Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Masnur Alam, M.PdI
Oleh :
ALINUS
NIM : 211022028
KERINCI
2022
0
BAB I
PENDAHULUAN
1
Tidak ada makhluk lain yang membutuhkan pendidikan.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sestematik yang selalu bertolak dari
sejumlah landasan serta berpedoman pada sejumlah landasan serta sejumlah asas-
asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan
merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu
bangsa tertentu. Kajian berbagai landasan-landasan pendidikan itu akan
membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan. Dengan wawasan dan
pendidikan yang tepat, serta dengan menerapkan asas-asas pendidikan yang tepat
pula, akan dapat memberi peluang yang lebih besar dalam merancang dan
menyelenggarakan program pendidikan yang tepat wawasan. Sehingga akan
memberikan perspektif yang lebih luas terhadap pendidikan, baik dalam aspek
konseptual maupun operasional tentang landasan dan asas pendidikan tersebut
selalu diarahkan pula pada upaya dan permasalahan penerapannya.
B. Rumusan Masalah
1. Pandangan Islam tentang hakikat manusia
2. Asal-usul dan tujuan penciptaan manusia
3. Kedudukan manusia dan implikasinya terhadap pendidikan
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami Pandangan Islam tentang hakikat manusia
2. Untuk memahami Asal-usul dan tujuan penciptaan manusia
3. Untuk memahami Kedudukan manusia dan implikasinya terhadap pendidikan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Manusia
Manusia juga merupakan satu bagian dari alam semesta yang bersama-sama
dengan makhluk lainnya mengisi kehidupan di alam semesta ini.Dibandingkan dengan
binatang, manusia memiliki fungsi tubuh dan fisiologis yang tidak berbeda. Namun,
dengan hal yang lain manusia tidak dapat disamakan dengan binatang, terutama dengan
kelebihan yang dimilikinya, yakni akal, yang tidak dimiliki oleh hewan.
Para ahli ilmu pengetahuan tidak memiliki kesamaan pendapat mengenai hakikat
manusia.Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh adanya kekuatan dan peran
multidimensional yang diperankan oleh manusia.Mereka melihat manusia hanya dari satu
aspek saja, padahal aspek yang ada cukup banyak.Karena itulah hasil pengamatan mereka
tentang manusia berbeda-beda antarsatu dengan lainnya.Perbedaan aspek itu pula yang
kemudian melahirkan berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan manusia.
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat manusia juga memuat dan menjelaskan
mengenai hakikat manusia. Kata yang digunakan untuk menunjuk makna manusia dalam
al-quran yaitu: al-bashar, al-insan, dan al-nas. Meskipun ketiga kata tersebut menunjuk
pada makna manusia, namun secara khusus memiliki penekanan yang berbeda.
1
Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 20.
2
a. Al-Bashar
Secara etimologi al-bashar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang
menjadi tempat bertumbuhnya rambut.2 Menurut Abu Husain Ahmad Ibn Faris
Ibn Zakaria dalam Mu‟jam al-Muqayis fi Al-Lughah, menjelaskan bahwa kata
yang huruf-huruf asalnya terdiri dari huruf ba’ syin, dan ra’, berarti sesuatu yang
nampak jelas dan biasanya cantik dan indah.
ْ ُ َ َ َ َ َ ٞ َ ٞ َٰ َ ُ ُ َٰ َ ٓ َ َّ َ َّ َ ٰٓ َ ُ ُ ُ ّ ٞ َ َ ۠ َ َ ٓ َ َّ ُ
ۡۡفٍََۡكنۡيرجواٞۖحد ِ َٰ كوۡۡإِجٍاۡأُاۡبَشٌِۡثيكًۡيوَحۡإَِلۡأجٍاۡإِلهكًۡإِلّۡو
َ َ َ َّ َ َ ُ َ َ َ ٓ َ َ ّ َ َ َ َ َ ا َ َٰ ا
َۢ
ۡ ۡ ۡ[سورة١١٠ۡ ۦ ۡأحدا ٓ ۡ ِّۡ ِ َشك ۡبِعِبادة ِۡرب
ِ ۡرب ِ ِّۡۦ ۡفييعٍو ۡخٍٗل ۡصيِحا ۡوَل ۡي
ۡ ى ِلاء
]٩٩٠-٩٠١,الههف
Artinya : Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah
Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya".(QS. Al-Kahfi: 110)5
2
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), 2.
3
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: MIZAN, 2001), 279.
4
Baharuddin, Paradigma Islami Studi Tentang Elemen Psikologi dari al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), 65.
5
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz xxx (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2006), 273.
3
beliau dengan manusialain hanyalah pada kedudukan beliau sebagai Nabi dan
Rasul yang mendapat wahyu Illahi.6
b. Insan
َ ّ َ ُ ُ َ َ ُ َ َّ َ َ ُ َ َ َ
ٓ اٌۡاۡٱب َتيَى َٰ ُّۡۡ َر ُّب ُّۡۥۡ َفأك َرٌ ّۡۥۡوجعٍ ّۡۥۡفيلولۡر
{رجفلا ةروس,١٥}ۡۡ١٥َِۡ ٌَ ّبۡأك َر َ َۡإ َذ
ِ ۡ َٰ َ َفأ ٌَّاٱ ِۡل
ُ نس
ِ
6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran (Jakarta: Lentera Hati,
2006), 142
7
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, 69.
8
Hamka, Tafsir Al-Azhar, 30.
9
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokoh (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 54.
4
c. Al-Nas
َ َّ َ َّ َّ َ َ ّ ُ ُ َ َ َ َ َۡۡوىَ َلد
َّ َضب َِاۡل
{رمزلا ةروس,٢٧}ۡۡ٢٧ٌۡۡث ٖوۡى َعي ُهً َۡح َتذن ُرونَِۡك ِۡ ِۡفۡهَٰذاۡٱىلر َء
ِ ٌۡان ِ اس
ِ ِِي
10
Ibid., 12
11
Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 23
12
Ibid., 24.
13
Rois Mahfud, Al-Islam: Pendidikan Agama Islam (Erlangga, tt), 131.
5
Artinya : Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini
setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran". (QS.
Az Zumar: 27)14
Kata al-nas dalam setiap akhir ayat yang terakhir dalam susunan al-Qur’an
114 surat ini, disebutkan ajaran bagaimana caranya manusia berlindung kepada
Allah dari sesamanya manusia. Selain dari hubungan kita dengan Allah, kitapun
selalu berhubungan dengan sesama manusia.Tidak ada diantara kita yang dapat
membebaskan diri daripada ikatan dengan sesama manusia. Manusia bisa
menguntungkan kita dan dapat membahayakan kita, maka diajarkanlah pada surat
yangterakhir ini bagaimana cara kita menghadapi dan hidup di tengahtengah
manusia.
2. Unsur-unsur Manusia
14
Hamka, Tafsir Al-Azhar., 39: 27.
15
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, 14
6
itu. Menurut Amir Daien Indrakusuma yang dikutip oleh Abdul Aziz bahwa
sebenarnya manusia hidup itu mempunyai beberapa macam hakikat, yaitu:
1) Pendekatan Filosofis
16
Fatah Yasin, Dimensi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Sukses Offset, 2008), 55.
17
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, 33.
7
2) Pendekatan Kronologis
3) Pendekatan Fungsional
4) Pendekatan Sosial
َ َ َ ّ َ ٰٓ َ َ َ ُّ َ َ َ
ۡخَٰي ِ ُ َۢق ۡب َ َ ا
ۡ ۡ ۡفإِذا ۡ َس َّوي ُت ُّۡۥ٧١ۡ ني
ٖ ط
ِ ۡ َِ
ٌّۡ َشا إِذۡ ۡكال ۡربم ۡل ِيٍلئِهةِ ۡإ ِ ِّن
َ سج ِد َٰ َ ُ َ ْ ُ َ َ ِ ُّ ُ َو َج َفخ
ۡۡۡ٧٢َۡي ِ ۡ ۥ ۡ
ۡل وا ع ل ۡف وَح َِۡر ٌ ِۡ ّ ِي ف ۡ ت
Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah(71). Maka
apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya
roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud
kepadanya(72)". (QS. Shad: 27)19
18
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ar-Ruzz Media,2011)., 81.
19
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Sygma Examedia
Arkanleema,2009), 457.
20
Al Rasyidin,Falsafah Pendidikan Islami(Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis,2012), 19-20
8
Menurut Musa Asy’ari sebagai mana dikutip oleh Toto Suharto, ada empat
tahap proses penciptaan manusia yaitu:
1. Tahap Jasad
2. Tahap Hayat
3. Tahap Ruh
4. Tahap Nafs
21
Toto Suharto, Filsafat., 81
9
Kesatuannya bersifat spiritual yang tercermin dalam aktifitas kehidupan
manusia. Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah merupakan perkaitan
antara badan dan ruh. Badan dan ruh merupakan masing-masing merupakan
substansi yang berdiri sendiri yang tidak tergantung oleh adanya yang lain.
Namun dengan menyatunyalah yang kedua substansi ini barulah manusia bisa
hidup dan menjalani kehidupannya. Maka keduanya diciptakan oleh Allah
Swt.22 sebagaimana yang tergambar dalam al-Qur’an:
َّ َ َ ۡجط َف اة
ُ ُ َٰ َ َ َ َّ ُ ّ َ َ ُ َٰ َ َوىَ َلدۡۡ َخيَل َِاۡٱ ِۡل
َۡ نس
ۡ١٣ِۡني
ٖ ِۡفۡكرارٌٖۡه
ِ ّۡثًۡجعين١٢ِۡني ٖ ٌََِۡۡسلَٰي ٖةٌَِۡۡط
ُ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ َا َ ََ َ َ َ َ َ ََا َ َ ُ
ًَّۡ ث ًَّۡۡخيل َِاۡٱنلُّطف ۡةۡ َعيلةۡفخيل َِاۡٱى َعيل ۡةۡ ُمضغةۡفخيل َِاۡٱل ٍُضغ ۡةۡعِظَٰ اٍاۡفه َسوُاۡٱىعِظَٰ ًََۡۡل اٍاۡث
َ ُ َّ َ َ َ َ َ َ َ ُ َٰ َ َ َ
ۡۡ١٤ۡني
َ
َۡ ّللۡأح َس َُۡٱىخَٰي ِ ِل َ ۡخي ًل
ۡ اۡءاخ َرَۚۡفتباركۡٱ ّأنشأن
22
Zuhairi, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 75
23
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Sygma Examedia
Arkanleema,2009), 457.
24
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Setia Pustaka,2009)., 25.
10
a) Daya fisik atau jasmani, seperti mendengar, melihat, merasa, meraba, dan
mencium
b) Daya gerak, seperti kemampuan menggerakkan panca indra dan berpindah
tempat
Sedangkan dimensi non material manusia juga memiliki dua daya, yaitu:
a) Manusia menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya.
b) Manusia memikul amanat dari tuhan.
c) Manusia mempunyai musuh yang nyata yaitu setan.
d) Tentang waktu bagi manusia, yang harus digunakan agar tidak merugi.
e) Manusia hanya akan mendapatkan bagian dari apa yang telah dikerjakannya.
11
untuk menyebut semua manusia, baik laki-laki ataupun perempuan, baik satu
ataupun banyak. Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah, yang artinya
permukaan kulit kepala, wajah dan tubuh, yang menjadi tempat tumbuhnya
rambut. Oleh karena itu, kata mubasyarah diartikan mulamasyah yang artinya
persentihan antara kulit laki-laki dengan kulit perempuan
Disamping itu, kata mubasyarah juga diartikan sebagai al-wath atau al-
jima‟ yang artinya persetubuhan. Digunakan kata basyar oleh Allah disebabkan
manusia memiliki sifat alamiah, yakni suka dengan kesenangan dan
kegembiraan.
Isyarat ini ditemukan dari tugas rasul yang tergambar dalam Al-Qur’an,
yakni sebagai pemberi kabar gembira dan kabar takut kepada manusia, yang
ingin selalu senang dan bahagia (QS Al-Hajj [22]: 34), memang manusia ingin
selalu dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Sebab itulah, Allah kadang
menyebut bani adam dalam Al-Qur’an dengan al-basyar.25
25
Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, ( Yogyakarta: pustaka pelajar,
2010)., 81-91
12
seimbang antara aspek jismiyah dan ruhaniyahnya.Pendidikan Islam dikatakan
berhasil apa bila telah mampu melahirkan peserta didik yang mempunyai ilmu
pengetahuan, keterampilan dan akhlak yang mulia.
Manusia merupakan mahluk yang diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi
ini dengan sebaik-baiknya mahluk, sebaik-baiknya bentuk dan sebaik-baiknya umat,
26
M. Ridwan Nasir, prespektif Baru Metode Tafsir Dalam Memahami Al-Quran (Surabaya:
Imtiyas,2011), 13-15
27
M.Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, (Bandung: Mizan), 282
13
untuk mengemban sebuah tugas yang mulia yaitu beribadah kepada Allah SWT.28
Yang mana hal itu tertera dalam QS. ad-Dzariyat ayat 56:
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku". (QS. ad-Dzariyat: 56) 29
Al-Qur’an adalah merupakan kitab suci kaum muslim dan menjadi sumber
ajaran islam yang pertama dan utama, yang mana isi dari kitab al-Qur’an tersebut
harus mereka Imani dan aplikasikan dalam kehidupan mereka sehari-hari yang
28
Khozin Abu Faqih, Managemen Kematian, (Bandung: Syamil, 2005), 2
29
Hamka, Tafsir Al-Azhar., 862: 56.
30
Murtadha Mutahari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia Dan Agama, (Bandung, Mizzan,
1998), 117
31
Ibid., 121
32
Hakim Muda Harahap, Rahasia Al-Quran; Menguak Alam, Manusia, Malaikat, Dan Keruntuhan
Alam, (Yogyakarta: Darul Hikmah, 2013)., 128
14
tujuannya tidak lain yaitu agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan di
akhirat.33
Jika manusia telah menyadari akan tujuan diciptakanya dia untuk apa yang
ada dalam al-Qur’an. Dan menjalankan tugasnya tersebut maka manusia itu berhak
mendapatkan fasilitas yang diberikan oleh Allah yaitu mendapatkan kesejahteraan
dalam hidupnya, akan tetapi jika ia tidak mau menyadarinya pasti dalam
kehidupannya ia akan sering melakukan kemungkaran dan mendapatkan
kemadaratan.34
Selain itu banyak manusia yang sudah mengetahui akan tujuan ia diciptakan
ke bumi tapi tidak tau makna secara hakikatnya itu apa. Dalam dunia penafsiran al-
Qur’an ada sebuah corak yang bernama corak sufi yaitu penafsiran al-Qur’an
dengan menggunakan pemahaman atau pemberian pengertian atas fakta-fakta
tekstual dari sumber-sumber al-Qur’an dan al-Hadits sedemikian rupa sehingga
yang diperlihatkan bukanlah makna secara lahiriyah dari kata-kata pada teks sumber
suci itu melainkan pada makna dalam (bathin) yang dikandungnya. 35
1. Kedudukan Manusia
Kesatuan wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh potensi-
potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan at-taqwim dan
menempatkan manusia pada posisi yang strategis, yaitu : sebagai Hamba Allah
(abdullah) dan Khalifah Allah (khalifah fi al-ardh).
33
Athaillah, Sejarah Alquran:Verifikasi Tentang Otentitas Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), 1
34
Hakim Muda Harahap, Rahasia Al-Quran; Menguak Alam, Manusia, Malaikat, Dan Keruntuhan
Alam, 131
35
Badrudin, pradigma metodologis penafsiran al-qur’an, (serang, pustaka nurul hikmah, 2018), 190
15
dan ketaatan pada kodrat alamiah senantiasa berlaku bagi manusia. Ia terikat
oleh hukum-hukum Allah yang menjadi kodrat pada setiap ciptaannya, manusia
menjadi bagian dari setiap ciptaannya, dan ia bergantung pada sesamanya.
Sebagai hamba Allah, manusia tidak bisa terlepas dari kekuasaan-Nya. Sebab
manusia mempunyai fitrah (potensi) untuk beragama. Mulai dari manusia purba
sampai kepada manusia modern sekarang yang mengakui bahwa diluar dirinya
ada kekuasaan transcendental.36 Hal ini disebabkan karena manusia adalah
makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya. Firman
Allah SWT menyebutkan dalam surat Ar-Ruum: 30;
َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َّ َّ َ َ َ ا ّ َ َ َ ََ
ۡاسۡعييها ََۚۡلۡتب ِديو
ۡ تۡفطرۡٱنل
ۡ ِ ّللِۡٱى
ۡ ِيَۡحِِيفا َۚۡف ِطرتۡٱ
ِ فأك ًِۡۡوجهمۡل ِل
َ َُ َ َ َّ َ َ َ َّ َٰ َ َ ُ ّ َ ُ ّ َ َٰ َ َّ َِ
ۡ ِ كَۡأكَثۡٱنل
ۡۡۡ٣٠ۡاسَۡلۡحعيٍون ِ ِيَۡٱىلي ِ ًۡۡول
ۡ ّللَِۚۡذل ِمۡٱل
ۡ ِلي ِقۡٱ
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku". (QS. ad-Dzariyat: 56) 38
36
Ramayulis dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan Islam dan
Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011)., 55
37
Hamka, Tafsir Al-Azhar., 862: 56.
38
Hamka, Tafsir Al-Azhar., 862: 56.
16
menurut informasi AlQuran disebabkan telah terjadinya dialog antara Allah dan
roh manusia tatkala berada di alam arwah.
Kata khalifah berasal dari kata khalafa, yang berarti mengganti atau
melanjutkan. Menurut Quraish Shihab, istilah khalifah dalam bentuk mufrad
(tunggal) berarti penguasa politik dan religius. Istilah ini digunakan untuk
nabinabi dan tidak digunakan untuk manusia pada umumnya. Sedangkan
untuk manusia biasa digunakan khala’if yang di dalamnya mengandung
makna yang lebih luas, yaitu bukan hanya sebagai penguasa dalam berbagai
bidang kehidupan.40 Untuk mendapatkan gambaran yang lebih dalam tentang
39
Ramayulis dan Samsul Nizar. Op.Cit., 58-59
40
M. Quraish Shihab, Membumikan AlQuran, (Bandung: Mizan, 1994)., 69-70
17
fungsi kekhalifahan di alam ini dapat dilihat dalam Qur’an: Surat Al-An’am :
165, Al-A’raf : 69.
Kedudukan manusia di alam raya sebagai khalifah dalam arti yang luas,
juga memberi isyarat tentang perlunya sikap moral atau etika yang harus
ditegakkan dalam melaksanakan fungsi kekhalifahannya. Qurais Shihab
mengatakan bahwa hubungan antara manusia dengan alam atu hubungan
manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk
dengan yang ditaklukkan, atau antara tuan dengan hamba, akan tetapi hubungan
kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Sebab meskipun manusia
mampu mengelola, namun hal tersebut bukan akibat kekuatan yang dimilikinya,
tetapi akibat Allah menundukkannya untuk manusia.
Oleh karena itu, manusia dalam visi kekhalifahannya, bukan saja sekedar
menggantikan, namun dengan arti yang luas ia harus senantiasa mengikuti
perintah yang digantikannya yaitu Allah SWT. Dalam melaksanakan tugasnya
sebagai khalifah, Allah SWT telah memberikan kepada manusia seperangkat
potensi (fitrah) berupa Aql, qalb, dan nafs. Namun demikian aktualisasi fitrah
tersebut tidak otomatis berkembang, melainkan tergantung pada manusia itu
sendiri mengembangkannya. Untuk itu, Allah SWT menurunkan wahyu-Nya
kepada para Nabi, agar menjadipedoman bagi manusia dalam
mengaktualisasikan fitrahnya secara utuh dan selaras dengan tujuan
penciptaannya. Dengan pedoman ini manusia akan dapat tampil sebagai
mahkluk Allah yang tinggi martabatnya, dan sebaliknya jika tidak, ia akan
rendah martabatnya yang sama esensinya dengan hewan. Ahmad Hasan Firhat
sebagaimana dikutip oleh Ramayulis membedakan kedudukan kekhalifahan
manusia pada dua bentuk, yaitu : Pertama, khalifah kauniyah. Dimensi ini
mencakup wewenang manusia secara umum yang telah dianugerahkan Allah
SWT untuk mengatur dan memanfaatkan alam semesta beserta isinya bagi
kelangsungan kehidupan umat manusia di muka bumi. Pemberian wewenang
Allah SWT kepada manusia dalam konteks ini, meliputi pemaknaan yang
bersifat umum, tanpa dibatasi oleh agama apa yang mereka yakini. Artinya, label
18
kekhalifahan yang dimaksud diberikan kepada semua manusia sebagai penguasa
alam semesta. Kedua, khalifah syar’iyah.
Para ahli pendidikan muslim pada umumnya sependapat bahwa teori dan
praktek kependidikan Islam harus didasarkan pada konsepsi dasar tentang
manusia. Pembicaraan diseputar persoalan ini adalah merupakan sesuatu yang
sangat vital dalam pendidikan. Tanpa kejelasan tentang konsep ini, pendidikan
akan meraba-raba, dan bahkan bisa jadi pendidikan Islam tidak akan dapat
dipahami secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami konsep Islam yang
berkaitan dengan pengembangan individu seutuhnya. Identitas manusia muslim
secara sempurna dapat diperoleh setelah fungsinya sebagai makhluk, pendidik
dan si terdidik, hamba Allah (‘abd) dan khalifah Allah, serta potensi lainnya
benar-benar telah dilakukan integrasi secara seimbang dalam kesatuan yang
utuh.
19
Penekanan pada salah satunya sembari meninggalkan yang lain berakibat
tidak sempurnanya identitas manusia sebagai insan kamil atau muslim kaffah 41.
Bila pendidikan Islam semata-mata menekankan pembentukan pribadi muslim
yang sanggup mengabdi, beribadah, dan berakhlak karimah, akibatnya pribadi
yang terbentuk adalah kesalehan individual yang mengabaikan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan bisa dipastikan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi akan diambil oleh umat yang lain. Begitu juga sebaliknya, bila
pendidikan Islam hanya memfokuskan perannya sebagai pembentuk khalifah di
muka bumi yang sanggup menguasai ilmu dan teknologi dan menguak rahasia
alam untuk dikelola demi kemakmuran hidup di dunia, tanpa memberi
keseimbangan terhadap fungsinya sebagai hamba Allah SWT, maka manusia
bisa pandai, tetapi jiwa dan hatinya kosong dari cahaya ilahi.
41
Abd Rahman Assegaf,. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011)., 163
20
potensi yang dimiliki manusia secara maksimal, sehingga dapat diwujudkan
dalam bentuk kongkrit, dalam kompetensi-kompetensi yang bermuatan hard
skill dan soft skill.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakekat manusia dalam konsep Islam adalah makhluk yang diciptakan oleh
Allah SWT, memiliki berbagai potensi untuk tumbuh dan berkembang menuju
kesempurnaan ciptaan sesuai dengan yang dikehendaki oleh Sang Pencipta. Dalam
Al-Quran menyebutkan manusia dengan berbagai kata yaitu : al-Basyar, Al-Insan,
Al-Nas, dan Bani Adam atau Durriyat Adam. Sebagai makhluk yang diciptakan
Allah SWT, manusia mempunyai tugas dan fungsi sebagai hamba Allah (abdullah)
dan khalifah Allah di muka bumi. Sebagai hamba Allah (abdullah) setiap manusia
dituntut untuk menjadikan seluruh aktifitas hidupnya sebagai manifestasi dari
ketundukan dan pengabdian kepada Allah SWT.
Sebagai khalifah Allah (khalifah fil ardh), setiap manusia diberikan Allah
segala kemampuan untuk mengolah dan memakmurkan bumi serta isinya, guna
memenuhi segala kebutuhan hidupnya, yang dilakukan dengan senantiasa menjaga
keseimbangan alam semesta dan menjaga kelestarian alam serta makhluk hidup
lainya yang akhirnya diorientasikannyauntuk beribadah.
22
Islam kedalam invividu atau pribadi seseorang harus dapat dipadukan melalui peran
individu maupun orang lain (guru), sehingga dapat meperkuat terwujudnya kesatuan
pola dan kesatuan tujuan menuju terbentuknya mentalitas yang sanggup
mengamalkn nilai dan norma Islam dalam diri insan kamil.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Abd Rahman Assegaf,. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011.
2. Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami, Bandung: Cipta Pustaka Media
Perintis,2012.
3. Athaillah, Sejarah Alquran:Verifikasi Tentang Otentitas Al-Qur’an, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010.
4. Badrudin, pradigma metodologis penafsiran al-qur’an, serang, pustaka nurul
hikmah, 2018.
5. Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
6. Baharuddin, Paradigma Islami Studi Tentang Elemen Psikologi dari al-
Qur’an,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
7. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Sygma Examedia
Arkanleema, 2009.
8. Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta: pustaka
pelajar, 2010.
9. Fatah Yasin, Dimensi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Sukses Offset, 2008.
10. Hakim Muda Harahap, Rahasia Al-Quran; Menguak Alam, Manusia, Malaikat, Dan
Keruntuhan Alam,
Yogyakarta: Darul Hikmah, 2013.
11. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz xxx, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2006.
12. Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Setia Pustaka,2009.
13. https://eprints.umm.ac.id/44442/2/jiptummpp-gdl-muhamadfah-47369-2-babi.pdf
14. Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
15. Khozin Abu Faqih, Managemen Kematian, Bandung: Syamil, 2005.
16. M. Quraish Shihab, Membumikan AlQuran, Bandung: Mizan, 1994.
17. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,
Jakarta: Lentera Hati, 2006
18. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: MIZAN, 2001
19. M. Ridwan Nasir, prespektif Baru Metode Tafsir Dalam Memahami Al-Quran,
Surabaya: Imtiyas,2011.
20. M.Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, Bandung: Mizan.
21. Murtadha Mutahari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia Dan Agama, Bandung,
Mizzan, 1998.
22. Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan
dan Pemikiran Para Tokoh, Jakarta: Kalam Mulia, 2011.
23. Rois Mahfud, Al-Islam: Pendidikan Agama Islam, Erlangga, tt.
24. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Ciputat Press, 2002.
25. Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ar-Ruzz Media,2011..
26. Zuhairi, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
24