Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dilaksanakan dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan pada

hakikatnya merupakan usaha sadar untuk mengubah dan mengarahkan

sikap dan kemauan seseorang ke arah yang lebih positif, karena melalui

pendidikan seseorang akan memperoleh ilmu pengetahuan, baik itu ilmu

pengetahuan umum maupun agama.

Ahmad D. Marimba merumuskan ‘pendidikan adalah bimbingan

atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan

jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang

utama.1

Pendidikan tidak boleh hanya dipandang sebagai sarana pemberian

informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun lebih dari itu

sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keiginan, kebutuhan dan

kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang

memuaskan pendidikan bukan hanya menjadi sarana untuk

mempersiapkan keidupan yang akan datang, tetapi untuk kehidupan anak

sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju tingkat

kedewasaan.
1
Ahmad, D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : al Ma’arif, 1974),
hal. 20

1
2

Pendidikan merupakan jalan untuk mengembangkan dan

mengarahkan diri menjadi sosok manusia yang memiliki kepribadian yang

utama dan sempurna. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan

kepribadian baik jasmani maupun rohani ke arah yang lebih baik dalam

kehidupannya, sehingga semakin maju suatu masyarakat maka akan

semakin penting pula adanya pendidikan bagi perkembangan anak. Islam

memandang pendidikan sebagai dasar utama seseorang diutamakan dan

dimuliakan. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah swt. Q.S. al-

Mujadalah ayat 11:

‫سكاح ال للكهك لذكككممم ذوااذذا‬‫سككحفوا يذكف ذ‬ ‫س ذفافف ذ‬ ‫سكحفوا افككى الفذملجالك ا‬ ‫ي وياذيكذها الساذيفذن لاذمنكك مووا ااذذا قافيذل لذككفم تذكذف س‬
‫ت ذوال للكهك باذمكا‬
‫شكزفوا يذكفرفذكاع ال للكهك السكاذيفذن لاذمنك كفوا امفنكككممم ذوالسكاذيفذن اكفوتككوا الفاعفلكذم ذدذرلجك ت ت‬
‫شكزفوا ذفانف ك‬ ‫قافيذل انف ك‬
‫تذكفعذملكفوذن ذخافبيكرر‬
Ayat di atas menjelaskan tentang pentingnya pendidikan, yaitu agar
seseorang berilmu pengetahuan, sehingga derajatnya juga ditinggikan oleh
Allah swt.2

Untuk itu kita perlu lebih dalam lagi mengakaji isi Alquran baik

untuk keduniaan atau akhirat kesemuanya bersumber dari Alquran dan

hadits. Alquran meruapakan Mukzijat Nabi Muhammad yang sangat besar

yang merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada beliau untuk umat.
Alquran secara teks memang tidak berubah tetapi penafsiran atas
teks selalu berubah sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia.
Karena Alquran selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan
diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan berbagai alat, metode dan
pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan tafsir di
ajukan untuk membedah makna terdalam Alquran itu.
Alquran seolah menantang dirinya untuk dibedah. Tetapi semakin
dibedah rupanya semakin banyak saja yang tidak diketaui. Semakin di
telaah, nampaknya semakin kaya pula makna yang terkuak darinya.

2
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jawa Barat: CV Penerbit
Diponegoro, 2007) hal. 434
3

Barangsiapa yang mengaku tahu banyak tentang Alquran, justru semakin


tahulah kita bahwa dia tahu sedikit saja.
Bahkan para mufassir mengakui bahwa setiap metode dan tafsir,
setiap cara dan pendekatan, secanggih apapun ia gunakan, boleh jadi ia
selalu dalam posisi; “lain di teks dan lain pola di konteks”. Delima ini
logis adanya. Sebab substansi kita suci ini memang mempersyaratkan
adanya “kedekatan logis” antara otoritas normarif di satu sisi, dengan
realitas objektif masyarakat disisi yang lain.3
Pengetahuan tentang kondisi sosial pada masa ayat itu diturunkan,
merupak suatu metode kajian yang sangat membantu dalam menafsirkan
Alquran, apalagi dalam merealisasikannya dengan kondisi sosial ketika
ayat-ayat Alquran ditafsirkan. Pengetahuan tentang kondisi sosial yang
dimaksudkan, bukan hanya pada dimensinya yang tunggal tapi juga yang
jamak. Kejamakan dimensi akan membuka “ruang alternatif” dalam
pemecahan masalah-masalah kehidupan sosial.4

Dari barbagai metode dan kajian untuk mentafsirkan Alquran untuk

mengkaji lebih dalam lagi baik itu asal manusia, kepantasan manusia di

muka bumi. Dalam sebuah buku dikatakan manusia bisa berkualitas kalau

ia memiliki kebebasan untuk berbuat dan berkehendak. Tetapi kebebasan

disini bukanlah melepaskan diri dari kendali dari rohani dan akal sehat,

melainkan upaya kualitatif mengekspresikan totalitas kediriannya, sambil

berjuang keras untuk menenangkan diri sendiri atas dorongan naluriyah

yang negatif dan destruktif. Jadi, kebebasan yang dimaksud disini adalah

upaya sadar untuk mewujudkan kulitas dan nilai dirinya sebagai khalifah

Allah dimuka bumi secara bertanggung jawab.


Kulitas dan nilai manusia akan terkuak bila manusia memiliki
kemampuan untuk mengarahkan naluri kebebasannya itu berdasarkan
pertimbangan akliah yang dikaruniai Allah kepadanya, dan dibimbing oleh
cahaya iman yang menerangi nuraninya yang peling murni.5
Manusia di ciptakan Allah swt memiliki fitrah atau karakter dasar
sebagai makhluk yang cendrung berbuat baik, memiliki perasaan kasih
sayang serta bertingkah laku dengan baik seperti hal nya Nabi besar

3
Umar Shihab, Kontekstualitas Alquran: Kajian Tematik atas Ayat-Ayat Hukum dalam
Alquran, (Jakarta: Penamadani, 2005), cet III, h. 3
4
Ibid, h. 7
5
Ibid, h110
4

Muhammad saw di utus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak bagi


semua umatnya. 6

Adalah memiliki kandungan ayat-ayat suci Alquran sehingga

tersebut di perlukan sebuah terori untuk mampu memiliki Alquran secara

integral, suatu menafsirkan berbagai problem-problem kekinian. Alquran

sebagai kitab suci terbesar telah menyedot perhatian banyak orang.

Alquran merupakan teks yang di wahyukan Allah swt kepada Nabi

Muhammad saw sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.


Salah satu ayat yang mengetengahkan tentang pentingnya

pendidikan musyawarah adalah QS.Ali Imran ayat 159. Menurut Quraish

Shihab dalam kitabnya, ayat ini menerangkan tentang pentingnya sikap

lemah lembut dan tidak bersikap keras tehadap sesama.


Ajaran tentang musyawarah untuk menentukan keputusan bersama

dan bertanggung jawab atas keputusan yang sudah di buat dengan lapang

dada. Dari situlah penulis mengangkat rujukan untuk menggalisa sisi

pesan yang dapat di ambil dalam kehidupan rumah tangga, bermasyarakat,

maupun bernegara tidak lepas dari musyararah dalam mengambil

keputusan.
Dalam Alquran Allah berfirman Surah Ali Imran ayat 159:
‫ضككواف ام كحن‬ ‫ظ ٱحلذقحل ا‬
‫ب ذلٱنذف ي‬ ‫ت فذظظككا غذالي ك ذ‬
‫ت لذكه ك محم ذولذكحو ككن ك ذ‬ ‫فذباذمككا ذرححذمككة ٖ م كذن ٱللس كاه لان ك ذ‬
‫ف ذعحنكه حم ذوٱحستذغافحر لذكه حم ذوذشااوحركه حم افكي ٱلأذ حممرر فذكاإذذا ذعذزحم ذ‬ ‫ذححولاكك ذفٱحع ك‬
‫ت فذكتذكذوسككحل‬ ‫ح‬ ‫ح‬ ‫م‬
‫ب ٱحلكمتذكذومكاليذن‬ ‫ذعذلى ٱللسمره إاسن ٱللسهذ يكاح ي‬

Ayat tersebut dalam tafsir Al Misbah juga di terangkan,


Tafsiran Quraish Shihab dalam kitabnya menjelasakan ayat di atas,
“setelah dalam ayat yang lalu Allah membimbing dan menuntun kaum
muslimin secara umum, kini tuntunan diarahkan kepada Nabi Muhammad
6
Rosihan Anwar, Samudra Alquran, (Bandung: Pustaka setia 2001), cet 1 h 173
5

saw, sambil menyebutkan sikap lemah lembut Nabi kepada kaum


muslimin khususnya mereka telah melakukan kesalahan dan pelanggaran
dalam perang uhud, sebanarya, cukup banyak hal dalam perang uhud yang
dapat mengundang emosi manusia untuk marah. Namun demikian, cukup
banyak bukti yang menunjukkan kelemahlembutan Nabi saw. Beliau
bermusyawarah dengan mereka sebelum memutuskan perang, beliau
menerima usulan mayoritas mereka, walau beliau sendiri kurang berkenan,
beliau tidak memaki dan mempersalahkan para pemanah yang
meninggalkan markas mereka,tetapi hanya dengan menegurnya dengan
halus dan lain-lain. Jika demikian, maka disebabkan rahmat yang amat
besar dari Allah, sebagaimana di pahami dalam bentuk nakirah dari kata
rahmat, bukan oleh satu sebab yang lain sebagaimana di pahami huruf ma
yang digunakan disini untuk pentapan rahmat-Nya di sebabkan rahmat
Allah itu engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
engkau berlaku keras, buruk perangai, kasar kata lagi berhati kasar, tidak
peka terhadap keadaan orang lain, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu,di sebabkan oleh antipati terhadapmu. Karena perangaimu
tidak seperti itu, maka maafkan lah kesalahan-kesalahan mereka yang kali
ini mereka lakukan, mohonkanlah ampun kepada Allah bagi mereka, atas
dosa-dosa yang mereka lakukan dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu, yakni dalam urusan peperangan dan urusan dunia, bukan
dalam urusan syariat atau agama. Kemudian apabila engkau telah
melakukan hal-hal di atas dan telah membulatkan tekad, melaksanakan
hasil musyawarah kamu, maka laksanakan sembil bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah meyukai orang-orang yang bertawakal
kepada-Nya dan, dengan demikian, Dia akan membantu dan membimbing
mereka kearah apa yang mereka harapkan.7

Dari ayat di atas penulis menarik pemahaman, dengan terlihat

sepintas bahwa tatkala terjadinya perang Uhud yang mana para sahaba ada

yang melakukan kesalahan yang berakibat kekalahan kaum muslimin

tetapi Nabi Muhammad mengabil sikap lemah lembut tidak marah atas

kesalahan para sahabatnya yang melanggar peraturan dari Nabi saw dan

malahan Nabi memintakan ampun kepada Allah atas segala kesalaha yang

dilakukan oleh mereka. Dan Nabi Muhammad bermusyawarah atas

kejadian yang telah terjadi bagaimana cara mereka keluar dari kekalahan

yang mereka alami. Walau dalam musyawarah itu Nabi kurang berkenan
7
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah (Jakarta: Lentera Hati 2002,) vol 2, h 309-310
6

dengan pendapat meyoritas kebanyakan tapi beliau menerima, dan mereka

semua bertawakal kepada Allah atas apa yang mereka musyawarahkan.


Di saat Nabi baru Hijrah ke Madinah, disana beliu adalah segala-
galanya. Beliau adalah Rasul Allah dengan otoritas yang berlandaskan
kenabian sekaligus pemimpin masyarakat dan kepala negara. Dalam
kehidupan sehari-hari sukar dibedakan antara petunjuk-petunjuk mana
yang beliau sampaikan sebagai utusan Tuhan dan mana yang beliau
sampaikan sebagai pemimpin masyarakat atau negara.
Salah satu hal kira nyay ang patut dikaji dari periode tersebut
adalah bagaimana mekanisme pengambilan keputusan mengenai hal-hal
yang menyangkut kepentingan bersama pada waktu itu, oleh karena dari
mekanisme pengambilan keputusan akan dapat diketahui tentang berapa
jauh anggota-anggota masyarakat di libatkan dalam pengelolaan urusan
kenegaraan dan tentang siapa yang memiliki kata akhir.
Sesuai dengan petunjuk Alquran Nabi mengambangkan budaya
musyawarah di kalangan para sahabat. Beliau sendiri meski seorang Rasul,
amat gemar berkonsoltasi dengan para pengikutnya dalam soal-soal
kemasyarakatan. Tetapi dalam berkonsoltasi Nabi tidak mengikuti satu
pola saja. Kerap kali beliau bermusyawarah dengan hanya dengan
beberapa sahabat senior. Tidak jarang beliau hanya meminta pertimbangan
dari orang-orang yang ahli dalam hal yang dipersoalkan atau profesional.
Terkadang beliau melemparkan masalah-masalah kepada pertemuan yang
lebih besar, khususnya masalah-masalah yang mempunyai dampak yang
luas bagi masyarakat.
Lain dari pada itu Nabi tidak selalu mengikuti nasehat para
sahabat. Dalam hal beliau besikaf demikian, tidak selalu karena beliau
mendapat petunjuk dari Allah melalui wahyu. Dalam beberapa peristiwa
Nabi mengambil keputusan yang bertantanga dengan para sahabat, dan
kemudian turun wahyu yang membenarkan pendapat yang tidak diterima
oleh Nabi itu.8
Di dalam tafsir Alquran tashihan Universitas Islam Indonesia, di
dalam kitab tersebut menjelaskan, “ meskupun dalam keadaan genting,
seperti terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang di lakukan oleh sebagian
kaum muslimin pada peperangan Uhud sehingga menyebabkan kaum
muslimin menderita kekalahan, tetapi beliau tetap bersikap lemah lembut
dan tidak marah terhadap yang melanggar itu, bahkan memaafkannya dan
memohon untuk mereka ampunan dari Allah swt. Andaikata Nabi
Muhammad bersikap keras, berhati kasar tentulah mereka akan menjauh
dari beliau.
Disamping itu Nabi Muhammad saw selalu bermusyawarah
dengan mereka dalam segala hal, apalagi urusan peperangan. Oleh karena
itu, kaum muslimin patuh melaksanakan keputusan-keputusan
musyawarah itu karena keputusan itu merupakan keputusan mereka sendiri
bersama Nabi. Mereka tetap berjuang dan berjihad dijalan Allah dengan
8
Munawir Sjadzali, Ibid, h 16-17
7

tekad yang bulat tanpa menghiraukan bahaya dan kesulitan yang mereka
hadapi. Mereka bertawakal sepenuhnya kepada Allah, karena tidak ada
yang dapat membela kaum muslimin selain Allah.9

Dalam ayat selanjutnya juga sangat erat kaitannya dengan ayat

159, yang membahas tentang seseorang yang sudah bermusyawarah

hendaknya bertawakal kepada Allah swt menyerahkan segala sesuatunya

kapada Allah swt. yaitu Surah Ali Imran Ayat 160;

‫صك ككرككم مك كنن بذحع ادهاۦت‬ ‫ا‬ ‫ح ح‬


‫ب لذككك ك حم ذواإن يذخ كذلكك حم فذذمككن ذذا ٱلكس كذي ذين ك‬
‫م‬ ‫ا‬
‫صك كحركككم ٱللكس كهك فذذل غذككال ذ‬ ‫اإن ذين ك‬
.‫ذوذعذلى ٱللساه فذحلذيتذكذوسكال ٱحلكمحؤامكنوذن‬

Ayat sebelumnya diakhiri dengan perintah menyerahkan diri


kepada Allah swt, yakni penyerahan diri yang sebelumnya di dahului oleh
aneka upaya menusia. Kebulatan tekad yang mendahului perintah
bertawakal menuntut upaya maksimal manusia, menuntut penggunaan
segala sebab atau sarana pencapaian tujuan. Dengan demikian, ia adalah
kekuatan, sedang tawakal adalah kesadaran akann kelamahan diri di
hadapan Allah dan habisnya upaya disertai kesadaran bahwa Allah adalah
penyebab yang menntukan keberhasilan dan kegagalan manusia. Dengan
demikian, upaya dan tawakal adalah gabungan sebab dan penyebab. Allah
mensyaratkan melalui sunnatullah bahwa penyebab baru akan turun
tangan jika sebab telah dilaksanakan. Karena itu, perintah tawakal dalam
Alquran selalu di dahului perintah berupaya sekuat kemampuan.10
Apabila Allah swt hendak menolong kaum muslimin, maka tidak
ada satu pun yang dapat menghalanginya sebagaimana Allah menolong
kaum muslimin pada perang badar disebabkan mereka berserah diri
kepada Allah . demikian pula apabila Allah hendak menghina atau
menimpakan malapetaka kepada mereka maka tidak ada satupun yang
dapat menghalang-halanginya. Sebagaimana yang terjadi pada perang
Uhud akibat kurang patuh tidak disiplin terhadap komando Rasul. Oleh
karena itu, hendak lah setiap mukimin bertawakal sepenuhnya kepada
Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum muslimin selain Allah.
11

9
Tim tashih Departeman Agama, Alquran dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti
Wakaf, 1990) Jilid 2 , h 73
10
M Quraish Shihab, Ibid, h 318
11
Tim tashih Departeman Agama, Ibid, h 73-74
8

Dari dua ayat di atas penulis mengambil pemahaman bahwa dalam

setiap perkara keduniaan yang melibatkan orang banyak, baik itu dalam

rumah tangga, masyarakat, maupun bernegara jalan utama yang harus

dilakukan oleh seorang pemimpin atau kepala keluarga ialah

bermusyawarah dalam memecahkan setiap persoalan dan dalam

musyawarah haruslah bersifat yang baik seperti halnya Rasulullah, jangan

mengkesampingkan pendapat orang lain walaupun pendapatnya tidak

sepaham dengan apa yang kita pikirkan. setelah musyawarah sudah di

tetapkan jalan selanjutnya ialah berserah diri atau bertawakal kepada Allah

memohon pertolongan dari setiap masalah yang telah di hadapi.


Pada prinsipnya musyawarah adalah sisi sosial dari doktrin tauhid.
Ia adalah sarana untuk menciptakan harmonisasi dalam kehidupan sehari-
hari. Mengenai aturan bagaimana musyawarah itu dilaksanakan untuk
mencapai tujuan maksimal, di dalam ajaran Islam terdapat konsep dasar
dari ayat Alquran dan Hadits, makna musyawarah, etika, prinsip, hukum
melaksanakannya, serta lingkup bahasan, sehingga dapat diketahui
bagaimana menghadapi persoalan-persoalan yang timbul, dan akhirnya
dapat dirasakan manfaat yang diperoleh dari musyawarah itu.
Petunjuk kitab suci Alquran tentang musyawarah cukup singkat
dan hanya mengandung kaidah-kaidah umum saja, akan tetapi
jangkauannya sangat luas. Menurut Taufiq al-Syawi bahwa kaidah
musyawarah dalam Islam, pertama merupakan kaidah kemanusiaan, kedua
kaidah sosial dan moral, yang ketiga kaidah konstitusional bagi sistem
pemerintahan.
Dalam kitab suci Alquran, hanya tiga ayat yang akar katanya
menujukkan musyawarah. Yaitu pada surah Al baqarah ayat 233, Ali Imran
159, dan Al Syura ayat 38 masing-masing ayat tersebut berkaitan dengan
keluarga, masyarakat, dan negara.12
Menurut Abd al Rahman Abd Khaliq yang di kutip oleh Artani
Hasbi dalam bukunya mengatakan bahwa musyawarah eksplorasi
pendapat orang-orang berpengalaman untuk mencapai sesuatu yang paling
dekat dengan kebenaran. Abd al Hamid juga mengatakan bahwa
musyawarah merupakan eksplorasi pendapat umat atau orang –orang yang
mewaliki mereka, tentang persoalan-persoalan yang umum yang berkaitan
dengan kemaslahatan umum. Ibnu al Arabi juga mengatakan bahwa
12
Artani Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi, Analisa konseptual aplikasi dalam lintas
sejarah pemikiran politik Islam, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 2001), cet 1 h 1-2
9

musyawarah suatu pertemuan guna membahas permasalahan dan masing-


masing mereka mengemukakan pendapat yang dimilikinya. Mahmud
Muhammad Babali juga mengatakan bahwa musyawarah tukar-menukar
pendapat guna memperoleh yang paling mendekati kebanaran, dalam
bentuk lain merupakan bentuk dari tolong-menolong, saling menasehati,
kemauan yang kuat, dan tawakal kepada Allah swt.13

Berdasarkan kenyataan ini, penulis sangat tertarik untuk meneliti

dan mengangkat judul sebagai tugas akhir perkuliahan ialah “Nilai

Pendidikan Musyawarah dalam Surah Ali Imran ayat 159-160 tafsri Al

Misbah Karya Quraish Shihab”.


B. Penegasan Judul
Untuk menjelaskan maksud judul sekripsi ini, berikut di jelaskan

secara operasional
1. Nilai adalah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

sifat-sifat (hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan atau

sesuatu yang menyempurnakan manusia.14 Sehingga nilai merupakan

kualitas suatu hal yang menjadikan hal yang disukai, diinginkan,

dikejar, diohargai,berguna, dan suatu yang terpenting atau berharga

bagi manusia sekaligus inti dari kehidupan.


2. Musyawarah ialah merupakan nasehat, kunsultasi, perundingan,

pemikiran, atau konsideran permufakatan, dan merupakan mejlis yang

di bentuk untuk mendengarkan saran dan ide, bagaimana mestinya dan

terorganisir dalam urusan negara.15


3. Alquran, menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya tafsir Al Misbah,

“bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang

sungguh tepat, karena tidak ada satu bacaan pun sejak manusia

13
Ibid, h 20-21
14
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat, (Jakarta. PT Pustaka Utara, 2008) h, 963
15
Lok.cit h 20
10

mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu dapat menandingi

Alquran Al Karim.16
Maksud Alquran disini ialah Surah Ali Imran ayat 159-160

yang berbicara tentang musyawarah, dari ayat tersebut dapat di ambil

sebagai pedoman dalam penyelesaian berbagai masalah baik dalam

rumah tangga, masyarakat dan negara.


Dengan demikian, yang di kehendaki penulis dalam

pembahasan tentang Nilai Pendidikan Musyawarah dalam Surah Ali

Imran ayat 159-160 tafsir Al Misbah Karya Quraish Shihab yakni

tentang bagaimana etika dan manfaat dalam bermusyawarah.


C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan penegasan judul di atas,

maka dari sudut Rumusan masalah sebagai berikut:


1. Bagaimana Nilai pendidikan musyawarah Surah Ali Imran ayat 159-

160 dalam tafsir Al Misbah Karya M. Quraish Shihab.


2. Faktor apa saja yang menjadi nilai pendidikan musyawarah surah Ali

Imran ayat 159-160 dalam tafsir Al Misbah Karya M. Quraish Shihab.


D. Alasan Memilih Judul
Berdasarkan judul penelitian ini maka alasan penulis untuk

melakukan penelitian adalah:


1. Ingin melihat secara dekat dari kacamata Quraish Shihab bagaimana

Musyawarah dalam tafsir Al Misbah


2. Ingin mengambil pelajaran dari pendapat Quraish Shihab bagaimana

Musyawarah dalam tafsir Al Misbah

E. Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

16
Quraish Shihab, Wawasan Alquran, (Bandung: Mizan, 1988), cet VII, h. 3
11

1. Untuk mengetahui bagaimana Nilai Pendidikan Musyawarah

surah Ali Imran ayat 159-160 dalam tafsir Al Misbah karya M.

Quraish Shihab.
2. Untuk mengetahui Faktor apa saja yang menjadi nilai

pendidikan musyawarah surah Ali Imran ayat 159-160 dalam

tafsir Al Misbah Karya M. Quraish Shihab.


F. Signifikansi Penelitian
Hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan

bermanfaat sebagai:
1. Bahan informasi kepada pendidik, khususnya guru mengenai Nilai

pendidikan musyawarah dalam surah Ali Imran ayat 159-160, sehingga

benar-benar mengetahui sejauh mana bermusyawarah yang baik yang

ditawarkan alquran kepada manusia sebagai makhluk ciptaan Allah swt.


2. Bahan masukan bagi setiap muslim khususnya anak-anak remaja,

generasi muda dan orang tua pada umumnya agar dapat mengisi

kehidupan mereka dengan menjadi Insan yang baik, baik itu bagi

dirinya sendiri, keluarganya, masyarakat, maupun Negara.


3. Bahan kajian dan bandingan bagi peneliti lain yang ingin menggali dan

mengambil inti sari dari skripsi yang penulis buat.

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan (Library research), library research merupakan teknik

pengumpulan bahan-bahan dengan cara mempelajari buku-buku,

majalah, artikel-artikel atau pendapat para pakar yang berkaitan

dengan permasalahan yang akan dibahas. Langkah-langkah yang

ditempuh dalam penelitian ini adalah:


a. Menentukan masalah yang akan dibahas
12

b. Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan masalah yang

akan dibahas.
2. Data dan Sumber Data
a. Data
Data yang dibuat dalam penelitian ini adalah Nilai Pendidikan

Musyawarah yang ada dalam Alquran yaitu khusus pada surat Ali

Imran ayat 159-160 karya M. Quraish Shihab, yakni etika dan

manfaat dalam bermusyawarah


b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer

(pokok) dan sumber data sekunder (pendukung).


Sumber data primer meliputi:
1) M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,

2002).
Sumber data sekunder (pendukung):
1) Artani Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi, Analisa konseptual

aplikasi dalam lintas sejarah pemikiran politik Islam, (Jakarta:

Gaya Media Pertama, 2001).


2) Tim tashih Departeman Agama, Alquran dan Tafsirnya,

(Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1990).


3) Munawir Sjadzali, Islam dan tata negara, ajaran, sejarah, dan

pemikiran, (Jakarta: Universitas Indonesia 1993).

3. Tekni Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan data yang diperlukan teknik-teknik

sebagai berikut:
a. Observasi kepustakaan, yaitu penulis mengamati bahan-bahan

pustaka (kitab dan buku) yang ada di perpustakaan-perpustakaan,

terutama di perpustakaan STAI Darussalam Martapura.


13

b. Studi kepustakaan, yaitu mempelajari kitab/buku yang telah

dikumpulkan satu persatu, memberi tanda dan mengutip data yang

relevan, untuk ditulis dalam naskah skripsi.


4. Pengolahan dan Analsis Data
a. Pengolahan data
Data yang terkumpul, dibuat melalui tahapan-tahapan

sebagai berikut:
1) Editing data, yaitu memeriksa dan mempelajari data agar sesuai

dengan tujuan pendidikan.


2) Interpretasi, yaitu menafsirkan dan memberi penjelasan pada data

agar mudah dipahami.


b. Analsis data
Analisis dalam penelitian ini menggunakan formulasi dan

metode penafsiran maudhui, dengan metode deduktif, dan induktif

dengan sistematika langkah sebagai berikut:


1) Mengumpulkan beberapa kitab tafsir alquran atau reverensi

lainnya yang sesuai dengan pembahasan.


2) Mengaitkan tafsir Alquran sural Ali Imran ayat 159-160 dengan

refensi penunjang.
3) Berusaha menyempurnakan pembahasan tema tersebut dengan

dibagi beberapa bagian yang berhubungan antara bagian yang

berhubungan antara bagian yang satu dengan yang lain.


5. Prosedur Penelitian
Proses yang ditempuh dalam penelitian ini melalui tahapan-

tahapan sebagai berikut:


a. Pendahuluan, dalam tahap ini dilakukan pencarian masalah melalui

buku-buku atau kitab-kitab, lalu mengajukan proposal skripsi ke

STAI Darussalam. Setelah proposal disetujui dilanjutkan dengan

seminar.
14

b. Persiapan, dalam tahhap ini dilakukan pengumpulan buku-buku dan

kitab-kita dari perpustakaan, pembelian di toko buku atau kitab dan

peminjaman kepada kenalan.


c. Pelaksanaan, dalam tahap ini dilakukann penulisan naskah dengan

mengutip dari kitab/buku yang berkaitan dengan topik yang akan

dibahas. Naskah yang dirasa rampung kemudian dikonsultasikan

dengan pembimbing.
Akhir, yaitu minta pesetujuan pembimbing dan setelah disetujui,

naskah diperbanyak untuk dimunakasahkan.


H. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi kedalam empat bab, dengan sistematika

sebabai berikut:
Bab I. Pendahuluan meliputi latar belakang masalah dengan

penegasan judul, rumusan masalah, alasan memilih judul, tujuan

penulisaan, signifikansi penelitian, metode penelitian, dan sistematika

penulisan. Bab pendahuluan ini dimaksudkan sebagai kerangka awal untuk

menggambarkan pentingnya penelitian dan sasaran yang ingin dicapai.


Bab II. Landasan Teori Musyawarah, meliputi pengertian

Musyawarah, prinsip-prinsip musyawarah, etika dan manfaat dalam

musyawarah.
Bab III. Musyawarah dalam surat Ali Imran ayat 159-160 dalam

tafsir Al Misbah karya M. Quraish Shihab, meliputi ayat Alquran surah Ali

Imran ayat 159-160, asbabun nuzul dari surah Ali Imran ayat 159-160,

identitas makna-makna mufradat dan tafsir mufradat, kandungan ayat

Alquran surat Ali Imran ayat 159-160, munasabah surah Ali Imran dan

munasabah ayat 159-160, dan analisa penulis


Bab IV. Penutup, meliputi; simpulan dan saran.
15

Anda mungkin juga menyukai