Anda di halaman 1dari 18

PANDANGAN ISLAM TERHADAP MANUSIA

Dosen Pengampu: Dr. Deri Wanto, MA

Disusun Oleh: Verdydo Adriansyah

NIM: 20531169

Lokal: PAI 4G

Program Studi: Pendidikan Agama Islam

Fakultas: Tarbiyah

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP

TAHUN AJARAN 2021/2022


PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia
Untuk memahami apa hakikat dari manusia, ada beberapa
pandangan mengenai hal ini, antara lain:
1. Pandangan Psikoanalitik. Dalam pandangan ini mengatakan bahwa
manusia pada hakikatnya digerakkan oleh adanya dorongan-dorongan
dari dalam dirinya yang bersifat instingtif (berdasarkan insting),
sehingga tingkah laku manusia itu dikontrol oleh kekuatan
psikologisnya. Dalam hal ini manusia tidak bisa menentukan nasibnya
sendiri.
2. Pandangan Humanistik. Dalam pandangan ini, para humanis
menyatakan bahwa manusia memiliki dorongan-dorongan dari dalam
dirinya untuk mengarahkan mereka kepada hal positif. Manusia itu
bersifat rasional dan menentukan nasibnya sendiri, hal ini
menyebabkan manusia berkembang menjadi lebih baik dan sempurna.
3. Pandangan Behavioristik. Kelompok ini memandang manusia ssebagai
makhluk yang reaktif dan dikedalikan oleh faktor-faktor yang ada di
luar dirinya, yaitu lingkungannya. 1
Manusia merupakan mahluk hidup yang paling sulit dimengerti
meskipun oleh dirinya sendiri. Manusia adalah mahluk yang tidak bisa
ditebak, namun rasional. Manusia juga memiliki fisik yang baik seperti
halnya mahluk hidup lainnya. Manusia juga memiliki akal sehingga dia
dapat menciptakan hal-hal yang luar biasa meskipun secara fisik dia tidak
mampu melakukannya. Dengan begitu, manusia bukanlah hewan, tapi
mirip dengan hewan karena punya akal dan perasaan. 2

1
Siti Khasinah. “Hakikat Manusia Menurut Islam dan Barat” Jurnal Ilmiah Didaktika Vol.
8, No. 2. 2013, Hal 299-300
2
Nurmadiah. “Manusia dan Agama (Konsep Manusia dan Agama Dalam Al-Quran) Jurnal
Pendais Vol. 1. No. 1. 2019, Hal 2

1
B. Manusia Menurut Pandangan Islam
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling tinggi derajatnya
dibanding makhluk lain. Di dalam kitab suci al-Quran, Allah
menggunakan beberapa istilah yang pada dasarnya menjelaskan tentang
konsep manusia yaitu al-Basyar, al-Nas, Bani Adam, al-Ins, dan al-Insan.
1. Al-Basyar. Secara etimologi, kata al-Basyar memiliki bentuk jamak
kata al-Basyaraat yang berarti kulit kepala, wajah dan tubuh yang
menjadi tempat tumbuhnya rambut. Konsep al-Basyar ini menjelaskan
bahwa manusia adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat yang
ada di dalamnya, seperti membutuhkan makan, minum, perlu hiburan,
hubungan seks, dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan firman Allah
dalam surah al-Mu‟minun (23): 33-34 yang artinya "(Orang) ini tidak
lain hanyalah manusia seperti kamu, Dia Makan dari apa yang kamu
makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan Sesungguhnya
jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila
demikian, kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi”.3
2. Al-Nas. Konsep ini mengacu pada status manusia dalam kaitannya
dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Secara fitrah manusia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk dpat hidup.
Dalam hidupnya manusia membutuhkan pasangan, dan memang
diciptakan berpasang-pasangan seperti dijelaskan dalam al-Qur‟an yang
artinya “Hai sekalian manusia, bertaqwalaha kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan istirinya, dan dari pada keduanya Alah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak…...”
(QS an-Nisa (4): 1)4

3
Alfurqan, Harmonedi. “Pandangan Islam Terhadap Manusia:Terminologi Manusia dan
Konsep Fitrah Serta Implikasinya Dengan Pendidikan” Jurnal Education: Journal of
Educational Studies Vol 2, No 2. 2017 Hal 130-131
4
Siti Khasinah. “Hakikat Manusia Menurut Islam dan Barat” Jurnal Ilmiah Didaktika Vol.
8, No. 2. 2013, Hal 302

2
3. Bani Adam. Sering disebut juga dengan dzurriyat Adam yang berarti
anak Adam atau keturunan Adam, digunakan untuk menyatakan
manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Dalam konsep ini manusia
adalah sebuah usaha pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada
perbedaan sesamanya, yang juga mengacu pada nilai penghormatan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta mengedepankan HAM.
Karena yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Pencipta.
4. Al-Ins. Sisi kemanusiaan pada manusia yang disebut dalam al-Qur‟an
dengan kata al-Ins dalam arti “tidak liar” atau “tidak biadab”,
merupakan kesimpulan yang jelas bahwa manusia itu merupakan
kebalikan dari jin yang menurut dalil aslinya memiliki sifat yang
identik dengan liar atau bebas.5
5. Al-Insan. Manusia disebut al- insan dalam al- Qur‟an mengacu pada
potensi yang diberikan Tuhan kepadanya. Potensi antara lain adalah
kemampuan berbicara (QS ar-Rahman (55):4), kemampuan menguasai
ilmu pengetahuan melalui proses tertentu (QS al-An‟am (6):4-5), dan
lain-lain. Namun selain memiliki potensi positif ini, manusia sebagai
al- insan juga mempunyai kecenderungan berprilaku negatif (lupa).
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya
mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Jelas sekali bahwa
dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan
berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda
ciptaan.6
Dari berbagai konsep di atas, maka dapat kita pahami bahwa al-
Qur‟an telah menjelaskan secara detail mengenai hakikat daripada
manusia dan semuanya berkaitan dengan unsur-unsur yang ada dalam
kehidupan ini. Mulai dari biologis, sosial, pengembangan potensi, tumbuh
kembang dan lain sebagainya.

5
Nurmadiah. “Manusia dan Agama (Konsep Manusia dan Agama Dalam Al-Quran) Jurnal
Pendais Vol. 1. No. 1. 2019. Hal 2
6
Mulyadi. “Hakikat Manusia dalam Pandangan Islam” Jurnal Al-Taujih Vol 3 No 1. 2017.
Hal 31

3
C. Hubungan Manusia Dengan Agama Islam
1. Fitrah Terhadap Agama
Sejak dahulu hingga sekarang ini membuktikan bahwa kehidupan
di bawah keyakinan adalah tabiat hidup pada manusia serta semakin
banyaknya perkembangan agama-agama dengan corak agamanya yang
berbeda-beda dalam masyaakat. Manusia membutuhkan Tuhan untuk
disembah, penyembahan yang dilakukan manusia kepada sang maha
Pencipta merupakan bagian dari karekteristik penciptaan itu sendiri.7
Allah berfirman:
َ ‫الطٍ ُْز صٰٰۤ فه ٍۗج ُم ٌّل قَ ْذ‬
‫ع ِل َن‬ َّ ‫ض َو‬
ِ ‫ث َو ْاْلَ ْر‬
ِ ‫سبِّ ُح لَهٗ َه ْي فِى السَّوٰ ٰى‬ ‫اَلَ ْن ح ََز ا َ َّى ه‬
َ ٌُ َ‫ّٰللا‬
َ‫ع ِلٍ ٌْۢن بِ َوا ٌَ ْفعَلُ ْىى‬ ‫ص ََلح َهٗ َوح َ ْسبِ ٍْ َحهٍٗۗ َو ه‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ
Artinya: “Tidakkah engkau (Muhammad) tahu bahwa kepada
Allah-lah bertasbih apa yang di langit dan di bumi, dan juga burung
yang mengembangkan sayapnya. Masing-masing sungguh, telah
mengetahui (cara) berdoa dan bertasbih. Allah Maha Mengetahui apa
yang mereka kerjakan”.
2. Pencarian Manusia Terhadap Agama
Manusia dikarunia akal oleh Allah sehingga menuntut manusia
untuk selalu berfikir. Maka dari itu manusia terus mencari kebenaran
mengenai ajaran agama, sebagai contoh dari kisah Nabi Ibrahim a.s
yang mencari Tuhan.8
Dari proses berfikir ini pula tidak sedikit yang menyimpang dari
kebenaran karena masih terdapat kebingungan pada manusia sampai
diutus-Nya nabi Muhammad yang datang membawa ajaran-ajaran
kebenaran yaitu Islam. Allah berfirman dalam al-Qur‟an yang artinya:
“Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang bingung, lalu Dia
memberikan petunjuk.” (QS. Adh-Dhuha, 97:7)

7
Heru Juabdin Sada. “Manusia Dalam Perspektif Agama Islam” Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 7. 2016. Hal 137
8
Ibid., hal. 138

4
3. Agama Sebagai Sumber Ketenangan Jiwa
Manusia merupakan makhluk yang mempunyai ruh. Sehingga
selain membutuhkan ketenangan jasmani, manusia juga sangat
membutuhkan ketenangan-ketenangan rohani karena ketenangan rohani
ini sangat penting dalam penentuak kebahagiaan hidup manusia.
Bahkan jasmani/fisik manusia bisa hancur jika ketenangan batin atau
rohani itu hancur.9
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah yang artinya: “Ketahulah
bahwa di dalam jasad manusia itu terdapat segumpal daging. Jika
segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Jika
segumpal daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah
bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tetapi, manusia tidak akan bisa mendapatkan ketenangan yang
hakiki itu tanpa mengenal pemilik ruhnya, yaitu Allah subhanahu
wata‟ala. Dan manusia juga tidaka akn bisa mengenal Allah tanpa
adanya agama.
4. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial
Dalam hal ini berkaitan dengan perbaikan akhlak manusia sesuai
dengan hadits Rasulullah shallallahu‟alaihi wasallam yang artinya:
“Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus hanya untuk
menyempurnakan akhlak.” (HR. Baihaqi)
Setelah manusia lahir ke dunia maka yang pertama bertugas
untuk menanamkan nilai-nilai akhlak adalah orang tuanya. Kemudian
akan didapatkan dari pendidikan formal yang akan dijalani oleh
manusia. Akhlak yang baik atau terpuji merupakan hal sangat penting
harus dimiliki oleh setiap umat muslim.10 Karena dengan akhlak yang
terpuji maka hubungan manusia baik dengan sesamanya maupun
hubungannya dengan Allah akan terjalin dengan baik.

9
Heru Juabdin Sada. “Manusia Dalam Perspektif Agama Islam” Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 7. 2016. Hal 139
10
Ibid., hal. 140

5
D. Fitrah Manusia Dalam Islam
Berbicara mengenai fitrah manusia, dalam hal ini melibatkan
pembahasan tentang berbagai aspek yang terkait dengan manusia ketika ia
diciptakan, baik aspek yang terkait dengan fisik maupun dengan
psikisnya.11 Abu Ja‟far mengatakan bahwa kesucian merupakan salah satu
aspek penting berkenaan dengan konsepsi Islam tentang fitrah manusia,
karena berdasarkan hadits Nabi shallallahu‟alaihi wasallam bahwa
manusia terlahir dalam keadaan suci.12
Selain itu, ada juga aspek lain yang perlu kita ketahui mengenai
fitrah manusia sejak manusia dilahirkan berdasarkan al-Qur‟an dan hadits,
yaitu:
1. Manusia adalah makhluk psiko-fisik yang memiliki jiwa dan tubuh.
Ada banyak ayat al-Qur‟an yang menjelaskan tentang penciptaan
manusia dan bahwa manusia itu memiliki ruh dan jasad. Salah satunya
dalam surah al-Mukminun ayat 12-14 Allah berfirman:
ٍ ‫س ٰللَت ِّه ْي ِطٍْي‬
ُ ‫ساىَ ِه ْي‬ ِ ْ ‫َولَقَذْ َخلَ ْقٌَا‬
َ ًْ ‫اْل‬
ٍ ‫طفَتً ِف ًْ قَ َزار َّه ِنٍْي‬ ْ ًُ ُ‫ث ُ َّن َج َع ْل ٌٰه‬
ُ‫س ْىًَا ْال ِع ٰظ َن لَحْ ًوا ث ُ َّن ا َ ًْشَأ ْ ًٰه‬
َ ‫ضغَتَ ِع ٰظ ًوا فَ َن‬ ْ ‫طفَتَ َعلَقَتً فَ َخلَ ْقٌَا ْالعَلَقَتَ ُه‬
ْ ‫ضغَتً فَ َخلَ ْقٌَا ْال ُو‬ ْ ٌُّ‫ث ُ َّن َخلَ ْقٌَا ال‬
ٍٍۗ َ‫سيُ ْالخَا ِل ِقٍْي‬
َ ْ‫ّٰللاُ اَح‬ َ َ‫خ َْلقًا ٰاخ ٍۗ ََز فَخَب‬
‫اركَ ه‬
Artinya: "Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air
mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk)
lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik."

11
Alfurqan, Harmonedi. “Pandangan Islam Terhadap Manusia:Terminologi Manusia dan
Konsep Fitrah Serta Implikasinya Dengan Pendidikan” Jurnal Educative: Journal of
Educational Studies Vol 2, No 2. 2017 Hal 136
12
Suriadi Samsuri. “Hakikat Fitrah Manusia Dalam Islam” Jurnal Al-Ishlah: Jurnal
Pendidikan Islam Vol.18 No.1. 2020. Hal 92

6
Dari ayat ini dapat kita ketahui bahwa manusia pertama kali
Allah ciptakan dari tanah, kemudian generasi selanjutnya berkembang
dengan unsur air mani yang dalam hal ini menunjukkan bahwa manusia
memiliki fisik. Lalu fisik itu Allah tiupkan ruh ke dalamnya sehinggu
terbentuklah makhluk yang khas yaitu manusia.
2. Memiliki Sifat-Sifat Jasmani
Tubuh manusia terdiri atas bagian-bagian dan anggota-anggota
yang masing-masing mempunyai tugas dan fungsinya sendiri. Penataan
dari bagian-bagian tersebut sangat proporsional sehingga fungsinya
dapat berjalan dengan lancar dan optimal untuk kesempurnaan fisik
manusia.13 Dan manusia merupakan makhluk dengan bentuk yang
paling baik, sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
‫س ِي حَ ْق ِىٌْن‬ ِ ْ ‫لَقَذْ َخلَ ْقٌَا‬
َ ًْ ‫اْل‬
َ ْ‫ساىَ فِ ًْْٓ اَح‬
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dengan
bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tin, 95: 4). Walaupun demikian,
pada ayat lain yaitu surah ar-Rum ayat 54 dijelaskan bahwa masing-
masing dari bagian itu masih bersifat lemah tapi potensial. Betapa
detailnya islam menjelaskan mengenai jasmani manusia sejak
dilahirkan ke dunia.
3. Memiliki Sifat-Sifat Jiwa
Selain sifat-sifat jasmani, al-Qur‟an juga menjelaskan sifat-sifat
jiwa pada manusia. Yang mana jiwa merupakan inti dari hakikat
manusia, serta bertanggung jawab atas tingkah laku manusia baik atau
buruk, benar ataupun salahnya.14
Al-Qur‟an menyatakan bahwa jiwa berasal dari ruh Tuhan,
sehingga para ulama menyimpulkan bahwa ruh inilah yang melakukan

13
Alfurqan, Harmonedi. “Pandangan Islam Terhadap Manusia:Terminologi Manusia dan
Konsep Fitrah Serta Implikasinya Dengan Pendidikan” Jurnal Educative: Journal of
Educational Studies Vol 2, No 2. 2017 Hal 136
14
Ibid., hal. 137

7
perjanjian kepada Allah mengenai tugas, kewajiban dan semua yang
akan dialami ketika lahir ke dunia.
Para pemikir muslim juga berpendapat bahwa setelah ruh
ditiupkan maka hilanglah kesadaran mengenai amanah dan
perjanjiannya dengan Tuhan sehingga ruh terhalang untuk mengetahui
perjanijan tersebut.15 Hal ini diperjelas dalam al-Qur‟an Allah
berfirman:
ۙ َ‫ار َوا ْْلَ ْفـِٕذَة‬
َ ‫ص‬ َّ ‫شٍْـًٔ ۙا َّو َجعَ َل لَ ُن ُن ال‬
َ ‫س ْو َع َو ْاْلَ ْب‬ ُ ُ‫ّٰللاُ ا َ ْخ َز َج ُن ْن ِ ّه ٌۢ ْي ب‬
َ َ‫ط ْى ِى ا ُ َّههٰ خِ ُن ْن َْل ح َ ْعلَ ُو ْىى‬ ‫َو ه‬
ٍَ ‫لَعَلَّ ُن ْن ح َ ْش ُن ُز ْوى‬
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS.
An-Nahl,6: 78)
4. Memiliki Akal
Akal merupakan daya berpikir yang ada di otak sehingga dengan
akal ini bisa membedakan antara manusia dengan makhluk yang
lainnya di bumi. Menurut para filsuf islam, jika akal ini telah mencaoai
tingkatan yang tinggi maka manusia tersebut akan dapat mengetahui
kebahagian yang sebenarnya, dan dapat membawa jiwa kepada
kebahagian yang kekal itu (jannah).16
Sedangkan bila akal tersebut tidak sempurna dan tidak mengenal
kebahagiaan, menurut al-Farabi jiwa itu akan hancur. Jika jiwa hancur
maka ragapun akan ikut terasa hancur, karena seperti yang kita ketahui
bahwa keadaan jiwa sangat mempengaruhi keadaan raga.17

15
Alfurqan, Harmonedi. “Pandangan Islam Terhadap Manusia:Terminologi Manusia dan
Konsep Fitrah Serta Implikasinya Dengan Pendidikan” Jurnal Educative: Journal of
Educational Studies Vol 2, No 2. 2017 Hal 137
16
Nurmadiah. “Manusia dan Agama (Konsep Manusia dan Agama Dalam Al-Quran) Jurnal
Pendais Vol. 1. No. 1. 2019, Hal 36
17
Ibid., hal. 36

8
5. Memiliki Hati (al-Qalb)
Hati adalah segumpal darah yang memiliki peran besar dalam
kehidupan manusia terutama dalam hal sikap dan perilaku manusia.
Hatilah yang menentukan baik buruknya perbuatan manusia karena hati
adalah sumber dari segala bentuk perilaku. Oleh karena itu banyak
perilaku-perilaku manusia yang buruk itu disebabkan hati mereka kotor
dan tidak digunakan untuk kebaikan. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam al-Qur‟an:
....‫…لَ ُه ْن قُلُ ْىب َّْل ٌَ ْف َق ُه ْىىَ بِ َها‬
Artinya: “…mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakan untuk
memahami (ayat-ayat Allah)….”
Jadi, hati nurani bagaikan cermin, sementara pengetahuan adalah
pantulan gambar yang terdapat di dalamnya. Jika cermin hati nurani
tidak bening, hawa nafsunya yang tumbuh. Sementara ketaatan kepada
Allah serta berpaingnya dari tuntutan hawa nafsu itulah yang justru
membuat hati nurani bersih serta mendapatkan limpahan cahaya dari
Allah subhanahuwata‟ala.18
Imam al-Ghazali mengatakan bahwa, bagi para sufi Allah
melimpahkan cahaya pada dada seseorang karena telah menghindarkan
dirinya dari semua yang berkaitan dengan duniawi. Karena barang
siapa yang memiliki Allah dalam hatinya, maka niscaya Allah adalah
miliknya.19
Oleh karena itu, supaya hati manusia tetap berada dalam ketaatan
kepada Allah dan selalu menimbulkan perilaku-perilaku yang baik
maka manusia membutuhkan islam untuk tetap meneguhkan hatinya di
atas agama Allah subhanahuwata‟ala.
Jadi, seluruh fitrah yang diberikan Allah kepada manusia mencakup
segala aspek kehidupan yang dijalani oleh manusia, dan dengan fitrah itu

18
Nurmadiah. “Manusia dan Agama (Konsep Manusia dan Agama Dalam Al-Quran) Jurnal
Pendais Vol. 1. No. 1. 2019, Hal 37
19
Ibid., hal. 37-38

9
manusia akan memiliki cara dan kemudahan dalam menjalaini hidup.
Tanpa adanya fitrah-fitrah itu, mungkin manusia tidak akan mampu
menjalani hidup ini dengan baik
Hal ini juga sejalan dengan pendapat Zaimi dan Muhaimin bahwa
fitrah manusia mencakup segala aspek kemanusiaan dan kehidupan
manusia dan memiliki banyak macam yaitu fitrah agama, fitrah suci, fitrah
moral/ahklak, fitrah kebenaran, fitrah kemerdekaan, fitrah keadilan, fitrah
persamaan, fitrah persatuan, fitrah individu, fitrah sosial, fitrah seni, fitrah
intelek, fitrah harga diri, fitrah musyawarah, fitrah selamat, fitrah busana,
fitrah kasih sayang, fitrah perjuangan, fitrah tanggung jawab dan fitrah
penghormatan.20

E. Tujuan dan Tugas Hidup Manusia Dalam Islam


Manusia telah dibekali akal dan pikiran oleh Allah supaya mereka
dapat memahai tanda-tanda kebesaaran-Nya. Dalam al-qur‟an telah
dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia tidak untuk main-main atau
bersenang-senang belaka, melainkan dengan maksud dan tujuan tertentu.
Adapun tujuan penciptaan manusia yaitu, sebagai berikut:
1. Sebagai Khalifah di Muka Bumi
Khalifah berasal dari kata khalafa yang berarti “mengganti dan
melanjutkan”. Bila dikaitkan pada pengertian khalifah, maka dalam
konteks ini berarti mengganti yaitu suatu proses pergantian dari satu
indivisu kepada individu lain. manusia dalam misi kekhalifahannya,
bukan saja sekedar menggantikan, namun dengan arti yang luas ia
harus senantiasa mengikuti perintah yang digantikan (Allah).21
Dari kata khalifah di muka bumi, maka dapat kita pahami bahwa
tugas manusia adalah menjaga dan mengurus bumi beserta isinya dan
berkewajibab untuk memakmurkannya karena itu adalah perintah dari

20
Abdul Rahman, Deri Wanto, Memantik Konsep Fitrah & Kecerdasan Spritual Anak Usia
Dini (Curup: Andhra Grafika, 2021) hlm 37
21
Bambang. “Manusia Dalam Al-Quran dan Kaitannya dengan Pendidikan” Jurnal Kajian
dan Pengembangan Umat Vol. 1 No. 1. 2018. Hal 105

10
Allah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. 22 Hal ini
jelaskan oleh Allah dalam al-Qur‟an:
ٰۤ
‫ض ُن ْن فَ ْىقَ بَ ْعط دَ َر ٰجج ِلٍَّ ْبلُ َى ُم ْن فِ ًْ َها ْٓ ٰا ٰحى ُن ٍۗ ْن‬
َ ‫ض َو َرفَ َع بَ ْع‬ ِ ‫ف ْاْلَ ْر‬ َ ‫ي َجعَلَ ُن ْن خ َٰل ِٕى‬ْ ‫َوه َُى الَّ ِذ‬
ࣖ ‫ب َواًَِّهٗ َلغَفُ ْىر َّر ِحٍْن‬ِ ‫س ِز ٌْ ُع ْال ِعقَا‬ َ َ‫ا َِّى َربَّل‬
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah
di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain,
untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh,
Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-An‟am, 6: 165)
Dengan kelebihan dan kedudukan yang Allah berikan kepada
manusia melebihi makhluk yang lainnya, maka manusia juga akan
menerima konsekuensi jika amanah dari Allah untuk menjaga dan
memakmurkan bumi beserta isinya tidak berjalan sesuai dengan
perintah-Nya dan akan mempertanggungjawabkan semuanya di
hadapan Allah kelak. Rasulullah bersabda: Dari Ibnu Umar ra. berkata:
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu‟alaihi wasallam bersabda:
“Tiap-tiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimnta
pertanggungjawabannya terhadap apa yang dipimpinnya ...”
(H.R.Muttafaq „Alaih).
2. Sebagai Hamba Allah
Manusia memiliki tugas utama yang harus dijalankan yakni harus
taat, tunduh dan patuh terhadap semua perintah-perintah Allah karena
Allah adalah pencipta segalanya. Maka dari itu sudah sepatutnya
manusia menyembah penciptanya.23
Hal itu sudah Allah tegaskan dalam al-Qur‟an, Allah berfirman:
ٍِ ‫س ا َِّْل ِلٍَ ْعبُذ ُْوى‬ ِ ْ ‫َو َها َخلَ ْقجُ ْال ِج َّي َو‬
َ ًْ ‫اْل‬
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.” (QS. Az-Zariyat 51:56). Berdasarkan ayat

22
Nurmadiah. “Manusia dan Agama (Konsep Manusia dan Agama Dalam Al-Quran) Jurnal
Pendais Vol. 1. No. 1. 2019, Hal 38
23
Bambang. “Manusia Dalam Al-Quran dan Kaitannya dengan Pendidikan” Jurnal Kajian
dan Pengembangan Umat Vol. 1 No. 1. 2018. Hal 107

11
tersebut dapat dipahami bahwa seluruh tugas manusia dalam kehidupan
ini berakumulasi pada tanggung jawab mengabdi (beribadah) kepada
Allah. Pengakuan dan kesadaran manusia akan adanya Tuhan secara
naluriah menurut informasi al-Qur‟an disebabkan karena adanya dialog
antara Allah dan ruh manusia sebelum terlahir ke dunia.
Dengan demikian, kepercayaan dan ketergantungan manusia
dengan Tuhannya, tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Karena manusia telah berikrar sejak alam arwah bahwa Allah adalah
Tuhannya. Kepercayaan manusia kepada Allah yang ada di luar dirinya
juga diiringi oleh kenyataan yang mengharuskan mereka untuk tunduk
dan patuh kepada Allah. Kepatuhan tersebut kemudian dipraktekkan
lewat peribadatan-peribadatan ritual, sehingga manusia memiliki beban
dan tugas sebagai makhluk pengabdi kepada Tuhannya. Dengan
demikian rasa pengabdian seorang hamba itu merupakan bawaan fitrah
manusia yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai nilai ketaatan
kepada-Nya.24
3. Pengemban Amanah
Tujuan penciptaan manusia yang ketiga adalah mengemban
amanah. Tujuan ini berupa kesanggupan manusia memikul beban taklif
yang diberikan oleh Allah SWT. Tujuan penciptaan manusia ini
mendidik orang-orang beriman supaya selalu memelihara amanah dan
mematuhi perintah tersebut.25
Hal ini sesuai dengan QS al-Ahzab ayat 72 yang berbunyi:
”Sesungguhnya kami Telah menge- mukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikulah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh”

24
Bambang. “Manusia Dalam Al-Quran dan Kaitannya dengan Pendidikan” Jurnal Kajian
dan Pengembangan Umat Vol. 1 No. 1. 2018. Hal 109
25
Dylan Trotsek, “Tujuan Hidup dan Tujuan Pendidikan,” Journal of Chemical Information
and Modeling 110, no. 9 (2017): 41.

12
Amanah yang sudah ditetapkan tersebut agar ti- dak dikhianati,
baik amanah dari Allah dan Rasul-Nya maupun amanah antara sesama
manusia. Dan jika amanah yang emban itu tidak dilaksanakan dengan
baik dan bertentangan dengan aturan-aturan Allah maka manusia akan
mendapatkan konsekuensi baik di dunia maupun di akhirat nanti.
4. Agar Manusia Mengetahui Kebesaran Allah
Tujuan penciptaan manusia adalah agar manusia senantiasa
mengetahui maha kuasanya Allah SWT. Ini meliputi pemahaman
bahwa seluruh alam semesta, termasuk bumi, tata surya dan sesisnya
terbentuk atas kuasa Allah SWT.26
Hal tersebut telah dijelaskan dalam QS at-Thalaq: 12 yang
berbunyi: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula
bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui
bahwasanya Allah Maha-Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya
Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu."

F. Manusia Berkualitas Menurut Al-Qur’an


Dalam al-Qur‟an, manusia sering kali diangangkat derajatnya karena
menggunakan seluruh kemampuan jiwanya secara positif, al-Qur‟an
mengatakan manusia itu "hanief" yaitu condong kepada kebenaran,
mentauhidkan Tuhan serta nilai-nilai luhur lainnya. Yang banyak
dibicarakan al-Qur‟an tentang manusia adalah sifat-sifat dan potensi yang
ada pada manusia.27
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur‟an yang memuji dan memuliakan
manusia. Contohnya pada surah al-Isra‟ ayat 70, Allah berfirman:
‫ج َوفَض َّْل ٌٰ ُه ْن َع ٰلى َمثٍِْز ِّه َّو ْي‬ َّ ‫َولَقَذْ م ََّز ْهٌَا َبٌِ ًْْٓ ٰادَ َم َو َح َو ْل ٌٰ ُه ْن فِى ْالبَ ِ ّز َو ْالبَحْ ِز َو َرسَ ْق ٌٰ ُه ْن ِ ّهيَ ال‬
ِ ‫طٍِّ ٰب‬
ِ ‫َخلَ ْقٌَا حَ ْف‬
ࣖ ‫ضٍ ًَْل‬
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan
Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki
26
Ibid., hal. 41
27
Nazarudin Rahman, Karakteristik Manusia Tela‟ah Tematik Tafsir Al Asas Said Hawa
(Palembang: NoerFikri, 2016) hlm 89

13
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk
yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”
Banyak istilah yang digunakan al-Qur‟an dalam menggambarkan
manusia berkualitas atau makhluk yang diciptakan Allah dalam sosok
yang paling canggih, di antaranya kata manusia beriman (QS. al-Hujarat:
14) dan beramal saleh (QS. at-Tin: 6), diberi Ilmu (QS. al-Isra‟: 85, QS.
Mujadalah: 11, QS. Fatir: 28), alim (QS. al-Ankabut: 43), berakal (QS. al-
Mulk (67): 10), manusia sebagai khalifah (QS. al-Baqarah (2): 30), jiwa
yang tenang (QS. Al-Fajr (89): 27-28), hati yang tenteram (QS. ar-Ra‟d
(30): 28), kaffah (QS. al-Baqarah (2): 208), muttaqin (QS. al-Baqarah (2):
2), takwa (QS. al-Baqarah (2): 183).28
Dari kumpulan surat dan ayat yang dikutip di atas, jelaslah bahwa
konsep tentang manusia berkualitas hendaknya menampilkan ciri sebagai
hamba Allah yang beriman, sehingga hanya kepada Allah ia bermunajah,
serta memberikan manfaat bagi sesame makhluk.
Ada beberapa istilah dalam penyebutan manusia dalam al-Qur‟an,
seperti mu‟minin, muhsinin, syakirin, muflihin, salihin. Istilah-istilah
tersebut saling berkaitan dan saling menerangkan. Jadi, apabila mengambil
salah satu istilah dari istilah-istilah yang digunakan al-Qur‟an, maka hal
itu akan saling melengkapi dan merupakan ciri bagi yang lainnya.29
Jadi, intinya untuk menentukan manusia yang berkualitas menurut
al-qur‟an bisa dilihat dari aspek kualitas imannya, kualitas intelektualnya,
kualitas amal sholeh yang dikerjakan, serta kualitas sosialnya yaitu
hubungan dan cara bergaul dengan manusia lainnya. Rasulullah dan para
sahabat merupakan contoh dari manusia yang berkualitas, dan itu patut
kita jadikan teladan dalam menjalankan kehidupan kita. Jika keempat
unsur ini sudah terpenuhi maka sudah bisa dikatakan sebagai manusia

28
Nazarudin Rahman, Karakteristik Manusia Tela‟ah Tematik Tafsir Al Asas Said Hawa
(Palembang: NoerFikri, 2016) hlm 92-96
29
Mujiono. “Manusia Berkualitas Menurut Al-Qur’an” Jurnal Hermeunetik Vol. 7, No. 2
2013

14
yang berkualitas, karena keempat aspek ini adalah pondasi utama bagi
manusia dalam menjalankan kehidupan.30

G. Akhir Kehidupan Manusia Menurut Islam


Para filosof Islam sepakat bahwa kematian itu pasti terjadi pada diri
manusia , karena kematian adalah perpisahan antara ruh dan jasad , atau
perpindahan dari alam dunia ke alam kubur atau ke akhirat. Kematian
datang kepada manusia tanpa diketahui oleh siapapun karena hal itu
adalah ketentuan atau kepastian dari Tuhan.
Diantara para filosof islam yang banyak membahas tentang akhir
hidup manusia atau kehidupan setelah dunia adalah Al-Kindi, Al-Farabi,
Ibn Miskawih, Ibn Sina, Imam Al-Ghazali, Ibn Rusyd dan Mulla Shandra.
Dari semua pendapat para filosof tersebut sepakat bahwa kematian adalah
suatu hal yang pasti terjadi pada makhluk karena sesuai dengan firman
Allah “Setiap yang bernyawa pati akan merasakan mati.” Dan juga adanya
kehidupan setelah kehidupan di dunia.31
Di akhir perjalanan hidupnya, manusia masih akan melalui tahapan-
tahapan perjalanan hingga akhirnya mendapat kemenangan bertemu
dengan Allah di surga atau terpuruk dilembah neraka. Tiap tahap
ditempuh dalam waktu yang berbeda mulai dari hitungan beberapa bulan
hingga ribuan tahun. Adapaun tahapan-tahapan setelah kematian adalah
alam barzah dan alam akhirat.
Alam barzah atau alamkubur merupakan tempat penantian arwah
orang-orang yang sudah meninggal sebelum dibangkitkan kembali oleh
Allah dalam bentuk baru. Di situ, ruh menunggu alam baru yang dimulai
dengan kiamat. Alam barzah in digambarkan sebagai suatu kehidupan

30
Nazarudin Rahman, Karakteristik Manusia Tela‟ah Tematik Tafsir Al Asas Said Hawa
(Palembang: NoerFikri, 2016) hlm 97-104
31
Syafi‟in Mansur. “Kematian Menurut Para Filosof” Jurnal Keagamaan dan
Kemasyarakatan Vol. 29. No. 2. 2012. Hal 244-248

15
baru yang merupakan dinding pemisah antara alam dunia dan alam
akhirat.32
Kemudian kehidupan di alam akhirat didahului dengan peristiwa
kiamat, di mana malaikat meniup sangkakala membangunkan para arwah
yang sedang tidur dalam alam khubur diikuti satu kali teriakan. Semua
terbangun dan bergegas ke padang masyhar untuk dihisab keimanan,
perbuatan baik dan buruk yang dilakukan selama berada di alam dunia.
Semua manusia yang dibangkitkan kembali dikumpulkan di padang
mahsyar untuk diadili. Hal ini telah Allah jelaskan dalam surah Yaasiin
ayat 51-54 dan surah Huud ayat 103-105.33
Setiap manusia akan diadili dalam pengadilan akhirat di mana kita
akan membela diri sendiri saat diminta pertanggung-jawaban atas
perbuatan kita di dunia, tidak ada orang lain yang bisa menggantikan kita
atau membela kita dalam peradilan akhirat yang Maha Adil. Maka, akhir
dari kehidupan adalah syurga tempat bagi yang bertaqwa, sedangkan
neraka tempat bagi yang mengingkari.

32
Umar Latif. “Konsep Mati dan Hidup Dalam islam” Jurnal Al-Bayan Vol. 22 No. 34.
2016. Hal 30-34
33
Ibid., hal. 36

16
DAFTAR PUSTAKA

Rahman Abdul, dan Deri Wanto. (2021). MEMANTIK KONSEP FITRAH &
Kecerdasan Spiritual Anak Usia Dini. Curup: Andhra Grafika
Rahman Nazarudin. (2016). KARAKTERISTIK MANUSIA Tela‟ah Tematik
Tafsir Al Asas Said Hawa. Palembang: NoerFikri
Asmaya, E., Burga, M. A., & Santoso, S. (2018). Statistik Multivariat. Al-
Musannif: Journal of Islamic Education and Teacher Training, 12(1), 19–
31. https://jurnal.mtsddicilellang.sch.id/index.php/al-musannif
Bambang. (2018). Manusia Dalam Al-Qur‟an dan Kaitannya dengan
Pendidikan. Jurnal Kajian dan Pengembangan Umat, 1(1), 110.
Hasil, P., Siswa, B., Dasar, S., Model, M., Global, M. T., Guru, P.,
Pelaksanaan, T., Manajerial, F., & Sekolah, K. (2017). Jurnal 2549-4139
2549-4120. 2(2).
Latif, U. (2016). Konsep Mati dan Hidup Dalam Islam. Jurnal Al-bayan,
22(34), 27–38.
Mujiono. (2013). Manusia Berkualitas Menurut Al - Qur‟an. Hermeunetik,
7(2), 357–388.
Pratama, R. C. (2021). Angklung di kalangan anak muda. Bandung, 1, 3.
Sada, H. J. (2016). MANUSIA DALAM PERSPSEKTIF AGAMA ISLAM
Heru Juabdin Sada Dosen PAI FTK IAIN Raden Intan Lampung. At-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 7, 129–142.
Mansur, S. (2012). Kematian Menurut Para Filosof. In Alqalam (Vol. 29,
Nomor 2, hal. 239). https://doi.org/10.32678/alqalam.v29i2.1405
Samsuri, S. (2020). Hakikat Fitrah Manusia dalam Islam. AL-ISHLAH: Jurnal
Pendidikan Islam, 18(1), 85–100.
https://doi.org/10.35905/alishlah.v18i1.1278
Dylan Trotsek. (2017) “Tujuan Hidup dan Tujuan Pendidikan.” Journal of
Chemical Information and Modeling 110, 9: 41.

17

Anda mungkin juga menyukai