Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KONSEP FITRAH DAN POTENSI LAHIRIYAH

MANUSIA

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah: Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini A

Dosen Pengajar: Ibu Asiah, M.Pd

oleh:

Normilawati (2023130173)

Raudah (2023130162)

SEMESTER 2
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ULUM KANDANGAN
TAHUN 2024 M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya. Penulis
dapat menyelesaikan makalah ini pada progam studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini
mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini A yang mana pada setiap makalah
ditentukan oleh dosen pengampu. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Ibu Asiah, M.Pd Dosen pengampu mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia
Dini A.
2. Rekan satu tim yang semangat dalam tugas menyelesaikan makalah ini.

Terakhir tidak ada yang lebih sempurna selain Allah SWT sang Pencipta dan
tidak ada seorang pun yang tidak luput dari kesalahan termasuk penulis. Saran dan kritik
yang membangun tentu sangat berguna bagi penulis untuk meraih hasil Yang maksimal.

Kandangan, 27 Pebruari 2024


Penulis,

Kelompok III

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN. .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan ................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2

A. Konsep Fitrah ....................................................................................... 2


B. Potensi Lahiriyah Manusia .................................................................. 7

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 12

A. Simpulan .............................................................................................. 12
B. Saran .................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia diberi fitrah oleh Allah berupa kesucian, sehingga manusia
akan mengawali kehidupan dengan fitrah suci, namun bisa terjadi perubahan
yang sangat cepat dan drastis tanpa bisa diduga arahnya. Para penyeru kerusakan
fitrah memiliki jumlah yang sangat banyak, sehingga manusia yang keluar dari
jalur kesucian fitrah lebih banyak daripada yang istiqamah.

Lingkungan teman, keluarga, masyarakat dan pendidikan memiliki andil


besar dalam menjaga kesucian fitrah, namun media massa juga tidak kalah hebat
memberikan andil dalam kerusakan fitrah. Keinginan untuk merubah diri
menjaga kesucian fitrah telah hilang dari mayoritas manusia, sementara bola api
yang ditendang oleh para penyeru kerusakan fitrah manusia membakar di sana
dan di sini. Bila terkena percikannya akan menjadi abu yang siap ditiup angin,
sementara hampir tidak ada manusia yang tampil membantu dan membela karena
manusia yang menolong pun tidak lepas pula dari mangsa bola api tersebut.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fitrah?
2. Apa yang dimaksud dengan potensi lahiriyah manusia?
C. Tujuan
1. Memahami konsep fitrah
2. Memahami potensi lahiriyah manusia

1
Isnanita Noviya Andriyani, ‘’MENJAGA KESUCIAN FITRAH MANUSIA’’, Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam, volume 4, nomor 2, Desember 2015, hal. 56

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Fitrah

Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik diantara makhluk
Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah (fisiologis) dan
rohaniah (psikologis). Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat
kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut
potensialitas. Menurut pandangan Islam, kemampuan dasar tersebut dinamakan
fitrah. Dalam pengertian lain dijelaskan secara rinci:
Fitrah adalah ciptaan Allah, yaitu bahwa manusia telah diberi potensi yang
baik oleh Allah.
1. Fitrah berarti ciptaan, sifat tertentu yang mana setiap yang maujud disifati
dengannya pada awal masa penciptaannya, sifat pembawaan manusia (yang
ada sejak lahir).
2. Dalam pandangan Islam, kemampuan dasar/pembawaan disebut dengan
fitrah yaitu dalam pengertian etimologi berarti kejadian, karena kata fitrah
berasal dari kata fathoro yang berarti menjadikan.
3. Menurut Syahminan Zain (1986: 5), bahwa fitrah adalah potensi laten atau
kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia, yang dibawanya
sejak lahir.
Para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengetian fitrah. Pada
umumnya ulama tersebut memberikan makna fitrah berpijak pada firman Allah
surah Ar-Rum (30): 30. 2 Sedikitnya terdapat 9 makna fitrah yang dikemukakan
oleh para ulama, yaitu:
1. Fitrah berarti suci
Menurut al-Auza’i, fitrah berarti kesucian dalam jasmani dan ruhani.
Bila dikaitkan dengan potensi beragama, kesucian tersebut dalam arti
kesucian manusia dari dosa waris atau dosa asal, sebagaimana pendapat
Ismail Raji Al-Faruqi yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dalam

2
Achmad Munib, ‘’Konsep Fitrah dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam’’, PROGRESS, vol. 5, no. 2,
Semarang, 2017, hal. 226-227.

2
3

keadaan suci, bersih, dapat menyusun drama kehidupannya, tidak peduli


dengan lingkungan keluarga, masyarakat macam apa pun ia dilahirkan.
Islam menyangkal setiap gagasan yang mengatakan bahwa manusia lahir
dengan membawa dosa asal atau dosa waris.
2. Fitrah berarti Islam
Abu Hurairah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fitrah adalah
agama. Pendapat ini berdasar pada hadits Nabi:
‘’Bukankah aku telah menceritakan kepadamu pada sesuatu yang Allah
menceritakan kepadaku dalam kitab-Nya bahwa Allah menciptakan Adam
dan anak cucunya berpotensi menjadi orang-orang Islam’’.

Berangkat dari pemahaman hadits di atas, maka anak kecil yang


meninggal, ia akan masuk surga, karena ia dilahirkan dengan din al-Islam,
walaupun ia terlahir dari keluarga non-Muslim.
3. Fitrah berarti mengakui ke-Esaan Allah (tauhid)
Manusia lahir dengan membawa konsep tauhid, atau paling tidak
berkecenderungan untuk meng-Esakan Tuhannya dan berusaha terus
mencari untuk mencapai ketauhidan tersebut. Jiwa tauhid adalah jiwa yang
selaras dengan akal manusia.3 Penolakan terhadap atheisme dan politheisme
bukan saja merupakan pembawaan kodrat, tetapi merupakan rangkaian
analisis dari fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Makna
fitrah seperti ini lebih didasarkan pada firman Allah dalam surah Al-A’raf
ayat 172.
4. Fitrah dalam arti murni
Manusia lahir dengan membawa berbagai sifat, salah satunya adalah
kemurnian dalam menjalankan suatu aktivitas.
5. Fitrah berarti kondisi penciptaan manusia yang cenderung menerima
kebenaran
Secara fitrah manusia cenderung dan berusaha mencari serta menerima
kebenaran walaupun hanya bersemayam dalam hati kecilnya. Adakalanya
manusia telah menerima kebenaran, tapi karena faktor-faktor tertentu yang
mempengaruhinya, ia berpaling dari kebenaran yang diperoleh. Fitrah
membuat manusia berkeinginan suci dan cenderung pada kebenaran,
3
Sururin, ‘’Ilmu Jiwa Agama’’, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet. 1, Agustus 2004), hal. 32-33
4

sedangkan pelengkapnya adalah hati nurani sebagai pancaran keinginan


kepada kebaikan, kesucian, dan kebenaran. Di sinilah tampak bahwa tujuan
hidup manusia adalah dari, oleh, dan untuk kebenaran yang mutlak,
kebenaran yang terakhir dan kebenaran Tuhan Yang Maha Esa, karena
kebenaran mempunyai asal dan tujuan dari segala kenyataan.
6. Fitrah dalam arti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan
ma’rifatullah
Penafsiran demikian banyak dikemukakan oleh para filosof dan fuqaha’.
Para filosof yang beraliran empirisme memandang aktivitas fitrah sebagai
tolak ukur pemaknaanya. Demikian halnya dengan para fuqaha’ yang
memandang haliah manusia sebagai cerminan dari jiwanya, sehingga
hukum dikatakan menurut apa yang terlihat, bukan pada hakikat di balik
perbuatan tersebut.
7. Fitrah dalam arti ketetapan atau kejadian asal manusia mengenai
kebahagiaan dan kesesatannya
Pendapat demikian dikemukakan oleh Ibn Abbas, Ka’ab ibn Kuradhi,
Abu Sa’id Al-Khudiry, dan Ahmad ibn Hanbal.4 Manusia lahir dengan
ketetapannya, apakah nanti akan menjadi orang bahagia atau menjadi orang
yang sesat. Semua itu tergantung pada ketetapan yang diperoleh sejak
manusia lahir.
8. Fitrah dalam arti tabiat alami manusia
Manusia lahir dengan membawa tabiat (perwatakan) yang berbeda-beda.
Watak tersebut dapat berupa jiwa pada anak atau hati sanubari yang dapat
mengantarkan untuk sampai pada ma’rifatullah. Sebelum usia baligh, anak
belum bisa membedakan antara iman dan kafir. Namun dengan potensi
fitrahnya ia dapat membedakan antara iman dan kafir karena wujud fitrah
terdapat dalam qalb yang dapat mengantarkan pada pengenalan nilai
kebenaran tanpa terhalang oleh apapun.
Menurut Al-Ghazali, fitrah sebagai dasar manusia yang diperolehnya
sejak lahir memiliki keistimewaan sebagai berikut:
a. Beriman kepada Allah

4
Sururin. Ibid., hal. 34-35
5

b. Kemampuan dan kesediaan untuk menerima pendidikan dan pengajaran


c. Dorongan ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang berupa
daya untuk berpikir
d. Dorongan biologis yang berupa syahwat, ghadab dan insting
e. Kekuatan-kekuatan lain dan sifat-sifat yang dapat dikembangkan dan
disempurnakan
9. Fitrah dalam arti insting (gharizah) dan wahyu dari Allah (al-munazalah)
Ibn Taimiyah membagi fitrah dalam dua macam:
a. Fitrah al-munazalah
Fitrah luar yang masuk dalam diri manusia. Fitrah ini dalam
petunjuk al-Qur’an dan Sunnah yang digunakan sebagai kendali dan
pembimbing bagi fitrah al-gharizah.
b. Fitrah al-gharizah
Fitrah inheren dalam diri manusia yang memberi daya akal yang
berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia.
Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa fitrah merupakan
potensi dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan dan kesucian untuk
menerima pengaruh dari luar menuju pada kesempurnaan dan
kebenaran.5
Istilah fitrah sebagaimana dalam al-Qur’an dan Hadits, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa:
1. Fitrah yang disebutkan dalam ayat tersebut mengandung implikasi
pendidikan. Oleh karena itu, kata fitrah mengandung makna
“kejadian” yang di dalamnya berisi potensi dasar beragama yang
benar dan lurus yaitu Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah
oleh siapapun. Karena fitrah merupakan ciptaan Allah yang tidak
akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap
pribadi manusia.

5
Sururin. Ibid, hal. 36-37
6

2. Fitrah berarti agama, kejadian. Maksudnya adalah agama Islam


bersesuaian dengan kejadian manusia. Karena manusia diciptakan
untuk melaksanakan agama (beribadah).6
Menurut at-Taoumy as-Syahbani, Islam memiliki prinsip-prinsip
dasar tentang manusia, yaitu:
1. Islam percaya bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia di
jagat raya ini. Allah memberikan berbagai karunia yang membuat
manusia lebih utama dari makhluk lain, seperti akal, perasaan, dan
sebagainya.
2. Islam memberikan tempat yang mulia bagi manusia di muka bumi,
yaitu dengan memberinya amanah sebagai khalifah.
3. Islam meyakini bahwa sebagai makhluk yang bisa berpikir, manusia
mampu menjadikan alam dan seisinya sebagai objek renungannya
dan bisa menghasilkan ilmu pengetahuan yang memicu timbulnya
peradaban manusia yang maju karena pikiran-pikirannya tersebut.
4. Islam berkeyakinan bahwa manusia mempunyai tiga dimensi, yaitu:
badan, akal, dan ruh. Kemajuan, keselarasan, dan kesempurnaan
kepribadian seseorang tergantung pada keselarasan tiga dimensi
yang ada pada diri manusia tersebut.
5. Islam percaya bahwa manusia dalam perkembangannya dipengaruhi
oleh faktor-faktor warisan dan alam lingkungannya.
6. Islam percaya bahwa manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan.
Dalam diri manusia juga terdapat dorongan untuk memperoleh
kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat kelak.
7. Islam menyakini bahwa ada perbedaan yang bersifat individual pada
manusia. Meskipun memiliki beberapa ciri dan sifat yang sama,
tetapi tidak ada manusia yang persis sama manusia senantiasa
berbeda pada watak, sikap keinginan, tujuan dan jalan-jalan yang
dilaluinya dalam menempuh kehidupan ini.
8. Islam meyakini bahwa watak dari manusia itu adalah luwes, lentur
(fleksible) bisa dibentuk dan diubah.7

6
Achmad Munib. Op. Cit . hal. 230.
7

B. Potensi Lahiriah Manusia

Terkait dengan potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia, Allah


berfirman dalam surah An-Nahl (16) ayat 788 yang artinya:

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati, agar kamu bersyukur.

Dari ayat tersebut Allah menginformasikan kepada manusia bahwasanya


Allah telah menganugerahkan 3 potensi kepada manusia yaitu : 1) pendengaran,
2) penglihatan, dan 3) hati. M. Quraish Shihab menjelaskan di dalam ayat
tersebut menyebutkan kata pendengaran terlebih dahulu dibanding dengan
penglihatan adalah tepat. Karena di dalam ilmu kedokteran dijelaskan pada
proses pertumbuhan manusia di dalam rahim membuktikan bahwa fungsi indra
pendengaran lebih dulu berfungsi dibanding indra penglihatan. Sehingga
penyebutan indra-indra pada ayat di atas menjelaskan terkait urutan tahap
perkembangan indra tersebut.

Selanjutnya, penggunaan bentuk tunggal pada pendengaran dan bentuk jama’


pada penglihatan dan hati memiliki makna bahwa apa yang didengar itu
senantiasa sama baik oleh seseorang maupun orang banyak dan dari arah
manapun suara itu berasal. Ini berbeda dengan fungsi penglihatan, apa yang
dilihat bergantung kepada tempat atau posisi seseorang itu berpijak sehingga
melahirkan perbedaan. Demikian juga dengan hasil kerja hati, tingkat kerinduan
dan kebencian seseorang terhadap sesuatu akan berbeda-beda tingkatannya pada
setiap orang kendatipun objek yang dirindu atau yang dibenci sama.

Hasil penalaran akal pun sama. Dia dapat berbeda, boleh jadi penalaran satu
orang terhadap satu hal dengan menggunakan akalnya sangat tepat dan jitu,
namun pada orang lain bisa keliru dan berakibat fatal. Sehingga tepatlah
dikatakan, kepala boleh sama berambut namun pikiran bisa berbeda-beda. Pada
7
Amie Primarni, Khairunnas, ‘’Pendidikan Holistik Format Baru Pendidikan Islam Membentuk Karakter
Paripurna’’, (Jakarta Selatan: AMP Press, cet. 2, Januari 2016), hal. 163-165
8
Miftahul Huda, Nurwadjah Ahmad Eq, dan Andewi Suhartini, ‘’KONSEP FITRAH SEBAGAI
POTENSI MANUSIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM’’, Journal
of Research and Thought on Islamic Education, vol. 4, no. 2, Bandung : 2021, hal. 177
8

surah an-Nahl (16) ayat 78 tersebut Allah menunjukkan bahwa instrumen utama
untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat material adalah telinga dan mata
sedangkan yang bersifat imaterial adalah hati dan akal.

Pada kenyataannya instrumen yang Allah berikan sebagai media untuk


mendapatkan pengetahuan belum digunakan dengan maksimal. Saat ini manusia
baru menggunakan potensi pendengaran saja tanpa dilengkapi degan potensi
penglihatan. Potensi pendengaran pun masih digunakan setengah-setengah,
potensi akal sering diabaikan sedangkan potensi hati lebih sering dipedulikan

Selanjutnya dalam firman Allah laa ta’lamuuna syai-an, makna tidak


mengetahui diartikan oleh beberapa pakar sebagai tidak mengetahui sesuatu
apapun. Manusia ketika lahir laksana kertas putih yang belum dibubuhi satu
huruf pun, tambahnya. Maknanya ini kiranya benar, apabila tidak mengetahui di
sini dimaksudkan pada pengetahuan yang bersifat kasby yaitu pengetahuan yang
didapat dengan usaha manusiawi. Namun makna ini akan meleset apabila
menafikan semua pengetahuan, karena manusia lahir dengan membawa fitrah
yang melekat pada dirinya ketika dia lahir. Fitrah ini adalah pengetahuan yang
menjadikannya mengetahui bahwa Allah itu Maha Esa.9 Fitrah manusia menurut
ajaran Islam dapat dijelaskan sebagai berikut;

1. Manusia adalah makhluk psiko-fisik yang memiliki jiwa dan tubuh

Dari berbagai ayat al-Qur’an dapat diketahui bahwa jati diri manusia adalah
makhluk psiko-fisik, yaitu suatu makhluk yang eksistensinya terdiri atas unsur
jiwa (ruh) dan fisik (jasad). Gabungan kedua unsur inilah yang mewujud menjadi
manusia. Di antara surah yang mendukung pernyataan ini ialah as-Sajdah ayat 7-
9. Ayat tersebut menegaskan bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah
(thin). Kemudian generasi selanjutnya berkembang biak dengan unsur air mani.
Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki unsur fisik. Di samping itu, Allah
meniupkan ruh ke dalam unsur fisik tersebut. Setelah bentuk fisik diisi dengan
ruh, terbentuklah suatu jenis makhluk yang khas, yaitu manusia. Keberadaan
kedua unsur ini, fisik dan ruh, meniscayakan keberadaan sifat-sifat keduanya
pada manusia di samping sifat-sifat yang timbul dari gabungan keduanya.

9
Miftahul Huda, Nurwadjah Ahmad Eq, dan Andewi Suhartini, ibid, hal. 178-179
9

2. Sifat-sifat jasmani

Tubuh manusia merupakan alam materi yang memiliki sifat-sifat fisik. Ia


tersusun dari 4 unsur yang membentuk alam materi, yaitu tanah, air, udara, dan
api. Para filosof Muslim, seperti Ikhwan al-shafa’ mengemukakan bahwa
perimbangan komposisi keempat unsur ini ikut memengaruhi sifat-sifat manusia.

Tubuh manusia terdiri atas bagian-bagian dan anggota-anggota yang masing-


masing mempunyai tugas dan fungsinya sendiri. Penataan masing-masing bagian
dan anggota ini sangat proporsional sehingga semuanya dapat memberikan andil
yang optimal bagi kesempurnaan fisik manusia serta fungsionalisasi dari masing-
masing bagiannya. Kenyataan inilah yang digambarkan al-Qur’an surah al-Tin
ayat 4 yang artinya :

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik

Bentuk dan tatanan bagian dan anggota fisik manusia dirancang sedemikian
rupa agar manusia dapat melakukan berbagai aktivitas yang dibebankan
kepadanya.10 Hanya saja, ketika manusia diciptakan (dilahirkan) kondisi dari
masing-masing bagian ini masih dalam keadaan lemah dan bersifat potensial. Hal
ini dapat diketahui dari al-Qur’an surah al-Rum ayat 54 dan surah an-Nisa’ ayat
38.

3. Sifat-sifat jiwa

Jiwa merupakan inti hakikat manusia. Unsur inilah yang mendapat tugas
sebagai khalifah Allah di bumi. Unsur ini pula yang bertanggung jawab atas
segala tingkah laku dan perbuatan manusia.

Para ulama menyimpulkan bahwa unsur ini pula yang telah melakukan
perjanjian dengan sang Pencipta sebelum ia digabungkan dengan tubuh. Berdasar
ini semua, tentu saja tidak mungkin manusia diciptakan dalam keadaan sesat dan
berdosa.

10
Alfurqan dan Harmonedi. ‘’PANDANGAN ISLAM TERHADAP MANUSIA : TERMINOLOGI
MANUSIA DAN KONSEP FITRAH SERTA IMPLIKASI DENGAN PENDIDIKAN’’, Jurnal
Educative : Journal of Educational Studies. Volume 2, Nomor 2, Padang : 2017, hal. 136
10

Itu pula sebabnya sebagian pakar berpendapat bahwa manusia diciptakan


dalam keadaan bertauhid, Islam, dan suci. Akan tetapi, pendapat ini hanya benar
sepanjang manusia hanya dilihat dari sisi ruh asalnya. Para pemikir Muslim
sepakat bahwa makhluk yang bernama manusia tidak hanya terdiri atas ruh
semata, melainkan juga ada unsur fisik. Kondisi ruh ketika anak manusia
dilahirkan, setelah bergabung dengan tubuh, tidak memiliki kesadaran akan
amanah dan janjinya itu. Unifikasinya dengan tubuh material mengakibatkan ruh
terhalang untuk mengetahui dan menyadari janjinya dengan Tuhan.

4. Sifat-sifat Psiko-Fisik

Yang dimaksud dengan (nafs) diri adalah suatu hakikat yang terbentuk
setelah unifikasi unsur fisik dan jiwa. Nafs tidak sama dengan ruh yang menjadi
rahasia kehidupan dan juga tidak sama dengan jasad (tubuh) material yang bisa
diobsevasikan. Dengan demikian, fitrah nafsiyah adalah keadaan dan sifat dari
gabungan ruh dan fisik. Ia bukan merupakan keadaan dan sifat unsur ruh semata
seperti yang telah dikemukakan di atas, melainkan keadaan dan sifat ruh yang
telah menyatu dengan tubuh. Juga bukan keadaan dan sifat unsur fisik semata,
tapi kondisi dan sifat unsur fisik yang telah dimasuki ruh. Di antara gambaran al-
Qur’an tentang fitrah nafsani dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Lemah. Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, baik fisik maupun


psikis.
b. Memiliki potensi untuk melakukan berbagai pekerjaan fisik.
Meskipun manusia terlahir dalam keadaan lemah,11 tidak berdaya
sama sekali, namun ia dapat tumbuh menjadi kuat untuk melakukan
bermacam-macam tindakan fisik setelah melakukan proses
pertumbuhan dan perkembangan. Tuntutan agar manusia mewujudkan
kemakmuran di bumi dan tidak melakukan kerusakan menunjukkan
bahwa manusia dapat melakukan tindakan-tindakan positif dan
negatif.
c. Bodoh dalam pengertian tidak memiliki pengetahuan tentang apa pun.

11
Alfurqan dan Harmonedi. Ibid, hal. 137
11

d. Memiliki potensi untuk berpengetahuan. Seiring dengan pernyatan di


atas, manusia diciptakan dalam keadaan berpotensi untuk
berpengetahuan. Ada 3 perangkat yang diberikan Allah untuk
keperluan itu, yaitu : pendengaran, penglihatan, dan jantung-hati.
e. Memiliki kebebasan dalam bertindak dan bersikap. Manusia lahir
dengan potensi yang memungkinkan ia dapat menentukan pilihan
terhadap semua tindakan yang akan dilakukannya. Manusia diberi
kebebasan untuk memilih apakah ia akan menjadi beriman atau kafir.
f. Bersifat netral dalam arti berpotensi untuk menjadi baik dan jahat.
Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya. Hal ini
menunjukkan bahwa manusia pasti berpotensi untuk menjadi baik.
Akan tetapi, perlu juga diingat bahwa dibalik itu, manusia juga
berpotensi untuk menjadi jahat.12

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling unik dalam penciptaannya.


Keunikannya yaitu terletak pada akal yang dimilikinya. Memanfaatkan akal secara baik,
akan berdampak pada terciptanya hakikat manusia yang sesungguhnya.13
Manusia juga mempunyai potensi yang luar biasa dibandingkan makhluk ciptaan
Tuhan yang lainnya. Terdapat potensi-potensi baik jasmani maupun rohani yang tak
terhitung jumlahnya.14
Potensi-potensi yang telah ada pada manusia tersebut seharusnya dikembangkan
dengan seimbang agar kelak dapat terbentuk manusia yang mampu memberikan
kebahagiaan bagi dirinya dan makhluk sekitarnya. Usaha pengembangan potensi
manusia harus direncanakan sejak dini, agar kelak mampu membawa perubahan pada
bangsa Indonesia.15

12
Alfurqan dan Harmonedi. ibid, hal. 138
13
Irawan, " POTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN", Islamika : Jurnal Agama,
vol.13, no.1, Jakarta: 2019, hal. 52
14
Ibid, hal. 53
15
Ibid, hal. 54
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia lahir dengan membawa konsep tauhid, atau paling tidak


berkecenderungan untuk meng-Esakan Tuhannya dan berusaha terus mencari
untuk mencapai ketauhidan tersebut. Jiwa tauhid adalah jiwa yang selaras
dengan akal manusia. Kata fitrah mengandung makna “kejadian” yang di
dalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus yaitu Islam.
Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapapun. Karena fitrah merupakan
ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun
bentuknya dalam tiap pribadi manusia.
Sesungguhnya tidak ada satupun manusia yang lahir dengan pengetahuan
yang melekat padanya (dalam artian pengetahuan kasby), tetapi manusia dapat
memperolehnya melalui proses dengan menggunakan fitrah yang
dianugerahkan Allah berupa potensi yang melekat padanya, yaitu pendengaran,
penglihatan, dan hati. Kaitannya antara ketiga potensi tersebut adalah
pendengaran bertugas untuk memelihara ilmu yang telah didapatkan dari proses
belajar mengajar, penglihatan bertugas untuk mengembangkan dan menambah
ilmu pengetahuan dari hasil penelitian dan pengkajiannya, sedangkan hati untuk
membersihkan ilmu pengetahuan dari segala sifat jelek.
Potensi lahiriyah manusia merujuk pada potensi yang dimiliki manusia sejak
lahir. Manusia memiliki berbagai potensi, baik potensi indrawi (seperti
pendengaran) maupun potensi akal (seperti kemampuan untuk memahami
sesuatu). Potensi ini perlu dikembangkan secara optimal melalui pendidikan.

Dalam Islam, manusia dipandang memiliki fitrah yang mengandung berbagai


potensi kebaikan. Untuk mencapai tujuan sebenarnya, potensi tersebut perlu
dijaga, dipelihara, dibimbing, dan dikembangkan secara terarah, bertahap, dan
berkesinambungan.

Pandangan tentang potensi manusia juga terkait dengan kebudayaan dan


peradaban. Manusia memiliki kemampuan cipta (akal), rasa (melalui alat indra),

12
13

dan karsa (kehendak) yang menghasilkan ilmu pengetahuan, karya seni, serta
aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

B. Saran

Dengan berakhirnya makalah yang kami buat ini, kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi para
pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Kamaluddin, Undang Ahmad. 2013. Filsafat Manusia Sebuah Perbandingan antara


Islam dan Barat, Bandung : Pustaka Setia.

Kosim, Muhammad. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun: Kritis, Humanis
dan Religius, Jakarta: Rineka Cipta.

Primarni, Amie dan Khairunnas. Pendidikan Holistik Format Baru Pendidikan Islam
Membentuk Karakter Paripurna. Jakarta Selatan : AMP Press. 2016.

Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2004.

Jurnal:

Alfurqan dan Harmonedi. ‘’PANDANGAN ISLAM TERHADAP MANUSIA :


TERMINOLOGI MANUSIA DAN KONSEP FITRAH SERTA IMPLIKASI
DENGAN PENDIDIKAN’’. Jurnal Educative : Journal of Educational Studies.
Volume 2. Nomor 2. Padang. 2017.

Andriyani, Isnanita Noviya. MENJAGA KESUCIAN FITRAH MANUSIA. Jurnal


Komunikasi dan Pendidikan Islam. Volume 4. Nomor 2. Yogyakarta. 2015

Huda, Miftahul, dkk. ‘’KONSEP FITRAH SEBAGAI POTENSI MANUSIA DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM’’. Journal of Research
and Thought on Islamic Education. Volume 4. Nomor 2. Bandung. 2021.

Munib, Ahmad. ’’Konsep Fitrah dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam’’.


PROGRESS. Volume 5. Nomor 2. Semarang. 2017.

Anda mungkin juga menyukai