Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH DOSEN PENGAMPU

Ilmu Pendidikan Arif Rahman Heriansyah, S.Pd.I, M.A

Konsep Fitrah dan Implikasi Pendidikan

Oleh :
KELOMPOK II
Moh Kholilurrahman (210101010745)
Nor Ismah (210101010214)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2022 M/1443H
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ilmiah pembelajaran Ilmu Pendidikan tentang “Konsep
Fitrah dan Implikasi Pendidikan ”.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karenanya kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Konsep Fitrah
dan Implikasi Pendidikan ” ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk
pembaca.

Banjarmasin, 8 Maret 2022

Kelompok II

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

A. Pengertian Fitrah...........................................................................................2

B. Implikasi Pendidikan Terhadap Kehidupan Manusia...................................8

BAB III PENUTUP..............................................................................................13

A. Kesimpulan.................................................................................................13

B. Saran............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Hal ini dikarenakan manusia
dikaruniai akal sebagai keistimewaan dibandingkan makhluk lainnya. Manusia
merupakan makhluk mulia dari segenap makhluk yang ada di alam raya ini. Allah
telah memberikan manusia dengan berbagai keutamaan sebagai ciri khas yang
membedakan dengan makhluk yang lain. Untuk mengetahui komponen yang ada
dalam diri manusia, bisa dilihat pengertian manusia dari tinjauan alQur’an.
Keistimewaan manusia juga dikarenakan manusia memiliki potensi yang dikenal
dengan istilah fitrah. Banyak persepsi mengenai makna fitrah, sehingga kadang
melenceng dari konsep fitrah yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist.

Tujuan pendidikan Islam sebagaimana di atas dapat diwujudkan dengan


upaya mengarahkan, membimbing anak didik, mengontrol dan memberikan
masukan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah menumbuhkembangkan
potensi-potensi alamiah yang diterima anak sejak ia dilahirkan. Potensi-potensi
itulah yang dikenal dalam pendidikan Islam sebagai fitrah. Fitrah dengan berbagai
definisinya dikembangakan melalui proses pembelajaran dalam pendidikan Islam
dengan menekankan keseimbangan antara fitrah lahiriyah dan fitrah bâthiniyah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja macam-macam makna fitrah ?


2. Bagaimana Implikasi pendidikan islam dalam kehidupan manusia?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui macam-macam makna fitrah.


2. Mengetahui Implikasi pendidikan islam dalam kehidupan manusia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fitrah
Kata “fitrah” berasal dari kata kerja (fi’il) fathara yang berarti
“menjadikan”. Secara etimologis fitrah berarti : kejadian, sifat semula jadi,
potensi dasar, kesucian. Didalam kamus munjid ditemukan bahwa fitrah
mempunyai arti yaitu sifat yang menyifati segala yang ada pada saat selesai
di ciptakan.
Makna fitrah sangat beragam dikarenakan sudut pandang pemaknaannya
berbeda-beda. Secara etimologi kata fitrah berasal dari bahasa Arab fathara (‫) فطر‬dari
masdar fathrun yang berarti belah atau pecah. Dalam Alquran sendiri dapat
ditemukan penggunakan kata fitrah dengan makna al-insyiqaq atau al-syaqq yang
berarti pula pecah atau belah.1 Arti ini diambil dari lima ayat yang menyebutkan kata
fitrah yang objeknya ditujukan pada langit saja.
Dalam pandangan Islam menyatakan bahwa kemampuan dasar dan
keunggulan manusia dapat dibandingkan dengan makhluk lainnya yang disebut
dengan fitrah, kata “ Fitrah” yang dalam pengertian etimologi mengandung arti
kejadian. Secara umum makna fitrah dalam Al-Qur’an dapat dikelompokan
kedalam empat makna
1. Sebagai proses penciptaan langit dan bumi
2. Proses penciptaan untuk manusia
3. Mengatur alam semesta dan isinya secara lebih serasi dan seimbang
4. Memberikan makna pada agama Allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi
manusia dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya.
Islam menawarkan sebuah konsep tentang hakikat manusia yang tercermin
dalam konsep fitrahnya. Para pakar Islam mencoba memformulasikan makna
fitrah, dan tiap-tiap formulasi yang dihasilkan melalui kajian dan argumentasi

1
Ibnu mazhur, lisan al-arabiy, (Beirut: Dar al-Tarats al-Arabiy, 1992), jilid v, hal 55

2
yang kuat. Landasan dari tiap formulasi tersebut adalah firman Allah SWT. Yang
berbunyi :
ِ ٰ ‫ِ خِل‬ ۗ َّ ِ ٰ َ ‫ك لِلدِّيْ ِن َحنِْي ًف ۗا فِطْر‬ ِ
َ ‫َّاس َعلَْي َها اَل َتْبديْ َل َْل ِق اللّ ِهۗ ٰذل‬
‫ك‬ َ ‫ت اللّه اليِت ْ فَطََر الن‬ َ َ ‫فَاَق ْم َو ْج َه‬
ِ ‫الدِّيْ ُن الْ َقيِّ ۙ ُم َوٰل ِك َّن اَ ْكَثَر الن‬
‫َّاس اَل َي ْعلَ ُم ْو ۙ َن‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepad agama Allah, (tetaplah


atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah. Tidak ada
perubahan dalam ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. (Q.S. Ar-Rum: 30)
Prof. Dr. Abdul Mujib mengutip dari imam al-qurtubi mengartikan
fitrah dan dari ayat tersebut timbullah berbagai interpretasi tentang makna fitrah
yaitu:
a. Fitrah berarti suci (al-thuhr) dan murni.
b. Fitrah berarti Islam (al-din Al-islamiy)
c. Fitrah berarti mengakui ke-Esa-an Allah (Tawhid Allah).
d.Fitrah berarti kondisi penciptaan manusia yang mempunyai
kecenderungan untuk menerima kebenaran.
e. Fitrah berarti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan
ma’rifatullah prasaan untuk beribadah 2.
f. Fitrah berarti ketetapan atau kejadian asal manusia mengenai (al-
sa’adat) atau kesensaraan (al-syaqawat) hidup.
g. Fitrah berarti tabi’at alami yang dimiliki manusia atau watak asli
manusia. (human nature).
h. Fitrah berarti kondisi selamat(al-salamah) dan kontinuitas
(istiqomah).
i. Fitrah berarti perasaan yang tulus (al-Iklas), manusia dilahirkan
membawa potensi baik.
j. Fitrah berarti sifat-sifat Allah, yang ditiupkan kepada manusia
sebelum lahir. 3
2
Mudzakkir, A. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media, 2010.
3
Langgulung, H. Pendidikan Islam dan Peralihan Paradigma. Selangor: Hizbi, 1995

3
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fitrah merupakan potensi-
potensi dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan dan kesucian untuk menerima
rangsangan dan pengaruh dari luar menuju pada kesempurnaan dan kebenaran.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa fitrah mengacu kepada potensi
yang dimiliki manusia. Potensi itu diantaranya yaitu,
a. Potensi beragama
Perasaan keagamaan adalah naluri yang dibawa sejak lahir bersama ketika
manusia dilahirkan. Manusia memerlukan keimanan kepada zat tertinggi yang
Maha Unggul di luar dirinya dan dan diluar dari alam benda yang dihayati
olehnya.
Akal akan insaf bahwa kesempurnaan ilmu hanyalah bagi pencipta alam jagat raya
ini, yaitu Allah. Islam bertujuan merealisasikn penghambaan sang hamba kepada
Tuhannya saja. Memberantas perhambaan sesama hamba Tuhan. Insan dibawa
menyembah kehadirat Allah penciptanya dengan tulus ikhlas tersisih dari syirik
atau sebarang penyekutuannya. Akal akan menyadari kekerdilannya dan
mengakui akan kudratnya yang terbatas.4
b. Kecenderungan moral
Kecenderungan moral erat kaitannya dengan potensi beragama. Ia mampu
untuk membedakan yang baik dan buruk. Atau yang memiliki hati yang dapat
mengarahkan kehendak dan akal. Apabila dipandang dari pengertian fitrah seperti
di atas, maka kecenderungan moral itu bisa mengarah kepada dua hal.
c. Manusia bersifat luwes, lentur (fleksible).
Manusia mampu dibentuk dan diubah. Ia mampu menguasai ilmu
pengetahuan, menghayati adat-adat, nilai, tendeni atau aliran baru. Atau
meninggalkan adat, nilai dan aliran lama, dengan cara interaksi social baik dengan
lingkungan yang bersifat alam atau kebudayaan. Allah berfirman tentang
bagaimana sifat manusia yang mudah lentur,
d. Kecenderungan bermasyarakat
Manusia juga memiliki kecendrungan bersosial dan bermasyarakat.

4
Omar M. Al Toumy al Syaibany. Falsafah Pendidikan Islam (Terjemahan). Jakarta: Bulan
Bintang. 1979.

4
Menurut Ibnu Taimiyah, dalam diri manusia setidaknya terdapat tiga potensi
(fitrah)5, yaitu :
a. Daya intelektual (quwwat al-‘aql)
Yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai
baik dan buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan
meng-Esakan Tuhannya.
b. Daya ofensif (quwwat al-syahwat)
Yaitu potensi dasar yang mampu menginduksi obyek-obyek yang
menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun
rohaniah secara serasi dan seimbang.
c. Daya defensif (quwwat al-ghadhab)
yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan manusia dari segala
perbuatan yang membahayakan dirinya. Namun demikian, diantara ketiga potensi
tersebut, di samping agama – potensi akal menduduki posisi sentral sebagai alat
kendali (kontrol) dua potensi lainnya.
Menurut Ibnu Taimiyah membagi fitrah manusia kepada dua bentuk, yaitu:
a. Fitrah al gharizat
Merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir.
Bentuk fitrah ini berupa nafsu, akal, dan hati nurani. Fitrah (potensi) ini dapat
dikembangkan melalui jalan pendidikan.
b. Fitrah al munazalat Merupakan potensi luar manusia. Adapun fitrah ini
adalah wahu ilahi yang diturunkan Allah untuk membimbing dan mengarahkan
fitrah al gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif. Semakin tinggi
interaksi antara kedua fitrah tersebut, maka akan semakin tinggi pula kualitas
manusia.
Jenis-Jenis Fitrah Fitrah memiliki banyak dimensi, tetapi demensi
yang terpenting adalah:
a) Fitrah Agama, Manusia sejak lahir mempunyai naluri atau insting
yang beragama, dan mengakui adanya dzat Allah, namun ketika dia lahir
cendrung pada al-hanif, yakni rindu akan kebenaran mutlak Allah..

5
Nizar, Samsul. Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001.

5
b) Fitrah Intelek, Intelek adalah potensi bawaan manusia untuk
memperoleh pengetahuan yang dapat membedakan mana yang baik dan yang
buruk. Karena daya dan fitrah ini hingga dapat membedakan antara manusia
dan hewan.
c) Fitrah Sosial, kecendrungan manusia untuk hidup berkelompok
yang mempunyai ciri khas yang disebut kebudayaan. Oleh karena itu tugas
pendidikan disini adalah menjadikan kebudayaan islam sebagai proses
kurikulum pendidikan islam dalam seluruh peringkat dan tahapan.
d) Fitrah seni, Kemampuan manusia untuk menimbulkan daya
estetika, yang mengacu pada sifat al-jamal Allah swt. Tugas utama
pendidikan memberikan suasana gembira, senang, dan aman dalam proses
belajar mengajar, karena pendidikan adalah proses kesenian, yang karenanya
dibutuhkan seni mendidik.
e) Fitrah kemajuan, keadilan, kemerdekaan, kesamaan, ingin dihargai,
kawin, cinta tanah air, dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainya.
Sesungguhnya tubuh manusia terdiri dari dua jenis, yaitu: Tubuh kasar
dan tubuh halus, atau jasmani/fisik dan ruhani/ruh. Manusia tanpa jasmani
belum bisa dikatakan manusia, demikian dengan manusia tanpa ruh tidak
dapat dikatakan manusia hidup.Jasmani manusia berasal dari materi tanah,
sedangkan ruh manusia berasal dari Allah yaitu Tuhan semesta alam. 6

Konsep Tentang Fitrah Rasulullah SAW bersabda : “Anak-anak lahir


dalam keadaan fithrah, orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi,
atau Nasrani.” (HR. Bukhari) Menurut Yasien Muhammad, pemahaman
terhadap konsep fithrah ini ada empat, yaitu pandangan fatalis, pandangan
netral, pandangan positif, dan pandangan dualis.
a). Pandangan Fatalis
Dalam pandangan fatalis ini mempercayai bahwa setiap individu,
melalui ketetapan Allah, adalah baik atau jahat secara asal, baik ketetapan
semacam ini terjadi secara semuanya atau sebagian sesuai dengan rencana
Tuhan. Syaikh Abdul Qadir Jailani mengungkapkan bahwa seorang pendosa
akan masuk surga jika hal itu menjadi nasibnya yang telah ditentukan Allah
6
Unila, T. Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Raja
Grafinda Persad, 2014.

6
sebelumnya. Dengan demikian, tanpa memandang faktor-faktor eksternal dari
petunjuk dan kesalahan petunjuk, seorang individu terikat oleh kehendak
Allah untuk menjalani ‘cetak biru’ kehidupannya yang telah ditetapkan
baginya sebelumnya.
b). Pandangan Netral
Pandangan netral ini dikomandani oleh Ibnu ‘Abd al-Barr dengan
mendasarkan pada firman Allah : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun” (QS. An-Nahl ayat: 78)
Penganut pandangan netral berpendapat bahwa anak terlahir dalam keadaan
suci, suatu keadaan kosong sebagaimana adanya, tanpa kesadaran akan iman
atau kufur. Menurut pandangan netral, iman atau kufur hanya mewujud
ketika anak tersebut mencapai kedewasaan (taklif). Setelah mencapai taklif,
seseorang menjadi bertanggung jawab atas perbuatannya.
c). Pandangan Positif
Penganut pandangan positif ini adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyim
al-Jauziyah (salaf), Muhammad Ali Ash-Shabuni, Mufti Muhammad Syafi’i,
Ismail Raji al-Faruqi, Mohamad Asad, Syah Waliyullah (kontemporer).
Menurut Ibnu Taimiyah, semua anak terlahir dalam keadaan fithrah,
yaitu dalam keadaan kebajikan bawaan, dan lingkungan sosial itulah yang
menyebabkan individu menyimpang dari keadaan ini. Muhammad ‘Ali Ash-
Shabuni mengatakan bahwa kebaikan menyatu pada manusia, sementara
kejahatan bersifat aksidental. Manusia secara alamiah cenderung kepada
kebaikan dan kesucian. Akan tetapi, lingkunganlingkungan sosial, terutama
orangtua, bisa memiliki pengaruh merusak terhadap fithrah anak.
d). Pandangan Dualis
Tokoh utama pandangan dualis adalah Sayyid Quthb dan ‘Ali
Shari’ati. Pandangan suatu sifat dasar yang bersifat ganda. Menurut Sayyid
Quthb, dua unsur pembentuk esensial dari struktur manusia secara
menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan kejahatan
sebagai suatu kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu kecenderungan
untuk tersesat. Kebaikan yang ada dalam diri manusia dilengkapi dengan
pengaruh-pengaruh eksternal seperti kenabian dan wahyu Tuhan sementara

7
kejahatan yang ada dalam diri manusia dilengkapi faktor eksternal seperti
godaan dan kesesatan.

B. Implikasi Pendidikan Terhadap Kehidupan Manusia

Alat-alat potensial dan berbagai potensi dasar atau fitrah manusia harus
ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan
sepanjang hayatnya. Manusia diberikan kebebasan untuk berikhtiar
mengembangkan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia
tersebut. Namun demikian, dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat
lepas dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan
tetap menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat
manusia sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung pada kemauan
manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut dengan taqdir (keharusan universal).7
Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan
fitrah manusia juga dipengaruhi oleh faktor hereditas, lingkungan alam,
lingkungan sosial, dan sejarah. Dalam ilmu-ilmu pendidikan ada 5 macam faktor
yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, yaitu tujuan pendidikan,
pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan. Oleh karena itu, minat,
bakat, kemampuan (skill), sikap manusia yang diwujudkan dalam kegiatan
ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya tersebut bermacam-
macam.
Dr. Jalaluddin, manusia memiliki beberapa potensi utama yang secara
fitrah dianugerahkan Allah kepadanya, yaitu :
a). Hidayat al-Ghariziyat (potensi naluriah)
Hidayat al-Ghariziyat (potensi naluriah) Yaitu dorongan primer yang
berfungsi untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan setiap manusia. Diantara
dorongan tersebut berupa instink untuk memelihara diri, seperti makan, minum,
penyesuaian tubuh terhadap lingkungan dan sebagainya.
b). Hidayatu al-Hassiyat (potensi inderawi)

7
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakrya, 2004.

8
Potensi inderawi erat kaitannya dengan peluang manusia untuk saling
mengenal sesuatu diluar dari dirinya. Melaui alat indera penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa, peraba dan lain-lain
c). Hidayat al-Aqliyyat (potensi akal)
Potensi akal memberi kemampuan pada manusia untuk memahami simbol-
simbol, hal-hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan maupun membuat
kesimpulan dan dapat memilih hal yang benar atau salah. Akal juga dapat
mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan
serta peradaban.
d). Hidayat al-Diniyyat (potensi keagamaan)
Pada diri manusia sudah ada dorongan keagamaan yaitu dorongan untuk
mengabdi kepada sesuatu yang lebih tinggi, yaitu Tuhan yang menciptakan alam
semesta beserta isinya. 8
Implikasi lainnya adalah pendidikan Islam diarahkan untuk bertumpu pada
tauhid. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang mengikat
manusia dengan Allah Swt. Apasaja yang dipelajari anak didik seharusnya tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid. Untuk itu kurikulum pendidikan
Islam harus menekankan pada konsep tauhid ini.
Bagaimana cara mengembangkan potensi-potensi (fitrah) ini dalam
pendidikan Islam, menurut Dr. Jalaluddin dapat dilakukan dengan berbagai cara
dan pendekatan yaitu :
1). Pendekatan Filosofis
Pendekatan ini mengacu pada hakikat penciptaan manusia itu sendiri yaitu
sebagai makhluk ciptaan Allah (Q.S. 51:56). Dalam filsafat pendidikan Islam
nilai-nilai ilahiyat merupakan nilai-nilai yang mengandung kebenaran hakiki.
Berasarkan hal ini, pengembangan potensi manusia diarahkan untuk memenuhi
jawaban yang mengacu pada permasalahan yang menyangkut pengabdian kepada
Allah. Sedangkan ungkapan rasa syukur digambarkan dalam bentuk penghayatan
terhadap nilai-nilai akhlak yang terkandung didalamnya serta mampu
diimplementasikan dalam sikap dan prilaku, lahiriah maupun batiniah. Kesadaran
seperti ini timbul atas dorongan dari dalam bukan atas pengaruh luar.

8
Jalaludin. Teologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. 2001.

9
2). Pendekatan kronologi
Pendekatan kronologis yaitu pendekatan yang didasarkan atas proses
perkembangan melalui tahapan-tahapan. Manusia dipandang sebagai makhluk
yang evolutif. Disadari bahwa manusia bukan makhluk siap jadi, yakni setelah
lahir langsung menjadi dewasa. Manusia adalah makhluk yang berkembang secara
evolusi. Namun bukan dalam arti evolusi dari teori Darwin yang
mengidentifikasikan manusia berasal dari genus yang sama dengan simpanse.
Dalam hal ini adalah manusia sejak lahir menginjak dewasa, perkembangan
manusia melalui periodisasi.
3). Pendekatan fungsional
Setiap potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia tentunya
diarahkan untuk dimanfaatkan. Tuhan sebagai Pencipta, mustahil menciptakan
sesuatu tanpa tujuan, hingga terkesan mengadakan sesuatu yang sia-sia. Semua
yang diciptakannya mempunyai tujuan, termasuk yang berkaitan dengan
penciptaan potensi manusia. Melalui pendekatan fungsional, dimaksudkan bahwa
pengembangan potensi manusia dilihat dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi
potensi itu masing-masing. Dorongan naluriah, seperti makan dan minum
dikembangkan dengan tujuan agar manusia dapat memlihara kelanjutan hidup
manusia. Dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan agar arah
perkembangan potensi yang ada pada manusia tidak menjadi sia-sia. Dan
kaitannya dengan fungsi manusia sebagai mengabdi (menyembah) Allah dengan
setia dan ikhlas.
4). Pendekatan sosial Manusia pada konsep al-Nas lebih ditekankan pada
statusnya sebagai makhluk sosial. Berdasarkan pendekatan ini, manusia dilihat
sebagai makhluk yang memiliki dorongan untuk hidup berkelompok dan
bermasyarakat. Melalui pendekatan sosial, peserta didik dibina dan dibimbing
sehingga potensi yang dimilikinya, yaitu sebagai makhluk sosial, dapat tersalur
dan sekaligus terarah pada nilai-nilai yang positif.
Dalam perspektif Pendidikan Islam terlihat bahwa karena sifat dasar
manusia merupakan makhluk yang serba terbatas dan memerlukan upaya yang
membuat kehadirannya di muka bumi ini lebih sempurna, maka perlu ada upaya.
Upaya itu adalah lewat pendidikan. Oleh karena itu sifat khas pendidikan Islam

10
adalah berupaya mengembangkan sifat dan potensi yang dimiliki peserta didiknya
secara efektif dan dinamis. Potensi itu meliputi kemampuan mengamati,
menganalisa dan mengklasifikasi, berpendapat,serta kecakapan-kecakapan lainnya
secara sistematis, baik yang berhubungan langsung dengan manusia itu sendiri,
alam, sosial, maupun pada Tuhannya. 9
Fitrah manusia yang dimaksud dapat dilihat dari dua dimensi manusia
secara integral, yaitu fitrah jasmaniah dan fitrah rohaniah. Keduanya memiliki
natur dan kebutuhan yang berbeda antara satu dengan yang lain, karena hakekat
esensial keduanya berbeda, akan tetapi keduanya saling melengkapi antara satu
dengan yang lainnya. Jika salah satu di antara keduanya terabaikan, maka akan
berdampak negatif bagi pengembangan totalitas fitrah manusia, untuk itu proses
pendidikan Islam harus mampu menyentuh keduanya secara padu dan harmonis,
yaitu dengan jalan mengembangkan dan memenuhi kebutuhan kedua dimensi
tersebut terhadap peserta didik.
Untuk tujuan tersebut, maka pendidikan Islam bukan hanya sekedar proses
pentransferan ilmu pengetahuan atau kebudayaan dari satu generasi kepada
generasi berikutnya, akan tetapi jauh dari itu, pendidikan Islam merupakan suatu
bentuk proses pengaktualan sejumlah potensi yang dimiliki peserta didiknya,
meliputi pengembanagn jasmani, rasionalitas, intelektualitas, emosi dan akhlak
yang berfungsi menyiapkan individu muslim yang memiliki kepribadian paripurna
bagi kemashlahatan seluruh umat.
Apabila kita melihat program pendidikan sebagai usaha untuk
menumbuhkan daya kreativitas anak, melestarikan nilai-nilai ilahi dan insani,
serta membekali anak didik dengan kemampuan yang produktif. Dapat kita
katakan bahwa fitrah merupakan potensi dasar anak didik yang dapat
menghantarkan pada tumbuhnya daya kreativitas dan produktivitas serta
komitmen terhadap nilai-nilai ilahi dan insani. Hal tersebut dapat dilakukan
melalui pembekalan berbagai kemampuan dari lingkungan sekolah dan luar
sekolah yang terpola dalam program pendidikan.
Seorang pendidik tidak dituntut untuk mencetak anak didiknya menjadi
orang ini dan itu, tetapi cukup dengan menumbuhkan dan mengembangkan
9
Faure. Edgar, Belajar Untuk Hidup-Pendidikan Hari Kini dan Hari Esok, Jakarta: Bhratara
Karya Aksara. 1980.

11
potensi dasarnya serta kecenderungan-kecenderungannya terhadap sesuatu yang
diminati sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki anak.. Apabila anak
mempunyai sifat dasar yang dipandang sebagai pembawaan jahat, upaya
pendidikan diarahkan dan difokuskan untuk menghilangkan serta menggantikan
atau setidaktidaknya mengurangi elemen-elemen kejahatan tersebut. Bagi teori
Lorenz yang membangun pembawaan agresi manusia sejak lahir, perhatian
pendidikan diarahkan untuk mencapai objek-objek pengganti dan prosedur-
prosedur sublimasi yang akan membantu menghilangkan sifatsifat agresi ini.
Jelasnya seorang pendidik tidak perlu sibuk-sibuk menghilangkan dan
menggantikan kejahatan yang telah dibawa anak didik sejak lahir, melainkan
berikhtiar sebaik-baiknya untuk menjauhkan timbulnya pelajaran yang dapat
menyebabkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik.
Berkaitan dengan hal tersebut Ali Syari’ati mengungkapkan lima faktor
yang secara kontinu dan simultan membangun personalitas anak didik, yaitu :
 Faktor ibu yang memberi struktur dan dimensi kerohanian yang penuh
dengan kasih sayang dan kelembutan.
 Faktor ayah yang memberikan dimensi kekuatan akan hahrga diri.
 Faktor sekolah yang membantu terbentuknya sifat.
 Faktor masyarakat dan lingkungan yang memberikan sarana empiris bagi
anak.
 Faktor kebudayaan umum masyarakat yang memberi pengetahuan dan
pengalaman tentang corak kehidupan manusia.
Kelima faktor di atas merupakan stimulasi yang dapat mengembangkan
fitrah anak didik dalam berbagai dimensinya. Karena fitrah manusia memiliki sifat
yang suci dan bersih, orang tua/pendidik dituntut untuk tetap menjaganya dengan
cara membiasakan hidup anak didiknya pada kebiasaan yang baik, serta melarang
mereka membiasakan diri untuk berbuat buruk.

BAB III

12
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
rangka mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia, baik itu
potensi jasmani maupun rohani, pendidikan memainkan peranan penting yang
tidak dapat dipungkiri. Dengan proses pendidikan, manusia mampu membentuk
kepribadiannya, mentransfer kebudayaan dari suatu komunitas ke komunitas yang
lain, mengetahui baik dan buruk dan lain sebagainya.
Pendidikan Islam merupakan proses penanaman nilai Ilahiah yang
diformulasikan secara sistematis dan adaptik, yang disesuaikan dengan
kemampuan dan perkembangan potensi peserta didik. Jadi pola pendidikan yang
ditawarkan harus disesuaikan dengan kebutuhan fisik dan psikis peserta didik
sebagai subjek pendidikan. Jika tidak, proses pendidikan yang ditawarkan akan
mengalami stagnasi dan hambatan. Untuk itu, pendidikan yang dilaksanakan
harus mampu menyentuh kesemua aspek manusia secara utuh, yaitu aspek
jasmaniah dan rohaniahnya.

B. Saran
Pengembangan fitrah manusia dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan
belajar. Yaitu melalui sebuah institusi. Pengembangan fitrah manusia dapat
dilakukan dengan kegiatan belajar. Yaitu melalui berbagai institusi. Belajar yang
dimaksud dengan tidak terfokus yakni melalui pendidikan disekolah saja, tetapi
juga dapat dilakukan diluar sekolah, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun
lewat isnstitusi sosial keagamaan yang ada.
Bahwa makalah ini mungkin bisa menjadi acuan pengetahuan dan
pendidikan tentang fitrah manusia dan mengimplikasikan dalam kehidupan.
Sehingga nantinya ke depan pengetahuan di makalah ini bisa diimplementasikan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Faure. Edgar, Belajar Untuk Hidup-Pendidikan Hari Kini dan Hari Esok, Jakarta:
Bhratara Karya Aksara. 1980.

Ibnu mazhur, lisan al-arabiy, (Beirut: Dar al-Tarats al-Arabiy, 1992), jilid v, 55

Jalaludin. Teologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. 2001

Langgulung, H. Pendidikan Islam dan Peralihan Paradigma. Selangor: Hizbi,


1995

Mudzakkir, A. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media, 2010.

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakrya, 2004.

Nizar, Samsul. Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta:


Gaya Media Pratama, 2001

Omar M. Al Toumy al Syaibany. Falsafah Pendidikan Islam (Terjemahan).


Jakarta: Bulan Bintang. 1979.

Unila, T. Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter di Perguruan Tinggi.


Jakarta: PT Raja Grafinda Persad, 2014.

14

Anda mungkin juga menyukai