TARIKH TASYRI’
Tentang
Periode Taklid Dan Jumud; Kondisi Sosial Dan Politik, Penyebab Terjadinya
Taklid Dan Jumud, Ulama Yang Termasyhur Di Periode Ini Berserta Keryanya
Oleh : Kelompok11
MUHAMMAD ALDIANSYAH
LIDIAWATI
SHIZUKA LARASSATI
1914010154
Dosen Pengampu :
M. Rhazes Adiasa, S.Hi., MA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, taufik, dan hidayah
serta inayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“periode taklid dan jumud; kondisi sosial dan politik, penyebab terjadinya taklid dan jumud,
ulama yang termasyhur di periode ini berserta keryanya ”. Tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “Tarikh Tasyri’”. Disamping itu penulis
berharap semoga isi dari makalah yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
para pembaca serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang yang saya
kaji didalamnya.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Untuk itu saya ucapkan terimakasih kepada Bapak
M. Razhes, S.Hi, MA, selaku dosen pengampu mata kuliah ini. Serta pihak-pihak lain yang
ikut memberikan masukkan dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan
kemampuan yang penulis miliki oleh karena itu, penulis mohon kritik dan saran yang
bersifat membangun agar dapat memperbaiki makalah-makalah selanjutnya.
Padang, 15 November2021
1
I
Pendahuluan
A. Latar BelakangMasalah
Periode taqlid ini bermulai sekitar pertengahan abad 6 H / 10 M. Pada masa ini pula
terdapat beberapa faktor, yaitu faktor politk, intelektual, moral, dan sosial yang
mempengaruhi kebangkitan umat islam dan menghalangi aktivitas mereka dalam
pembentukan hukum atau perundang-undangan hingga terjadinya kemandekan. Gerakan
ijtihad dan upaya perumusan undang-undang sudah berhenti. Semangat kebebasan dan
kemerdekaan berpikir para ulama sudah mati. Mereka tidak lagi menjadikan Alquran dan
Sunnah sebagai sumber utama, akan tetapi justru mereka sudah merasa puas dengan cara
bertaqlid. Semua pengaruh yang mendatang itu menolak kemerdekaan berpikir dan
menyeretnya kepada taqlid, menjadi pengikut Abu Hanifah, pengikut Malik, pengikut asy
syafi’i atau pengikut Ahmad saja.
Mereka membatasi diri dalam batas-batas lingkungan madzhab-madzhab itu.
Kesungguhan mereka ditujuan untuk memahami lafad-lafad dan perkataan imam-imam saja,
bukan lagi untuk mmahami nash-nash itu sendiri. Oleh karenanya berhentillah masa tasyri’
dan bekulah masa pembinaan hukum, padahal masa selalu terus berputar, setiap detik baru
terjadi transisi, setiap transisi membawa peristiwa yang menimbulkan masalah baru yang
membutuhkan hukum.
B. RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan Taqlid dan Jumud?
2. Bagaimana kondisi sosial dan politik pada periode ini?
3. Apa penyebab terjadinya taqlid dan jumud?
4. Siapa saja ulama yang termasyhur pada periode ini dan apa saja karyanya?
C. TujuanPenulisan
1. Mengetahui pengrtian Taqlid danJumud
2. Mengetahui kondisi sosial dan politik pada periodeini
3. Mengetahui penyebab terjadinya taqlid danjumud
4. Mengetahui ulama yang termasyhur pada periode ini dan mengetahuikaryanya
II
Pembahasan
Periode ini di mulai dari pertengahan abad ke 4 hijriah sampa kurang lebih
akkhir abad ke 13 hijriah yaitu waktu pemerintahan turki usmani memakai undang-
undang yang dinamai majalah al-ahkam al-adliyah. Dalam undang-undang tersebut
materi-materi fiqih disusun dengan sistematis dalam satu kitab undang-undang hukum
perdata.
1
Amir Syarfiudin, Ushul Fiqh ,jilid 2, (Jakarta:Kencana, 2011), hal.433
2
https://fatwatarjih.or.id/pengertian-dan-hukum-taklid/(Diakses pada 11 November 2021
pukul 22: 14)
Periode ini disebut periode taqlid karena fara fuqaha pada zaman ini tidak dapat
membuat sesuatu yang baru untuk ditambahkan ke dalam kandungan mazhab yang
sudahada.
Pada periode ini factor yang menyebabkan para fukaha memilih jalan taqlid
adalah pergolakan politik yang menyebabkan Negara islamterpecah menjadi beberapa
negri kecil, yang memiliki penguasa sendiri yang diberi gelar amirul mu’minin.dapat
dilihat betapa lemahnya Negara islam ketika sudah terkena penyakit perpecahan
menggantikan posisi persaudaraan dan keamanan, Negara yang besar terbagi menjadi
beberapa negara kecil. Di timur ada Negara Sasan dengan ibu kota Bukhara, dan di
Andalusia ada Negara kecil yang didirikan Abdurrahman Annatsir, juga Negara fatimiah
yang ada di utara Afrika.
Pada fase ini jiwa kemandirian para fuqaha’ sudah mati dan beralih kepada
taqlid, tanpa da semangat untuk mencari terobosan dan kreativitas baru. Merek telah
meletakkan diri pada ruang yang sangat sempit yaitu ruang mazhab yang tidak boleh
dilewati, semangat hanya sekedar ikut-iktan (taqlid) terjadi dimana-mana. Padahal para
imam mazhab yang mereka ikuti sendiri sudah mengingatkan untuk menukukil pendapat
mereka tanpa mengetahui dari manadasarnya.
Imam Asy-syafi’I berkata “ perumpamaan orang yang mencari ilmu tanpa tahu
dalilnya seperti seorang pencari yang membawa seikat kayu dimalam hari dan dalam
ikatan kayu itu ada seekor ukar kemudian ular itu menggigitnya tanpa ia sadari”.
Walaupun fase ini penuh dengan semangat taqlid, namun sebenarnya masih ada
beberapa ulama yang memiliki kemampuan untuk berijtihad dan mengistinbathkan
hukum seperti pendahulu mereka. Akan tetapi, mereka sudah menutup celah itu dan
merasa cukup dengan apa yang sudah dilakukan oleh pendahulunya yaitu para ulama
mazhab. Hal itu disebabkan tingkat ketakwaan dan kewara’an mereka sehingga lebih
memilh berputar di atas bahtera fiqh yang sudah ada.
Diantara ulama tersebut adalah Abu Al Hasan Al-Kharkhi, Abu Bakar Ar-Razi,
Al-Jashshash dari kalangan Mazhab Hanafi, Ibnu Rusd Al-Qurtubi dari Mazhab Maliki,
Al Juaini Imam Harmain, Dan Al-Gazali dari kalangan Mazhab Syafi’i.3
b. PengertianJumud
Jumud adalah sikap batin yang menjadikan pandangan terpaku pada sesuatu
disertai upaya keras mempertahankannya kendati perubahan dibutuhkan. Jumuddapat
diibaratkan air yang tergenang lama dan tidak mengalir. Pada praktiknya, jumud adalah
sikap tertutup, mandeg, dan tidak mau berubah atau enggan mengapresiasi pemikiran
baru.
Menurut pandangan Muhammad Abduh, “sebab terjadinya yang membawa umat
Islam kepada kemunduran (kolot, tidak maju) adalah di akibatkan pada umat Islam
terdapat pemahaman Jumud”. Kata Jumud itu sendiri mengandung arti suatu yang
keadaan dimana selalu membeku, statis, dan tidak ada perubahan. Oleh sebab itu yang di
pengaruhi faham jumud maka umat Islam tidak menghendaki. perubahan dan umat Islam
terlena dalam berpegang teguh pada tradisi.
Pembukuan kitab mazhab, dengan banyak kitab-kitab fiqh, para ulama bisa
menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi dengan mudah. Apabila
membacanya tanpa kritis dan tanpa membandingkan dengan pendapat mazhab-mazhab
lain serta tanpa memerhatikan kembali al-Qur’an dan sunnah, membawa akibat
kehilangan kepercayaan terhadap potensi yang besar yang ada pada dirinya. Tidak
menghargai ijtihad ulama lain dan merasa pendapat sendiri yang benar.
3
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: HAMZAN, 2015), hal.117-119
Ditutupnya pintu ijtihad, dengan jatuhnya Cordoba sebagai pusat kebudayaan
islam di barat tahun 1213 Masehi dan kemudian jatuhnya Bagdad sebagai pusat
kebudayaan islam di timur tahun1528 Masehi . ulama di bagian timur mencoba untuk
menyelamatkan masyatakat yang sudah hancur dengan melarang berijtihad untuk
menyeragamkan kehidupan sosial bagi semua rakyat.4
4
Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Karisma Putra Utama, 2013), hal. 156
6
terjadi atau bahkan yang akn terjadi, orang-orang yang datang kemudian
mencakupkan diri dengan pendapat yang telah ada. Dengan demikian maka tidak
ada dorongan untuk lebih maju.
d. Pada periode ini muncul pula orang-orang yang sebenarnya tidak layak berijtihad,
namun mengeluarkan berbagai fatwa yang membengungkan masyarakat.
Kesimpangsiuran pendapat yang membingungkan ini seringkali membuat para
penguasa memerintahkan hakin untuk cukup mengikuti pendapat yang suda ada
sebelumnya agar tidak membingungkan. Sikap ini bermaksud agar
kesimpangsiuran pendapat bisa dihentikan, tetapi justru kebekuan pemikiran
hukum yang mulaiterjadi.
e. Bersamaan dengan kebekuan pemikiran hukum terjadi, pintu ijtihad telah ditutup.
Akibat banyak terdapat simpangsiur pendapat dikarenakan orang awam juga
mengeluarkan fatwa untuk kepentingan tertentu dan mempermainkan nash-nash
syariat dan kepentingan orang banyak, maka para ulama pada akhir abad ke-4 H
menetapkan penutupan pintu ijtihad dan membatasi kekuasaab para hakim dan
para pemberi fatwa dengan pendapat-pendapat yang ditinggalkan oleh ulama-
ulama sebelumnya. Sehingga daat disimpulkan bahwa ulama tersebut mengobati
kekacauan dengankebekuan.5
5
Rohidin, Buku Ajar PENGANTAR HUKUM ISLAM Dari Semenanjung Arabia hingga
Indonesia, (Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Book, 2016), Cet 1, hal 145-148.
Nama aslinya, Abu ‘Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abu ‘Amir bin ‘Amr bin
al-Harits, lahir dan meninggal dunia di Madinah. Karena itu, ia terkenal dengan
Imamal-Haramain.
Murid-muridnya:
1) Al-Auza’i
2) Sufyanal-Tsauri
3) Sufyan bin‘Uyainah
4) Ibnual-Mubarak
5) Al-Syafi’i
Kitabnya: al-Muwaththa’, kitab hadits 1720 hadits, ditulis tahun 144 H atas perintah
Khlifah Ja’far al-Manshur. Ciri yang paling menonjol adalah sangat tergantung pada
amalan (praktik) penduduk Madinah, berdasarkan hadits Ahad yang shahih.
Pengaruh di Dunia: Marokko, Mauritania, Mali, Al-Jazair, Tunisia, Libiya, Mesir
(Iskandariyah), Sudan Utara, Sinegal, Pantai Gading, Nigeria, Afrika Utara, Hijaz
6
Mohammad Zuhri, Tarikh Tasyrik Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Jakarta: Daarul
Ihya, 1980), hal. 35- 36
M dan wafat di Baghdad pada tahun 324 H/935 M. Sebagian besar hidupnya berada di
Baghdad.
Ayah beliau, Ismail adalah seorang ulama ahli hadis yang menganut paham
Ahlus-Sunnah wal Jama'ah. Hal ini terbukti bahwa ketika Ismail menjelang wafat
berwasiat agar al-Asy'ari diasuh oleh Zakaria As-Saji, pakar hadis dan fikih mazhab
Syafi'i yang sangat populer di kota Bashrah.7
Pada masa kecilnya, al-Asy'ari selain berguru kepada al-Saji, beliau juga
menimba ilmu dari ulama-ulama ahli hadis yang lain, seperti Abdurrhaman bin Khalaf
al-Dhabbi, Sahal bin Nuh al-Bashri, Muhammad bin Ya'qub al-Maqburi, dan lain-lain.
Hal tersebut mengantarkan al-Asy'ari menjadi ulama yang menguasai hadis, tafsir, fikih,
ushul fikih, dan lain-lain.
Hanya saja, setelah beliau berusia 10 tahun, ada unsur asing yang sangat
berpengaruh dan bahkan mengubah jalan hidupnya, yaitu kehadiran Abu Ali al-Jubba'i,
tokoh Muktazilah terkemuka di kota Bashrah. Dalam keluarganya, ia yang menjadi ayah
tirinya dengan menikahi ibunya, dan kemudian mengarahkan al-Asy'ari menjadi
penganut Muktazilah hingga berusia 40 tahun.
Karya Tulis
Dia meninggalkan karya-karya tulis, kurang lebih berjumlah 90 kitab dalam berbagai
fase pemikirannya. Ada tiga kitabnya yang terkenal:
1. Al-Luma;
2. Al-Ibanah 'an UshulidDiniyah;
3. Maqalatal-Islamiyyin;
7
Ibnu Asakir (1347 H). Tabyin Kidzb al-Muftari. Damaskus: Percetakan al-Taufiq. hlm. 35.
9. At-Tabyin 'an Ushuliad-Din;
10. Al-'Amdu fiar-Ru'yah;
6. Abu BakarAr-Razi
Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Al-Razi dikenal di barat sebagai Rhazes. Dia
adalah salah seoran Ilmuwan Iran yang hidup pada 864-930. Al-Razi lahi di Rayy,
Teheran, pada 865. Di awal kehidupannya, dia sangat tertarik dengan seni musik.
Namun, dia juga tertarik dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya sehingga kebanyakan
masa hidupnya dihabiskan untuk mengkaji kimia, filsafat, logika, matematika, dan
fisika. Pada akhirnya dia dikenal sebagai ahli pengobatan seperti Ibnu Sina, tetapi
semula Al-Razi adalah seorang ahli kimia. Menurut sebuah riwayat yang dikutip oleh
Nasr (1968), Al-Razi meninggalkan dunia kimia karena pengelihatanya mulai kabur
akibat eksperimen-aksperimen kimia yang meletihkannya. Lalu, dengan bekal ilmu
kimianya yang luas dia menekuni dunia medis kedokteran yang rupanya menarik
minatnya ketika muda. Menurut Al-Razi, seorang pasien yang sembuh dari penyakitnya
disebabkan oleh respon reaksi kimia yang terdapat didalam tubuh pasientersebut.
Dalam waktu yang relative cepat, Al-Razi mendirikan rumah sakit di Rayy,
sebagai salah satu rumah sakit yang terkenal sebgai pusat penelitian dan pendidikan
medis. Selang beberapa waktu kemudian, dia juga dipercaya memimpin rumah sakit
Baghdad.
Beberapa ilmuwan barat berpendapat bahwa Al-Razi adalah penggagas ilmu
kima modern. Hal ini dibuktikan dengan hasil karya tulis dan hasil penemuan
eksperimanya. Al-Razi berhasil memberikan informasi lengkap dari beberapa rekasi
kimia serta deskripsi dana desain lebih dari dua puluh instrument untuk analisis kimia.
Dia juga memebrikan deskripsi ilmu kimia secara sederhana dan rasional. Sebagai
seorang kimiawan, Al-Razi adalah orang pertama yang mampu menghasilkan asam
sulfat dan beberapa asam lainnya bahkan penggunaan alcohol untuk fermentasi zat yang
manis. Beberapa karya tulis imilahnya dalam bidang ilmu kimia yaituAl-Asrar,
membahas teknik penanganan zat-zat kimia dan manfaatnya Liber Experimentorum,
membahas pembagian zat kedalam hewan, tumbuhan, dan mineral yang menjadi cikal
bakal kimia organic dan kimia non-organik.
Sirr Al-Asrar, membahas (a) ilmu dan pencarian obat-obatan dari suber
tumbuhan, hewan, dan galian serta simbolnya, juga jenis terbaik untuk digunakan dalam
perawatan; (b) ilmu danperalatan yang penting bagi kimia serta apotek; (c) ilmu dan
tujuh tata cara serta teknik kima yang melibatkan pemrosesan reksa, belerang (sulfur),
arsenic, serta logam-logam lain seperti emas, perak, tembaga, timbal, dan besi.
8. Al-Juwaini ImamAlharamain
Bernama lengkap Abul Ma'ali 'Abdul Malik bin 'Abdillah bin Yusuf bin
Muhammad bin 'Abdillah bin Hayyuwiyah Al-Juwaini An-Naisaburi.Ada perbedaan
pendapat di kalangan sejarawan mengenai waktu lahirnya: menurut Ibnul Atsir, Ibnul
Jauzi, dan Ibnu Taghri Bardi dia lahir pada tahun 417 H. Sedangkan mayoritas
sejarawan menyebutkan bahwa kelahirannya terjadi pada tanggal 18 Muharram tahun
419, atau yang bertepatan dengan tanggal 22 tahun 1028M.
Ayahnya bernama Abu Muhammad 'Abdullah bin Yusuf bin 'Abdillah bin Yusuf
Al-Juwaini, seorang ulama besar pada masanya, imam dalam bidang tafsir, fikih, adab,
dan bahasa Arab. Lahir di desa Juwain, tumbuh dan berkembang di sana. Belajar adab
dari ayahnya sendiri dan Abu Ya'qub; belajar fikih dari Abu Thayyib Ash-Sha'luki;
belajar hadits pada Al-Qaffal Al-Marwazi; dan lain-lain. Banyak ulama besar yang
berguru padanya, antara lain, anaknya sendiri, Imam Al-Haramain. Selain itu menulis
banyak karya dalam berbagai bidang keilmuan: tafsir, fikih, dan sebagainya, sebelum
kemudian meninggal dunia pada bulan Dzul Qa'dah tahun 438 H. Sedangkan ibunya
adalah seorang budak yang salihah yang baik hati, yang dibeli oleh sang ayah dari uang
halal hasil kerja kerasnya.
9. Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi as-Syafi’i al-Ghazali. Secara singkat dipanggil al-
Ghazali atau Abu Hamid al-Ghazali.Dan mendapat gelar imam besar Abu Hamid al-
Ghazali Hujatul Islam.
Namanya kadang diucapkan Ghazzali (dua z), artinya tukang pintal benang,
karena pekerjaan ayah beliau adalah tukang pintal benang wol. Sedang yang lazim ialah
Ghazali (satu z), diambil dari kata Ghazalah nama kampung kelahirannya.
Beliau lahir di Thus, Khurasan, Iran,dekat Masyhad sekarang, pada tahun 450
H/1058 M. Beliau dan saudaranya, Ahmad, ditinggal yatim pada usia dini.
Pendidikannya dimulai di Thus. Lalu, al-Ghazali pergi ke Jurjan.
Dan sesudah satu periode lebih lanjut di Thus, beliau ke Naisabur, tempat beliau
menjadi murid al-Juwaini Imam al-Haramain hingga meninggalnya yang terakhir pada
tahun 478 H/1085 M. Beberapa guru lain juga disebutkan, tapi kebanyakan tidak jelas.
Yang terkenal adalah Abu Ali al-Farmadhi.
Al-Ghazali adalah ahli pikir ulung Islam yang menyandang gelar “Pembela
Islam” (Hujjatul Islam), “Hiasan Agama” (Zainuddin), “Samudra yang Menghanyutkan”
(Bahrun Mughriq), dan lain-lain.Riwayat hidup dan pendapat-pendapat beliau telah
banyak diungkap dan dikaji oleh para pengarang baik dalam bahasa Arab, bahasa Inggris
maupun bahasa dunia lainnya, termasuk bahasa Indonesia. Hal itu sudah selayaknya bagi
para pemikir generasi sesudahnya dapat mengkaji hasil pemikiran orang-orang terdahulu
sehingga dapat ditemukan dan dikembangkan pemikiran-pemikiran baru.
Dalam pengantar Ihya’ Ulumuddin disebutkan bahwa : “Pada abad ke 5 H
lahirlah beberapa ilmu dari pemikir Islam, yaitu Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad
bin Muhammad bin Muhammad al- Ghazali.”
Sebelum meninggal ayah al-Ghazali berwasiat kepada seorang ahli tasawuf
temannya, supaya mengasuh dan mendidik al-Ghazali dan adiknya Ahmad. Setelah
ayahnya meninggal, maka hiduplah al-Ghazali di bawah asuhan ahli tasawuf itu.
Al-Ghazali telah mengarang sejumlah besar kitab pada waktu mengajar di
Baghdad, seperti Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz dan Al-Khalasah Fi Ilmil Fiqh. Seperti
juga kitab-kitab Al-Munqil Fi Ilmil Jadl, Ma’khudz Al- Khilaf, Lubab Al-Nadhar,
Tahsin Al-Maakhidz dan Mabadi’ Wal Ghāyat Fi Fannil Khilaf. Sekalipun mengarang
beliau tidak lupa berpikir dan meneliti hal-hal dibalik hakikat. Beliau tidak ragu-ragu
mengikuti ulama yang benar, yang tidak seorangpun berpikir mengenai kekokohan
kesahannya atau untuk meneliti sumber pengambilannya. Pada waktu itu beliau juga
mempelajari ilmu-ilmu yang lain.Hanya 4 tahun al-Ghazali menjadi rektor di Universitas
Nizhamiyah. Setelah itu beliau mulai mengalami krisis rohani, krisis keraguan yang
meliputi akidah dan semua jenis ma’rifat. Secara diam-diam beliau meninggalkan
Baghdad menuju Syam, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya baik dari
penguasa (khalifah) maupun sahabat dosen seuniversitasnya. Al-Ghazali berdalih akan
pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Dengan demikian, amanlah dari
tuduhan bahwakepergiannya untuk mencari pangkat yang lebih tinggi di Syam.
Pekerjaanmengajar ditinggalkan dan mulailah beliau hidup jauh dari
lingkunganmanusia, zuhud yang beliautempuh.
III
Penutup
A. Kesimpulan
Situasi kenegaraan yang barada dalam konflik, tegang, dan lain sebagainya itu
ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang mengkaji ajaran Islam langsung
dari sumber aslinya Alqur’an dan Hadits. Mereka telah puas hanya dengan mengikuti
pendapat-pendapat yang telah ada, dan meningkatkan kepada tingkat tersebut kedalam
madzhab-madzhab fiqhiyah. Sikap seperti inilah yang mengantarkan Dunia Islam kea lam
taklid, kaum Muslimin terperangkap ke alam pikiran yang jumud dan statis.
Keistimewaan Masa Ini adalah di Pengembangan fiqih di Arab, Asia tengah dan
India. Para ulama tidak sekaligus meninggalkan ijtihad, melainkan berangsur-angsur karena
itu dapatlah kita membedakan antara masa sebelum pertengahan abad 7 hijriyah (tahun 656
H) yaitu masa ketika jatuhnya kerajaan Abasiyyah di Baghdad dengan terbunhnya al
Mu’tashim, dengan masa sesudahnya. Dalam masa itulah para ulama menghadapkan dirinya
kepada taqlid sampai pengaruhnya ke asia tengah danIndia.
Penyebab munculny periode ini yaitu
1. Pergolakan politik telah mengakibatkan terpecahnya negeri islam menjadi
beberapa negerikecil
2. Ketidakstabilan politik menyebabkan ketidakstabilanberpikir.
3. Pembukuan terhadap pendapat-pendapat madzhab menyebabkan orang mudah
untukmencarinya
4. Pada periode ini muncul pula orang-orang yang sebenarnya tidak layak
berijtihad,
5. Bersamaan dengan kebekuan pemikiran hukum terjadi, pintu ijtihad telah
ditutup.
1. ImamHanafi
2. ImamMaliki
3. ImamSyafi’i
4. ImamHanbali
5. Abu Al Hasan AlKarkhi
6. Abu BakarAr-Razi
7. Ibnu Rusyd AlQurthubi
8. AlJuwaini
9. AlGhazali
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami persembahkan, tentunya masih jauh dari
kesempurnaan . Untuk itu kami sebagai pemakalah sangat mengharapkan kritikan serta
saran demi kesempurnaan makalahini.
Daftar Pustaka
Rohidin. 2016. Ajar PENGANTAR HUKUM ISLAM Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia.
Zuhri, Mohammad. 1980. Tarikh Tasyrik Sejarah Pembentukan Hukum Islam. Jakarta: Daarul Ihya.