Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah filsafat pendidikan islam pada
Oleh :
FANI RAHMASARI
NIM : 862082020047
SRIWULANDARI
NIM : 862082020038
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memnuhi tugas pada mata
kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat penyusun perlukan demi terciptanya makalah
pembacanya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR RUJUKAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah swt. telah menciptakan manusia di duni kecuali bertugas pokok untuk
kekayaan yang terdapat di bumi agar mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir
batin. Al-Quran yang merupakan sumber utama dalam Islam tak jarang berbicara
mengenai fitrah, yang secara normative sarat dengan nilai-nilai transendental-ilahiyah
dan insaniyah. Artinya, di satu sisi memusatkan perhatian pada fitrah manusia dengan
sumber daya manusianya, baik jasmaniah maupun ruhaniah sebagai potensi yang siap
kecenderungan alamiah bawaan sejak lahir. Penciptaan terhadap sesuatu ada untuk
pertama kalinya dan struktur alamiah manusia sejak awal kelahirannya telah memiliki
agama bawaan secara alamiah yakni agama tauhid. Islam sebagai agama fitrah tidak
hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia tetapi juga dengan, bahkan
B. Rumusan masalah
1
2
C. Tujuan
pendidikan sialm.
BAB II
PEMBAHASAN
melahirkannya. Sedangkan menurut makna nasabi (pemahaman dari beberapa ayat dan
hadits nabi), fitrah adalah citra asli yang dinamis yang terdapat pada sistem-sistem
psikofisik manusia, dan dapat diaktualisasikan dalam bentuk tingkah laku. 1 Citra
adalah gambaran tentang diri manusia yang berhubungan dengan kualitas-kualitas asli
Manusia adalah Makluk hidup pilihan Allah yang mengemban tugas ganda,
yaitu sebagai khalifah Allah dan Abdullah. Dengan mengaktualisasikan tugas tersebut,
maka Allah telah melengkapi manusia dengan sejumlah potensi dalam dirinya. Hasan
Langgulung mengatakan bahwa potensi-potensi itu ialah ruh, nafs, akal, qalb, dan
fitrah.2
Manusia diistilakan dalam Al-Qur’an di tiga hal, yakni al-Basyir, al-Insan, an-
2. Adapun dari kata al-Insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau
pelupa. Secara istilah al-Insan berarti adanya totalitas manusia sebagai makhluk
1
M.Ishom El Saha, MA, Sketsa Al – Qur’an, (Jakarta, PT. LISTA FARISKA PUTRA) jilid 1,
hlm. 175
2
DR. Baharuddin. Aktualisasi Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 13.
3
4
sebagai makhluk Allah swt. yang unik dan istimewa, karena hal ini akan
sosial secara keseluruhan. Allah swt telah menciptakan manusia dalam bentuk
dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya atau pembawaan disebut dengan fitrah,
yang berasal dari kata فطرyang dalam pengertian etimologi mengandung etimologi
ْ ْالفyang berarti pecahan atau belahan. Secara
kejadian. Kata tersebut berasal dari kata ِط ِر
4. Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi manusia
Apabila makna fitrah dirujuk pada manusia, maka makna fitrah memiliki
berbagai pengertian, seperti pada surah ar-Rum ayat 30 yang bermakna bahwa fitrah
manusia yaitu potensi manusia untuk beragama atau bertauhid kepada Allah. Bahkan,
3
Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia,
2012), h. 407.
5
Terjemahnya :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Selain itu jga ada sabdah
Rasulullah saw yang artinya “ tiap-tiap dilahirkan di atas fitrah, maka
kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, Majusi”.
Makna fitrah harus mencakup tentang manusia yang membutuhkan interksi
terhapat lingkungannya. Hal ini dikarenakan adanya tugas pokok manusia sebagai
khalifah di muka bumi ini, yang pelaksanaan kekhalifahannya manusia senantiasa
memerlukan interaksi dengan orang lain atau makhluk hidup. Untuk itu, menurut
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa fitrah (potensi) yang dijelaskan oleh Al-
1. Manusia sebagai makhluk sosial, artinya manusia itu membawa sifat ingin
2. Manusia sebagai makhluk yang ingin beragama, oleh karena itu pendidikan agama
dan lingkungan beragama perlu disediakan bagi manusia. (QS. Al-Mâidah ayat 3
3. Manusia itu mencintai wanita dan anak-anak, harta benda yang banyak, emas dan
perak, kuda-kuda pilihan (kendaraan sekarang), ternak dan sawah ladang. (QS. Ali-
Fitrah yang disebut dalam hadits di atas adalah potensi. Potensi adalah
kemampuan. Jadi fitrah yang dimaksud di sini adalah pembawaan. Ayah dan ibu dalam
6
hadits ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli pendidikan.
Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani, akal maupun aspek rohani. Aspek
jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik (selain oleh pembawaan), aspek akal
banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya (selain oleh pembawaan), dan aspek
rohani dipengaruhi oleh kedua lingkungan itu (selain oleh pembawaan). Pengaruh-
pengaruh itu berbeda tingkat dan kadar pengaruhnya antara seseorang dengan orang
lain.
Jadi fitrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak lahir.
Merujuk kepada fitrah yang di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal
kejadiaannya membawa potensi beragama yang lurus, dan dipahami oleh para ulama
sebagai tauhid.
Fitrah dapat dimaknai inti dari sifat alamiah manusia yang secara alami pula
ingin mengetahui dan mengenal Allah swt., yang tidak terbawa oleh pengaruh-
pengaruh yang menyimpang dari kebenaran dan dituntun oleh kebenaran itu. 4 Hal ini
senada dengan ayat al-Qur’an yang mempunyai makna “tidak ada perubahan dalam
penciptaan Allah”. Kepercayaan (keimanan) kepada Allah swt. merupakan fitrah (sifat
yang ditanamkan Allah ke dalam diri manusia sewaktu menciptakannya), dan tak ada
seorang pun yang bisa menghindari dorongan ‘fitrahnya’ untuk mencari pengetahuan
4
Ali Isa Othman, Manusia Menurut Al-Ghazaly, Bandung, PUSTAKA-Perpustakaan Salman
ITB, 1981, hlm. 28
7
Para mufassir dan filosof memaknai fitrah (potensi) dengan interpretasi yang
cukup beragam, hal ini tidak mengherankan bahkan wajar saja jika mereka memiliki
perbedaan argumen, karena pada dasarnya makna fitrah (potensi) dalam al-Qur’an
(perspektif Islam) dengan fitrah menurut para filosof (umum) sampai saat inipun masih
merupakan polemik. Dalam artian bahwa pemaknaan fitrah atau potensi baik dari sisi
Islam maupun filsafat umum, penulis kira hampir mengarah kepada suatu titik temu
(sinergitas), yaitu fitrah atau potensi adalah sifat alami manusia (man’s natural powers)
yang telah ada ketika manusia itu dilahirkan.
Ibnu Katsir, dalam kitab tafsirnya memaknai fitrah sebagai apa-apa yang
mendasari dan menjiwai agama Islam yang lurus. 5 Sedangkan Buya Hamka dalam
Allah swt. jauh ketika manusia (roh manusia lebih tepatnya) masih berada dalam wujud
ilmi. Fitrah juga menurut Hamka bisa bermakna al-Fithrat al-Islam.6 Begitu pula
mengimani, dan meyakini eksistensi Allah swt. sebagai Tuhan dan Islam sebagai satu-
satunya agama yang benar-benar diridloi keberadaannya oleh Allah swt., sebagaimana
beragam pula. Hal ini menyebkan lahirnya berbagai aliran dalam ilmu fisafat maupun
5
Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1990, hlm. 237.
6
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Singapura, Pustaka Nasuonal PTE LTD, 2003, hlm. 5516- 5517.
7
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang, PT. Karya Toha Putra,
1992, hlm. 84
8
psikologi, mulai dari yang halus sampai dengan yang ekstrem sekalipun, untuk
berpendapat bahwa struktur kepribadian seseorang itu sangat ditentukan oleh faktor-
faktor lingkungan (eksternal), oleh sebab itu ia lebih menekankan bahwa pengalaman
manusia (melalui jalur formal seperti pendidikan yang baik misalnya) mempunyai
faktor hereditas inilah, maka teorinya disebut juga teori Nativisme. Teori ini bersifat
pesimistis.
Secara kasat mata kedua teori di atas begitu ekstrem dalam menginterpretasikan
kepribadian dan fitrah (potensi) yang ada pada setiap individu manusia. Di latar
belakangi oleh kedua teori ini pulalah, yang akhirnya melahirkan teori Convergensi
dengan tokohnya William Stern (1871-1938 M). Ia menganggap kedua teori tersebut
kurang realistis, menurutnya pada dasarnya setiap individu yang dilahirkan telah
membawa sifat-sifat dan potensi-potensi tertentu. Akan tetapi, segala potensi yang
dimiliki setiap individu itu baru dapat berkembang secara maksimal dan direalisasikan
secara optimal apabila apabila telah melalui pengalaman yang sarat dipengaruhi oleh
lingkungan (environment).
8
F. Patty, dkk., Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya, Usaha Nasional, 1982), hlm. 180.
9
empirisme dan teori nativisme ke dalam sebuah wadah yaitu Convergensi. 9 Filsafat
anthropo-centris dibangun di atas prinsip bahwa manusia berada dalam posisi sentral
di alam realitas.10
Fitrah bisa juga diartikan kemampuan dasar untuk berkembang dalam pola
dasar keislaman (fitrah Islamiyah), karena pada dasarnya manusia memiliki faktor
kelemahan yang ada pada dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
berkecenderungan untuk berserah diri kepada kekuasaan-Nya.11
pengaruh faktor-faktor yang yang lain, baik yang sifatnya internal (dari dalam diri
manusia itu sendiri) maupun yang sifatnya eksternal (lingkungan). Menurut M.J.
Lengeveld suatu pola perkembangan dalam diri manusia dipengaruhi oleh empat hal,
yaitu faktor pengaruh dari pembawaan, faktor pengaruh dari lingkungan sekitar, faktor
emansipasi (berupa kehendak bebas dari orang lain), dan faktor pengaruh dari usaha
merumuskan perkembangan manusia melalui proses, yang terdiri dari tiga faktor,
ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Ketiga
9
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta, INIS, 1994), hlm. 16.
10
H. Jono & Cecep Sumarna, Melacak Jejak Filsafat, (Bandung, Sangga Buana, 2006), hlm. 87.
11
H.M. Arifin, Filasafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1996), hlm. 160.
12
H.M. Arifin, Filasafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1996), hlm. 63.
10
faktor tersebut yaitu faktor pembawaan, faktor lingkungan sekitar, dan faktor dialektis
perubahan ke arah yang lebih maju (progress) dan lebih dewasa.13 Adapun secara teknis
perubahan lazim juga disebut proses. Al-Ghazaly seorang ulama, pemikir dan ahli
tasawuf islam terkemuka, beliau lebih menekankan potensi rasio daripada potensi
kejiiwaan yang lainnya, menurutnya meskipun potensi rasio manusia dipandang berada
di dalam kekuasaan Tuhan, tetapi kekuasaan Tuhan adalah yang pertama sedangkan
pengetahuan baru akan bisa diberdayakan dengan maksimal harus terlebih dahulu
dibuka dengan proses belajar. Tuhan menciptakan potensi atau daya-daya dalam diri
Manusia kehendak bebas (free act) dan mempunyai peluang (chances) menjadi
orang yang jahat bagaikan syetan, dan manusia pun berpeluang untuk menjadi seorang
yang shaleh dekat dengan Tuhan bagaikan Malaikat, sebagaimana yang disebutkan
13
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h. 178.
14
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 102.
15
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), h. 1.
11
dalam al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 164. Dalam filsafat pendidikan theo-centris
memandang bahwa segala yang diciptakan Allah swt. berjalan sesuai dengan ketentuan
manusia yang terlahir ke dunia ini terlebih dahulu telah disesuaikan fitrahnya dan
PENUTUP
A. Kesimpulan
dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Fitrah manusia adalah
semua bentuk potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT kepada manusia
Allah SWT. Fitrah manusia terdiri dari empat macam, yaitu Potensi Fisik
(SP), Potensi Sosial Emosional (EQ). Konsep fitrah mempercayai bahwa secara
alamiah manusia itu positif (fitrah), baik secara jasmani dan ruhani (spiritual) dan
perkembangan fitrah manusia ditentukan oleh faktor usaha manusia itu sendiri dan
B. Saran
Demikianlah isi dari makalah kami, namun kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami butuhkan guna memperbaiki kesalahan yang baik disengaja
ataupun tidak disengaja dalam penulisan makalah kami yang akan datang.
12
DAFTAR RUJUKAN
Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012).
F. Patty, dkk., Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya, Usaha Nasional, 1982).
Jono, H. & Cecep Sumarna, Melacak Jejak Filsafat, (Bandung, Sangga Buana, 2006).
Katsir, Ibnu. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1990).
Saha, M.Ishom El. MA, Sketsa Al – Qur’an, (Jakarta, PT. LISTA FARISKA PUTRA).
13