Anda di halaman 1dari 17

i

STUDI AL-QUR’AN DAN HADITS POTENSI (FITRAH)


MANUSIA MEMPEROLEH PENDIDIKAN DAN MENJADI
PENDIDIK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Alqur’an dan Hadis
(Studi Kontemporer)
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Semester 1 – Virtual

Dosen Pembimbing:

Dr. Muhammad Jufri, S. Ag., M. Ag.

Disusun Oleh :
1. Nur Esa NIM. 2320203886108014
2. Sukma Kristalara NIM. 2320203886108035

FAKULTAS PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PAREPARE
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Tuhan semesta alam yang memberikan nikmat kepada seluruh umatnya. Tuhan
yang memberi seluruh kenikmatan, berupa umur, kesehatan, rezeki, dan ilmu,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Studi Al-Qur’an
dan Hadits Potensi (Fitrah) Manusia Memperoleh Pendidikan dan Menjadi
Pendidik” yang merupakan tugas dalam mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadis
(Studi Kontemporer). Shalawat serta salam, senantiasa dipanjatkan kepada
baginda Nabi besar Muhammad saw. beserta seluruh keluarga, nabi pembawa
risalah, yang menunjukkan jalan kebenaran dan membuka peradaban baru.
Kehadiran penulisan makalah ini tidak terlepas dari peranan dosen
pembimbing bapak Dr. Muhammad Jufri, S. Ag., M. Ag. yang memberikan kami
amanah untuk membahasnya. Pembahasan dalam makalah kami diharapkan
menjadi gerbang awal dalam mempelajari dan mendiskusikan berbagai tema-tema
dalam mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadis (Studi Kontemporer). Dan semoga
dengan hadirnya makalah ini, dapat memberikan manfaat positif.
Dalam penulisan makalah ini, tentu banyak kesalahan dan kekurangan
yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
masukan dan saran-saran dari para pembaca untuk perbaikan ke depannya. Akhir
kata, penulis mengucapkan rasa terima kasih. Semoga Allah memberikan balasan
yang terbaik untuk semuanya. Amiin.

Parepare, 12 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. Konsep Potensi (Fitrah) Manusia dalam Perspektif
Alqur’an dan Hadis ............................................................................. 3
B. Fitrah Manusia dalam Memperoleh Pendidikan
Menurut Perspektif Alqur’an dan Hadis .............................................. 5
C. Fitrah Manusia sebagai Pendidik dalam Perspektif
Alqur’an dan Hadis .............................................................................. 8
BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam perspektif Islam dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu

suci, bersih dari segala dosa dan memiliki kecenderungan sikap menerima

agama, iman dan tauhid. Manusia menjadi baik atau buruknya adalah akibat

dari faktor pendidikan dan lingkungan, bukan kepada tabiat aslinya.

Dalam Alqur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan

tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaannya. Manusia merupakan

makhluk-Nya paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan

akal pikiran. Proses pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan

tidaklah akan menjamin terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk

menjadi baik menurut kehendak Pencipta-Nya. Akan tetapi, pendidikan harus

berangkat dari pemahaman lebih dulu terhadap jati diri manusia. Manusia

dalam pendidikan menempati posisi sentral, karena manusia dipandang sebagai

subjek, ia juga harus sebagai objek pendidikan itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep potensi (fitrah) manusia dalam perspektif Alqur’an dan
Hadis?
2. Bagaimana fitrah manusia dalam memperoleh pendidikan menurut
persepktif Alqur’an dan Hadis?
3. Bagaimana fitrah manusia sebagai pendidik dalam persepktif Alqur’an dan
Hadis?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan konsep potensi (fitrah) manusia dalam perspektif
Alqur’an dan Hadis.
2. Untuk mendeskripsikan fitrah manusia dalam memperoleh pendidikan
menurut persepktif Alqur’an dan Hadis.

1
3. Untuk mendeskripsikan fitrah manusia sebagai pendidik dalam persepktif
Alqur’an dan Hadis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Fitrah (Potensi) Manusia

Kata fitrah, berasal dari kata fi’il yang artinya “menjadikan”. Secara

etimologis, fitrah artinya kejadian, potensi dasar dan kesucian. Manusia dalam

perspektif Islam dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu suci, bersih dari segala

dosa dan memiliki kecenderungan sikap menerima agama, iman dan tauhid.

Manusia menjadi baik atau buruknya adalah akibat dari faktor pendidikan dan

lingkungan, bukan kepada tabiat aslinya.

Dalam Alqur’an manusia disebut dengan beberapa istilah, antara lain

al-insaan, an-naas, al-abd, bani adam, dan sebagainya. Al-insaan berarti suka,

senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. An-naas berarti manusia

(jama’). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-

anak Adam karena berasal dari keturunan Nabi Adam as.

Rasulullah saw. bersabda: “Anak-anak lahir dalam keadaan fithrah,

orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR.

Bukhari). Menurut Yasien Muhammad, pemahaman terhadap konsep fitrah ini

ada empat, yaitu pandangan fatalis, pandangan netral, pandangan positif, dan

pandangan dualis.

1. Pandangan Fatalis

Dalam pandangan fatalis ini mempercayai bahwa setiap individu,

melalui ketetapan Allah, adalah baik atau jahat secara asal, baik ketetapan

semacam ini terjadi secara semuanya atau sebagian sesuai dengan rencana

Tuhan. Syaikh Abdul Qadir Jailani mengungkapkan bahwa seorang

pendosa akan masuk surga jika hal itu menjadi nasibnya yang telah

ditentukan Allah sebelumnya. Dengan demikian, tanpa memandang faktor-

3
faktor eksternal dari petunjuk dan kesalahan petunjuk, seorang individu

terikat oleh kehendak Allah untuk menjalani ‘cetak biru’ kehidupannya

yang telah ditetapkan baginya sebelumnya.

2. Pandangan Netral

Pandangan netral ini dikomandani oleh Ibnu ‘Abd al-Barr

dengan mendasarkan pada firman Allah: “Dan Allah mengeluarkan

kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui

sesuatu pun” (QS. an-Nahl ayat: 78).

Penganut pandangan netral berpendapat bahwa anak terlahir

dalam keadaan suci, suatu keadaan kosong sebagaimana adanya, tanpa

kesadaran akan iman atau kufur.

Menurut pandangan netral, iman atau kufur hanya mewujud

ketika anak tersebut mencapai kedewasaan (taklif). Setelah mencapai

taklif, seseorang menjadi bertanggung jawab atas perbuatannya.

3. Pandangan Positif

Penganut pandangan positif ini adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu

Qoyyim al-Jauziyah (salaf), Muhammad Ali Ash-Shabuni, Mufti

Muhammad Syafi’i, Ismail Raji al-Faruqi, Mohamad Asad, Syah

Waliyullah (kontemporer).

Menurut Ibnu Taimiyah, semua anak terlahir dalam keadaan

fithrah, yaitu dalam keadaan kebajikan bawaan, dan lingkungan sosial

itulah yang menyebabkan individu menyimpang dari keadaan ini.

Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni mengatakan bahwa kebaikan menyatu

pada manusia, sementara kejahatan bersifat aksidental. Manusia secara

alamiah cenderung kepada kebaikan dan kesucian. Akan tetapi,

4
lingkungan-lingkungan sosial, terutama orangtua, bisa memiliki

pengaruh merusak terhadap fitrah anak.

4. Pandangan Dualis

Tokoh utama pandangan dualis adalah Sayyid Quthb dan ‘Ali

Shari’ati. Pandangan suatu sifat dasar yang bersifat ganda. Menurut

Sayyid Quthb, dua unsur pembentuk esensial dari struktur manusia

secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan

kejahatan sebagai suatu kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu

kecenderungan untuk tersesat. Kebaikan yang ada dalam diri manusia

dilengkapi dengan pengaruh-pengaruh eksternal seperti kenabian dan

wahyu Tuhan sementara kejahatan yang ada dalam diri manusia

dilengkapi faktor eksternal seperti godaan dan kesesatan.1

B. Fitrah Manusia dalam Memperoleh Pendidikan menurut Perspektif


Alqur’an dan Hadis
Tirtahardja dan La Sulo mengemukakan bahwa pendidikan
mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya
yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai
untukmejelaskan arti pendidikan secara lengkap. Adapun batasan-batasan
tersebut adalah sebagai berikut.2
1. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, yaitu sebagai kegiatan
pewarisan budaya dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya. Ada
tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan
misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain, yang
kurang cocok diperbaiki,misalnya tata cara pesta perkawinan, dan yang

1
Mualimin, "Konsep Fitrah Manusia dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam", KONSEP
FITRAH MANUSIA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM 8, no. 2 (2017): 257-
258.
2
Umar tirtahardjo dan La sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010)

5
tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu dianggap tabu
diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
2. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, yaitu sebagai
suatukegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbukanya
kepribadian peserta didik. Sistematis disebabkan karena proses
pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan
(prosedural) dan sistemik dsebabkan karena berlangsung dalam semua
situasi, di semua lingkungan yang saling mengisi baik lingkungan rumah,
sekolah maupun masyarakat.
3. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara, yaitu sebagai
suatukegiatan yang terencana untuk menyiapkan peserta didik agar
menjadi warganegara yang baik sesuai dengan tuntutan bangsa masing-
masing. Bagi bangsa kitahal ini bertujuan agar peserta didik tahu hak dan
kewajiban sebagai warga negara, hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal
27 yang menyatakan bahwa setiap warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada kecualinya.
4. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja, yaitu sebagai suatu kegiatan
membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk siap bekerja.
Hal ini sejalan dengan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 yang menyatakan
bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
Allah telah memberikan fitrah pada manusia saat manusia belum
terlahir di alam dunia ini, sehinnga manusia membawa fitrahnya saat ia
dilahirkan di dunia. Fitrah yang dibawanya bersamaan dengan terlahirnya
manusia tersebut belum sepenuhnya teraktualisasi, hingga alam sekitar
mempengaruhi fitrah manusia tersebut.
Faktor yang pertama kali berpengaruh pada manusia yang baru
terlahir ke dunia adalah faktor lingkungan, terutama lingkungan keluarga. Hal
ini sesuai dengan Hadis:

6
‫ع ْنهُ قَا َل‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫أَ َّن أَبَا ه َُري َْرةَ َر‬
ْ ‫علَى ْال ِف‬
‫ط َرةِ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِودَانِ ِه أَ ْو‬ َ ُ‫سلَّ َم َما ِم ْن َم ْولُو ٍد ِإ ََّّل يُولَد‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫سانِ ِه‬ َ
َ ‫َص َرانِ ِه أ ْو يُ َم ِج‬
ِ ‫يُن‬
Artinya: Abu Hurairah radhiallahu'anhu berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,
'Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam
kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya
menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi ". (H.R. Al-Bukhari)3
Sebagaimana kutipan hadis di atas bahwa pengenalan terhadap fitrah

manusia diawali dengan mengetahui konsep kelahiran manusia dari unsur

lahiriah maupun unsur batiniah.

Fitrah yang Allah berikan untuk manusia, berupa potensi dan


kreativitas yang dapat dibangun dan membangun, yang memiliki

kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya jauh

melampaui kemampuan fisiknya. Maka diperlukan suatu usaha-usaha yang

baik yaitu pendidikan yang dapat memelihara dan mengembangkan fitrah

serta pendidikan yang dapat membersihkan jiwa manusia dari syirik,

kesesatan dan kegelapan menuju ke arah hidup bahagia yang penuh optimis

dan dinamis.

Dalam pendidikan berupaya mengembangkan dan memenuhi


kebutuhan tersebut secara integral agar berkembang. Dalam

perkembangannya manusia ingin selalu dipenuhi kebutuhan hidupnya, secara

layak dan dapat hidup sejahtera.

Dengan demikian jelaslah bahwa manusia dalam hidupnya

memerlukan pendidikan. Namun pendidikan yang bagaimanakah yang dapat

mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia yang telah ia bawa

semenjak lahir. Karena fitrah manusia pada umumnya sama, hanya saja yang

3
Ensiklopedi Hadits, Bukhari No. 4775 pada Fathul Bari.
Kitab: Tafsir Alqur’an, Bab: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah/Surah Ar-Rum ayat 30.

7
membedakan mereka adalah pendidikan yang mereka dapatkan, sehingga

terjadilah beragam agama dan kecerdasan setiap individu.

Ada tiga alasan penyebab awal kenapa manusia memerlukan

pendidikan, yaitu: pertama, dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya

pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua kepada generasi muda,

dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara.

Nilai-nilai tersebut meliputi nilai intelektual, seni, politik, ekonomi, dan

sebagainya. Kedua, alam kehidupan manusia sebagai individu, memiliki

kecendrungan untuk dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam

dirinya seoptimal mungkin. Untuk maksud tersebut, manusia perlu suatu

sarana. Sarana itu adalah pendidikan. Ketiga, konvergensi dari kedua tuntutan

di atas yang pengaplikasiannya adalah lewat pendidikan.

Hakekat fitrah manusia dalam pandangan pendidikan Islam, manusia

yang mempunyai potensi untuk berkembang, maka menghendaki pembinaan

yang mengacu kearah perkembangan tersebut yang memerlukan pendidikan

untuk mengembangkan yang optimal sesuai dengan Alqur’an dan Hadis.4

C. Fitrah Manusia sebagai Pendidik dalam Persepktif Alqur’an dan Hadis

Manusia sebagai makhluk yang diberikan kelebihan oleh Allah

dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki makhluk

Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirannya

manusia memerlukan pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.

Hubungan manusia dengan pendidikan sangat erat karena mempunyai

ikatan yang tidak dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pendidikan

merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang

4
Lukis Alam, "Perspektif Pendidikan Islam Mengenai Fitrah Manusia." Tarbawi: Jurnal Keilmuan
Manajemen Pendidikan 1, no. 02 (2015): 41-52.

8
berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka

mempertahankan hidupnya.

Manusia disebut juga “Homo Sapiens” yang artinya sebagai makhluk

yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu

instingmanusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu

disekelilingnya,yang belum diketahuinya. Berawal dari yang tidak tahu

menjadi tahu, dari yangtidak bisa menjadi bisa. Dari rasa ingin tahu maka

timbulah ilmu pengetahun yang bermanfaat untuk manusia itu sendiri.

Dalam hidupnya manusia digerakkan sebagian oleh kebutuhan untuk

mencapai sesuatu dan sebagian lagi oleh tanggung jawab sosial dalam

bermasyarakat. Manusia bukan hanya mempunyai kemampuan-kemampuan,

tetapi juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Manusia tidak hanya

memiliki sifat-sifat yang baik namun juga mempunyai sifat-sifat yang kurang

baik.

Menurut pandangan Pancasila manusia mempunyai keinginan untuk

mempertahankan hidup dan menjaga kehidupan lebih baik. Setiap manusia itu

membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat

mempunyai kemampuan-kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta

menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan

kepribadian manusiadapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui

pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan di analisis

secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk

Tuhan yang lainnya. Manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui

pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses

alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani.

9
Oleh sebab itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan

perkembangan yang optimal sebagai manusia.

Dalam ajaran Agama Islam memandang bahwa manusia sebagai

tubuh, akal dan hati nurani. Potensi dasar manusia yang dikembangkan itu

tidak lain adalah bertuhan dan cenderung kepada kebaikan bersih dari dosa,

berilmu pengetahuan serta bebas memilih dan berkreasi. Kemampuan kreatif

manusia pun berkembang secara bertahap sesuai ukuran tingkat kekuatan dan

kelemahan unsur penunjang kerativitas seperti pendengaran, pengelihatan

serta pola pikir manusia tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas No

20 tahun 2003 BAB I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri,kperibadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

Negara.

Pendidik merupakan orang yang memiliki peran penting dalam

kehidupan. Hal ini disebabkan karena ia memiliki tanggung jawab untuk

menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan

menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai

pendidik. Islam mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka

melebihi dari orang Islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan

pendidik.

Allah swt. berfirman dalam QS. Al-Mujadalah/58:11

‫َّللاُ بِ َما تَ ْع َملُ ْونَ َخبِ ْير‬ ٍ ٍۗ ٰ‫َّللاُ الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ِم ْن ُك ْۙ ْم َوالَّ ِذيْنَ ا ُ ْوتُوا ْال ِع ْل َم دَ َرج‬
‫ت َو ه‬ ‫يَ ْرفَ ِع ه‬
Terjemahan:

10
“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan
Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”5

Secara bahasa, dalam Kamus Basar Bahasa Indonesia, Pendidik


adalah orang yang mendidik. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa
pendidik adalah orang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Dalam
perspektif pendidikan Islam, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun
psikomotorik (karsa).
1. Orang tua
Orang tua menjadi pendidik utama dan terutama bagi anak-anaknya.
Ia harus menerima, mencintai, mendorong dan membantu anak aktif dalam
kehidupan bersama (kekerabatan) agar anak memiliki nilai hidup, jasmani,
nilai keindahan, nilai kebenaran, nilai moral, nilai keagamaan dan bertindak
sesuai dengan nilai-nilai tersebut sebagai perwujudan dan peran mereka
sebagai pendidik.
Orang tua sebagai pendidik kodrat menerima amanah dan tugas
mendidik langsung dari Allah Maha Pendidik. Hal ini dapat dipahami dari
firman Allah dalam surah At-Tahrim ayat 6:

َ ُ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا قُ ْٰٓوا اَ ْنف‬


ً ‫س ُك ْم َواَ ْه ِل ْي ُك ْم ن‬
‫َارا‬
Terjemah: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim/6)6

Berdasarkan ayat di atas dapat dikatakan bahwa setiap orang tua


mukmin otomatis menjadi pendidik. Tanpa mengikuti pendidikan profesi
pendidik, tanpa memiliki ijazah tertentu, dan tanpa menerima honor dari siapa
pun, ia harus melaksanakan tugas mendidik dengan baik. Ia harus
mempertanggungjawabkan tugas tersebut kepada Allah swt.

5
Alqur’an dan Terjemah
6
Alqur’an dan Terjemah

11
2. Guru
Guru, konselor, dan administrator disebut pendidik karena jabatan.
Sebutan ini disebabkan mereka ditugaskan untuk memberikan pendidikan dan
pengajaran di sekolah, yaitu mentransformasikan kebudayaan secara
terorganisasi demi perkembangan peserta didik (siswa), khususnya di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru, konselor dan administrator (tidak
termasuk anggota keluarga) karna keahliannya ditugaskan mendidik guna
melanjutkan pendidikan yang telah dilaksanakan oleh orangtua dalam
keluarga.7

Siti Hawa, 2021, “KONSEP PENDIDIK DALAM AL-QUR’AN." JURNAL AZKIA: Jurnal
7

Aktualisasi Pendidikan Islam 16, no. 2.

12
BAB III
KESIMPULAN

Manusia dalam perspektif Islam dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu


suci, bersih dari segala dosa dan memiliki kecenderungan sikap menerima agama,
iman dan tauhid. Manusia menjadi baik atau buruknya adalah akibat dari faktor
pendidikan dan lingkungan, bukan kepada tabiat aslinya.
Hakekat fitrah manusia dalam pandangan pendidikan Islam, manusia
yang mempunyai potensi untuk berkembang, maka menghendaki pembinaan yang
mengacu kearah perkembangan tersebut yang memerlukan pendidikan untuk
mengembangkan yang optimal sesuai dengan Alqur’an dan Hadis.
Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik adalah orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif
(cipta), maupun psikomotorik (karsa).

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim
Hawa, Siti. “Konsep Pendidik dalam Al-Qur’an." JURNAL AZKIA: Jurnal Aktualisasi
Pendidikan Islam 16, no. 2. (2021).
Alam, Lukis. "Perspektif Pendidikan Islam Mengenai Fitrah Manusia." Tarbawi: Jurnal
Keilmuan Manajemen Pendidikan 1, no. 02 .(2015).
Padilah, Nurul. 2021. "Urgensi Parenting Perspektif Hadis".
Mualimin, Muslimin. "Konsep Fitrah Manusia dan Implikasinya dalam Pendidikan
Islam", KONSEP FITRAH MANUSIA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
ISLAM 8, no. 2 .(2017).
Tirtahardjo, Umar dan La Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

14

Anda mungkin juga menyukai