Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM PADA MAZHAB SYAFI'I DAN

HAMBALI

Kelopok 7

Nurjana Mosi

H1122097

Firda A Usman

H1122130

Dosen Pengajar

Umar P S.H, M.H

9901019905

UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO

FAKULTAS ILMU HUKUM

TAHUN AJAR 2023-2024

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidyah-Nya sehingga kami

dapat menyelsaikan makalah yang berjudul

Perkembangan hukum islam mazhab. Makalah ini di

ajukan guna memenuhi tugas mata kuliah hokum

islam. Kami mengucapkan terimakasih kepada

semua pihak yang telah membantu sehingga

makalah ini dapat diselsakikan sesuai dengan

waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna

, oleh karena itu kami mengharapapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberi

informasi bagi masyarakat dan memebri manfaat

untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita

semua.

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................. II

DAFTAR ISI ......................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 4

A. LATAR BELAKANG .......................................................

B. RUMUSAN MASALAH ...................................................

C. TUJUAN PEMBAHASAN................................................

BAB II PEMBAHASAN ............................................................

A. Pengertian Mazhab ........................................................

B. Mazhab Syafi’I................................................................

C. Pendiri Mazhab ..............................................................

D. Pengertian dan Ajaran Mazhab ......................................

1. Al-Qur’an dan Al-Sunnah................................................

E. Mazhab Hambali.............................................................

F. Pendiri Mazhab ..............................................................

G. Pengertian dan Ajaran Mazhab Hambali ........................

BAB III PENUTUP.......................................................................

A. KESIMPULAN...........................................................

B. KRITIK DAN SARAN ................................................

BAB IV DAFTAR PUSTAKA........................................................

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan fiqih menunjukkan

pada suatu dinamika pemikiran keagamaan yang

sangat penting bagi perkembangan keislaman. Hal

tersebut merupakan persoalan yang tidak pernah

usai di manapun dan kapanpun, terutama dalam

masyarakat-masyarakat agama yang sedang

mengalami modernisasi. Di lain pihak, evolusi

historikal dari perkembangan fiqih secara sungguh-

sungguh telah menyediakan frame work bagi

pemikiran Islam, atau lebih tepatnya actual working

bagi karakterisitik perkembangan Islam itu sendiri.

Kehadiran fiqih ternyata mengiringi pasang-surut

perkembangan Islam, dan bahkan secara amat

dominan, fiqih — terutama fiqih abad pertengahan —

mewarnai dan memberi corak bagi perkembangan

Islam dari masa ke masa. Karena itulah, kajian-kajian

mendalam tentang masalah kesejahteraan fiqih tidak

semata-mata bernilai historis, tetapi dengan

4
1. Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, (Malang: Intrans Publishing, 2015), 87
2. Abdul Wahab Khallaf, Mashadir Al-Tasyri’ Al-Islami Fima La Nashsha Fiih, (Kuwait: Dar Al-Qalam, 1956), 35
3. Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), vi

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
sendirinya menawarkan kemungkinan baru bagi

perkembangan Islam berikutnya.

Jika kita telusuri sejak saat kehidupan Nabi

Muhammad saw, para sejarahwan sering

membaginya dalam dua priode yakni periode Mekkah

dan periode Madinah. Pada periode pertama risalah

kenabian berisi ajaran-ajaran akidah dan akhlaq,

sedangkan pada periode kedua risalah kenabian

lebih banyak berisi hukum-hukum. Dalam mengambil

keputusan masalah amaliyah sehari-hari para

sahabat tidak perlu melakukan ijtihad sendiri, karena

mereka dapat langsung bertanya kepada Nabi jika

mereka mendapati suatu masalah yang belum

mereka ketahui. Sampai dengan masa empat

khalifah pertama hukum-hukum syariah itu belum

dibukukan, dan belum juga diformulasikan sebagai

sebuah ilmu yang sistematis. Kemudian pada masa-

masa awal periode tabi’in (masa Dinasti Umayyah)

muncul aliran-aliran dalam memahami hukum-hukum

syariah serta dalam merespon persoalan-persoalan

baru yang muncul sebagai akibat semakin luasnya

5
4. Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
wilayah Islam, yakni ahl al-hadis dan ahl al-ra’y. Aliran

pertama, yang berpusat di Hijaz (Mekkah-Madinah),

banyak menggunakan hadis dan pendapat-pendapat

sahabat, serta memahaminya secara harfiah.

Sedangkan aliran kedua, yang berpusat di Irak,

banyak menggunakan rasio dalam merespons

persoalan baru yang muncul. Perbedaan pendapat

dalam lapangan hukum tersebut merupakan sebuah

hasil penelitian (ijtihad), hal ini tidak perlu dipandang

sebagai faktor yang melemahkan kedudukan hukum

Islam, akan tetapi sebaliknya bisa memberikan

kelonggaran kepada orang banyak sebagaimana

yang disampaikan oleh Nabi pada sebuah hadis:

2 ‫اختالف امتى رح مة (رواه البيهقى فى الرسالة االشعرية‬

Yang maksudnya : “Perbedaan pendapat di kalangan

umatku adalah rahmat” (HR. Baihaqi dalam Risalah

Asy’ariyyah).

Sabda tersebut memiliki makna bahwa orang bebas

memilih salah satu pendapat dari pendapat yang

banyak itu, dan tidak terpaku hanya kepada satu

pendapat saja. Bermadhab memiliki arti

6
4. Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
melaksanakan dan mengamalkan hasil ijtihad para

imam-imam mujtahid seperto Maliki, Syafi’i dan lain-

lain adalah wajib begi setiap orang islam yang belum

mampu melakukan ijtihad, sebab mazhab-mazhab

yang mereka bina merupakan hasil ijtihad. Proses

ijtihad semata-mata merupakan proses penggalian isi

Al-Qur’an dan Hadist untuk mendapatkan suatu

hukum yang kongkrit dan positif. Banyak yang

menyadari dan beranggapan bahwa mazhab

merupakan hasil karya manusia dan fiqih merupakan

kumpulan hukum yang dikarang oleh orang alim

tanpa menyadari bahwa dasar penyusunan mazhab

atau ilmu fikih adalah Al-Qur’an dan Hadist (Tohir,

1983).

Pentingnya pemahaman tentang mazhab

mengharuskan untuk mengakaji terkait hal-hal yang

berhubungan dengan mazhab tersebut, sehingga kita

dapat meyakini dan mengiuti tuntunan yang

dianjurkan dalam mazhab tersebut. Atas dasar

tersebut maka makalah kali ini sehingga dalam

makalah ini akan dibahas tentang Mazhab Syafi’i dan

7
4. Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
Mazhab dan Mazhab Hambali yang diharapkan dapat

memberikan manfaat dan informasi seputar mazhab

tersebut.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang digunakan dalam

makalah ini adalah:

1. Siapa pendiri Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hambali?

2. Bagaimana metode dalam penetapan hukum dari

masing-masing mazhab tersebut?

3. Apa saja kitab-kitab yang terdapat pada masing-

masing mazhab tersebut?

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pendiri Mazhab Syafi’i dan

Mazhab Hambali.

2. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam

menetapkan hukum dari masing- masing mazhab

tersebut.

3. Untuk mengetahui kitab-kitab yang terdapat pada

masing-masing mazhab tersebut.

5. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002), 38
6. Mahmud Syaltout, Al-Islam Aqidah Wa Syariah, (Kairo: Dar Al-Qalam, 1966), 9

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mazhab

Kata mazhab berasal dari bahasa Arab yaitu isim

makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata

dzahab (pergi) (Al-Bakri, I‘ânah ath-Thalibin, I/12).

Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya, “tempat

pergi”, yaitu jalan (ath-tharîq) (Abdullah, 1995: 197;

Nahrawi, 1994:208).

Secara terminologis pengertian mazhab menurut

Huzaemah Tahido Yanggo, adalah pokok pikiran atau

dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam

memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum

Islam. Sedangkan menurut istilah ushul fiqih, mazhab

adalah kumpulan pendapat mujtahid yang berupa

hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil syariat

yang rinci serta berbagai kaidah (qawâ’id) dan

landasan (ushûl) yang mendasari pendapat tersebut,

yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi

satu kesatuan yang utuh (Nahrawi, 1994: 208;

Abdullah, 1995: 197). Menurut Muhammad Husain

24. Juliansyahzen, M. Iqbal. Pemikiran Hukum Islam Abu Hanifah: Sebuah Kajian Sosio-Historis
Seputar Hukum Keluarga. Jurnal Al-Mazahib Volume 3, Nomor 1, Juni (2015): 76
25. Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam. (Washington: The International Institute
of Islamic Thought, 1987), 91
26. Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, (Malang: Intrans Publishing, 2015), 99

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
Abdullah (1995:197), istilah mazhab mencakup dua

hal: (1) sekumpulan hukum-hukum Islam yang digali

seorang imam mujtahid; (2) ushul fikih yang menjadi

jalan (tharîq) yang ditempuh mujtahid itu untuk

menggali hukum-hukum Islam dari dalil-dalilnya yang

rinci .

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan dua

unsur mazhab ini dengan berkata, “Setiap mazhab

dari berbagai mazhab yang ada mempunyai metode

penggalian (tharîqah al-istinbâth) dan pendapat

tertentu dalam hukum-hukum syariat.” (Asy-

Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/395).

Kata mazhab merupakan sighat isim makan

dari fi’il madli zahaba. Zahaba artinya pergi, sehingga

mazhab memiliki arti tempat pergi atau jalan. Kata-

kata yang semakna ialah maslak, thariiqah dan sabiil

yang kesemuanya berarti jalan atau cara. Pengertian

mazhab menurut istilah dalam kalangan umat Islam

ialah sejumlah dari fatwa-fatwa dan pendapat-

pendapat seorang alim besar di dalam urusan

agama, baik ibadah maupun lainnya. Setiap mazhab

10

24. Juliansyahzen, M. Iqbal. Pemikiran Hukum Islam Abu Hanifah: Sebuah Kajian Sosio-Historis
Seputar Hukum Keluarga. Jurnal Al-Mazahib Volume 3, Nomor 1, Juni (2015): 76
25. Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam. (Washington: The International Institute
of Islamic Thought, 1987), 91
26. Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, (Malang: Intrans Publishing, 2015), 99

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
punya guru dan tokoh-tokoh yang

mengembangkannya. Berkembangnya suatu

mazhab di sebuah wilayah sangat bergantung dari

banyak hal, salah satunya dari keberadaan pusat-

pusat pengajaran mazhab itu sendiri.

Berdasarkan keberadaannya, mazhab fiqh ada yang

masih utuh dan dianut oleh masyarakat tertentu,

namun ada pula yang telah punah. Menurut aspek

teologis, mazhab fiqh dibagi dalam dua kelompok,

yaitu Mazhab Ahlussunnah dan Mazhab Syi’ah.

Mazhab yang termasuk dalam mazhab Ahlussunah

adalah Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab

Syafi’i serta Mazhab Hanbali, sedangkan yang

termasuk dalam Mazhab Syiah adalah Mazhab Syiah

Zaidiyah, Mazhab Syiah serta Mazhab Syiah

Imamiyah, selain mazhab yang telah disebutkan juga

masih terdapat banyak mazhab yang keberadaannya

telah punah diantaranya adalah Mazhab Ath-Thabari

dan Mazhab az-Zahir, Mazhab Al-Auza’i dan lain-lain.

11

24. Juliansyahzen, M. Iqbal. Pemikiran Hukum Islam Abu Hanifah: Sebuah Kajian Sosio-Historis
Seputar Hukum Keluarga. Jurnal Al-Mazahib Volume 3, Nomor 1, Juni (2015): 76
25. Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam. (Washington: The International Institute
of Islamic Thought, 1987), 91
26. Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, (Malang: Intrans Publishing, 2015), 99

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
B. Mazhab Imam Syafi’i

Nama lengkap imam Syafi‟i adalah Muhammad bin

Idris bin al-Abbas bin Syafi'i bin al-Saib bin Ubaid bin

Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Mutholib bin Abdi

Manaf. Dari pihak Ibu al-Syafi'i adalah cucu saudara

perempuan ibu sahabat Ali bin Abi Thalib. Jadi ibu

dan bapak al-Syafi'i adalah dari suku Quraisy. Bapak

beliau berkelana dari Makkah untuk mendapatkan

kelapangan penghidupan di Madinah, lalu bersama

dengan ibu al-Syafi'i meninggaikan Madinah menuju

ke Gaza untuk akhirnya beliau wafat di sana setelah

dua tahun kelahiran al-Syafi'i. Dalam catatan yang

lain al-Syafi'i lahir dalam keadaan yatim, pada bulan

Rajab Tahun 150 H. (767 M) di Gaza, Palestina.31

Pada umur 9 tahun Imam Syafi‟i telah hafal Al-qur‟an.

Setelah itu beliau melanjutkan belajar bahasa Arab,

hadits dan fiqih. Diantara gurunya ialah imam Malik

dan beliau hafal kitab al-Muwatha. Setelah imam

Malik wafat, imam Syafi‟i mulai melakukan kajian-

kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-fatwa fiqih,

bahkan telah menyusun metodologi kajian fiqih.

12

29. Askar Saputra, Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal Syariah Hukum Islam Vol 1, No 1,
(2018): 30-311
30. Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of Islamic
Thought, 1987), 93-94
31. Rohidin. Historisitas Pemikiran Hukum Imam Asy-Syafi'i. Jurnal Hukum No. 27 Vol 11 September, (2004):
98

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
Dalam kajian fiqihnya, al-Syafi‟I mengemukakan

pendapat bahwa hukum Islam harus bersumber

kepada Al-qur‟an dan Sunnah serta Ijma‟. Apabila

ketiga sumber ini belum memaparkan ketentuan

hukum yang jelas dan pasti, al-Syafi‟i telah

mempelajari qaul sahabat, dan baru kemudian ijtihad

dengan qiyas dan istishab. 32 Imam Syafi‟i pada usia

20 tahun pergi ke Madinah dan belajar kepada imam

Malik. Lalu tahun 195 H beliau pergi ke Baghdad dan

belajar kepada Muhammad ibn al-Hasan al-Syaibaniy

(murid Abu Hanifah) selama 2 tahun. Setelah itu

beliau kembali ke Makkah dan kembali ke Baghdad

dan menetap disana selama beberapa bulan.

Selanjutnya melakukan perjalanannya lagi ke Mesir

dan menetap disana sampai wafat pada 29 Rajab

tahun 204 H. Maka dari itu didalam diri imam Syafi‟i

terhimpun pengetahuan-pengetahuan fiqih ashab al-

hadits (imam Malik) dan fiqih ashab al-ra’yu (Abu

Hanifah). 33 Cara ijtihad (istinbath) imam al-Syafi‟i

seperti imam-imam madzhab yang lainnya, namun al-

Syafi‟i disini menentukan thuruq alistinbath al-ahkam

tersendiri. Adapun langkah-langkah ijtihadnya


13

29. Askar Saputra, Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal Syariah Hukum Islam Vol 1, No 1,
(2018): 30-311
30. Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of Islamic
Thought, 1987), 93-94
31. Rohidin. Historisitas Pemikiran Hukum Imam Asy-Syafi'i. Jurnal Hukum No. 27 Vol 11 September, (2004):
98

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
adalah; Ashal yaitu Al-qur‟an dan Sunnah. Apabila

tidak ada didalamnya maka beliau melakukan qiyas

terhadap keduanya. Apabila hadits telah muttashil

dan sanadnya sahih, berarti ia termasuk berkualitas.

Makna hadits yang diutamakan adalah makna zhahir,

ia menolak hadits munqathi’ kecuali yang

diriwayatkan oleh Ibn al-Musayyab pokok (al-ashl)

tidak boleh dianalogikan kepada pokok, bagi pokok

tidak perlu dipertanyakan mengapa dan bagaimana

(lima wa kaifa), hanya dipertanyakan kepada cabang

(furu’).34 Imam Syafi‟i mengatakan dalam

Muhammad Kamil Musa35 bahwa; ilmu itu bertingkat-

tingkat. Tingkat pertama adalah Al-qur‟an dan

Sunnah, kedua ialah ijma‟ terhadap sesuatu yang

tidak terdapat dalam Al-qur‟an dan Sunnah. Ketiga

adalah qaul sebagian sahabat tanpa ada yang

menyalahinya, keempat adalah pendapat sahabat

Nabi Saw yang antara satu dengan yang lainnya

berbeda-beda (ikhtilaf) dan kelima adalah qiyas.

Dengan demikian, dalil hukum yang digunakan oleh

imam Syafi‟i adalah Al-qur‟an, Sunnah dan Ijma‟.

Sedangkan teknik ijtihad yang digunakan adalah


14

29. Askar Saputra, Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal Syariah Hukum Islam Vol 1, No 1,
(2018): 30-311
30. Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of Islamic
Thought, 1987), 93-94
31. Rohidin. Historisitas Pemikiran Hukum Imam Asy-Syafi'i. Jurnal Hukum No. 27 Vol 11 September, (2004):
98

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
qiyas dan takhyir apabila menghadapi ikhtilaf

pendahulunya. Ikhtilaf antara madzhab ahl al-ra’yu

dan madzhab ahl al-ḥadits sebenarnya telah berakhir

pada masa imam Syafi‟i karena beliau telah

menggabungkan dua metodologi dalam

mengistinbatkan hukum Islam. Sebagaimana telah

diketahui bahwa Imam Syafi‟i memiliki dua qaul, yaitu

qaul qadim dan qaul jadid. Pemetaan istilah tersebut

dengan melihat dimana tempat beliau memutuskan

hukum. Pendapat imam Syafi‟i yang difatwakan dan

ditulis di Irak (195-199 H) dikenal dengan qaul qadim.

Sedangkan hasil ijtihad Imam Syafi‟i yang digali dan

difatwakan selama ia bermukim di Mesir (199-204 H),

dikenal dengan qaul jadid. 36 Kebanyakan pendapat

imam Syafi‟i sewaktu menetap di Irak banyak

dituliskan dalam al-Risalah al-Qadimah dan al-

Hujjah, yang populer dengan sebutan al-Kitab al-

Qadim. Sedangkan qaul jadid yang dirumuskan imam

Syafi‟i setelah beliau berdomisili di Mesir diabadikan

dalam beberapa kitab, yaitu: al-Risalah al-Jadidah, al-

Umm, al-Amali, al-Imla' dan lain-lain. Itulah pendapat

imam Syafi‟i tentang qaul qadim dan qaul jadid yang


15

29. Askar Saputra, Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal Syariah Hukum Islam Vol 1, No 1,
(2018): 30-311
30. Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of Islamic
Thought, 1987), 93-94
31. Rohidin. Historisitas Pemikiran Hukum Imam Asy-Syafi'i. Jurnal Hukum No. 27 Vol 11 September, (2004):
98

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
sering dijadikan alasan oleh pembaharu untuk

memodifikasi fiqih Islam. Selain itu juga ada

pendapat-pendapat imam Syafi‟i yang di cantumkan

dalam kitab yang sering dikenal dengan kitab al-

‘Umm, didalam kitab ini menjelaskan pendapat-

pendapat imam Syafi‟i tentang hukum-hukum Islam.

C. Pendiri Mazhab

Mazhab Syafi’i didirikan oleh Muhammad ibn Idris Al-

Syafi’i Al-Quraisy yang seringkali dikenal dengan

sebutan Imam Syafi’i. Beliau dilahirkan di Ghazzah

pada tahun 150 H. Imam Syafi’i dibesarkan dalam

kondisi keluarga yang miskin dan dalam keadaan

yatim tetapi beliau tidak merasa rendah diri ataupun

malas, sebaliknya beliau giat belajar hadist dari para

ulama hadist yang terdapatdi kota Makkah dan pada

masa usianya yang masih kecil beliau telah hafal Al-

Qur’an.

Guru Imam Syafi’i yang pertama adalam Muslim bin

Khalid seorang mufti dari Makkah. Imam Syafi’i

adalah seorang yang cerdas otaknya, kuat

ingatannya hingga beliau sanggup hafal Al-Qur’an

16

29. Askar Saputra, Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal Syariah Hukum Islam Vol 1, No 1,
(2018): 30-311
30. Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of Islamic
Thought, 1987), 93-94
31. Rohidin. Historisitas Pemikiran Hukum Imam Asy-Syafi'i. Jurnal Hukum No. 27 Vol 11 September, (2004):
98

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
pada usia yang cukup muda yaitu pada usia 9 tahun.

Setelah beliau hafal Al-Qur’an barulah mempelajari

bahasa dan syi’ir, kemudian beliau mempelajari

hadist dan fiqih. Imam Syafi’i adalah salah seorang

murid Imam Malik yang sewaktu belajar ternyata

beliau telah hafal kitab Imam Malik, yaitu kitab Al

Muwatho’ yang dianggap sebagai kitab induk dari

Mazhab Maliki. Pada mulanya beliau mengikuti jejak

Imam Maliki, tetapi setelah memperoleh

pengetahuan dan pengalaman yang luas maka beliau

membentuk mazhab tersendiri (Mansur, 1984).

Tahun 198 H, beliau pergi ke Negari Mesir. Beliau

mengajar di masjid Amr ibn Ash serta menulis Kitab

Al-Umm, Amali Kubra, Kitab Risalah, Ushul Al-Fiqih

dan memperkennalkan Qaul Jadid sebagai mazhab

baru. Imam syafi’i dikenal sebagai orang yang

pertama kali memelopori pertama kali penulisan

dalam bidang tersebut. Di Mesir inilah Imam Syafi’i

wafat setelah menyebarkan ilmu dan manfaat kepada

banyak orang. Murid-murid beliau yang terkenal

adalah ibn Abdullah ibn Al-Hakam, Abu Ibrahim ibn

17

29. Askar Saputra, Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal Syariah Hukum Islam Vol 1, No 1,
(2018): 30-311
30. Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of Islamic
Thought, 1987), 93-94
31. Rohidin. Historisitas Pemikiran Hukum Imam Asy-Syafi'i. Jurnal Hukum No. 27 Vol 11 September, (2004):
98

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
Ismail ibn Yahya Al-Muzanni, serta Abu Ya’qub

Yusub ibn Yahya Al-Buwaiti dan sebagainya.

Madzhab Syafi’i, satu dari sekian banyak madzhab

fiqih yang sampai saat ini masih mendapat apresiasi

luar biasa dari mayoritas kaum muslimin dunia.

Keunggulan utama Madzhab Syafi’i terletak pada

sifatnya yang moderat. Di awal pertumbuhannya,

pendiri madzhab ini Muhammad bin Idris asy-Syafi’i

(150-204 H), mengakomodasi dua aliran hukum Islam

yang berkembang saat itu, yaitu aliran tekstualis

(madrasatul hadits) dan aliran rasionalis (madrasatur

ra’y). Hasil kolaborasi keduanya dapat dilihat dari

produk hukum Imam Syafi’i yang selalu mengacu

pada substansi nash (al-Qur’an dan as-Sunnah), dan

dalam kasus tertentu dipadukan dengan dalili analogi

(qiyas). Sebagai Bapak Ushul Fiqih, Imam Syafi’i

mewariskan seperangkat metode istimbath hukum

yang berfungsi untuk menganalisa beragam kasus

hukum baru yang terjadi di kemudian hari. Dari

tangan Imam Syafi’i lahir ribuan ulama yang konsen

menafsirkan, menjabarkan, dan mengembangkan

18

29. Askar Saputra, Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal Syariah Hukum Islam Vol 1, No 1,
(2018): 30-311
30. Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of Islamic
Thought, 1987), 93-94
31. Rohidin. Historisitas Pemikiran Hukum Imam Asy-Syafi'i. Jurnal Hukum No. 27 Vol 11 September, (2004):
98

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
pemikiran beliau dalam ribuan halaman karya ilmiah

di bidang hukum Islam.

D. Pengertian dan Ajaran Mazhab

Mazhab Syafi’i artinya adalah pendapat imam Syafi’i

tentang masalah suatu hukum yang beliau ambil dari

Al-Qur’an dan Hadist berdasarkan analisis dan Ijtihad

beliau. Selanjutnya bila seseorang dikatakan

bermazhab Syafi’i maka artinya orang tersebut

mengikuti jalan fikiran atau pendapat Syafi’i tentang

masalah yang beliau ambil dari Al-Qur’an dan Hadist

(Tohir, 1983).

Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam, hal tersebut

didasarkan pada masa dan tempat beliau mukim.

Yang pertam adalah Qaul Qodim, yaitu mazhab yang

dibentuk sewaktu beliau hidup di Irak, dan yang

kedua adalah Qaul Jadid, yakni mazhab yang

dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir yaitu setelah

pindah dari Irak. Keistimewaan Imam Syafi’i

dibandingkan deng an Imam yang lainnya adalah

beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul

Fiqh dengan kiitabnya Ar Risalah serta kitab Al-Umm

19
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
dalam bidang Fiqh yang menjaid induk dari

mazhabnya (Mansur, 1984).

Qaul Qodim merupakan pendapat-pendapat Imam

Syafi’i yang dihasilkan dari perpaduan antara mazhab

iraqy yang bersifat rasional dan pendapat Ahlu al-

Hadist yang bersifat tradisional, tetapi fiqh yang

demikian lebih sesuai terhadap ulama-ulama yang

datang dari berbagai negara Islam ke Makah pada

saat itu, mengingat situasi dan kondisi negara-negara

yang sebagian ulamanya datang ke Makah pada

waktu itu berbeda-beda satu sama lain. Mereka dapat

memilih pendapat yang sesuai dengan kondisi

negaranya. Hal tersebut juga menyebabkan

pendapat Imam syafi’i mudah diterima dan tersebar

ke berbagai negara Islam. Kedatangan Imam Syafi’i

kedua kalinya ke Irak hanya beberapa bulan saja

tinggal disana dan kemudian pergi ke Mesir, di mesir

inilah tercetus Qaul jadid yang didektekannya kepada

muridnya di Mesir. Qaul jadid Imam Syafi’i ini

dicetuskan setelah bertemu dengan para ulama Mesir

dan mempelajari fiqih dan hadist dari mereka serta

20
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
adat istiadat, situasi dan kondisi masyarakat Mesir

pada waktu itu, sehingga Imam Syafi’i merubah

sebagian hasil ijtihadnya yang telah difatwakan di Irak

(Huzaemah, 1997).

Pokok-pokok fiqih Syafi’i ada lima:

1. Al-Qur’an dan Al-Sunnah

Imam Syafi’i memandang al-Qur’an dan al-Sunnah

berada dalam satu martabat. Beliau menempatkan al-

Sunnah sejajar dengan al-Qur’an, karena menurut

beliau Sunnah menjelaskan al-Qur’an kecuali hadits

ahad tidak sama nilainya dengan al-Qur’an dan hadits

mutawatir.

Imam Syafi’i dalam menerima hadits ahad

mensyaratkan sebagai berikut :

I. Perawinya terpercaya

II. Perawinya berakal

III. Perawinya dhabith (kuat ingatannya)

IV. Perawinya benar-benar mendengar sendiri

hadits itu dari orang yang menyampaikan

kepadanya.

21
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
V. Perawinya tidak menyalahi para ahli ilmu yang

meriwayatkan hadits tersebut.

1. Al-Ijma’

Imam Syafi’i mengatakan, bahwa ijma’ adalah hujjah

dan beliau menempatkan ijma’ sesudah al-Qur’an

dan al-Sunnah sebelum qiyas.

1. Pendapat sahabat yang tidak ada yang

menentangnya.

2. Ikhtilaf sahabat Nabi

3. Qiyas

Kitab-kitab Imam Syafi’i baik yang ditulisnya

sendiri ataupun didektekan kepada muridnya

maupun yang dinisbahkan kepadanya antara

lain sebagai berikut (Huzaemah, 1997):

1. Kitab al-Risalah, tentang ushul fiqh.

2. Kitab al-Umm, sebuah kitab fiqh yang

didalamnya dihubungkan pula sejumlah

kitabnya.

3. Kitab al-Musnad, berisi hadist-hadist yang

terdapat dalam kitab al-Umm yang

dilengkapi dengan sanad-sanadnya.

22
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
4. Al-Imla’

5. Al-Amaliy.

6. Harmalah (dinisbahkan pada muridnya

yang bernama Harmalah ibn Yahya).

7. Mukhtashar al-Muzaniy (dinisbahkan

kepada Imam Syafi’i).

8. Mukhtashar al-Buwaithiy (dinisbahkan

kepada Imam Syafi’i).

9. Kitab Ikhtilaf al-Hadist (penjelasan Imam

Syafi’i tentang hadist-hadist Nabi SAW).

Daerah-daerah yang yang menganut

mazhab Syafi’i adalah Libia, Mesir,

Indonesia, Philipina, Malysia, Somalia,

Arabia selatan, Palestina, Yordania,

Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Paistan, India,

Sunni-Rusia, Yaman, jazirah Indo China.

E. Mazhab Hambali

Imam Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Al-

Syaibani dilahirkan di Baghdad (Iraq) tepatnya dikota

Maru/Merv, kota kelahiran sang ibu, pada bulan

Robi`ul Awwal tahun 164 H atau Nopember 780 M.

23
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn

Hanbal Ibn Hilal Ibn As`ad Ibn Idris Ibn Abdillah Ibn

Hayyan Ibn Abdillah Ibn Anas Ibn `Auf Ibn Qosit Ibn

Mazin Ibn Syaiban Ibn Zulal Ibn Ismail Ibn Ibrahim.

Dengan kata lain, Ia adalah keturunan Arab dari suku

bani Syaiban, sehingga diberi laqab Al-Syaibani.37

Imam Hanbal dibesarkan di Baghdad dan

mendapatkan pendidikan awalnya dikota tersebut

hingga usia 19 tahun (riwayat lain menyebutkan

bahwa Ahmad pergi keluar dari Bagdad pada usia 16

tahun). Pada umur yang masih relative muda ia

sudah dapat menghapal Al-Qur`an. Sejak usia 16

tahun Ahmad juga belajar hadits untuk pertama

kalinya kepada Abu Yusuf, seorang ahli al-ra`yu dan

salah satu sahabat Abu Hanifah. Kemudian gurunya

dalam pemikiran fiqih ia belajar kepada imam Syafi‟i,

dan imam Hanbal banyak mempergunakan Sunnah

sebagai rujukan. Beliau tergolong orang yang

mengembangkan fiqih tradisional. Dalam hidupnya

imam Hanbal banyak melakukan analisis-analisis

terhadap hadits-hadits Nabi dan kemudian disusun

berdasarkan sistematika isnad, sehingga karyanya


24
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
imam Hanbal dikenal dengan sebutan kitab Musnad.

Imam Hanbal juga dikenal sebagai ulama ahli fiqih

dan ahli hadits yang masyhur dikalangan

masyarakatnya. Pandangannya berpengaruh

dikalangan masyarakat. Ijtihad (istinbath) imam

Ahmad ibn Hanbal dijelaskan oleh Thaha Jabir

Fayadl al-„Ulwani38 bahwa cara ijtihad imam Hanbal

sangat dekat dengan ijtihad yang dipakai oleh imam

Syafi‟i. Selanjutnya pendapat-pendapat imam Ahmad

ibn Hanbal dibangun atas lima dasar diantaranya:

1. Al-nushush dari Al-qur‟an dan Sunnah, apabila

telah ada ketentuan dalam Al-qur‟an dan

Sunnah. Beliau berpendapat sesuai dengan

makna yang tersurat, makna yang tersirat ia

abaikan.

2. Jikalau tidak didapatkan dalam Al-qur‟an dan

Sunnah maka menukil fatwa sahabat, dan

memilih pendapat sagabat yang disepakati

sahabat lainnya.

25
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
3. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda maka

memilih salah satu pendapat yang lebih dekat

kepada Al-qur‟an dan Sunnah.

4. Imam Ahmad ibn Hanbal menggunakan hadits

mursal dan dhaif apabila tidak ada atsar, qaul

sahabat atau ijma‟ yang menyalahinya.

5. Apabila hadits mursal dan dhaif sebagaimana

diisyarattkan di atas tidak didapatkan maka

menganalogikan (qiyas). Dalam pandangannya

qiyas adalah dalil yang dipakai dalam keadaan

dharurat (terpaksa).

6. Langkah terakhir adalah menggunakan sadd al-

dzara’i yaitu melakukan tindakan yang prepentif

terhadap hal-hal yang negatif.39 Pemikiran fiqih

Ahmad bin Hanbal merujuk pada fatwa

sahabat tanpa membedakan apakah fatwa itu

mempunyai dasar dari sunnah atau atsar atau sekedar

diperoleh dari ijtihad mereka. Sekalipun tidak dapat

dikatakan bahwa Ahmad bin Hanbal telah

menghidupkan fatwa-fatwa sahabat tanpa verifikasi

ilmiah yang memadai tetapi ia menganggap fatwa-fatwa

26
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
itu sebagai rujukan kedua setelah hadis dalam

memahami agama dan hukum syara‟ adalah satu

kenyataan yang sulit dibantah. Dengan demikian, maka

dapat diasumsikan bahwa keteguhan Ahmad bin Hanbal

dalam mengedapankan fatwa-fatwa sahabat sebagai

rujukan dalam istinbat hukumnya cukup menjadi

indikator bahwa dari jalur inilah pemikiran fiqih sahabat

membentuk pemikiran fiqh Ahmad bin Hanbal. Imam

Hanbal tidak pernah menggunakan qiyas, penggunaan

qiyas pernah dilakukan oleh gurunya tidak banyak

berpengaruh pada Ahmad bin Hanbal bahkan sikap dan

pemikirian fiqh Ahmad bin Hanbal cenderung

fundamentalistik dalam memegang hadis. 40

Sebagaimana dilakukan sebagian besar sahabat telah

menjadi potensi dasar bagi upayanya untuk melakukan

perombakan pemahaman agama yang dianggap telah

mengalami distorsi oleh kepentingan politik dan aliran

pada zamannya menuju pemahaman komprehensif

para sahabat.

27
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
E. Pendiri Mazhab

Pendiri mazhab Hanbali adalah Al-Imam Abu

Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzadahili

Assyaibani. Beliau dilahirkan di bagdad pada tahun

164 H dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal

adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke

berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan.

Imam Ahmad ibn Hanbal adalah Imam keempat dari

fuqoha’ Islam. Ia adalah seorang yyeng memiliki sifat-

sifat luhur dan budi pekerti yang tinggi. Ibnu hanbal

terkenal wara’, zuhud, amanah dan sangat kuat

berpegang kepada yang hak serta ia hafal al-Qur’an

dan mempelajari bahasa.

Awal mulanya Imam Ahmad Ibnu Hanbal belajar ilmu

fiqh pada Abu Yusuf sallah seorang murid Abu

Hanifah, kemudian beliau beralih untuk belajar hadist.

Karena tidak henti-hentinya dalam belajar hadist,

sehingga ia banyak bertemu dengan para Syaikh Ahl

al-Hadist. Ia menulis hadist dari guru-gurunya dalam

sebuah buku sehingga ia terkenal sebagai seorang

imam al-Sunnah pada masanya. Imam Ahmad bin

28
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
Hanbal juga belajar fiqh dari dari Imam Syafi’i dan

Imam Syafi’i belajar hadist dari Imam ibn Hanbal.

Imam Ahmad bin Hanbal adalah salah seorang murid

Imam Syafi’i yang paling setia, sehingga ia tidak

pernah berpisah dengan gurunya emenapun kecuali

setelah Imam Syafi’i pindah ke Mesir (Huzaemah,

1997).

Pada mulanya Imam Ahmad mengikuti mazhab

gurunya, yaitu Imam Syafi’i. Tetapi setelah beliau

merasa mampu berijtihad sendiri maka beliau

melepaskan dirinya dari ikatan mazhab gurunya

tersebut dan selanjutnya berijtihad dan membentuk

mazhab sendiri. Sebagai induk bagi mazhabnya

beliau menulis kitab Al-Musnad (Mansur, 1984).

Imam Ahmad banyak mempelajari dan meriwayatkan

hadist dan beliau tidak mengambil hadistkecuali

hadist-hadist yang sudah jelas sahihnya. Pada masa

pemerintahan Al Mu’tashim, khalifah abbasiyah,

beliau sempat dipenjara karena sependapat dengan

opini yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah

makhluk dan dibebaskan pada masa Khalifah Al-

29
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
Mutawakkil. Imam Ahmad wafat pada usia 77 tahun

pada masa pemerintahan Khalifah Al-Wathiq.

Sepeninggal beliau, mazhab Hanbali berkembang

luas dan salah satu mazhab yang memiliki banyak

penganut (Jalaludin, 2002).

F. Pengertian dan Ajaran Mazhab Hambali

Mazhab Hanbali merupakan mazhab yang

mengikuti Imam Ahmad Ibn Hanbal, ia lebih

menitikberatkan kepada hadist dalam berijtihad dan

tidak menggunakan ra’yu dalam berijtihad kecuali

dalam keadaan darurat, yaitu ketika tidak ditemukan

hadist, walaupun hadist dhaif yang terlalu dhaif, yakni

hadist dhoif yang tidak diriwayatkan oleh pembohong

(Huzaemah, 1987).

Dasar-dasar hukum yang dijadikan sumber dalam

mengistimbatkan hukm adalah (Mansur, 1984):

1. Nash Al-Qur’an atau nash hadist, yaitu apabila

beliau menemukan nash baik dari Al-Qur’an

maupun hadist beliau tidak lagi memperhatikan

dalil-dalil yang lain dan tidak pula

30
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
memperhatikan pendapat-pendapat para

sahabat.

2. Fatwa sebagian sahabat, yaitu jika beliau tidak

mendapatkan nash maka beliau berpegang

teguh pada fatwa sahaby jika fatwa tersebut

tidak ada yang menantangnya.

3. Pendapat sebagian sahabat, beliau

memandang pendapat sebagian sahabat

sebagai dalil hukum. Jika terdapat beberapa

pendapat dalam suatu masalah maka beliau

mengambil pendapat yang lebih dekat kepada

Kitab dan Sunnah.

4. Hadist mursal atau hadist dhhoif, hal ini dipakai

jika hadis tersebut tidak berlawanan dengan

suuatu atsar atau pendapat seorang sahabat.

5. Qiyas, jika beliau tidak memperoleh sesuatu

dasar diantarayang tersebut di atas maka

dipergunakanlah qiyas.

Kitab-kitab Imam Hambali selain seorang ahli

mengajar dan ahli mendidik, ia juga`seorang

pengarang. Beliau mempunyai beberapa kitab yang

31
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
telah disusun dan direncanakannya, yang isinya

sangat berharga bagi masyarakat umat yang hidup

sesudahnya. Di antara kitab-kitabnya adalah sebagai

berikut (Huzaemah, 1997):

1. Kitab Al-Musnad.

2. Kitab Tafsir al-Qur’an.

3. Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh.

4. Kitab al-Muqqodam wa al-Muakhkar fi al-

Qur’an.

5. Kitab Jawabul al-Qur’an

6. Kitab al-Tarikh

7. Kitab Manasiku al-Kabir

8. Kitab Manasiku al-Shagir

9. Kitab Tha’atu al-Rasul

10. Kitab al-‘illah

11. Kitab al-Shalah

Daerah-daerah yang yang menganut mazhab

Hambali adalah Libia, Mesir, Indonesia, Saudi ,

Arabia, Palestina, Syria, Irak, Jazirah Arab

32
19 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 16 20
‘Umar Sulaiman Al-‘asyqar, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. (Amman: Dar Al-Nafa’is, 1991), 81

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada pun kesimpulan dari makalah tentang mazhab

Syafi’i dan Hambali sebagai berikut :

Mazhab Syafi’i didirikan oleh Muhammad ibn Idris

Al-Syafi’i Al-Quraisy yang seringkali dikenal dengan

sebutan Imam Syafi’i, dan untuk mazhab Hanbali

merupakan mazhab yang mengikuti Imam Ahmad

Ibn Hanbal.

Dari ke dua mazhab memiliki metode yang berbeda

sebagai berikut :

1. Mazhab syafi’i ada lima:

1. Al-Qur’an dan Al-Sunnah

2. Al-Ijma’

3. Pendapat sahabat yang tida ada yang

menentangnya.

4. Ikhtilaf sahabat Nabi

5. Qiyas

6. Mazhab Hambali ada lima :


33

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
1. Nash Al-Qur’an atau nash hadist,

2. Fatwa sebagian sahabat

3. Pendapat sebagian sahabat

4. Hadist mursal atau hadist dhhoif.

5. Qiyas

Dari ke dua mazhab menulis kitab-kitabnya sebagai

berikut :

1. Mazhab Syafi’i ialah :

1. Kitab al-Risalah, tentang ushul fiqh.

2. Kitab al-Umm, sebuah kitab fiqh yang didalamnya

dihubungkan pula sejumlah kitabnya.

3. Kitab al-Musnad, berisi hadist-hadist yang

terdapat dalam kitab al-Umm yang dilengkapi

dengan sanad-sanadnya.

4. Al-Imla’

5. Al-Amaliy.

6. Harmalah (dinisbahkan pada muridnya yang

bernama Harmalah ibn Yahya).

7. Mukhtashar al-Muzaniy (dinisbahkan kepada

Imam Syafi’i).
34

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
8. Mukhtashar al-Buwaithiy (dinisbahkan kepada

Imam Syafi’i).

9. Kitab Ikhtilaf al-Hadist (penjelasan Imam Syafi’i

tentang hadist-hadist Nabi SAW).

10. Mazhab Hambali ialah :

1. Kitab Al-Musnad.

2. Kitab Tafsir al-Qur’an.

3. Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh.

4. Kitab al-Muqqodam wa al-Muakhkar fi al-Qur’an.

5. Kitab Jawabul al-Qur’an

6. Kitab al-Tarikh

7. Kitab Manasiku al-Kabir

8. Kitab Manasiku al-Shagir

9. Kitab Tha’atu al-Rasul

10. Kitab al-‘illah

11. Kitab al-Shalah

35

Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mansur.1984. Keduduan Mazhab Dalam Syari’at
Islam. Jakarta: Indonesia
Asy Syak’ah, Mustofa Muhammad.1995. Islam Tidak
Bermazhab Cet. 2,Jakarta: Gema Insani Press
Huzaemah. 1997. Pengantar Perbandingan Mazhab.
Jakarta: Logos
Jalaludin. 2002. Dahulukan Akhlak diatas Fikih.
Bandung. Mutahhari Press
Mustofa Al Maraghi, Abdullah, 2001. Pakar Pakar
Fiqih Sepanjang Sejarah, Cet. 1. Yogyakarta :
LKPSM
Sirry, Mun’im A. 1996. Sejarah Fiqih Islam Sebuah
Pengantar, Cet.2, Surabaya : Risalah Gusti

36

Anda mungkin juga menyukai