Anda di halaman 1dari 10

RESUME MAKALAH KELOMPOK 1

FIRQAH-FIRQAH DALAM ISLAM

Disusun guna melengkapi salah satu tugas mata kuliah Aswaja

Disusun Oleh :
Wahfidul Umam Ubaedillah 20230413

PRODI PGSD
FAKULTAS PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA NTB 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada allah swt yang telah memberikan berkah dan hidayahnya kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan resume makalah ini

sebagai bentuk pengajuan tugas dari mata kuliah ASWAJA Saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk makalah ini. Akhir kata, semoga segala informasi yang
terdapat di dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 19 November 2023

Penulis

ii
PENDAHULUAN

Makalah ini membahas peran agama Islam sebagai ajaran universal yang mengajarkan aspek
kehidupan duniawi dan ukhrawi kepada umat manusia. Salah satu ajarannya adalah
kewajiban melaksanakan proses pendidikan. Namun, munculnya banyak aliran dalam agama
Islam, terutama di Indonesia, menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan karena dapat
mempengaruhi pola pikir masyarakat dan bersentuhan dengan aqidah dan kemurnian agama.

Fenomena ini mencakup keberadaan firqah-firqah atau golongan dalam umat Islam, yang
memiliki perbedaan paham yang sulit didamaikan atau disatukan. Sejarah menunjukkan fakta
ini, yang terdokumentasi dalam kitab-kitab agama, terutama kitab-kitab ushuluddin. Nabi
Muhammad menyarankan umat Islam untuk berpegang teguh pada Sunnah Nabi dan Sunnah
Khalifah Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Ustman, dan Ali Ra) ketika menghadapi perselisihan.

Makalah ini secara khusus membahas lima firqah dari 73 firqah dalam Islam. Dengan
memfokuskan perhatian pada firqah-firqah tertentu, makalah ini bertujuan untuk memahami
lebih dalam perbedaan pandangan di antara mereka.1

PEMBAHASAN

Firqah adalah istilah yang merujuk pada kelompok manusia dalam Islam yang memiliki
pemahaman berbeda dari kelompok muslim lainnya. Ada beberapa penafsiran tentang istilah
firqah, termasuk kelompok yang memiliki pengetahuan tinggi atau yang memisahkan diri dari
urusan agama setelah kesepakatan umat Islam.

Dalam Islam, terdapat berbagai jenis firqah. Di antaranya:

1. Khawarij: Muncul setelah perjanjian antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah.
Mereka menentang Ali dan terpecah menjadi beberapa sekte, masing-masing dengan
pandangan politik, keagamaan, dan perjuangan yang berbeda.

1
Karim, Abdul, M., “Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam”. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009.
Katsir, Ibn, Bidayah Wa Nihayah, Jilid 7, tp., tt. Madjid, Nurcholish, “Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah
Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan”, Jakarta: Paramadina, 1995.

iii
2. Syi'ah: Mengikuti atau berada di barisan Ali bin Abi Thalib. Awalnya muncul dalam
konteks politik antara Ali dan Mu’awiyah, namun berkembang menjadi aliran yang mengakui
Ali dan keturunannya sebagai pewaris sah jabatan khalifah.

3. Murji'ah: Aliran yang menangguhkan penilaian terhadap umat yang melakukan dosa besar.
Terbentuk akibat pertikaian politik antara Ali, Mu’awiyah, dan golongan Khawarij serta
Syi'ah.

4. Ahlul Sunnah wal-Jama'ah (Suni): Muncul sebagai pembeda dari sekte-sekte lainnya,
memegang teguh ajaran al-Qur’an, al-Sunnah, dan ajaran yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad dan para sahabatnya. Awalnya merupakan kelompok yang berusaha menjaga
keseimbangan antara Khawarij dan Syi'ah, namun dalam perkembangannya terpecah menjadi
subkelompok seperti Ahlul Hadits, Asy'ariyah, dan Maturidiyyah.

5. Mu'tazilah: Aliran yang menekankan penggunaan akal dalam pemahaman keagamaan.


Muncul pada abad ke-2 Hijriyah dan berkembang dengan pengaruh aliran filosofis. Meskipun
dihapuskan sebagai ideologi negara, beberapa aliran "Neo-Mu'tazilah" muncul pada abad ke-
20.

Penyebab munculnya firqah dalam Islam meliputi kecenderungan untuk berpendapat


berdasarkan akal sendiri, perselisihan dalam fikih, perbedaan dalam pemahaman tentang sifat
dan perbuatan Allah, hilangnya kekuasaan politik Islam, fanatisme kesukuan, serta perbedaan
dalam penilaian terhadap sahabat Nabi dan perbedaan ijtihad di kalangan sahabat.

iv
KESIMPULAN

Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam sejak dahulu telah terjadi perpecahan
yang merupakan satu perwujudan dari sabda Rasulullah: Akan terpecah umat ini menjadi 73
golongan semuanya di neraka kecuali satu, lalu ditanyakan: siapakah mereka wahai
Rasulullah? Nabi menjawab: mereka adalah mereka yang mengikuti sunnahku dan sunnah
sahabatku. (HR. at-Tirmidzy). Dari hadis tersebut serta berbagai pergolakan politik dalam
Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, kemudian bermunculan berbagai sistem
pemikiran teologi Islam. Pergeseran pemikiran 55 Hasan Mahmud Asy-SyafiIi, Al-Madkhal
ilaa Dirassat ‘Ilm Al-Kalam (Kairo: Maktabah Wahbah, 1991), politik kepada sistem pemikiran
keagamaan ini memunculkan Khawarij, Syi’ah, Sunni (Ahlu Sunnah Wal Jama’ah), Murji’ah,
dan Mu’tazilah. Kesemuannya memiliki paradigma berpikir yang berbeda tentang pemikiran
teologi, bahkan sistem pemikiran keagamaan mereka dijadikan klaim pembenaran atas
keputusan politik masing-masing.2

2
Nasution, Harun, Teologi Islam: “Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan”. Jakarta: UI press, 1986.
Syalabi, A., “Sejarah Kebudayaan Islam 1”, terj. Mukhtar Yahya. Jakarta: Pustaka al- Husna Baru. Taimiyyah,
Ibn, Minhaj al-Sunnah, Jilid 4, tp., tt. 2003.

v
RESUME MAKALAH KELOMPOK 2

BERMAZHAB DAN SISTEM BERMAZHAB

PENDAHULUAN

Madzhab, yang dapat diartikan sebagai aliran atau ajaran dalam Islam, merupakan bagian tak
terelakkan dari sejarah dan tetap berpengaruh hingga saat ini. Dalam literatur Islam, madzhab
dibagi menjadi dua kategori utama: madzhab dalam aqidah (keyakinan) dan madzhab dalam
fikih (hukum-hukum Islam). Madzhab Ahlu Sunnah wal Jamaah, yang menjadi acuan dalam
aqidah, dianggap sebagai landasan yang harus diikuti, dan segala sesuatu yang bertentangan
dengannya dianggap sesat.

Namun, perbedaan dalam fikih, yang sering disebut sebagai perbedaan dalam masalah cabang
(furu’), jauh lebih dapat ditoleransi. Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam terkait hal
ini agar umat Islam tidak terpecah belah hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah
fikih. Hal ini penting agar umat Muslim dapat memahami dan menerapkan syariat Islam
dengan proporsional.

Bagi seorang Muslim, diharuskan menjalankan syariat Islam berdasarkan Al-Qur'an dan as-
Sunnah, serta sesuai dengan pemahaman salafush shalih (generasi awal Islam yang
diberkahi). Meskipun aslinya setiap Muslim diharapkan mampu mengambil hukum langsung
dari Al-Qur'an dan as-Sunnah, namun kenyataannya menunjukkan bahwa tidak semua umat
Islam mampu melakukannya secara langsung. Oleh karena itu, penting untuk mendalami
kajian fikih agar pemahaman dan pelaksanaan ibadah dapat berlangsung dengan benar dan
sesuai dengan ajaran Islam.3

1
Rakhma, J. "Dahulukan Akhlak di atas Fiqih". Bandung:Mizan MediaUtama (MMU). 2002.

vi
PEMBAHASAN

I. Definisi Madzhab:

Madzhab, secara etimologis, merujuk pada jalan atau cara yang ditempuh atau dilewati
manusia. Terbentuk dari pecahan kata "dzahaba-yadzhabu-dzahaban," madzhab diartikan
sebagai sesuatu yang dituju manusia, baik materi maupun non-materi. Dalam bahasa
Indonesia, madzhab telah menjadi istilah baku, diartikan sebagai aliran, doktrin, atau ajaran.
Dalam konteks hukum fikih Islam, madzhab mengacu pada aliran atau cara yang telah
digariskan oleh seorang ahli fikih (ulama) mujtahid dalam menentukan hukum dalam bidang
furu' (cabang fikih).

II. Tingkatan atau Level Dalam Bermadzhab:

1. Fuqaha Madzab atau Ulama' Madzab: Contohnya taqlid kepada ulama' Syafi'iyah yang
bertaqlid kepada fuqoha' as-Syafi'iyah.

2. Taqlid kepada Imam Madzab secara Langsung: Misalnya bertaqlid kepada Imam Syafi'i
dengan merujuk langsung pada kitab-kitab yang ditulis olehnya.

3. Ittiba' kepada Ulama Madzab atau Imam Madzab (Imam Syafi'i): Tingkatan lebih tinggi,
mengikuti langsung Imam Syafi'i dengan menjadikan karya-karyanya sebagai rujukan,
dengan memahami dalil yang menjadi landasannya.

4. Bermadzahab fi al-Manhaj: Menerima risiko berbeda pendapat dengan Imam Madzab


(Imam Syafi'i) dalam hasil pemikirannya, meskipun metodologinya diikuti. Ulama yang
mengikuti metodologi Imam Syafi'i tetap dianggap sebagai pengikut madzab Syafi'i. 4

2
Harist, B. "Islam NU". Surabaya:Khalista.
Mahmud Syaithut. "Fiqh Tujuh Madzhab".Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000.

vii
III. Mengembangkan Metodologi Imam Madzab:

Pengembangan metodologi madzab melibatkan konsep maslahah, reinterpretasi nash, revisi


kaidah fiqhiyah, hingga menciptakan metode atau manhaj baru dalam berijtihad. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh kesinambungan dari proses berijtihad dan hasil pemikiran ulama
masa lalu.

IV. Sistem Bermazhab:

Sistem bermazhab seharusnya tidak mempertentangkan antara sistem ijtihad dan taqlid,
melainkan merangkaikan keduanya secara serasi. Pilihan bermadzhab pada masa sekarang ini
menjadi suatu keputusan yang diambil oleh setiap muslim non-mujtahid. Pada dasarnya,
bermadzhab tidak bertentangan dengan sistem ijtihad dan taqlid, melainkan
mengkombinasikan keduanya sesuai proporsi yang tepat.

V. Pentingnya Bermadzhab dalam Islam:

Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah merekomendasikan empat madzhab (Hanafi, Maliki,


Syafi'i, Hambali) sebagai pedoman dalam bidang fiqih. Empat madzhab ini diakui karena
keempat pendirinya terbukti memiliki kualitas keilmuan yang tinggi dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

VI. Sebab Terjadinya Perbedaan Bermazhab:

Perbedaan bermazhab disebabkan oleh perbedaan persepsi dalam ushul fiqh dan fiqh, serta
interpretasi mujtahid. Bermadzhab diakui sebagai pilihan karena "ketidakmampuan" untuk

viii
menggali hukum syariat sendiri secara langsung dari sumber-sumbernya (Al-Quran dan as-
Sunnah).5

VII. Hukum Bermadzhab:

Bermadzhab diwajibkan bagi umat Islam sebagai cara untuk mengikuti Allah dan Rasul-Nya.
Bagi yang tidak mampu melakukan ijtihad, mereka dapat bertanya kepada ulama yang
mengikuti madzhab tertentu. Pemilihan madzhab harus dilakukan dengan niat tulus untuk
melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya.

KESIMPULAN

Bagi orang awam, madzhab adalah sarana untuk memudahkan mereka mengikuti ajaran
agama tanpa perlu mencari setiap permasalahan langsung dari sumber aslinya, yaitu Al-
Qur'an dan hadis. Hal ini memungkinkan mereka memahami tata cara beribadah dari
madzhab-madzhab tertentu tanpa kesulitan yang besar. Fungsi mengetahui hukum madzhab
adalah agar terhindar dari taqlid buta dan dapat mendudukkan ketetapan hukum sesuai
fungsinya.

II. Madzhab dalam Komunitas NU:

NU, yang selalu berurusan dengan fiqh, secara tegas menyatakan dirinya berpegang pada
salah satu dari empat madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Istilah madzhab sudah
lama dikenal dalam komunitas NU, menunjukkan komitmen terhadap prinsip-prinsip hukum
dari empat madzhab tersebut.

3
Haidir, Abdullah. "Mazhab fiqh". King Fahd National Cataloging-In- Publication Data. 2004

ix
III. Khilafiyah/Ikhtilaf:

Khilafiyah, yang berarti perselisihan pendapat, adalah hasil dari ijtihad para ulama fiqih
untuk menetapkan ketentuan hukum tertentu. Perbedaan pendapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:

1. Perbedaan mengenai sahih dan tidaknya nas: Penilain tsiqat (terpercaya) perowi dan
kelemahan matan dan sanad hadis.

2. Perbedaan dalam memahami nash: Makna ganda atau kiasan dalam nash menimbulkan
perbedaan pemahaman.

3. Perbedaan dalam menggabungkan nash bertentangan: Terjadinya pertentangan antara dua


nash atau lebih dalam suatu masalah.

4. Perbedaan dalam perbendaharaan hadis: Saat para sahabat memiliki koleksi hadis yang
berbeda, menyebabkan perbedaan hadis yang dimiliki oleh mujtahid.

5. Perbedaan dalam illat suatu hukum: Perselisihan mengenai illat (sebab) dari suatu hukum,
juga menjadi penyebab perbedaan pendapat dalam fiqih.6

4
M. Ali Hasan, "Perbandingan Mazhab", Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-4, 2002.
Abd Al-Rahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh’ah Madzahib Al-Arba’ah, Beirut: Dar Al-Fikr, tth.

Anda mungkin juga menyukai