Anda di halaman 1dari 4

Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqh.

Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 H. Yang dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imam mereka. Periode ini ditandai dengan melemahnya semangat ijtihad dikalangan ulama fiqh. Ulama fiqh lebih banyak berpegang pada hasil ijtihad yang telah dilakukan oleh imam mazhab mereka masing-masing, sehingga mujtahid mustaqill (mujtahid mandiri) tidak ada lagi. Sekalipun ada ulama fiqh yang berijtihad, maka ijtihadnya tidak terlepas dari prinsip mazhab yang mereka anut. Artinya ulama fiqh tersebut hanya berstatus sebagai mujtahid fi al-mazhab (mujtahid yang melakukan ijtihad berdasarkan prinsip yang ada dalam mazhabnya). Akibat dari tidak adanya ulama fiqh yang berani melakukan ijtihad secara mandiri, muncullah sikap at-ta'assub al-mazhabi (sikap fanatik buta terhadap satu mazhab) sehingga setiap ulama berusaha untuk mempertahankan mazhab imamnya. o Periode kemunduran fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnya Majalah al-Ahkam al- 'Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada 26 Sya'ban l293. Perkembangan fiqh pada periode ini merupakan lanjutan dari perkembangan fiqh yang semakin menurun pada periode sebelumnya. o Di akhir periode ini muncul gerakan kodifikasi hukum (fiqh) Islam sebagai mazhab resmi pemerintah. Hal ini ditandai dengan prakarsa pihak pemerintah Turki Usmani, seperti Majalah al-Ahkam al-'Adliyyah yang merupakan kodifikasi hukum perdata yang berlaku di seluruh Kerajaan Turki Usmani berdasarkan fiqh Mazhab Hanafi. IV. SEBAB-SEBAB TERJADINYA STAGNASI Dr. Muhammad Farouq al-Nabhan menyebut tiga sebab stagnasi pemikiran pada zaman ini: faktor-faktor politik, campur tangan penguasa dalam kekuasaan kehakiman dan kelemahan posisi ulama dalam menghadapi umara. Untuk yang pertama, kita ingin menegaskan kembali bahwa madzhab berkembang karena dukungan politik. Maka ketika satu madzhab memperoleh kekuasaan, pemikiran yang bertentangan dengan madzhab itu ditindas. Jika kita membaca kitabkitab sejarah madzhab, kita akan menemukan bagaimana seseorang yang berbeda madzhab atau berganti madzhab menghadapi berbagai cobaan. Lebih-lebih bila berbeda pendapat dengan madzhab penguasa. Untuk sebab kedua, telah ditunjukkan bagaimana para ulama berebutan menjadi qadhi. Qadhi diangkat oleh penguasa. Qadhi tidak ingin mengambil risiko berbeda pendapat dengan madzhabnya, karena ia dapat dikucilkan oleh masyarakat, didiskreditkan ulama dan diadukan pada penguasa. Karena itu, yang paling aman adalah mengikuti pendapat para imam mazhab yang sudah dibukukan. Di sini harus dicatat: dalam sejarah, para penguasa Muslim lebih sering menindas kebebasan pendapat dari pada mengembanghannya. Di samping itu, posisi ulama yang lemah memperkuat fanatisme madzhab. Ulama sangat bergantung kepada umara. Umara tentu saja selalu berusaha mempertahankan status quo, demi "ketertiban dan keamanan". Di sisi lain, Dr. Muhammad al-Tijani al-Samawi bercerita tentang kisah fanatisme di kota Qafsah, Tunisia. Seorang alim besar di kota itu mengecam orang-orang yang menjamak shalat Zhuhur dan Ashar. "Mereka membawa agama baru yang bukan agama Muhammad saw. Mereka

menyalahi al-Qur'an yang menyatakan bahwa shalat itu bagi kaum Mukmin kewajiban yang ditetapkan waktunya." Seusai shalat, seorang pemuda menanyakan lagi perihal shalat jamak. Ia berkata bahwa itu termasuk salah satu bid'ah orang Syi'ah. Tetapi shalat jamak ini terdapat dalam kitab hadits shahih Bukhari dan Muslim, kata pemuda itu. "Tidak benar," kata sang imam. Pemuda itu mengeluarkan kedua kitab shahih tersebut dan memintanya membaca hadits-hadits tentang shalat jamak. Ketika ia membacanya, hadirin tercengang mendengarnya. Ia mengembalikan kedua kitab itu sambil berkata, "Ini khusus untuk Rasulullah saw. Bila engkau sudah menjadi Rasul Allah bolehlah engkau melakukannya." Pemuda itu bermaksud menunjukkan bahwa Ibn Abbas, Anas ibn Malik dan banyak sahabat lainnya melakukan shalat jamak (bukan karena bepergian), tetapi ia mengurungkan maksudnya. Di Afghanistan seorang mushalli memberi isyarat dengan telunjuknya dan menggerakgerakkannya. Kawan shalat di sampingnya memukulnya dengan keras sehingga telunjuk itu patah. Ketika ditanya mengapa itu terjadi, ia menjawab bahwa menggerakkan telunjuk dalam tasyahud adalah haram. Apa dalilnya? Dalilnya terdapat dalam Kitab fiqh al-Syaikh al-Kaydani. Kedua peristiwa di atas terjadi dalam rentang waktu cukup lama -menurut sebagian penulis dari abad VI Hijrah sampai abad XIII. Sebuah rentang waktu yang oleh para Tarikh Tasyri' disebut sebagai zaman stagnasi pemikiran fiqh ('ashr al-rukud). Al-Ustadz al-Zarqa melukiskan situasi umum pada waktu itu: Pada zaman tersebut pemikiran fiqh mengalami kemunduran, Al-Ustadz al-Zarqa melukiskan situasi umum pada waktu itu: Pada zaman tersebut pemikiran fiqh mengalami kemunduran, dimulai kemandegan dan diakhiri kebekuan, walau selama masa itu muncul juga beberapa ulama fiqh dan ushul yang cemerlang. Pada zaman inilah pemikiran taqlid mutlak dominan. Pemikiran bergeser dari upaya mencari sebab-sebab dan maksud syara' dalam memahami hukum, ke upaya menghapal yang sia-sia dan merasa cukup dengan menerima apa yang telah tertulis dalam kitab-kitab madzhab tanpa penelitian. Dengan begitu, menghilanglah kegiatan yang dulu merupakan gerakan takhrij, tarjih, dan tanzhim dalam madzhab fiqh. Peminat fiqh hanya mempelajari kitab yang ditulis seorang faqih tertentu di antara tokoh-tokoh madzhabnya Ia tidak melihat kepada syari'at dan fiqh kecuali melalui tulisan dalam kitab itu, sesudah sebelumnya mempelajari al-Qur'an, al-Sunnah, pokokpokok dan maksud-maksud syara'. Dalam posisi seperti itu, kalau pun ulama berijtihad, ijtthadnya hanyalah dalam rangka memberikan legitimasi pada kebijakan penguasa. Contoh terakhir adalah pernyataan para ulama Rabithah yang mendukung kehadiran tentara Amerika di Jazirah Arab. Empat puluh tiga hari sebelum Saddam menyerbu Kuwait, para ulama dari 70 negara Islam menyatakan bahwa Saddam sebagai mujahid Islam yang taat pada Allah dan al-Qur'an. Setelah invasi, para ulama yang sama menyatakan Saddam sebagai bughat dan pemimpin dhalim. Bukankah ini ijtihad dan setiap ijtihad selalu mendapat pahala? Bila ijtihadnya salah, ia mendapat satu pahala, dan bila benar dua. Abd al-Wahhab Khalaf menyebutkan empat faktor yang menyebabkan kemandegan. Yaitu terpecahnya kekuasaan Islam menjadi negara-negara kecil hingga umat disibukkan dengan eksistensi politik; terbaginya para mujtahid berdasarkan madrasah tempat mereka belajar;

menyebarnya ulama mutathaffilin (ulama yang memberi fatwa berdasarkan petunjuk Bapak); dan menyebarnya penyakit akhlak seperti hasud dan egoisme di kalangan ulama . http://muhtaromslo.blogspot.com/2011/01/sebeb-sebab-terjadinya-stagnasi.html Periode ini berlangsung mulai sejak abad ke 19, yang merupakan kebangkitan kembali umat islam, terhadap periode sebelumnya, periode ini ditandai dengan gerakan penbaharuan pemikiran yng kembali kepada kemurnian ajaran islam. Tanda-tanda kemajuan 1. Dibidang perundang-undangan Periode ini dimulai dengan berlakunya Majalah al Ahkam al Adliyah yaitu Kitab Undangundang Hukum perdata Islam pemerintahan Turki Usmani pada Tahun 1876 M. 2. Dibidang pendidikan. Diperguruan-perguruan agama islam di Mesir, Pakistan, maupun di Indonesia dalam cara menpelajari fiqh tidak hanya dipelajari tertentu, tetapi juga dipelajari secara perbandingan, bahkan juga dipelajari hukum adat dan juga sistem hukum eropa.Dengan demikian diharapkan wawasan pemikiran dalam hukum dan mendekatkan pada hukum islam dan hukum yang selama ini berlaku. Daftar Pustaka Djazuli, Prof. H. A, Ilmu Fiqh, Pengalian, perkembangan, penerapan hukum Islam, Prenada Media, Jakarta, 2005 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, al dar Al Kawaetiyah, Mesir, 1968 _________________, Khulasoh Tarikh al Tasrik al Islami, Dar al Alawy Indonesia, Tampa tahun Drs. Zarkasi Abdul Salam, Drs. Oman Faturrohman SW, Pengantar Ushul Fuqh 1 LESFI, Yogyakarta,1994 Read more: Masa Kebangkitan - IslamWiki http://islamwiki.blogspot.com/2009/02/masakebangunan.html#ixzz1YeEJ5CfV Under Creative Commons License: Attribution http://islamwiki.blogspot.com/2009/02/masa-kebangunan.html o Periode pengkodifikasian fiqh. Periode ini di mulai sejak munculnya Majalah al-Ahkam alAdliyyah sampai sekarang. Upaya pengkodifikasian fiqh pada masa ini semakin berkembang luas, sehingga berbagai negara Islam memiliki kodifikasi hukum tertentu dan dalam mazhab tertentu pula, misalnya dalam bidang pertanahan, perdagangan dan hukum keluarga. Kontak yang semakin intensif antara negara muslim dan Barat mengakibatkan pengaruh hukum Barat sedikit demi sedikit masuk ke dalam hukum yang berlaku di negara muslim. http://akhmadshodikin.blogspot.com/2010/01/sejarah-perkembangan-fiqh-dan-ushul.html Akhmad Shodikin

Anda mungkin juga menyukai