Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

HUKUM ISLAM PASCA IMAM MADZAB

Disusun Oleh :
Nadia Izlina Rozi
Hendrik Rulan Sandi

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BILLFATH LAMONGAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .
Pada masa stagnasi atau kebekuan pemikiran hukum islam, istilah taqlid tampak dalam
literatur hukum, dimasa ini umat islam terlena dengan prestasi ulama terdahulu, mereka
memberikan penghargaan yang berlebihan terhadap ulama terdahulu. Sehingga melahirkan
kepercayaan bahwa pekerjaan menafsirkan dan mengembangkan secara mendalam sudah
diselesaikan oleh ulama‟ terdahulu, bagi mereka usaha ulama‟ terdahulu sudah berhasil
mengantarkan syariah pada bentuk final yang sempurna. Sehingga para cendikiawan diperiode ini
hanya menggunakan prinsip taqlid, sehingga kegiatan dalam hukum terbatas pada pengembangan
dan analisa mendetailn terhadap hasil yang sudah ada. Sehingga perlu kita ketahui lebih dalam
tentang “sejarah perkembangan hukum islam pasca imam madzab” yang didalamnya dijelaskan
faktor-faktor penyebab kebekuan pemikiran hukum islam, karakteristik masa stagnasi, sebab-
sebab taqlid, dan tertutupnya pintu ijtihad, serta adanya ta‟assub fanatik madzab.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami buat dalam makalah ini, sebagai berikut :
1. Apa factor-faktor penyebab stagnasi pemikiran hukum islam ?
2. Bagaimanakah karakteristik masa stagnasi, sehingga doktrin taqlid sangat tampak dalam
literatur hukum ?
3. Bagaimanakah hukum ta‟assub dalam bermadzab ?

C. Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui perkembangan hukum islam pasca Imam madzab.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya stagnasi pemikiran hukum islam
3. Meneladani sifat-sifat imam madzab, sehingga terhindar dari sifat ta‟assub.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah singkat Munculnya Imam Madzab


Pada masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah
„‟The Golden Age‟‟. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam
bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu
pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa
Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan
berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Ketika memasuki abad kedua Hijriah inilah merupakan era kelahiran mazhab-mazhab hukum dan
dua abad kemudian mazhab-mazhab hukum ini telah melembaga dalam masyarakat Islam dengan
pola dan karakteristik tersendiri dalam melakukan istinbat hukum. Kelahiran mazhab-mazhab hukum
dengan pola dan karakteristik tersendiri ini, tak pelak lagi menimbulkan berbagai perbedaan
pendapat dan beragamnya produk hukum yang dihasilkan. Para tokoh atau imam mazhab seperti Abu
Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi‟i, Ahmad bin Hanbal dan lainnya, masing-masing menawarkan
kerangka metodologi, teori dan kaidah-kaidah ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam
menetapkan hukum. Metodologi.
Teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para tokoh dan para Imam Mazhab ini, pada
awalnya hanya bertujuan untuk memberikan jalan dan merupakan langkah-langkah atau upaya dalam
memecahkan berbagai persoalan hukum yang dihadapi baik dalam memahaminash al-Quran dan al-
Hadis maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya dalam nash.
Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam mazhab tersebut terus
berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan ia -tanpa disadari- menjelma menjadi doktrin
(anutan) untuk menggali hukum dari sumbernya. Dengan semakin mengakarnya dan melembaganya
doktrin pemikiran hukum di mana antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan yang khas, maka
kemudian ia muncul sebagai aliran atau mazhab yang akhirnya menjadi pijakan oleh masing-masing
pengikut mazhab dalam melakukan istinbat hukum.
Ikhtilaf bukan hanya terjadi para arena fiqih, tetapi juga terjadi pada lapangan teologi. Seperti
kita ketahui dari sejarah bahwa peristiwa “tahkim” adalah titik awal lahirnya mazhab-mazhab teologi
dalam Islam. Masing-masing mazhab teologi tersebut memiliki corak dan kecenderungan yang
berbeda-beda seperti dalam mazhab-mazhab fiqih. Perbedaan pendapat pada aspek teologi ini juga
memiliki implikasi yang besar bagi perkembangan pemahaman umat Islam terhadap ajaran Islam itu
sendiri.
Menurut hemat penulis, perbedaan pendapat di kalangan umat ini, sampai kapan pun dan di
tempat mana pun akan terus berlangsung dan hal ini menunjukkan kedinamisan umat Islam, karena
pola pikir manusia terus berkembang. Perbedaan pendapat inilah yang kemudian melahirkan
mazhab-mazhab Islam yang masih menjadi pegangan orang sampai sekarang. Masing-masing
mazhab tersebut memiliki pokok-pokok pegangan yang berbeda yang akhirnya melahirkan
pandangan dan pendapat yang berbeda pula, termasuk di antaranya adalah pandangan mereka
terhadap kedudukan al-Qur‟an dan al-Sunnah.
B. Hukum Islam di masa Stagnasi
kebekuan pemikiran hukum islam disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya:
a. Faktor politik
Campur tangan penguasa dalam kekuasaan kehakiman dan kelemahan posisis ulama dalam
dalam menghadapi pemerintah. Madzhab berkembang karena dukungan politik, ketika satu
madzhab memperoleh kekuasaan, pemikiran yang bertentangan dengannya akan ditindas.
Dengan penindasan ini pemikiran tertutup dan mereka sulit untuk bangkit.
b. Para ulama berebut menjadi qadhi
Qadhi diangkat oleh seorang penguasa. Qadhi tidak ingi mengambil resiko berbeda pendapat
dengan madzhabnya, karena dikhawatirkan mereka dikucilkan masyarakat, dipinggirkan oleh
ulama, dan dilaporkan kepada penguasa. Oleh karena itu yang paling aman adalah mengikuti
pendapat para imam madzhab yang telah dibukukan. Dalam kondisi seperti ini ijtihada ulama
seakan akan telah tertutup. Mereka melakukan ijtihad hanya dalam rangka memberikan
legitimasi kebijakan penguasa.
c. Keengganan para ulama dalam melakukan ijtihad
Banyak para ulama yang enggan melakukan ijtihad, sehingga membuat orang-orang yang
tidajk kredibel menjual ijtihad di hadapan penguasa. Tentu saja ini dapat menimbulkan
perbedaan di kalangan umat islam. Akibatnya sebagian ulama terpaksa menutup pintu ijtihad
secara mutlakdan mengharuskan untuk taklid pada para imam mujtahid
Abd al-Wahhab Khallaf menyebutlan ada empat factor penyebab stagnasi pemikiran
hukum islam:

1. Terpecahnya kekuasaan islam menjadi Negara-negara kecil hingga umat disibukkan oleh
eksistensi politik
2. Terbaginya para pakar hukum islam tingkat mujtahid berdasarkan madrasah tempat mereka
belajr
3. Menyebarnya ulama yang member fatwa berdasarkan petunjuk penguasa
4. Menyebarnya penyakit akhlak, seperti hasud dan egoismedi kalangan ulama
Masa stagnasi dimulai kelemahan umat islam khususnya pemegang kekuasaan yang terlena atas
kemenangan islam.

C. Karakteristik Masa Stagnasi


Setelah keempat imam madzhab ahl al sunnah meninggal dunia. Hukam islam memasuki zaman
kodifikasi (tadwin). Berbagai ilmu islam dibukukan dan tidak disampaikan lisan
Dampak dari doktrin taqlid tampak dalam literature hukum. Penafsiran dan pemikiran ara imam
madzhab disusun dalam buku. Banyak karya ulama yang memuat komentar dan penjelasan atas
karya para imam mujahid. Pandngan-pandangan yang berbeda disatukan dan digabungkan.
Disamping itu muncul pula karya ringkasan (ikhtisar) atas karya-karya tertentu.
Para penulis memperlihatkan isi, bentuk, serta susunan tulisan-tulisan terdahulu. Gerakan ini di
satu sisi menyimpan khazanah ilmu para ulama, tetapi di sisi lain menyebabkan para ulama merasa
cukup dengan apa yang telah tersedia. Mereka tidak merasa perlu melakukan penelitian ulang.
Akhirnya muncul tradisi membuat komentar (syarah) dan matan. Ini bertujuan untuk memudahkan
membaca dalam memahami kitab-kitab rujukan. Dan tidak jarang komentar (syarah) suatu kitab
diberi komentar lagi yang disebut (hariyah).
Menurut Ali as-Sayis, periode ini tidak melahirkan mujtahid yang independen. Usaha ulama
pada periode ini adalah:
a. Menerima dari imam mereka berbagai hukum terhadap masalah-masalah yang telah diperkirakan
sebelum kejadian terjadi.
b. Mengkaji pendapat yang bertentangan dengan madzhab melalui tarjih, yakni mempertimbangkan
dalil yang lebih kuat. Ada pertentangan diantara para pengutip pendapat imam (tarjih riwayah). Ada
juga pertentangan diantara para imam atau para imam dan muridnya (tarjih dirayah).
c. Mendukung dan memperkuat madzhab yang dianut. Wujud dari dukungan antara lain,
memperbanyak karya biografi para imam madzhab, membuat karya perbandingan madzhab, dan
menetapkan madzhabnya yang paling benar, mengadakan perdebatan public demi mengalahkan
lawan madzhabnya.
Pada masa stagnasi ini, berkembang tradisi diskusi madzhab (Munaqasyah Madzhabiyah).
Argumentasi dikembangkan untuk membela madzhab masing-masing. Diskusi inilah yang
menyebabkan suburnya fanatisme madzhab. Untuk mempertahankan keunggualan madzhabnya, para
pengikutnya meriwayatkan mitos di sekitar para imam madzhabnya. Fatwa para imam lebih
didahulukan daripada ayat al Qur‟an dan al Sunah
Menjelang abad 14. Muncul berbagai teks hukum yang memperoleh reputasi khusus dari dari
beberapa madzhab. Teks-teks ini bertahan dengan ottoritasnya sebagai ungkapan hukum islam
sampai datangnya modernism hukum pada abad ini.
Secara umum, terdapat dua ciri dominan yang menjadi tangda kemunduran fikih islam, yakni taklid
dan tertutupnya pintu ijtihad.

a. Sebab-Sebab Taklid
Keterpakuan tekstual terjadi karena dibelenggunya akal dan pikiran.Akibatnya hilanglah
kebebasan berpikir. Atau mungkin juga disebabkan adanya pemaksaan yang dilakukan leh
pihak penguasa dalam menggunakan airan atau madzhab tertentu.
Menurut Sulaiman al-Asyqar hal-hal yang menyebabkan munculnya taklid adalah sebagai
berikut.
- Adanya penghargaan yang berlebihan pada seorang guru
Mereka berasumsi bahwa, pertama, setiap orang dewasa diwajibkan menganut
salah satu madzhab dan haram hukumnya jika ia keluar dari madzhab yang dianutnya.
Kedua, mengambil pendapat selain pendapat dari imam yang dianutnya adalah haram.
Ketiga, guru yang terdahulu lebih mengetahui makna nash daripada kita.
- Banyaknya kitab fikih
Jumlah kitab fikih yang berlebihan dikhawatirkan dapat menjadi sebuah ancaman
yang serius bagi Al-Qur‟an dan As-Sunah. Kitab fikih akan menjadi pokok bahasan yang
lebih utama daripada kitab dan sunah.
- Melemahnya Daulah Islamiyah
Pemerintahan memang berperan vital dalam pengembangan ilmu pengetahuan.Jadi
jika dukungan pemerintah lemah berarti melemah pula pengembangan ilmu pengethuan.
- Adanya anjuran sultan untuk mengikuti aliran yang dianutnya
Kedudukan sultan berpengaruh terhadap taklid karena sultan hanya mengangkat qadli
atau hakim dari madzhab yang dianut
Adanya keyakinan sebagian ulama yang beranggapan bahwa setiap pendapat mujtahid itu benar
Menurut sebagian ulama pendapat imam sejajar dengan syariat sehingga pendapat ulam yang
mana saja boleh digunakan
Sedangkan menurut Kamil Musa ebab-sebab taklid, dintaranya
- Adanya ajakan kuat dari guru kepada muridnya untuk mengikuti madzhab yang ia anut
- Lemahnya pemikiran dan peradilan
- Adanya upaya pmbentukan dan pelestarian madzhab
- Munculnya anggapan bahwa ijtihad telah keuar dari madzhab yang dianut
- Berkembangnya sikap berlebihan dalam memperlakukan kitab-kitab fikih
- Banyaknya kitab-kitab fikih
- Tidak adanya kesesuaian antara perkembangan akal dan perkembangan pemahaman ( fikih )
Adapun dalam pandangan Muhammad Ali Sayyis, yang menjadi penyebab taklid adalah.
- Adanya ajakan yang kuat dari penerus madzhab untuk mengikuti madzhabnya
- Adanya degradasi kecerdasan para hakim
- Berkembangnya pembentukan aliran-aliran fikih
- Adanya ulam yang saling hasut
- Munculnya perdebatan ahli hukum secara tidak sehat
- Berkembangnya sikap berlebihan dalam mengajarkanfikih madzhab
- Rusaknya sistem belajar
- Bnyaknya kitab fikih
- Hilangnya kecerdasan individu
- Munculnya kesenangan masyarakat pada harta secara berlebihan
Berdasarkan pendapat para ulama diatas maka dapat saya simpulkan bahwa klid terjadi karena
dua hal.
- Keterbelengguan pemikiran,sehingga para ulam lebih suka mengikatkan diri pada madzhab
tertentu
- Ulama kehilangan kepercayaan diri, karena mereka beranggapan bahwa ulama pendiri
madzhab lebih pintar daripada mereka

b. IJtihad Ditutup
Beberapa penyebab ditutupnya pintu ijtihad, diantaranya.
1. Munculnya hubb al-dunya di kalangan ulama
2. Adanya perpecahan politik
3. Adanya perpecahan aliran fikih
Akibat dari tetutupnya pintu ijtihad, keadaan umat islam lama-kelamaan mengalami kemunduran.
D. Ta’assub (fanatik) madzhab
Ta‟assub (fanatik) Madzab adalah sikap mengikuti madzab tertentu secara berlebihan,
memandang madzabnya yang paling benar dan madzab lain salah.
Perbedaan pendapat antar madzab yang pernah muncul sebagaimana masalah Talaffudzun Niyat
(melafalkan usholli dalam sholat), jumlah rak‟at sholat tarawih dan witir. Sikap fanatic madzab
sebenarnya bukan sikap terpuji, dan tidak dibenarkan oleh agama, tidak di ingini serta tidak di
praktekkan oleh imam madzab. Para imam sangat hormat dan menenggang rasa terhadap madzab
lain.
Para imam madzab selalu rendah hati dan sangat hati-hati dalam memandang nilai kebenaran
pendapatnya menghadapi pendapat lain yang tidak sama dengan pendapatnya, sikap demikian
tercermin dari beberapa pesan imam madzab, antara lain :
a. Imam Malik berkata :
Ketahuilah, sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia, mungkin salah dan
mungkin benar. Maka selidikilah olehmu segala pendapatku, apa yang sesuai dengan kitab dan
sunnah, ambillah dia, dan yang tidak sesuai dengan kitab dan sunnah tinggalkanlah dia.
b. Imam Abu Hanifah berkata :
Apabila pendapatku menyalahi kitab Allah dan hadits Rosulullah, maka tinggalkanlah
olehmu pendapatku itu.
c. Imam Syafi‟I berkata :
Apabila ada hadits shoheh dari nabi yang menyalahi pendapatku, maka ikutilah hadits itu,
dan ketahuilah bahwa itulah madzab ku.
d. Imam Ahmad bin Hambal berkata :
Janganlah kamu bertaqlid kepada ku, jangan pula kamu taqlid pada Malik, At Tsauri, Au
Za‟I, tapi ambillah olehmu dari tempat mereka mengambil.

Jadi yang bersikap ta‟assub madzab menunjukkan bahwa dia tidak memahami dengan benar sikap
yang harus diambil dalam bermadzab, karena sikap ta‟assub madzab itu tidak sejalan dengan
pendirian para imam madzab itu sendiri.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendapat di kalangan umat
Islam bukanlah suatu fenomena baru, tetapi semenjak masa Islam yang paling dini perbedaan
pendapat itu sudah terjadi. Perbedaan terjadi adanya cirri dan pandangan yang berbeda dari setiap
mazhab dalam memahami Islam sebagai kebenaran yang satu. Untuk itu kita umat Islam harus
selalu bersikap terbuka dan arif dalam memendang serta memahami arti perbedaan, hingga
sampai satu titik kesimpulan bahwa berbeda itu tidak identik dengan bertentangan – selama
perbedaan itu bergerak menuju kebenaran – dan Islam adalah satu dalam keragaman. Dan
perbedaan pendapat itu harus dipandang sebagai bentuk-bentuk kemudahan bagi umat manusia,
sebab hakikat kebenaran atau ketidak benaran dari masing-masing pendapat tersebut adalah nisbi,
hanyalah Allah SWT yang maha mengetahui secara mutlak hakikat substansi kebenaran tersebut.

B. Saran
Kami menyadari bahwa setiap manusia tidak lepas dari kesalahan dan keluputan. Dan
kamipun mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, baik dalam segi pemaparan
teori maupun contoh-contoh yang konkrit yang ada di masyarakat. Sehingga kami sangat
mengharap kritik dan saran yang membangun, sehingga dalam penyusunan berikutnya kami dapat
menyusun lebih baik dan lebih sempurna.

Anda mungkin juga menyukai