontak yang semakin intensif
antara negara muslim dan Barat mengakibatkan pengaruh hukum Barat
sedikit demi sedikit masuk ke dalam hukum yang berlaku di negara muslim.
Disamping itu, bermunculan pula ulama fiqh yang menghendaki terlepasnya
pemikiran ulama fiqh dari keterikatan mazhab tertentu dan mencanangkan
gerakan ijtihad digairahkan kembali.4

B. Macam-Macam Mazhab
Masing-masing madzhab dalam hukum Islam memiliki corak kecendrungan
yang berbeda. Perbedaan ini sekaligus menjadi dasar bagi pengelompokan
madzhab-madzhab tersebut.
Dalam catatan sejarah hukum Islam, terdapat tidak kurang dari sepuluh
madzhab hukum Islam yang disandarkan kepada nama perorangan.
Beberapa madzhab dalam hukum Islam dapat dibagi beberapa golongan
besar yaitu madzhab Ahl al-Sunnah, Madzhab Syi‟ah, Khawarij dan Madzhab
yang telah musnah :

a. Madzhab Ahl al-Sunnah (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali)


1) Imam Hanafi (Tahun 80 – 150 H.)
Imam Hanafi , yang nama lengkapnya adalah Imam Abu Hanifah
al-Nu‟man bin Sabit bin Zauti lahir pada tahun 80 H. di kota Kuffah
pada masa Dinasti Umayyah . Semua literatur yang mengungkapkan
kehidupan Abu Hanifah menyebutkan bahwa Abu Hanifah adalah
4
H. Suparman Usman. Itang, “Filsafat Hukum Islam”, (Jakarta : Laksita Indonesia, 2015) h. 117-129

5|Kel 7
seorang „alim yang mengamalkan ilmunya, zuhud, „abid, wara‟, taqiy,
khusyu‟ dan tawadhu‟. Metode ushul yang digunakan Abu Hanifah
banyak bersandar pada ra‟yun, setelah pada Kitabullah dan As Sunnah.
Kemudian ia bersandar pada qiyas, yang ternyata banyak menimbulkan
protes di kalangan para ulama yang tingkat pemikirannya belum sejajar
dengan Abu Hanifah. Begitu pula halnya dengan istihsan yang ia
jadikan sebagai sandaran pemikiran mazhabnya, mengudang reaksi
kalangan ulama.
Dasar dasar yang menjadi sumber hukum Islam/dalam
mengistimbatkan hukum madzhab Hanafi , adalah:
a. Al-Qur‟an
b. Al-Sunnah
c. Fatwa para sahabat
d. Qiyas
e. Istihsan
f. „Urf (Adat yang berlaku di masyarakat)
Madzhab Hanafi banyak dianut oleh umat Islam di Pakistan,
India, Afganistan, Turki, Asia Tenggara, Mesir, Brazil, dan Amerika
Latin.

2) Imam Maliki (Tahun 93 – 179 H.)


Nama lengkapnya adalah Malik bin Anas Abi Amir al Ashbahi,
dengan julukan Abu Abdillah. Ia lahir pada tahun 93 H, Ia menyusun
kitab Al Muwaththa‟, dan dalam penyusunannya ia menghabiskan
waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukkan kepada 70 ahli fiqh
Madinah. Dalam sumber lain menyebutkan bahwa nama lengkap beliau
adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu „Amir bin „Amr bin Al Harits
bin Ghaiman bin Khutsail bin „Amr bin Al Harits Al Himyari Al
Ashbahi Al Madani . Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93 H.
Sejak muda ia sudah menghafal Al-Qur‟an dan sudah nampak minatnya
dalam ilmu pengetahuan. Ia dipandang ahli dalam berbagai cabang ilmu,
khususnya ilmu hadits dan fiqh. Karyakarya Imam Malik begitu banyak,
di antaranya yang paling populer adalah Al Muwatta‟ yang berarti
„kemudahan‟ atau „kesederhanaan‟. Keistimewaan Al-Muwatta‟ adalah
bahwa Imam Malik merinci berbagai persoalan kaidah-kaidah fi qhiyah
yang di ambil dari haditshadits dan atsar.

6|Kel 7
Dasar dasar yang menjadi sumber hukum Islam/dalam
mengistimbatkan hukum madzhab Maliki, adalah:
a. Al-Qur‟an
b. Al-Sunnah
c. Ijma‟ Ulama Madinah
d. Fatwa Sahabat
e. Qiyas
f. Masalihul Mursalah
Madzhab Hanafi banyak dianut oleh umat Islam di bagian
penjuru dunia, seperti: Maroko, Al-Jazair, Mesir, Tunisia, Sudan,
Kuwait, Qatfl dan Bahrain.

3) Imam Syafi‟i (Tahun 150 – 204 H.)


Nama lengkap Abu Abdullah, Muhammad ibnu Idris bin Abbas
bin Usman bin Syafi‟i bin Saaib bin „Abiid bin Abdu Yazid bin Hasim
bin Muthalib bin Abdu Manaf, yang merupakan kakek dari kakek Nabi .
Sebagian besar riwayat menyebutkan bahwa Imam Syafi‟i lahir di
daerah Ghazza, Syam (Palestina) dari keturunan Quraisy dan Nasabnya
bertemu dengan Nabi Muhammad saw. pada kakeknya, Abdi Manaf
ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Pada usia dua tahun ia dibawa
oleh ibunya untuk pindah ke Makkah. Pada umur sekitar tujuh tahun
Imam Syafi‟i sudah menghafal Al-Qur‟an, selain itu ia juga banyak
menghafal hadits-hadits Nabi. Selain pengembaraan intelektual dan
keilmuan yang sedemikian rupa, fiqih Imam Syafi‟i juga merupakan
refleksinya. Dengan kata lain, kehidupan sosial masyarakat dan keadaan
zamannya amat mempengaruhi Imam Syafi‟i dalam membentuk
pemikiran dan mazhab fiqihnya.
Sejarah hidupnya menunjukkan bahwa ia amat dipengaruhi oleh
masyarakat sekitar terbukti dengan munculnya dua kecendrungan dalam
mazhab Syafi‟i yang dikenal dengan qaul qadim (mazhab lama) dan
qaul jadid (mazhab baru). Menurut para ahli sejarah fiqh, mazhab qadim
Imam Syafi‟i dibangun di Irak pada tahun 195 H. Kedatangan Imam
Syafi‟i ke Baghdad pada masa pemerintahan khalifah Al-Amin itu
melibatkan Syafi‟i dalam perdebatan sengit dengan para ahli fiqih
rasional Irak. Sedangkan mazhab jadid adalah pendapat selama berdiam
di Mesir yang dalam banyak hal mengoreksi pendapatpendapat

7|Kel 7
sebelumnya. Pemikiran-pemikiran baru Imam Syafi‟i di antaranya di
muat dalam bukunya Al-Umm.
Dasar dasar yang menjadi sumber hukum Islam/dalam
mengistimbatkan hukum madzhab Syafi‟i, adalah:
a. Al-Qur‟an
b. Al-Sunnah
c. Ijma‟
d. Qiyas
e. Istidlal
Madzhab Syafi ‟i banyak dianut oleh umat Islam di frika Utara,
Mesir, Arabia, Srab Selatan (Yaman), Libanon, Palestina, Irak, Pakistan,
Semenanjung Malaya, Srilangka, Indonesia dan beberapa negara Asia
Tenggara.

4) Imam Hambali ( Tahun 164 – 241 H.)


Nama lengkap imam besar ini adalah Ahmad bin Hambal bin
Hilal bin Usd bin Idris bin Abdullah bin Hayyan ibn Abdullah bin Anas
bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban. Ia terlahir di Baghdad Irak
pada tahun 164 H/780 M . Ayahnya meninggal dunia ketika Ahmad
masih kecil, ia kemudian diasuh oleh ibunya. Ilmu yang pertama kali
dikuasai adalah Al Qur‟an hingga beliau hafal pada usia 15 tahun, beliau
juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang
yang terindah tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu
hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Beliau telah mempelajari hadits
sejak kecil dan untuk mempelajari hadits ini beliau pernah pindah atau
merantau ke Syam (Syiria).
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama,
jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai
negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri
lainnya.
Dasar dasar yang menjadi sumber hukum Islam/dalam
mengistimbatkan hukum madzhab Hambali, adalah:
a. Al-Qur‟an
b. Al-Sunnah
c. Fatwa para Sahabat
d. Hadits yang lemah
e. Qiyas

8|Kel 7
Madzhab Hambali banyak dianut oleh umat Islam di Saudi
Arabia, Libanon, Siria, dan beberapa negara Afrika.

b. Madzhab Syi’ah
1) Al-Ja‟Fariyah
2) Al-Zaidiyah
3) Al-Ismailiya

c. Khawarij
Dari golongan Khawarij yang masih ada adalah Madzhab Ibady.

d. Madzhab Madzhab yang telah Musnah


1. Mazhab al-Auza‟i
2. Mazhab al-Zhahiry
3. Mazhab al-Thabary
4. Mazhab al-Laitsi5

5
Ibid

9|Kel 7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
madzhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam
mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistinbatkan hukum Islam.
Munculnya madzahab, sebagai bagian dari proses sejarah penetapan hukum
Islam tertata rapi dari generasi sahabat, tabi‟in,, hingga mencapai masa
keemasan pada khalifah Abbasiyah. Madzhab telah memberi sumbangsih
pemikiran besar dalam penetapan hukum fiqh Islam.
Sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat/madzhab dikarenakan
perbedaan presepsi dalam ushul fiqh serta perbedaan penafsiran mujtahid.
Beberapa madzhab dalam hukum Islam dapat dibagi beberapa golongan
besar yaitu madzhab Ahl al-Sunnah, Madzhab Syi‟ah, Khawarij dan Madzhab
yang telah musnah.

B. Saran
Mengingat bahwa madzhab itu adalah pokok pikiran atau dasar yang
digunakan oleh Imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau
mengistinbatkan hukum Islam maka sangat disarankan untuk kita bermadzhab
karena sangat penting bagi orang beragama agar pemahaman dan praktik
agamanya benar.

10 | K e l 7
DAFTAR PUSTAKA

Usman Suparman H. Itang, “Filsafat Hukum Islam”, (Jakarta : Laksita Indonesia,


2015)

Fuad Fahimul Moh, “Mazhab-Mazhab dalam Hukum Islam”,


(https://ejournal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/view/3
4/93), Diakses pada Selasa, 26 Oktober 2021, Pukul 16.35

Abdillah Nanang, “Madzhab dan faktor penyebab terjadinya perbedaan”,


(https://media.neliti.com/media/publications/292400-mazhab-dan-faktor-
penyebab-terjadinya-p-ec32ac29.pdf), Diakses pada Selasa 26 Oktober 2021,
Pukul 16.47

11 | K e l 7

Anda mungkin juga menyukai