Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH DAN PEMIKIRAN SALAFIYAH

Mata Kuliah : Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam

Dosen Pengampu : 1. Prof. Dr. Fahmi Al-Amruzi, M.Hum


: 2. Prof. Dr. HA Hafiz Anshari, Az, MA

Disusun Oleh:

NASRULLAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


PASCA SARJANA
BANJARMASIN
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam,


pencipta seluruh keserasian dunia dari unsur – unsur yang selalu bertasbih kepada-
Nya. Karena taufik dan hidayahnya rahmat serta karunia-Nya. Kami selaku
pemakalah dapat menyelesaikan dan menyampaikan hasil makalah ini.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad


SAW. Rasul pembawa agama rahmatan lil `alamin dan pengajar pertama aqidah
akhlak bagi seluruh umat manusia dimuka bumi. Karena beliau lah sebuah system
pendidikan hadir bersama dengan syari`at dan aqidah yang tersusun dalam sebuah
kemasan yaitu Islam.

Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Dosen pengampu mata kuliah
yang telah memberikan kami kesempatan untuk menyusun sebuah makalah yang
berjudul “Sejarah dan Pemikiran Salafiyah”.

Sekian dari kami, mohon maaf kalau terdapat kekurangan dalam penyusunan
makalah ini dan kritik serta saran sangat kami butuhkan dalam menyempurnakan
makalah ini.

Wassalam,
Penyusun

NASRULLAH

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. ii

BAB I ………………………………………………………………………….. 1
PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1

BAB II………………………………………………………………………….. 2
PEMBAHASAN……………………………………………………………….. 2
1. Pengertian Salaf………………………………………………………… 2
2. Asal Usul……………………………………………………………….. 2
3. Metode Berfikir Kaum Salaf ………………………………………….. 3
4. Pemikiran – pemikiran Kaum salaf…………………………………….. 5
5. Perkembangan Salafi Di Indonesia…………………………………….. 8

BAB III………………………………………………………………………… 9
PENUTUP……………………………………………………………………… 9
A. Kesimpulan……………………………………………………………… 9

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 10

BIODATA PENULIS ………………………………………………………….. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Di dalam perkembangan Islam banyak peristiwa yang terjadi diantaranya


perpecahan paham politik yang terjadi di golongan Islam sendiri yang megakibatkan
umat Islam terpecah. Akan tetapi pada saat ini aliran politik tersebut bertransformasi
berubah menjadi aliran paham tersendiri di dalam Islam, contohnya kaum Khawarij
dan Syiah.

Banyaknya pemahaman mengenai Islam oleh para ahli, membuat aliran


makin banyak diantaranya Imam Ahmad Ibnu Hanbali yang mencetuskan paham
aliran Salafi dengan pemahaman beliau mengenai ajaran Islam. Aliran Salafi
kemudian dibangkitkan lagi oleh Ibnu Taimiyah, kemudian dipropaganda oleh
Muhammad Ibnu Abdu al-Wahhab di Jazirah Arab yang pemahamannya lebih
ekstrim dibanding Salafi Ibnu Taimiyah. Sekarang Salafi yang berkembang disana
disebut dengan paham Wahabi.

Salafiyah merupakan genre keagamaan dalam tradisi Islam klasik yang kini
banyak hadir kembali di sejumlah Negara muslim dengan spirit yang luar biasa. Tak
terkecuali di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim di era keterbukaan saat
ini.

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam,
akan penulis sedikit bahas mengenai masalah sejarah, pemikiran dan perkembangan
Salafiyah. Dikarenakan keterbatasannya ilmu penulis dalam sejarah, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Salaf

Menurut bahasa, kata salaf berasal dari kata salafa-yaslufu-salafan, yang


artinya telah lalu. Secara lebih luas, kata as-salaf berarti orang-orang yang telah
mendahului, baik bapak, kakek dan seterusnya ke atas atau sanak kerabat yang
memiliki kelebihan, baik dari segi umur maupun keutamaan.1

Sedangkan menurut istilah, kata salaf, dalam kitab Majmu’ Fatawa, Syaikh
al-Islam Ibnu Taimiyah berkata ”Pendapat yang benar dalam semua permasalahan
yang diperselisihkan adalah apa yang dipegang oleh para salaf, para sahabat dan
yang mengikuti mereka dengan baik”. Berdasarkan perkataan Syaikh al-Islam
tersebut, maka yang dimaksud dengan orang-orang salaf menurut istilah adalah para
sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Orang-orang yang
mengikuti manhaj Salaf, terkadang memiliki beberapa sebutan
seperti Ghuraba (orang-orang yang dianggap asing), Ahlu al-Sunnah wa al-
Jama’ah, Ahlu al-Atsar, Ahlu al-Haq, Ahlu al-Hadis.2

2. Asal-usul

Salafiyah mereka muncul pada abad ke-4 Hijriah / 10 Masehi. Mereka terdiri
dari ulama mazhab Hanbali yang berpendapat bahwa garis besar pemikiran mereka
bermuara pada pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal yang menghidupkan ‘aqidah
ulama salaf dan berusaha memerangi paham lainnya. Aliran ini muncul kembali pada
ke-7 Hijriah/ 13 Masehi, dan dihidupkan oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah yang
menyiarkannya dengan gencar. Ia menambahkan beberapa hal dengan
3
mengaktualisasi pemikiran paham ini sesuai dengan kondisi zamannya.
2
1
Muchtith A. Karim dkk, Faham-faham Keagamaan Aktual Dalam Komunitas Masyarakat Islam, Kristen, dan Hindu di
Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2008), Ct. ke-1, h. 9
2
Ibid, h. 9
3
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah Dalam Islam, (Jakarta: Logos, 1996), Ct. ke-1, h. 225
3

Istilah dan nama Salaf di aliran ini menunjuk kepada generasi terdahulu, yaitu
generasi para sahabat dan tabi’in. Jadi aliran salaf ini berupaya menghidupkan
kembali dan membela metode serta pemikiran kalam yang ditampilkan oleh generasi
para sahabat dan tabi’in.

Selanjutnya salafiyah dikembangkan dan dipropagandakan kembali di Jazirah


Arab, abad ke-12 Hijriah/ 18 Masehi oleh Muhammad Ibnu Abdu al-Wahhab, yang
kemudian dikenal dengan nama gerakan Wahabiah yang bertahan hingga sekarang.4

3. Metode Berfikir Kaum Salaf

Di dalam memahami ‘aqidah Islam baik dengan berdialog dan berdiskusi


banyak ragam metode yang dipakai oleh semua aliran ‘aqidah di dalam Islam,
diantaranya aliran Mu’tazillah yang menempuh dengan metode falsafi yang ditiru
dari logika Yunani. Dalam penggunaan metode ini mereka juga didampingi oleh
Asy’ariyyah dan Maturidiyyah.

Kaum salaf datang menentang penggunaan metode tersebut dan


menginginkan agar pengkajian ‘aqidah kembali pada prinsip-prinsip yang dipegang
oleh para sahabat dan tabi’in. Mereka mengambil prinsip-prinsip ‘aqidah dan dalil-
dalil yang mendasarinya al-Qur’an dan Sunnah, serta melarang ulama untuk
mempertanyakan dalil-dalil al-Qur’an.

Ibnu Taimiyah yang merumuskan metode pemahaman ini membagi ulama


dalma memahami ‘aqidah Islam ke dalam empat kategori, yaitu:
1. Para Filosof. Mereka mengatakan bahwa al-Qur’an datang dengan metode
instruksional dan premis-premis yang dapat diterima masyarakat. Mereka
menegaskan bahwa diri mereka adalah lelompok pakar di bidang argumentasi da
keyakinan, sedang metode ‘aqidah adalah argumentasi dan keyakinan.

4
Ibid, h. 225
4
2. Para pakar ilmu Kalam, yaitu Mu’tazilah. Mereka mengemukan berbagai
kesimpulan yang rasional sebelum mengadakan penalaran terhadap ayat-ayat al-
Qur’an. Mereka berpegang pada dua argumentasi tetapi mendahulukan rasional
daripada al-Qur’an. mereka menta’wilkannya sesuai dengan tuntutan akal,
sekalipun mereka tidak keluar dari ‘aqidah al-Qur’an.
3. Ulama yang mengadakan penalaran terhadap ‘aqidah yang terdapat di dalam al-
Qur’an untuk diimani, dan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya untuk
digunakan. Dalil-dalil itu digunakan bukan karena merupakan dalil yang
memberikan petunjuk dan bimbingan yang mengarahkan akal untuk berbagai
premis disekitarnya, melainkan karena merupakan sejumlah ayat formatif yang
isinya wajib diimani, tanpa menjadikannnya sebagai premis bagi istinbath ‘aqli.
Ibnu Taimiyah meletakkan Maturidiyah pada kategori ini, karena Maturidiyah
mempergunakan akal untuk memahami ‘aqidah yang terdapat dalam al-Qur’an.
4. Kelompok yang beriman kepada al-Qur’an, baik ‘aqidah maupun dalilnya, tetapi
mempergunakan dalil rasional di samping dalil al-Qur’an itu. Ibnu Taimiyah
memasukkan Asy’ariyyah ke dala kategori ini.

Setelah pembagian ini Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa metode Salaf


bukanlah salah satu dari empat kategori di atas, karena ‘aqidah dan dalilnya hanya
dapat diambil dari nash. Mereka itulah kelompok yang tidak percaya pada akal,
sebab akal dapat menyesatkan. Mereka hanya percaya pada nash dan dalil-dalil yang
diisyaratkan dari nash, sebab ia merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi.
Mereka juga menegaskan bahwa berbagai pola pemikiran rasional itu merupakan hal
yang baru dalam Islam yang tidak pernah dikenal secara pasti di kalangan para
sahabat dan tabi’in. bila kita mengatakan bahwa metode rasional merupakan
kebutuhan primer untuk memahami ‘aqidah Islam, maka konsekuensinya kaum Salaf
itu tidak dapat memahami ‘aqidah sesuai dengan yang diharapakan dan tidak dapat
menjangkau dalil-dalil nash secara optimal.
5
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Salaf berpendapat bahwa tidak ada jalan
untuk memahami ‘aqidah dan hukum-hukum dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya, baik dari segi i’tiqad maupun istidal-nya kecuali dari al-Qur’an dan
Sunnah yang menjelaskannnya. Apa yang ditegaskan al-Qur’an dan diterangkan oleh
Sunnah harus diterima, tidak boleh tidak boleh ditolak guna menghilangkan keragu-
raguan. Akal manusia tidak mempunyai otoritas dalam menta’wilkan al-Qur’an,
meng-interpretasikan-nya, atau men-takhrij-nya, kecuali sekedar yang ditunjukkan
oleh berbagai susunan kalimat al-Qur’an dan yang terkandung dalam berbagai hadis.
Bila sesudah itu akal mempunyai otoritas, maka hal itu hanya berkenaan dengan
pembenaran dan kesadaran, menegaskan kedekatan hal yang manqul (tersebut dalam
dalil naqli) dengan yang rasional, dan tidak ada pertentangan antara keduanya. Akal
hanya menjadi bukti, bukan pemutus. Ia menjadi penegas dan penguat, bukan
pembatal atau penolak. Ia menjadi penjelas terhadap dalil-dalil yang terkandung
dalam al-Qur’an.

Inilah metode Salaf, yaitu menempatkan akal berjalan di belakang dalil naqli,
mendukung dan menguatkannya. Akal tidak berdiri sendiri untuk dipergunakan
menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan makna-makna nash.5

4. Pemikiran-pemikiran Kaum Salaf

Mereka mengkaji berbagai masalah kalam, seperti wahdaniyyah (keesaan


Tuhan), sifat-sifat-Nya, perbuatan manusia, al-Qur’an adalah makhluk atau
bukan makhluk, serta berbagai sifat dan ayat yang mengandung penyerupaan Allah
dengan makhluk-Nya.

Golongan Salaf, seperti jumhur muslimin, memandang


masalah wahdaniyyah atau tauhid sebagai ‘aqidah paling pokok dalam Islam.
Penafsiran mereka tentang wahdaniyyah ini umumnya sesuai dengan penafsiran
seluruh muslimin. Hanya saja mereka terlihat lebih ekstrim dalam upaya memelihara

5
Ibid, h. 227
6

kemurnian ‘aqidah tauhid mereka tersebut. Mereka, misalnya, berpendapat


bahwa ber-tawassul kepada Allah melalui hamba-hamba-Nya yang telah meninggal
adalah
merusak ‘aqidah tauhid. Demikian pula berziarah ke makan orang tertentu, termasuk
makam Rasulullahh, dipandang merusak ‘aqidah tauhid.

Wahdaniyyah ini, demikian kesepakatan seluruh muslim, terbagi kepada tiga


macam atau cabang: wahdaniyyah al-dzat wa al-shifat, wahdaniyyah al-khalqi wa al-
takwin, dan wahdaiyyah al-ma’bud. 6

1. Wahdaniyyah al-dzat wa al-shifat (Keesaan Dzat dan Sifat)

Seluruh muslim bersatu pendapat bahwa Allah itu Esa, tidak ada sesuatu pun
yang menyerupai-Nya. Hanya saja mereka berbeda ketika menjelaskan masalah-
masalah cabnag yang berhubungn dengan prinsip wahdaniyyah tersebut,
seperti tanzih (upayapemurnian), tasybih (penyerupaan),dan tasjim (anthropomorphi
sm).Mu’tazillah, misalnya dalam upaya mereka memelihara kemurnian (tanzih)
‘aqidah tauhid tersebut, berpendapat bahwa Allah tidak mempunyai sifat. Mereka
juga tegas menolak tasybi dan tasjim.

Sesuai dengan metode yang telah dikemukakan, Ibnu Taimiyah menegaskan


bahwa golongan Salaf mengimani semua yang disampaikan oleh al-Qur’an dan
Sunnah tentang segala sifat dan nama-nama Allah. Mereka mengimani apa yang
disampaikn oleh al-Qur’an, seperti, bahwa Allah bertahta di ‘arasy, mempunyai
wajah dan tangan, tanpa takwil dan penafsiran selain apa yag dipahami mereka dari
makna zhahir nash. Untuk menghindari tasybih dan tajsim, mereka mengatakan
bahwa yang disandarkan kepada Allah tersebut tidak seperti yang ada pada makhluk.
Tangan dan muka Allah misalnya, tidak seperti tangan dan muka makhluk-Nya.

6
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Dalam Islam Teologi /Ilmu Kalam Buku Teks MKK IAIN (Ilmu
Kalam III dan IV), (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), Ct. ke-1, h. 40
7

Demikian golongan Salaf, seperti Asy’ariyyah, menganut paham itsbat al-


shifat. Demikian pula mereka memahami ayat-ayat tasybih menurut zhahirnya,
namun tetap menolak penyerupaan dengan makhluk.

2. Wahdaniyyah al-khalqi (Keesaan dalam penciptaan)

Yang dimaksud wahdaniyyah al-khalqi adalah bahwa Allah satu-satunya


pencipta, tidak ada pencipta lain yang mendampingi atau membantunya dalam
berbagai penciptaan. Dengan kata lain, segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit
serta di antara keduanya adalah ciptaan Allah seorang diri. Allah Maha Kuasa, tidak
sesuatu makhluk pun yang dapat menentang kehendak-Nya atau menemani-Nya di
dalam menciptakan sesuatu. Semua makhluk dan segala perbuatan adalah ciptaan
Allah, kepada-Nya segala sesuatu kembali. Pengertian yang demikian adalah
kesepakatan seluruh mutakallimin, termasuk aliran Salaf.

3. Wahdaiyyah al-ma’bud (Keesaan dalam Ibadah)

Yang dimaksud dengan wahdaiyyah al-ma’bud ialah sesseorang hamba tiak


menunjukkan ibadahnya kepada sesuatu selain Allah. Prinsip tauhid ini
meniscayakan atau menuntut minimal dua hal, yaitu:
Pertama, ibadah tidak boleh kecuali hanya kepada Allah dan tidak mengakui
ketuhanan selain Allah. Barang siapa yang menyertakan manusia atau sesuatu
bersama Allah di dalam ibadah berarti telah berbuat syirik. Barang siapa
menyamakan makhluk dan Allah dalam suatu ibadah berarti telah mengakui adanya
Tuhan selain Allah, meskipun di dalam hatinya tetap meyakini keesaan Allah.

Kedua, kita harus menyembah Allah menurut apa yang disyariatkan para
rasul-Nya. Kita tidak menyembah Allah kecuali dengan ibadah wajib, sunat maupun
yang mubah yang dimaksudkan untuk ketaatan dan kesyukuran kepada Allah. Ibnu
Taimiyah berkata, doa termasuk dalam kategori ibadah. Barang siapa
mengalamatkan doa kepada para makhluk, baik yang sudha meninggal maupun yang
8
masih hidup, dan meminta pertolongan kepada mereka berarti telah melakukan
bid’ah, mensekutukan Allah, dan menempuh jalan orang-rang yang tidak beriman. 7

Ibnu Taimiyah yang dikenal sebagai panji golongan Salaf mendasarkan


ibadah dalam tiga hal. Pertama, larangan mendekatkan diri kepada Allah melalui
orang-orang saleh dan para wali. Kedua, larangan meminta pertolongan dan
mendekatkan diri kepada Allah melalui (tawassul) orang-orang yang telah meninggal
dunia dan lainnya. Ketiga, larangan berziarah ke makam orang-orang saleh dan para
Nabi untuk meminta berkah dan megkultuskannya.8

5. Perkembangan Salafi Di Indonesia

Islam merupakan agama yang terbesar di Indonesia, dimana posisi agama


Islam adalah keyakinan mayoritas masyarakat di Idonesia aka tetapi Islam memiliki
permasalahan yang kompleks dibandingkan penganut agama lain. Hal ini karena
banyaknya bermunculan faham/aliran Islam itu sendiri salah satunya adalah
Salafiyah.

Salafiyah sudah berkembang sampai di Indonesia, aliran-aliran ini sudah


mempunyai banyak pengikut. Menurut Yusuf salah seorang ustadz di kalangan Salafi
mengatakan, bahwa Salafi adalah cara beragama. Salaf tidak terikat organisasi, oleh
karena itu mereka tidak ingin disebut kelompok karena tidak tergabung dalam sebuah
organisasi. Akan tetapi penyebutan kelompok akhirnya disetujui oleh golongan
tersebut dikarenakan penyebutan kelompok merupakan sebutan untuk beberapa
orang yang mempunyai identitas yang sama dan berkumpul menjadi satu, meskipun
tidak tergabung dalam satu organisasi, seperti pedagang sayur, penjulan buah dan
lain-lain yang berkumpul di satu tempat dan berjualan disana maka disebut kelompok
pedagang. Dengan hal tersebut akhirnya Salafi mau disebut sebagai kelompok. Salafi
merupakan kelompok yang memberikan tentang paham Islam yang agak berbeda di
Indonesia.
7
Ibid, h. 45
8
Imam Muhammad Abu Zahrah, op.cit, h. 243
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Salafiyah merupakan aliran yang muncul pada abad ke-4 Hijriah / 10 Masehi.
Mereka terdiri dari ulama mazhab Hanbali yang berpendapat bahwa garis besar
pemikiran mereka bermuara pada pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal yang
menghidupkan ‘aqidah ulama salaf dan berusaha memerangi paham lainnya. Arti
dari Salafiyah ialah orang yang mengikuti sahabat dengan baik tanpa ada
pembahasan terhadap al-Qur’an dan Hadis, mereka menerima dan memahami ayat
secara kontekstual tanpa melalui pertimbangan akal.

Salaf dihidupkan kembali oleh Ibnu Taimiyah pada ke-7 Hijriah/ 13 Masehi,
kemudian dikembangkan dan dipropagandakan kembali di Jazirah Arab, abad ke-12
Hijriah/ 18 Masehi oleh Muhammad Ibnu Abdu al-Wahhab, yang kemudian dikenal
dengan nama gerakan Wahabiah yang bertahan hingga sekarang.

Aliran ini mempunyai paham bahwa mereka dalam memahami al-Qur’an dan
Hadis secara kontekstual saja tidak memberikan hak pada akal untuk memberikan
penjelasan. Mereka memahami agama tanpa ada pertanyaan dan tidak ingin bahkan
melarang untuk menanyakannya. Contoh ajaran aliran ini seperti dilarang berkunjung
di kuburan orang soleh bahkan Nabi, dilarang bertawassul dan memohon pertolongan
hanya pada Allah.

9
DAFTAR PUSTAKA

Muchtith A. Karim dkk, Faham-faham Keagamaan Aktual Dalam Komunitas


Masyarakat Islam, Kristen, dan Hindu di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Beragama, 2008), Ct. ke-1, h. 9
Ibid, h. 9
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah Dalam Islam, (Jakarta:
Logos, 1996), Ct. ke-1, h. 225
Ibid, h. 225
Ibid, h. 227
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Dalam Islam Teologi
/Ilmu Kalam Buku Teks MKK IAIN (Ilmu Kalam III dan IV), (Jakarta: Pustaka
Antara, 1996), Ct. ke-1, h. 40
Ibid, h. 45
Imam Muhammad Abu Zahrah, op.cit, h. 243

10
BIODATA PENULIS

I. IDENTITAS DIRI

Nama : NASRULLAH, SHI


Tempat Tanggal Lahir : Sungai Jarum, 01 Juli 1982
Alamat : Jl. Raya Daha Desa Bangkau RT. 03/II Kecamatan
Kandangan Kab. Hulu Sungai selatan.
Nomor HP : 0853-4723-0000

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

A. SDN Sei Jarum Tahun 1995


B. MTs Muning Baru Tahun 1998
C. MAN Negara Tahun 2001
D. S1 IAIN Antasari Banjarmasin Tahun 2006
a. Fakultas Syariah
b. Jurusan ahwal syakhshiyyah

III. RIWAYAT PEKERJAAN

A. Guru Honorer MTs Tahun 2011


B. Bagian TU STAI Darul Ulum Kandangan Tahun 2011 sampai Sekarang
C. Dosen STAI Darul ulum Kandangan

IV. RIWAYAT ORANG TUA

Nama Ayah : H. Bakeran


Alamat : Jl. Raya Daha Desa Bangkau RT. 03/II Kecamatan
Kandangan Kab. Hulu Sungai selatan.
Pekerjaan : Nelayan

Nama Ibu : Hj. Alawiah


Alamat : Jl. Raya Daha Desa Bangkau RT. 03/II Kecamatan
Kandangan Kab. Hulu Sungai selatan.
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

11

Anda mungkin juga menyukai