Anda di halaman 1dari 10

PERKEMBANGAN FIKIH PADA MASA TAQLID

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Metodologi Studi Fiqih

Dosen Pengampu : Muhammad Nisfu Lail, Lc., M.A

Disusun oleh : Kelompok 4

1. Latifah Ainurrahmah ( 2250210108 )


2. Ainul Rizqi Maulida ( 2250210109 )
3. Elma Fatmawati ( 2250210112 )

Kelas : D1MBR

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH (MBS)


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS
TAHUN 2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam realitasnya, fikih yang merupakan produk hukum dalam Islam tidak akan bisa
terlepas dari potret keragaman pemikiran yang menjadi bukti bahwa fikih dari generasi ke
generasi atau dari kurun waktu tertentu telah mengalami perkembangan dan perubahan. Hal ini
menunjukkan bahwa fikih bukan merupakan produk hukum yang statis, akan tetapi fikih
merupakan produk hukum yang dinamis, yang sangat mungkin berubah berdasarkan kondisi
kondisi tertentu.

Sejarah perkembangan fikih sendiri secara umum dapat dipetakan menjadi beberapa
bagian:

1. Periode Rasulullah, yaitu periode insha’ dan takwin (pertumbuhan dan pembentukan) yang
berlangsung selama 22 tahun dan beberapa bulan, 610 M sampai dengan 632 M
2. Periode Sahabat, yaitu periode tafsir dan takmil (penjelasan dan penyempurnaan) yang
berlangsung selama kurang lebih 90 tahun, yaitu terhitung sejak masa wafatnya Rasulullah
pada tahun 11 H sampai dengan akhir abad pertama hijriah (101 H atau 632 – 720 M)
3. Periode Tadwin (pembukuan) dan munculnya para imam mujtahid, dan zaman
perkembangan serta kedewasaan hukum, yang berlangsung selama 250 tahun, yaitu
terhitung mulai tahun 100 H sampai tahun 350 H (720 – 961 M)
4. Periode Taqlid, yaitu periode kebekuan dan statis yang berlangsung mulai pertengahan abad
empat hijriah (351 H)

Dalam pembahasan ini akan dibahas masa pertumbuhan fikih setelah mazhab, yaitu
periode taqlid, di mana pertumbuhan dan perkembangan fikih secara umum mengalami masa
kemunduran dan kebekuan.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan mengenai taqlid ?
2. Bagaimana fikih dalam periode taqlid ?
3. Bagaimana pengembangan fikih pada masa taqlid ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang taqlid
2. Untuk mengetahui fikih dalam periode taqlid
3. Untuk mengetahui pengembangan fikih pada masa taqlid

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Taqlid
Secara Etimologi, Taqlid adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa berpikir. Sedangkan
secara syara’, taqlid adalah melaksanakan pendapat orang lain tanpa disertai hujjah yang kuat.
Misalnya orang awam yang mengambil pendapat seorang mujtahid, atau seorang mujtahid yang
mengambil pendapat mujtahid lain.1

Sejarah Kemunculan Taqlid

Pada masa ini, umat Islam telah meletakkan diri pada ruang yang sempit, yaitu ruang
mazhab yang tidak boleh dilewati apalagi dilompati, sehingga mereka hanya ikut-ikutan
(Taqlid) saja. Walaupun fase ini penuh dengan semangat taqlid, namun sebenarnya masih ada
beberapa ulama yang memiliki kemampuan untuk berijtihad dan mengistinbatkan hukum
seperti pendahulu mereka. Akan tetapi, mereka sudah menutup celah itu dan merasa cukup
dengan apa yang sudah dilakukan oleh pendahulunya yaitu para ulama mazhab. Hal itu
disebabkan tingkat ketakwaan dan ke-wara’an mereka sehingga lebih memilih berputar diatas
bahtera fikih yang sudah ada. Diantara ulama-ulama tersebut adalah Abu Al Hasan Al Karkhi,
Abu Bakar Ar-Razi dari kalangan mazhab Hanafi, Ibnu Rusyd Al Qurthubi dari mazhab Maliki,
Al Juwaini Imam Al Haramain dan Al Ghazali dari kalangan mazhab Syafi’I, dan Imam
Bukhari, Imam Muslim Ibnu Abi Ad-Dunya dan Ahmad bin Abi Hawari dari kalangan mazhab
Hambali.

Faktor Penyebab Kebekuan Pemikiran Fikih

1. Pergolakan politik
2. Fanatisme mazhab
3. Terkodifikasinya Pendapat-pendapat mazhab
4. Hakim-hakim diangkat dari orang-orang yang bertaqlid
5. Penutupan pintu ijtihad2

1
Mohamad Rana. Periode Taklid dan Jumud. Hal 3.
2
Mohamad Rana. Periode Taklid dan Jumud. Hal 4-8.

4
B. Fikih Dalam Periode Taqlid
Periode taqlid ini dimulai dari abad 10-11 M (310 H). Periode ini adalah periode di mana
semangat ijtihad mutlak para ulama sudah pudar, semangat kembali kepada sumber-sumber
pokok tasyri’, dalam rangka menggali hukum-hukum dari teks alquran dan sunnah dan
semangat mengistimbat hukum-hukum terhadap suatu masalah yang belum ada ketetapan
hukumnya dari nash dengan menggunakan dalil-dalil syara’ sudah pudar. Mereka hanya
mengikuti hukum-hukum yang telah dihasilkan oleh imam-imam mujtahid terdahulu.

Pada periode ini kondisi fikih islam sangat buruk sekali. Padahal periode ini adalah fase
terpanjang dalam sejarah fikih islam, mengalami kemunduran dan jumud (beku). Jika di zaman
generasi pertama kita bisa melihat para fuqaha yang sibuk menggali fikih mencari illat, dan
berijtihad maka pada periode ini para ulamanya sudah beralih profesi menjadi taqlid buta,
padahal memiliki kemampuan untuk menempuh jalan para pendahulunya sehingga terhentinya
kegiatan ijtihad.3

Akhir dari masa gemilang ijtihad pada periode imam mujtahid ditandai dengan telah
tersusunnya secara rapi dan sistematis kitab-kitab fikih sesuai dengan aliran berpikir mazhab
masing-masing. Dari satu segi, pembukuan fikih ini ada dampak positifnya yaitu kemudahan
bagi umat Islam dalam beramal, karena semua masalah agama telah dapat mereka temukan
jawabannya dalam kitab fikih yang ditulis para mujtahid sebelumnya. Tetapi dari segi lain,
terdapat dampak negatifnya yaitu terhentinya daya ijtihad, karena orang tidak merasa perlu lagi
berpikir tentang hukum, sebab semuanya sudah tersedia jawabannya.

Kegiatan ijtihad pada masa ini terbatas pada usaha pengembangan, pengarahan dan
perincian kitab fikih dari imam mujtahid yang ada (terdahulu), dan tidak muncul lagi pendapat
atau pemikiran baru.4

Kitab fikih yang dihasilkan para mujtahid terdahulu diteruskan dan dilanjutkan oleh
pengikut mazhab kepada generasi sesudahnya, tanpa ada maksud untuk memikirkan atau

3
Khairuddin. Pengembangan Fikih Pada Masa Taklid. (2013). Hal 2.
4
Muhammad Khamzah. Modul Fikih Konsep Fikih dan Ushul Fikih. (2013). Hal 5.

5
mengkajinya kembali secara kritis dan kreatif meskipun situasi dan kondisi umat yang akan
menjalankannya sudah sangat jauh berbeda dengan kondisi di saat fikih itu dirumuskan oleh
imam mujtahid. Karena itu sudah mulai banyak ketentuan-ketentuan fikih lama itu yang tidak
dapat diikuti untuk diterapkan secara praktis. Selain itu, sangat banyak masalah fikih yang tidak
dapat dipecahkan hanya dengan semata membolak balik kitab-kitab fikih yang ada itu. Jika
pada masa imam mujtahid, fikih disusunnya itu berjalan secara praktis dengan daya aktualitas
yang tinggi, maka pada masa berikutnya, fikih dalam bidang-bidang tertentu sudah kehilangan
daya aktualitasnya.5

C. Pengembangan Fikih Pada Masa Taqlid


❖ Pengembangan Fikih di Arab, Asia Tengah dan India
Para ulama tidak sekaligus meninggalkan ijtihad, melainkan berangsur-angsur karena
itu dapatlah kita membedakan antara masa sebelum pertengahan abad 7 H (tahun 656 H)
yaitu masa ketika jatuhnya kerajaan Abasiyyah di Baghdad dengan terbunuhnya Al
Mu’tashim, dengan masa sesudahnya. Dalam masa itulah para ulama mengahadapkan
dirinya kepada taqlid sampai pengaruhnya ke Asia Tengah dan India.6

Para imam telah meninggalkan warisan yang begitu berharga dan sangat besar, yaiu
hukum-hukum yang diperlukan oleh kejadian-kejadian. Pemerintah pun dalam menetapkan
seseorang untuk menjadi hakim dan mufti dan kedudukan lainnya mengambil dari orang-
orang yang mengikuti mazhab, baik di Timur maupun di Andalus dan Maghribi. Para
fuqaha’ masa taqlid itu sepakat meninggalkan ijtihad, adakala karena aneka ragam fatwa
yang bersimpang siur tak terkendalikan lagi, yang menyebabkan para fuqaha’ menjauhkan
diri dari ijtihad, adakala karena sudah malas untuk berijtihad, dan adakalanya pula memang
pahamnya sudah tertumbuk pada pendapat bahwa pintu ijtihad sudah tertutup. Mulai saat
itu fikih islam sudah bercerai dari sifat amaliyah yang praktis berpindah berjalan pada cara
yang teoritis yang jauh dari segi-segi praktek kehidupan, dan merupakan bentuk yang
membeku, tidak mau menampung masalah yang hidup dalam kehidupan umat.7

5
Muhammad Khamzah. Modul Fikih Konsep Fikih dan Ushul Fikih. (2013). Hal 5.
6
Abdul Wahab Khallaf. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001). Hal. 48
7
Khairuddin. Pengembangan Fikih Pada Masa Taklid. (2013). Hal 3.

6
Dalam masa ini masih terdapat fuqaha’ yang mempunyai pembahasan-pembahasan
yang berharga dan kadang-kadang mereka menyalahi pendapat-pendapat imam. Dan pada
masa itu masih terdapat mujtahid muqayyad atau mujtahid mazhab. Juga para fuqaha’ pada
masa itu ada yang memberikan illat-illat hukum yang dikemukakan oleh para imam dan
menampung kaidah-kaidah serta mentarjihkan pendapat-pendapat yang berbeda-beda dari
para imam dalam suatu masalah.

Ringkasnya, masa ini adalah masa menyusun fikih secara menetapkan masalah-
masalahnya yang baru, menurut dasar yang telah ditancapkan oleh imam-imam mereka dan
mentarjihkan menguatkan suatu pendapat dari pendapat yang berbeda-beda. Menurut ahli tarikh
zaman taqlid terjadi beberapa periode, yaitu:8
1. Periode Pertama (Abad ke IV)
Di masa ini, masing-masing ulama menegakkan fatwa imamnya menyeru umat untuk
bertaqlid dan mazhab yang dianutnya. Ulama Irak mempropagandakan supaya menganut
mazhab Imam Abu Hanifah, ulama Madinah kepada mazhab Imam Malik, pada masa ini
paling kuat hanya mentarjih antara dua perkataan imam yang berlawanan sehingga
berbunyi semboyan : “kami mazhab Hanafi”, disambut dengan semboyan lain “kami
mazhab Maliki” dan begitulah seterusnya, mereka tidak segan-segan mengatakan kepada
yang bukan mazhabnya kalimat kafir.
2. Periode Kedua
Periode ini, kelemahan ruh ijtihad terlihat jelas, sangat kurang ulama yang berani
memunculkan ijtihad, kecuali beberapa orang saja diantaranya Al ‘Iz ‘Abdusslam (578 –
660 H), Ibnu Daqiqil ‘Id (615 – 702 H), Al-Bulqini (724 – 805 H), Ibnu Rif’ah (645 – 858
H), Ibnu Hajar Asqalani (773 – 858 H), Ibnu Humam (790 – 911 H), Ibnu Hajib (570 –
646 H), Ibnu Taimiyah (661 – 728 H), Ibnu Qayyim (691 – 751 H), Al Asnawi (714 – 784
H), Al Jalalul Mahalli (791 – 864 H), dan Al Jalalus Sayuti (846 – 911 H).9

8
Hasbi AS Shiqqieqy. Pengantar Hukum Islam I. Bulan Bintang. Hal. 81
9
Khairuddin. Pengembangan Fikih Pada Masa Taklid. (2013). Hal 4.

7
3. Periode Ketiga
Pada periode ini ijtihad padam sama sekali, sehingga haram hukumnya berijtihad, namun
ditengah ke-vakum an ijtihad muncul lah dua mujtahid yang masih diakui ijtihadnya yaitu
Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani pengarang Subulussalam dan Imam Asy
Syaukani pengarang Nailul Authar, kemudian pada abad XX bangunlah pujangga sunnah,
ahli politik yang terkenal yaitu Al Imam Muhammad Abduh.
4. Periode Keempat
Pada periode ini adalah periode yang menantang Muhammad Abduh yang menyerukan
kepada para ulama untuk berijtihad dan menyingkapkan tirai taqlid.10

10
Khairuddin. Pengembangan Fikih Pada Masa Taklid. (2013). Hal 4.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan fikih pada masa setelah mazhab mengalami kemunduran bahkan
kebekuan pemikiran bila dibandingkan dengan masa sebelumnya. Banyak faktor penyebabnya,
kondisi politik termasuk faktor yang sangat mempengaruhi kemunduran tersebut. Fanatisme
mazhab sangat tampak sekali pada masa masa tersebut, sehingga karya-karya ulama pada masa
tersebut sebagian besar memperkuat mazhab-mazhab yang telah ada.

Dalam sejarah, umat Islam pernah mengalami masa keemasan, yang kemudian dikenal
dengan istilah the Golden Age of Islam, yakni masa sejak runtuhnya Daulah Umayyah (sekitar
abad ke-2 H) sampai pertengahan abad ke-4 H. Salah satu khalifah yang memimpin pada masa
ini, Harun ar-Rasyid, memberi perhatian besar dan penghargaan yang tinggi terhadap dunia
ilmu pengetahuan, terutama fikih. Salah satu contoh perhatiannya adalah ketika Imam Malik
(179 H) diminta mengajarkan kitab Muwatta’-nya kepada kedua anaknya, Al-Amin dan Al-
Makmun.

Setelah masa ini, dimulai pada sekitar awal abad ke-3 H, umat Islam mengalami masa
kemunduran. Para penguasa saat itu, Khalifah Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Wasiq,
berusaha keras memaksakan ideologi Mu’tazilah kepada para ulama, sehingga kebebasan
mereka dalam berpendapat semakin terpasung.

Kondisi ini dan pengaruh kekalahan umat Islam dari Hulagu Khan pada tahun 656 H
menjadikan fikih menjadi statis dan jumud. Umat Islam sejak saat itu mengalami kemunduran
besar dalam dunia ilmu pengetahuan. Meskipun demikian, karya-karya ulama pada masa ini
juga berjasa besar dalam perkembangan pemikiran fikih, yaitu membuat mukhtasar (ringkasan),
syarah dan hasyiyah (penjelas) karya para imam mazhab. Mereka juga mentarjih berbagai
pendapat dalam mazhab, membela mazhab dan merumuskan dasar-dasar dan kaidah-kaidah
usuliyah yang belum dirumuskan oleh ulama sebelumnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Rana, Mohamad. Periode Taklid dan Jumud.


http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_13BA.0080434.pdf
(diakses 29 September 2022)

Khairuddin. Pengembangan Fikih Pada Masa Taklid. (Jakarta: khairuddintapaktuan, 2013).


https://khairuddintapaktuan.wordpress.com/2013/02/18/pengembangan-fiqih-pada-masa-
taklid/ (diakses 29 September 2022)

Khallaf, Abdul Wahab. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001). Hal. 48

Shiqqieqy, Hasbi As. Pengantar Hukum Islam I. Bulan Bintang. Hal. 81

Khamzah, Muhammad. Modul Fikih Konsep Fikih dan Ushul Fikih. (2013). Hal 5.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. (1997). Cet. Pertama. Jakarta. PT LOGOS Wacana Ilmu.

10

Anda mungkin juga menyukai