Anda di halaman 1dari 131

TEORI PENDIDIKAN DALAM ALQURAN

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan
manusia.

Pendidikan

sebagai

salah

satu

kebutuhan, fungsi social, sebagai bimbingan,


sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan
membukakan serta membentuk disiplin hidup.

Pernyataan
bahwa

ini

setidaknya

bagaimanapun

komunitas

manusia,

mengisyaratkan

sederhananya

suatu

memerlukan

adanya

pendidikan. Maka dalam pengertian umum,


kehidupan

dari

komunitas

tersebut

akan

ditentukan aktivitas pendidikan di dalamnya.


Sebab

pendidikan

secara

alami

sudah

merupakan kebutuhan hidup manusia.


Di

lingkungan

masyarakat

primitif,

misalnya pendidikan dilakukan oleh dan atas


tanggung jawab kedua orang tua terhadap
anak-anak

mereka.

Masyarakat

menghuni

wilayah

hutan,

suku

sesuai

yang

dengan

lingkungan hidupnya akan berupaya mendidik


putra-putri

mereka.

Paling

tidak

secara

sederhana, sang bapak akan membimbing dan


melatih putranya mengenal kehidupan hutan
seperti: mengenal buah-buahan yang layak
dimakan, membuat alat penangkap binatang
dan

sebagainya.

Tujuan

utamanya

adalah

membimbing dan melatih mereka, agar dapat

hidup

mandiri.

Dengan

demikian

generasi

mereka akan berlanjut.


Islam sebagai agama yang mempunyai
kitab al-Quran dan sekaligus sebagai system
peradaban

mengisyaratkan

pentingnya

pendidikan, sebagaimana dalam beberapa ayat


al-Quran diterangkan pentingnya pendidikan
dengan jelas maupun tersirat, begitu juga
dalam hadits.
B. Pengertian Teori Pendidikan
1. Teori
Teori adalah suatu system yang bulat dari
perinsip-perinsip,
hipotesis

dan

definisi-definisi,
observasi

yang

hipotesistersusun

sedemikian rupa sehingga secara sederhana


dapat

menjelaskan

saling

berhubungannya

dengan berbagai variable.1


Jadi teori pada hakikatnya, merupakan
suatu konsepsi berfikir tentang suatu bidang
kehidupan yang tersusun berdasarkan realita
Arifin, 2003, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoretis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta, PT.
Bumi Aksara, hlm, 18
1

yang ada yang saling berkaitan dan menjadi


motivasi

sehingga

pemikiran

yang

menjadi

dapat

suatu

teruji

bentuk

kebenarannya

dalam praktik. Dan statemen dari teori yang


dipandang baik bila tersusun singkat, padat,
dan konprehensif. Yang hal ini sesuai dengan
prinsip qalla wa dalla yaitu sedikit tapi jelas.
2. Pendidikan
Berkenan dengan perkembangan zaman,
maka tuntutan untuk mencapai suatu tujuan
diperlukan

pendidikan.

pendidikan

merupakan

kehidupan.

Manusia

makhluk

sempurna

Sebagai
dasar

manusia,

pokok

diciptakan

yang

paling

dalam
sebagai

baik

dari

makhluk-makhluk lainnya. Dalam diri manusia


tediri atas unsur jasmaniah dan rohaniah. Dan
pada kedua unsur inilah, Allah memberikan
seperangkat kemampuan dasar yang memiliki
kecenderungan berkembang.
Untuk

memperjelas

arti

pendidikan,

berikut ini dikemukakan definisi pendidikan


sebagai berikut.

Pendidikan

adalah

suatu

proses,

baik

berupa pemindahan maupun penyempurnaan.2


Dalam mengkaji atau memahami pendidikan itu
sendiri kita harus memahami bahwa sejak
manusia hadir di dunia, sebenarnya sudah ada
pendidikan, tetapi dalam perwujudan yang
berbeda sersuai dengan situasi dan kondisi
pada saat itu. Selanjutnya dengan terjadinya
perkembangan
timbullah

ilmu

dan

tegnologi,

bermacam-macam

maka

pandangan

pendidikan itu sendiri.


Menurut John Dewey memformulasikan
pengertian pendidikan sebagai berikut.
Pendidikan

adalah

suatu

proses

pengalaman yang terus menerus, termasuk


perbaikan

dan

penyusunan

kembali

pengalaman. Dan di samping itu, John Dewey


dalam konsepsinya tentang pendidikan lebih
menekankan

pada

segi

perbuatan

dan

pengalaman.3
A. Muri Yusuf, 1986, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta,
Balai Aksara, hlm.21
3
A. Muri Yusuf, Ibid, hlm
2

Dalam definisi ini terlihat jelas bahwa


pendidikan

harus

mampu

mengarahkan

kemampuan dari dalam diri manusia menjadi


suatu
dengan

kegiatan
Tuhan,

hidup
baik

yang

berhubungan

kegiatan

itu

bersifat

pribadi maupun sosial. Jadi arti pokok yang


terkandung di dalam definisi tersebut adalah
bahwa proses kependidikan itu mengandung
suatu pengarahan yang akan mengarahkan
pada tujuan tertentu.
Dalam kata lain, pendidikan bukan hanya
pendidikan secara umum akan tetapi ada istilah
pendidikan Islam. Yang mana menurut Prof.
Omar Muhammad Al- Touny

al- Syaebani,

diartikan sebagai usaha mengubah tingkah


laku individu dalam kehidupan pribadinya atau
kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan
alam sekitarnya melalui proses pendidikan.4
Dalam

pendidikan

Islam

ini

prosesnya

senantiasa berada dalam nilai-nilai Islami. Tapi


dalam hal ini, baik pendidikan secara umum
Muzayyin Arifin, 2003, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung,
Bumi Aksara, hlm. 15
4

maupun pendidikan Islam itu sendiri pada inti


sama, yaitu mempunyai suatu tujuan yang
hendak dicapai.
Tujuan di sini mempunyai arti sebagaimana
yang diutarakan Zakia Daradjat, adalah sesuatu
yang diharapkan tercapai setelah suatu uasaha
atau

kegiatan

H.M.

Arifin,

selesai.
tujuan

Sedangkan

itu

bisa

menurut

menunjukkan

kepada masa depan yang terletak suatu jarak


tertentu

yang

tidak

dapat

dicapai

kecuali

dengan usaha melalui proses tertentu.5


Jadi,

jika

kita

simpulkan

bahwa

teori

pendidikan di sini mempunyai arti sebuah


proses yang berjalan seiring dengan realita
atau fakta yang ada.
C. Kajian Dalil Teori Fitrah
Umat

Islam

sebagai

umat

yang

dianugerahkan Tuhan suatu kitab suci

al-

Quran yang lengkap dengan petunjuk yang


meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat
universal,

sudah

tentu

dasar

pendidikan

Ramayulis, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam


Nulia, hlm. 133
5

mereka

bersumber dari al-Quran dan hadits.

Karena pada hakikatnya al-Quran merupakan


pembendaharaan yang besar untuk kebudayaan
manusia, terutama bidang kerohanian. Ia pada
umumnya

merupakan

kitab

pendidikan

kemasyarakatan, moril (akhlak) dan spiritual


(kerohanian).
Dalam al-Quran itu sendiri telah memberi
isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat
penting. Jika al-Quran dikaji lebih mendalam
maka kita akan menemukan beberapa perinsip
dasar pendidikan, yang selanjutnya biasa kita
jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam
rangka membangun pendidikan yang bermutu.
Ada indikasi yang terdapat dalam al-Quran
yang berkaitan dengan pendidikan antara lain
tentang fitrah manusia.
Di

tinjau

kemampuan

dari
dasar

sudut
atau

pandang

Islam

pembawaan

yang

disebut dengan fitrah, yang berasal dari fatoro


dalam

arti

etimologinya

kejadian.6
6

H.M. Arifin, Op, cit, hlm. 42

mengandung

arti

Kata

fitrah

beberapa

ayat

sering

kita

al-Quran,

jumpai

dalam

seperti

yang

disebutkan dalam surah ar- Ruum ayat 30


sebagai berikut.



Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama
dengan

selurus-lurusnya

(sesuai

dengan

kecenderungan asliya); Itulah fitrah Allah, yang


menciptakan manusia atas fitrah. Itulah agama
yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak
mengetahuinya. (QS. Ar- Ruum: 30)
Jika diinterprestasikan lebih lanjut dari
istilah fitrah sebagaimana dalam ayat di atas
dapat diambil pengertian secara terminologis
sebagai berikut.
Bahwa kata fitrah yang disebut dalam ayat
di atas mengandung implikasi kependidikan
yang berkonotasi pada paham nativisme. Fitrah
yang bercorak nativistik ini berkaitan dengaan

faktor hereditas (keturunan) yang bersumber


dari orang tua, termasuk keturunan beragama. 7
Dan paham ini merupakan kesatuan dasar
potensi manusia secara mutlak tidk dapat
berubah

meski

proses

pendidikan

sebagai

upaya untuk mempengaruhi jiwa anak didik


tidak berdaya mengubahnya. Faktor keturunan
beragama ini didasarkan atas beberapa dalil
ayat al-Quran antara lain sebagai berikut.


Berkatalah Nabi Nuh; Hai Tuhanku, janganlah
Engkau memberikan tempat kepada mereka,
maka mereka akan menyesatkan hamba-Mu
dan

mereka

tidak

akan

melahirkan

anak,

melainkan anak yang kafir pula terhadap-Mu.


(QS. Nuh; 26-27)
Kata dayyara termbil dari kata diyar atau
rumah. Al-dayyar adalah siapa yang menampati
7

Ibid, hlm. 43

rumah. Ada juga yang memahaminya terambil


dari kata al-dauran yang berarti bergerak
berkeliling.

Apapun

alasannya

yang

jelas

maksud kata tersebut disini adalah seorang


pun.
Nabi

Nuh

menegaskan

as.

dalam

bahwa

doanya

anak-anak

di

atas,

orang-orang

kafir itu akan menjadi kafir dan durhaka pula.


Sementara ulama menyatakan bahwa hal itu
diketahui Nabi Nuh as. Melalui informasi Allah.
Jadi faktor keturunan agama dalam paham
nativisme

secara

garis

besar

cenderung

berpindah secara turun-temurun.


Dengan

kata

lain

fitrah

tidak

hanya

diinterprestasikan pada paham nativisme saja


akan tetapi juga dapat diinterprestasikan pada
beberapa

paham,

behaviourisme,

diantaranya

empirisme,

dan

paham
paham

konvergensi dalam pendidikan Islam.


Menurut

paham

behaviourisme,

belajar

adalah perubahan tingkah laku.8 Peserta didik


Suciati Prasetya Irawan, 2001, Teori Belajar dan Motivasi,
Jakarta, PAU-PPAI, Universitas Terbuka, hlm. 29
8

dianggap belajar sesuatu apabila dia telah


mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
Telah dibuktikan oleh para ahli psikologi
dan pendidikan yang berpaham behaviourisme
bahwa perkembangan manusia tidaklah secara
mutlak ditentukan oleh pengaruh lingkungan
eksternl,
budak

sehingga

seolah-olah

lingkungan.

Mereka

ia

menjadi

membuktikan

bahwa meskipun seseorang yang hidup dalam


lingkungan yang sama dengan orang lain,
masing-masing akan memberikan respon yang
sama terhadap stimulus (rangsangan) yang ada
tetapi dengan cara yang berbeda. 9 Perbedaaan
cara pandang seseorang dalam memberikan
respon terhadap stimulus, membuktikan bahwa
seseorang tidaklah secara mutlak tunduk pada
pengaruh lingkungan sekitarnya. Oleh karena
itu,

jiwa

seseorang

tidak

netral

dalam

menghadapi pengaruh lingkungan sekitarnya,


tapi responsif dan aktiv.
Lain halnya dengan paham empirisme,
dalam paham ini lebih cenderung pasif pada
9

H.M. Arifin, Op, Cit, hlm. 46

pengaruh

dari

lingkungan

eksternal

dan

mengabaikan potensial manusia yang dapat


ditumbuhkembangkan melalui pendidikan.
Paham
dalam

empirisme

pendidikan,

berpendapat
eksternal

bahwa

termasuk

satu-satunya

ini

mempunyai

yaitu

paham

arti
yang

pengaruh

lingkungan

pendidikan

merupakan

pembentuk

dan

penentu

perkembangan hidup manusia.10 Jadi dalam


paham

ini

tidak

hanya

mengandung

kemampuan dasar pasif yang beraspek hanya


pada

kecerdasan

dengan

semata

pengembangan

dalam

ilmu

kaitannya

pengetahuan,

melainkan mengandung pula tabiat atau watak


dan kecenderungan untuk mengacu kepada
pengaruh lingkungan eksternal itu, sekalipun
tidak aktif.
Selanjutnya

paham

konvergensi

dalam

pendidikan Islam. Menurut paham ini, belajar


melalui usaha pendidikan untuk mempenaruhi
jiwa manusia yang bisa berperan positif untuk
mengarahkan perkembangan seseorang kepada
10

Ibid, hlm. 46

jalan kebenaran dan yang mempengaruhinya


merupakan faktor lingkungan yang sengaja
yaitu

pendidikan

dan

latihan

berproses

interaktif dengan kemampuan fitrah manusia.


Dalam paham ini bisa kita lihat bersama pada
salah satu ayat di bawah ini.

Dan Aku tunjukkan dia dua macam jalan
(jalan yang benar dan yang sesat). (QS. alBalad: 10)
Ayat di atas dapat menginterprestasikan
bahwa

dalam

fitrah,

manusia

telah

diberi

kemampuan untuk memilih jalan yang benar


dari yang salah. Kemampuan memilih tersebut,
mendapatkan
pendidikan

pengarahan
yang

mempengaruhinya

berfikir secara sehat.11

D. Komponen Psikologis Fitrah


11

Ibid, hlm. 47

dalam

proses
untuk

Seperti yang kita tahu, bahwa fitrah di sini


adalah suatu kemampuan dasar perkembangan
manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Yang mana di dalamnya terkandung berbagai
komponen psikologis yang satu sama yang lain
saling berkaitan dan saling menyempurnakan
bagi hidup manusia.
Komponen-komponen tersebut adalah.
a. Kemampuan dasar untuk beragama Islam.
b. Mawahib (bakat) dan qabiliyat (tedensi atau
kecenderungan)

yang

mengacu

kepada

keimanan kepada Allah. Dengan demikian,


fitrah mengandung komponen psikologis yang
berupa keimanan. Karena iman bagi seorang
mukmin merupakan daya penggerak utama
dalam dirinya yang memberi semangat untuk
selalu mencari kebenaran hakiki dari Allah.
c. Naluri dan kewahyuan (revilasi) bagaikan
dua sisi dari mata uang logam, keduanya
saling terpadu dalam perkembangan manusia.
Bila kita kaji akan tampak bahwa pengertian
fitrah

hanya

berkomponen

pada

dua

kemampuan,

yaitu

mengembangkan

potensi

sifat-sifat

yang

Tuhan

dan

kemampuan menerima wahyu Tuhan yang


telah diturunkan kepada nabi atau rasul-Nya.
Kemampuan menerima sifat-sifat Tuhan dan
mengembangkan

sifat-sifat

merupakan

dasar

potensi

tersebut

manusia

yang

dibawa sejak lahir.


d. kemampuan dasar untuk beragama secara
umum, tidak hanya terbatas pada agama
Islam.
e. Dalam

fitrah, tidak

terdapat komponen

psikologis apapun, karena fitrah diartikan


sebagai kondisi jiwa yang suci, bersih yang
reseptif terbuka kepada pengaruh eksternal,
termasuk

pendidikan.

Kemampuan

untuk

mengadakan reaksi atau pengaruh responsi


(jawaban) terhadap pengaruh dari luar tidak
terdapat di dalam fitrah.
Untuk lebih jelasnya berikut ini aspekaspek fitrah yang merupakan komponen dasar
yang bersifat dinamis, responsive terhadap

pengaruh

lingkungan

pengaruh

pendidikan.

sekitar,

termasuk

Komponen-komponen

dasar tersebut meliputi:


a. Bakat
b. Insting atau gharizah adalah kemampuan
berbuat atau bertingkah laku tanpa melalui
proses belajar yang merupakan pembawaan
sejak lahir.
c. Nafsu dan dorongan-dorongannya (drives)
d. Karakter atau tabiat manusia merupakan
kemampuan psikologis yang terbawa sejak
lahir.
e.

Hereditas

atau

keturunan

merupakan

kemampuan dasar yang mengandung ciriciri psikologis dan fisiologis.


f. Intuisi adalah kemampuan psikologis manusia
untuk menerima ilham Tuhan.12
Dengan

demikian

dalam

salah

satu

komponen fitrah yang mengacu pada keimanan


kepada Allah, bisa kita kiaskan sebagaimana
semangat Nabi Ibrahim yang dikisahkan dalam
al-Quran Surah ar-Ruum: 74-76, yang mana
12

Ibid, hlm. 51

tidak

terpengaruh

sama

sekali

oleh

kepercayaan ayahnya. Bahkan sebaliknya, ia


dengan daya pikirnya yang mengandung penuh
iman

kepada

Allah,

tergerak

pikirannya

mencari dan menganalisis tentang gejala ilmiah


yang berakhir pada kesimpulan bahwa Allah
yang benar bukanlah benda-benda seperti yang
ia saksikan di langit.
E. Analisa
Pada dasarnya telah kita ketahui bersama
dari apa yang dipaparkan di atas tentang
pentingnya pendidikan dalam hidup manusia
yang berperan sebagai pengantar pada suatu
tujuan

penyempurnaan.

Karena

pada

hakikatnya manusia dilahirkan dalam keadaan


putih begitu juga pada potensi dasarnya masih
murni dan masih memerlukan pengembangan
yang lebih lanjut untuk lebih berkembang.
Jika kita mempercayai pendapat john lock
(1623-1704) yang merupakan filosof Inggris
cukup terkenal dengan teori tabula rasa, yang
menyatakan

bahwa

jiwa

manusia

itu

saat

dilahirkan laksana kertas bersih kemudian diisi


dengan perjalanan-perjalanan yang diperoleh
dalam
paling

hidupnya,

dan

menentukan

pengalamanlah

yang

seseorang.13

keadaan

Intinya dalam hal ini pendidikanlah yang sangat


berpengaruh pada seseorang. Jadi pendidikan
merupakan suatu proses berkelanjutan yang
mengandung unsur-unsur pengajaran, latihan,
dan pimpinan kepada pemindahan berbagai
ilmu, nilai agama dan budaya serta kemahiran
yang berguna untuk diaplikasikan oleh individu
kepada

individu

yang

memerlukan

suatu

pendidikan.
Ketika kami melihat dan menelaah dari apa
yang di uraian pembahasan tentang teori fitrah
sampai akhir, dalam hal ini terkait dengan
pendidikan

Islam

cenderung

dan

(al-Quran)
terfokus

kami
pada

konvergensi, karena mengingat


sesungguhnya

dalam

pendidikan

lebih
paham

arti yang
yang

Ahmad Tafsir, 2006, Filsafat Pendidikan Islam; Integrasi


Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia,
Bandung, Rosdakarya, hlm. 13
13

di

dalamnya

membutuhkan

proses

pendidikan

yang memerlukan pengajaran dan latihan yang


nantinya akan mengarahkan pada kebenaran.
Karena seseorang

yang mampu menjatuhkan

pilihan yang benar secara tepat hanyalah orang


yang berpendidikan sehat. Dengan demikian
berpikir

benar

dan

sehat

merupakan

kemampuan fitrah yang dapat dikembangkan


melalui pendidikan dan latihan.
F. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas tentang teori
pendidikan dalam al-Quran (teori fitrah) dapat
disimpulkan bahwa.
1. Fitrah adalah faktor kemampuan dasar
perkembangan manusia yang dibawa sejak
lahir dan berpusat pada potensi dasar untuk
berkembang

yang

dianugerahkan

Allah

kepadanya.
2. Dalam fitrah yang diimplementasikan pada
pendidikan
diantaranya,

terdapat

beberapa

nativisme,

empirisme, dan konvergensi.

paham

behaviourisme,

3. Bahwa dalam ilmu pendidikan Islam dapat


berorientasi kepada salah satu paham atau
campuran paham di atas. Namun apapun
paham yang dijadikan dasar pandangan,
ilmu pendidikan Islam tetap berpijak pada
kekuatan hidayah Allah yang menentukan
hasil akhir.

PENDIDIKAN PROFETIS MENURUT


AL-QURAN
A. Pendahuluan
Jika

berbicara

mengenai

pendidikan

islam, maka kita harus mengetahui pengertian


pendidikan islam terlebih dahulu. Kita ketahui
bersama

bahwa

para

ilmuwan

telah

mendefinisikan pendidikan islam dalam arti


luas dengan beberapa versi.

Prof. DR. Umar Muhammad al- Syaibany


misalnya,

memberi

pemahaman

terhadap

pendidikan islam yaitu sebagai sebuah proses


mengubah
kehidupan

tingkah
pribadi,

laku

individu

masyarakat

pada

dan

alam

sekitar dengan cara pengajaran sebagai suatu


aktifitas

asasi serta

sebagai profesi-profesi

asasi dalam masyarakat.14


Sedangkan
mengatakan

Abdurrahman

bahwa

al-Bani

pendidikan

islam

merupakan sebuah aktifitas sistematis dan juga


proses penanaman nilai-nilai yang religi pada
diri manusia.15
B. Pembahasan
Tentunya,

dalam

pembahasan

tentang

pendidikan versi Nabi Muhammad SAW, kita


mengkorelasikannya

dengan

ayat-ayat

Al-

Quran. Di dalam Al-Quran banyak sekali ayatayat yang berkaitan dengan pendidikan versi
Nabi, yaitu diantaranya mengenai amar makruf
Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan
Islam.(Bandung: Trigenda Karya)
15
Ibid: 136.
14

nahi mungkar dan juga tentang musyawarah,


yang itu semua diajarkan oleh Nabi SAW.
Kepada sahabat dan kepada umatnya.
Dalam surat al- Imron ayat 104 Allah SWT
berfirman:



Artinya: Hendaklah ada diantara kamu
satu

golongan

yang

mengajak

kepada

kebaikan, menyuruh kepada yang maruf dan


melarang perbuatan mungkar. Dan mereka itu
ialah orang-orang yang beruntung. (Q.S.AlImron : ayat 104)
Didalam

ayat

ini

terdapat

dua

kata

penting yaitu menyuruh perbuatan maruf dan


mencegah perbuatan mungkar. Berbuat maruf
diambil dari kata uruf yang dikenal atau yang
dapat dimengerti dan dapat dipahami serta
diterima

oleh

masyarakat.

Perbuatan

yang

maruf apabila dikerjakan, dapat diterima dan


dipahami oleh manusia serta dipuji karena
begitulah yang patut dikerjakan oleh manusia

yang berakal. Sedangkan yang mungkar artinya


ialah

yang

dibenci,

yang

ditolak

oleh

masyarakat, karena tidak sepantasnya hal yang


demikian

dikerjakan

oleh

manusia

yang

berakal.
Agama datang dan menuntun manusia
memperkenalkan mana yang maruf dan mana
yang mungkar. Oleh sebab itu, maka yang
namanya maruf dan mungkar tidak terpisah
dari pendapat ini. Kalau ada perbuatan maruf
masyarakat

umumnya

menyetujuinya

serta

membenarkan dan memujinya. Tetapi kalau ada


perbuatan
umumnya

mungkar,
menolak,

menyukainya.
tinggi

Sebab

kecerdasan

seluruh

masyarakat

membenci
itulah,
agama,

dan

maka

tidak

semakin

orang

akan

bertambah kenal dengan terhadap yang maruf,


dan juga orang akan bertambah benci terhadap
yang mungkar. Karena itu, wajiblah ada dalam
jamaah muslimin yaitu segolongan umat yang
bekerja

keras

menggerakan

perkara

yang

maruf

dan

orang

kepada

menjauhi

yang

mungkar, agar manusia bertambah tinggi nilai


keberadaannya.16
Nabi

SAW.

Juga

pernah

mengajari

umatnya untuk mengerjakan perkara-perkara


yang maruf dan menjauhi yang mungkar.itulah
yang dinamakan dakwah, dan dakwah ini juga
menjadi ciri khas pendidikan beliau. Dalam
menyampaikan

dakwahnya,

Nabi

SAW.

Membagi kepada dua tempat, yaitu umum dan


khusus. Pada kalangan umat islam sendiri, Nabi
SAW. Berdakwah agar mereka bisa memegang
agama dengan betul dan penuh kesadaran.
Dalam bidang umum, beliau berdakwah dengan
mengajak orang-orang supaya turut memahami
hikmah

ajaran

islam,

dan

juga

terkadang

dakwah beliau bersifat menangkis sarangan


atau tuduhan yang negatif terhadap agama.
Artinya,

Nabi

SAW.juga

berdakwah

dalam

kalangan keluarga agar menimbulkan suasana


yang agamis, yaitu dengan cara mendidik agar
patuh terhadap perintah Allah.beliau dalam
HAMKA. 1984. Tafsir al- Azhar.(Jakarta: Pustaka Panji
Mas ) : 37.
16

dakwahnya

juga

mengajarkan

sekaligus

mengajak umatnya agar mereka berlombalomba

dalam

berbuat

kebaikan.

Dalam

keterangan lain, Nabi juga mengajari umatnya


agar berjuang keras (jihat) di jalan Allah SWT.
beliau

bersabda

utamanya

jihat

yang

artinya:

(prjuangan)

Paling

ialah

kalimat

keadilan di hadapan sultan yang dzalim.HR.


Abu Daud,al-Tirmidzi, Hadits Abu Said alHudri17.
Dalam ayat lain, misalnya dalam ayat 10
surat al-Imron Allah SWT. berfirman:




Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik
yang

dilahirkan

untuk

manusia,

menyuruh

kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang


munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya
ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
17

Ibid.:40

mereka, di antara mereka ada yang beriman,


dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.
Gambaran atas sifat ini memang cocok
dengan

keadaan

mendapatkan

khitab

orang-orang
ayat

ini

pada

yang
masa

permulaan. Mereka adalah Nabi SAW. Dan para


sahabat yang bersama

beliau

sewaktu

Al-

Quran diturunkan. Pada masa sebelumnya,


mereka adalah orang-orang yang bermusuhan,
kemudian

hati

mereka

dirukunkan,.mereka

berpegang pada tali agama (Allah), melakukan


amar

maruf

dan

mencegah

kemungkaran.orang-orang yang lemah diantara


mereka tidak takut terhadap orang-orang yang
kuat, dan yang kecil tidak takut pada yang
besar sebab iman telah meresap dalam kalbu
dan

perasaan

mereka,sehingga

bisa

ditundukkan untuk mencapai tujuan Nabi SAW


di segala keadaan dan kondisi.18
Musthofa al-maraghi.1986. tafsir al-maraghi (semarang :
CV. Thoha putra): 46..
18

Pada masa itu, dari waktu kewaktu tidak


henti-hentinya Nabi SAW. Mengajak kepada
umatnya
maruf

untuk
nahi

selalu

munkar,

mengerjakan
kebanyakan

amar
mereka

mengerjakan amar maruf nahi munkar sesuai


dengan apa yang telah diajarkan oleh Nabi,
sehingga
Masih

keadaan

tetap

dalam

umat

Muhammad

keadaan

SAW.

baik.sekalipun

masih ada sebagian kecil dari mereka yang


masih meninggalkan amar maruf nahi munkar
tetapi

itupun

karena

disebabkan

oleh

kediktatoran dari para raja dan Amir Bani


Umayah. Dan orang pada saat itu paling berani
mempropagandakan kemaksiatan diantaranya
ialah

Abdul

Malik

bin

Marwah,

tatkala

berpidato di atas mimbar dia mengatakan:


Barang siapa yang mengatakan kepadaku
(berkakwalah kamu kepada Allah) maka akan
aku penggal lehernya.19
Perkara maruf yang paling tinggi adalah
agama yang haq, iman dan tauhid. Sedangkan
19

Ibid. :50.

kemungkaran yang paling di benci tak lain


adalah kafir kepada allah SWT. oleh karena itu,
kewajiban berdakwah dalam agama merupakan
beban yang paling besar kepada seseorang
guna menyampaikan manfaat yang paling besar
dan

membebaskannya

dari

kejelekan

yang

paling besar pula. Dakwah yanga demikian


sering dilakukan dengan cara berjihad, oleh
sebab itu, jihad juga termasuk dalam katagori
ibadah,bahkan yang sangat agung dan mulia.
Dan yang kami ketahui dalam islam, jihad
masih lebih kuat daripada yang terdapat dalam
agama lain. Dan mungkin memang inilah yang
menjadikan

umat

islam

lebih

utama

di

bandingkan umat lainnya, mengenai hal ini


pula, Ibnu Abbas pernah berkata : Kalian
memerintahkan agar mereka mau bersaksi
bahwa tiada tuhan selain Allah, dan berperang
untuk membela islam. Dan sebenarnya dari
pengalaman dari kalimat La Ilaha Illa Allah itu
saja

merupakan

besar.20
20

Ibid.: 52

kemarufan

yang

paling

Demikian pula Nabi Muhammad SAW.


Mengajak

umatnya

untuk

hidup

penuh

kebersamaan. Dalam hal keagamaan, beliau


sebagai pemimpin dan semuanya harus tunduk
kepadanya. Tetapi dalam hal duniawi, Nabi
SAW.

Selalu

pengajaran

memberi
kepada

pengarahan

umatnya

agar

dan
di

musyawarakan. Adapun ayat Al-Quran yang


berkenaan dengan musyawarah yang pernah
diajarkan

Nabi

SAW.

Diantaranya

terdapat

dalam surat al-Imron ayat 159 sebagai berikut:





Artinya :. Maka disebabkan rahmat dari


Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap
mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu Kemudian apabila kamu Telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai

orang-orang
yang
bertawakkal
Nya.(Q.S. al-Imron :159)

kepada-

Secara de-facto masyarakat muslim di


madinah

telah

kenyataan.

tumbuh

Dan

dengan

sebagai

suatu

sendirinya

Rosul

sebagai utusan Allah SWT. telah menjadi kepala


masyarakat,

sekaligus

menjadi

panglima

perang tertinggi. Yang menjadi undang-undang


dasar hanyalah wahyu Ilahi yang tidak boleh di
ganggu gugat, tetapi pelaksanaannyan terserah
pada kebijakan Rosulullah SAW.sebagai kepala
dan pemimpin masyarakat.21
Demikian

pula

telah

beliau

tegaskan

pembagian urusan-urusan menyangkut urusan


agama dan urusan dunia dan umatnya. Mana
yang

mengenai

urusan

agama,

yaitu

Ibadah,Syariat dan Hukum Dasar, itu adalah


dari Allah SWT. jadi dalam urusan agama ini
Nabi SAW. Pemimpinnya dan semua wajib
tunduk
misalnya
21

kepadanya.
perang,

HAMKA.Op.cit:166.

Tetapi

urusan

menjalankan

duniawi,
ekonomi,

bertani
manusia,

dan

hubungan-hubungan

maka

kata

beliau

dengan
hendaklah

dimusyawarahkan, karena berdasarkan kepada


pertimbangan

maslahah

mafsadahnya.dalam
bersama,

Nabi

dan

menggapai

SAW.

Memang

persoalan
sekali-kali

melaksanakannya dengan cara bermusyawarah.


Ini

menjadi

cara

Nabi

SAW.

Dalam

menyelesaikan sebuah permasalahan, sebab


dengan

bermusyawarah

tersebut

segala

persoalan dapat di selesaikan.


C.Analisis
Pada dasarnya telah kita ketahui bersama
bahwa Nabi Muhammad SAW. Adalah seorang
pendidik dan juga sebagai seorang pemimpin
masyarakat. Metode penyampaian pendidikan
yang

di

ajarkan

beliau

kepada

umatnya

bermacam-macam, tetapi pada dasarnya materi


yang beliau sampaikan lebih mengedepankan
Amar

maruf

nahi

munkar.

beliau

memprioritaskan amar maruf nahi munkar

sebab pada masa itu kejelekan-kemungkaran


masih banyak dikerjakan oleh masyarakat. Cara
pendidikan amar maruf nahi munkar tersebut
dilakukan

dengan

dakwahnya

beliau

perlunya

jalan

dakwah.dalam

menekankan

melaksanakan

amar

tentang

maruf

nahi

munkar karena dengan mengerjakan amar


maruf sedikit demi sedikit orang tersebut bisa
menentang terhadap hal yang munkar. Bahkan
terkadang Nabi SAW.juga menggunakan cara
jihad atau bekerja keras.selain karena jihad
merupakan simbol dari sebuah keadilan,juga
karena pada waktu itu masyarakat masih belum
mempunyai

kesadaran

yang

utuh

tentang

pentingnya berbuat baik dalam agama.


Selain berdakwah mengenai amar maruf
nahi munkar,

Nabi Muhammad SAW. Juga

berdakwah dan mengajari dan membiasakan


umatnya untuk selalu bermusyawarah dalam
mencari penyelesaian terhadap persoalan yang
dihadapi.musyawarah mempunyai peran yang
amat penting dalam menyelesaikan sebuah

persoalan.hal ini karena musyawarah bertujuan


mencari titik temu terhadap persoalan yang
menimbulkan

pro-kontra

dikalangan

masyarakat. Dengan musyawarah, maka semua


persoalan

akan

terselesaikan

dengan

baik,

karena antara satu sama lain tidak mempunyai


kesamaan

pandangan

dalam

menghadapi

persoalan tersebut sehingga tidak ada pihak


yang merasa tersinggung karenanya. Setelah
Nabi

SAW.

Memerintahkan

untuk

selalu

bermusyawarah, karena mereka tunduk kepada


perintah Nabi dan tidak ada yang berani
memberontak.
D. Kesimpulan
Musyawarah merupakan hal yang amat
penting dalam hidup masyarakat, dan dalam
masyarakat

mesti

selalu

ada

syura,

dari

kelompok level terkecil sampai level terbesar,


seperti desa dan negera, bahkan satu jamaah
kecil

pada

satu

lorong

ditengah

kota,

hendaknya tetap harus slalu mengedepankan

musyawarah dalam menyelesaikan persoalan,


sehingga

dapat

dikatakan

bahwa

betapa

pentingnya musyawarah dalam kehidupan kita


sehari-hari.

PENDIDIK DALAM AL-QURAN


A. Pendahuluan
Tuhan

menciptakan

manusia

dengan

beragam dan semua manusia dituntut untuk


selalu mengembangkan potensi yang dimiliki
yaitu

dengan

mencapai

cara

tujuan

belajar

akhir

agar

pendidikan,

mampu
yaitu

terciptanya insan kamil yang memiliki dimensi


religius, budaya dan ilmiah.

Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut


dalam

pendidikan

mempunyai

Islam,

tanggung

jawab

pendidik

yang

mengantarkan

manusia ke arah tujuan tersebut. Justru itu,


keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan
sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya
mentransformasikan pengetahuan (knowledge)
tapi juga dituntut menginternalisasikan nilainilai

(value

Pendidik

kimah)

pada

peserta

didik.

sangat mempunyai peran penting

selain kewajiban yang harus ia emban. Karena


keberhasilan bagi peserta didik tidak lepas dari
peran seorang pendidik, jadi adanya pendidik
yang profesional salah satu peran pendidik
terhadap

peserta

didiknya

dalam

rangka

mengembangkan fitrah dan kemampuan dasar


yang

dimiliki

peserta

menyeimbangkan

dan

berbagai

kehidupan.

aspek

didik

menyetarakan
Jadi,

yaitu
dalam
sebagai

seorang pendidik harus benar-benar mampu


mengarahkan peserta didiknya dalam semua

aspek agar mampu mencapai tujuan yang


diharapkan.
B. Pembahasan
1. Ayat Tarbawi

Artiinya: Yang di ajarkan kepadanya oleh
(Jibril) yang sangat kuat.Yang mempunyai akal
yang cerdas dan (Jibril itu) menampakkan diri
dengan rupa yang asli.(Qs an Najmu:5-6)22
2. Tafsir Mufradat

yang amat kuat. Maksudnya ialah


Jibril

yang mempunyai akal cerdas dan

kekuatan yang hebat


yang asli

dia menampakkan diri dalam rupa

23

3. Syarah Dalil
Ayat
seorang

di

atas

pendidik

merupakan
yang

gambaran

dilakukan

oleh

malaikat Jibril terhadap Nabi Muhammad


Ahmad Musthafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi,
(Semarang: PT. Toha Putra, 1989) hal. 79
23
Op. Cit.
22

yang mana ia adalah seorang makhluk yang


berkekuatan

hebat

perbuatannya.

Dia

baik

ilmu

mengetahui

ataupun
dan

juga

beramal .
Hal

ini

juga

merupakan

terhadap

orang-orang

perkataan

mereka.

bantahan

musyrik
bahkan

mengenai
apa

yang

dikatakan oleh Muhammad, tak lain adalah


dongeng-dongeng

orang

dahulu

yang

dia

dengar ketika melakukan perjalanan ke Syam.


Kesimpulannya,

bahwa

Nabi

Muhammad tak pernah diajari oleh seorang


manusiapun akan tetapi ia diajari oleh Jibril
yang berkekuatan hebat sedang manusia itu
di ciptakan sebagai mahluk yang dhoif. Ia
tidak mendapatkan ilmu kecuali sedikit saja.
Di

samping

itu,

Jibril

adalah

terpercaya

perkataannya. Sebab, kecerdasan yang kuat


merupakan

syarat

kepercayaan

orang

terhadap perkataan orang lain. Begitu pula


terpercaya

hafalan

maupun

amanahnya

artinya dia tidak lupa dan tak mungkin

merubah. Yang mempunyai kecerdasan akal.


Sifat Jibril yang pertama menggambarkan
tentang betapa kuat pekerjaannya sedang kali
ini

menggambarkan

pikiran

dan

tentang

betapa

betapa

nyata

kuat

pengaruh-

pengaruhnya yang mengagumkan.


Kesimpulannya bahwa Jibril memiliki
kekuatan- kekuatan pikiran dan kekuatan
kekuatan tubuh.24
Dari ayat itu pula dapat kami ketahui
bahwa seorang pendidik harus mempunyai
kemampuan

kemampuan

yang

bisa

berdampak pada kemajuan sebuah pendidikan


karena pendidik sangat mempunyai peran dan
tanggung jawab atas keberhasilan peserta
didiknya tentunya seorang pendidik harus
bisa benar-benar mengarahkan dan mendidik
dengan baik agar mampu mencetak kaderkader

yang

handal

dalam

semua

bidang

pengetahuan. Oleh karena itu dalam memilih


pendidik harus benar- benar selektif agar
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004)hal. 74
24

mampu

memberikan

yang

terbaik

dalam

sebuah pendidikan.
C. Pengertian Pendidik
Secara etimologi pendidik disebut dengan
murobbi,

muallim,

muaddib.

Kata

murobbi

berasal dari kata robba, yurobbi. Kata muallim


isim

fail

dari

kata

allama,

yuallimu

seabagaimana ditemukan dalam al-Quran (Q.S


2.31), sedangkan kata muaddib, berasal dari
kata

addaba,

yuaddibu

seperti

sabda

Rosul:Allah mendidikku, maka ia memberikan


kepada sebaik-baik pendidikan.25
Ketiga term itu, mempunyai makna yang
beda, sesuai dengan konteks kalimat, walaupun
dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan
makna. Kata atau istilah murabbi misalanya,
sering

di

orientasinya

jumpai
lebih

dalam

kalimat

mengarah

yang
pada

pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau


rohani. Pemeliharaan seperti ini dalam proses
orang yang membesarkan anaknya. Mereka
25

Op. Cit.

tentunya

berusaha

memberikan

pelayanan

secara penuh agar anaknya tumbuh dengan


fisik yang sehat dan kepribadian serta ahlak
yang terpuji.
Sedangkan
umumnya

istilah

dipakai

muallim

dalam

pada

membicarakan

aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian


atau

pemindahan

ilmu

pengetahuan,

dari

seorang yang tahu terhadap orang yang tidak


tahu. Adapun istilah muaddib menurut al-Attas,
lebih luas dari istilah muallim dan lebih relevan
dengan konsep pendidikan Islam.26
Beragam penggunaan istilah pendidikan
dalam literatur pendidikan Islam, secara tidak
langsung telah memberikan pengaruh terhadap
penggunaan istilah untuk pendidik. Hal ini
tentunya sesuai dengan kecenderungan dan
alasan masing-masing pemakai istilah tersebut.
Bagi mereka yang cenderung memakai istilah
tarbiyah , tentu murabbi adalah sebutan yang
tepat untuk seorang pendidik. Dan bagi yang
merasa
26

Ibid, hlm. 78

bahwa

istilah

talim

cocok

untuk

pendidikan, sudah pasti ia menggunakan istilah


muallim untuk menyebut seorang pendidik.
Begitu juga halnya dengan menggunakan term
tadib

untuk

mengistilahkan

pendidikan,

tentunya muaddib menjadi pilihannya dalam


mengungkapkan atau mengistilahkan seorang
pendidik. Namun demikian, tampaknya istilah
muallim lebih sering dijumpai dalam berbagai
literatur

pendidikan

Islam,

dibandingkan

dengan yang lainnya.


Pendidikan Islam menggunakan tujuan
sebagai dasar untuk menentukan pengertian
pendidik. Hal ini disebabkan karena pendidikan
merupakan

kewajiban agama, dan kewajiban

hanya dipikulkan kepada orang yang telah


dewasa. Kewajiban itu pertama-tama bersifat
personal,

dalam

arti

bahwa

setiap

orang

bertanggung jawab atas pendidikan dirinya


sendiri, kemudian bersifat sosial dalam arti
bahwa setiap orang bertanggung jawab atas
pendidikan orang lain.

Para pakar menggunakan rumusan yang


berbeda tentang pendidik di antaranya:
a. Moh. Fadhl al-Jamil menyebutkan, bahwa
pendidik adalah orang yang mengarahkan
manusia

kepada

kehidupan

sehingga

terangkat

derajat

yang

baik

manusianya

sesuai dengan kemampuan dasar yang


dimiliki oleh manusia.27
b. Marimba mengartikan pendidik sebagai
orang yang memikul pertanggungjawaban
sebagai pendidik, yaitu manusia biasa yang
karena hak dan kewajibannya bertanggung
jawab tentang pendidikan peserta didik.28
c. Sutari Imam Barnadib mengatakan, bahwa
pendidik

adalah

orang

yang

dengan

sengaja mempengaruhi orang lain untuk


mencapai kedewasaan peserta didik

29

d. Zakiah Drajat berpendapat bahwa pendidik


adalah

27
28
29

Ibid, hlm. 79
Op. Cit
Op. Cit

individu

yang

akan

memenuhi

kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah


laku peserta didik peserta didik

30

e. Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik


dalam Islam sama dengan teori di Barat,
yaitu siapa saja yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik.31
Di

negara

kita

Indonesia

biasanya

seorang pendidik (guru) yaitu orang yang


digugu dan ditiru, di mana seorang pendidik
yang

kerjanya

mengajar

pelajaran di kelas atau

atau

memberikan

di sekolah, dan juga

ikut bertangung jawab dalam mendewasakan


anak didik.
Kita melihat dari berbagai pendapat di
atas, kami lebih sepakat pada pendapat a dan
b, karna jika dikaitkan pada ayat di atas
tentunya sudah kita pahami bahwa seorang
pendidik harus mampu mengarahkan peserta
didiknya pada kehidupan yang baik, namun
tidak lepas dari kemampuan yang dimiliki
peserta didiknya, selain itu kenapa pendidik
30
31

Op. Cit
Op. Cit

harus

mempunyai

kemampuan

yang

tinggi

karena pendidik memikul tanggung jawab yang


tinggi serta hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi dalam sebuah pendidikan itu sendiri.
Jadi, bagi seorang pendidik harus benar-benar
memperhatikan keberadaan peserta didiknya
agar

mampu

mencetak

kader-kader

yang

berkualitas yang mampu menghadapi dunia


globalisasi.
D. Tugas Dan Tanggung Jawab Pendidik
Dalam

proses

belajar

mengajar

tentunya ada pendidik yang mempunyai tugas


dan

tanggung

pendidikan,

jawab

diantara

dalam

tugas

lingkungan

yang

harus

di

emban oleh pendidik yaitu meliputi:


Pertama, tugas secara umum di mana
pendidik itu harus mengemban tugas yang
mengajak manusia untuk tunduk dan patuh
pada

hukum-hukum

Allah,

guna

untuk

memperoleh keselamatan dunia

dan akhirat

dengan

membentuk

menanamkan

kepribadian

yang

atau

berjiwa

tauhid,

kreatif,

beramal saleh, dan bermoral tinggi. Di samping


itu

seorang

utama

pendidik

yaitu

memiliki

untuk

tugas

yang

menyempurnakan,

membersihkan, menyucikan hati manusia untuk


taqarrub ila Allah.
Kedua, tugas secara khusus antaranya:
a) Seorang

pendidik

yaitu

bertugas

untuk

mengajar dengan merencanakan program


yang

telah

disusun

dan

penilai

setelah

program itu dilaksanakan.


b) Sebagai

pendidik

yang

mengarahkan

peserta didik pada tingkat kedewasaan yang


berkepribadian insan kamil, seiring dengan
tujuan Allah dalam menciptakan manusia.
c) Pendidik

itu

sebagai

pemimpin

yang

memimpin dan mengendalikan diri sendiri,


peserta

didik,

menyangkut
pengawasan,

dan
upaya

masyarakat

yang

pengarahan,
pengorganisasian,

pengontrolan, partisipasi atas program yang


di lakukan.

Di samping pendidik memiliki tugas juga


mempunyai

tanggung

jawab

dalam

proses

belajar mengajar di antaranya: sebagimana di


sebutkan oleh Abd al-Nahlawi adalah mendidik
individu supaya beriman kepada Allah dan
melaksanakan
supaya

syariatNya,

beramal

shaleh,

mendidik
dan

diri

mendidik

masyarakat untuk saling menasehati dalam


melaksanakan kebenaran, saling menasehati
agar

tabah

beribadah

dalam

kepada

menghadapi
Allah

serta

kesusahan
menegakkan

kebenaran. Dari tanggung jawab itu tidak


hanya sebatas tanggung jawab moral sebagai
pendidik terhadap peserta didik akan tetapi
pendidik akan bertanggung jawab atas segala
tugas yang laksanakan baik itu berhubungan
dengan al-Khaliq maupun an-nas.32
E. Peran Pendidik
Kehadiran
pembelajaran

guru

merupakan

dalam
peranan

proses
yang

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Kalam


Mulia, 2006) hal. 64
32

penting,

peranan

guru

itu

belum

dapat

digantikan oleh tekhnologi seperti radio, tape


recorder,

internet

maupun

computer

yang

paling modern. Banyak unsur-unsur manusiawi


seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi
kebiasaan dan keteladanan, yang di harapkan,
dari hasil proses pembelajaran, yang tidak
dapat dicapai kecuali oleh pendidik.33
Demikianlah

gambaran

betapa

pentingnya peranan guru dan betapa beratnya


tugas dan tanggung jawab guru, terutama
tanggung jawab moral untuk digugu dan ditiru.
Di sekolah soal guru menjadi ukuran atau
pedoman bagi murid-muridnya, di masyarakat
seorang guru dipandang sebagai suri tauladan
bagi setiap organ masyarakat.
Konsep operasional, pendidikan adalah
proses taransformasi dan internalisasi nilainilai Islam dan ilmu pengetahuan dalam rangka
mengembangkan fitrah dan kemampuan dasar
yang dimiliki peserta didik guna mencapai
keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagi
33

Ibid. hal. 74

aspek kehidupan, maka pendidik mempunyai


peran yang sangat penting dalam pendidikan
Islam.
Sehubungan, dengan hal tersebut alMahlawi

menyatakan

bahwa

peran

guru

hendaklah mencontoh peran yang dilakuakan


Rasulullah

yaitu

dengan

mengkaji

dan

mengembangkan ilmu- Ilahi.


Firman Allah Swt yang artinya :




"Tidak wajar bagi seorang manusia yang
Allah berikan padanya al-kitab, al-hikmah, dan
kenabian lalu, berkata kepada manusia:
hendaklah kamu menjadi hamba-hambaku,
bukan hamba-hamba Allah: akan tetapi
(hendaklah ia berkata ) hendaklah kamu
menjadi orang-orang rabbani karena kamu
selalu, mengajari al-kitab dan disebabkan
karena kamu tetap mempelajari" QS. Ali-Imran:
79)
Kata
rabbani
pada
ayat
di atas
menunjukkan

pengertian

bahwa

pada

diri

setiap orang pedalaman atau kesempurnaan


ilmu atau taqwa. Hal ini tentu sangat erat

kaitannya dengan fungsi sebagai pendidik. Ia


tidak akan dapat memberi pendidikan yang
baik,

bila

ia

sendiri

tidak

memperhatikan

Allah

Swt

dirinya sendiri.
Di
bahwa

samping
tugas

itu

pokok

berfirman

Rasulullah

adalah

mengajarkan al-kitab dan al-hikmah kepada


manusia

serta

mengembangkan

mensucikan
dan

mereka

membersihkan

yakni
jiwa

mereka.



Artinya: Ya Allah wahai Tuhan kami
utuslah untuk mereka seorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada
mereka
ayat-ayat
engkau,
dan
mengjarkan kepada mereka al-kitab dan alhikmah
serta
mensucikan
mereka.
Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi
Bijaksana. (QS.al-baqarah: 129)
Ayat ini menerangkan bahwa, seorang
pendidik

yang

agung

beliau

tidak

hanya

mengajarkan ilmu, tapi lebih dari itu dimana ia

juga

mengemban

tugas

untuk

memelihara

kesucian manusia. Untuk itu guru sebagai


pendidik juga harus memiliki tanggungjawab
untuk mempertahankan kesucian atau fitrah,
peserta

didiknya

sebagaimana

yang

telah

diajarkan Rasulullah Saw. Salah satu bentuk


tugas pokok Rasulullah adalah mengajarkan alkitab dan al-hikmah kepada manusia serta
mensucikan

mereka

yakni

mengembangkan

dan membersihkan jiwa mereka. Selain itu juga


Nabi memberikan pengajaran dan tauladan
yang baik bagi manusia, karena tugas pendidik
bukan hanya mentrasfer ilmu pengetahuan tapi
juga

bagaimana

mampu

mengarahkan

dan

membawa pada jalan yang diridhoi oleh Tuhan.


Berdasarkan firman Allah Swt di atas,
al-Nahlawi menyimpulkan bahwa tugas pokok
(peran utama) guru dalam pendidikan Islam
adalah sebagi berikut:
1. Tugas

pensucian.

Guru

hendaklah

mengembangkan dan membersihkan jiwa


peserta didik agar dapat mendekatkan diri

kepada Allah Swt. Menjauhkannya dari


keburukan dan menjaganya

agar tetap

berada dalam fitrah-Nya


2. Tugas

pengajaran.

Guru

hendaknya

menyampaikan berbagai pengetahuan dan


pengalaman terhadap peserta didik untuk
diterjemahkan

dalam

tingkah

laku

dan

kehidupannya.
Melihat dari peran dan tugas seorang
pendidik

dapat

kami

simpulkan

bahwa

keduanya banyak memiliki kesamaan apalagi


ketika

ditinjau

dari

tujuan

yaitu

untuk

memperoleh keselamatan dunia dan akhirat


sengan

penanaman

kepribadian

yang

atau

berjiwa

membentuk

tauhid,

kreatif,

beramal shaleh dan bermoral tinggi dengan


kata lain yaitu untuk mencapai insan

kamil,

jadi peran pendidik itu juga tidak lepas dari


tugas pendidik itu sendiri hanya saja yang
membedakan tugas yang ada pada pendidik itu
lebih luas cakupannya dari pada peran seorang
pendidik tersebut.

Peran dan fungsi yang cukup berat untuk


diemban ini tentu saja membutuhkan sosok
seorang guru atau pendidikan yang utuh dan
tahu tentang kewajiban dan tanggung jawab
sebagai seorang pendidik. Pendidik itu harus
mengenal Allah dalam arti yang luas dan Rasul,
serta memahami risalah yang di bawanya.34
Karena dengan seperti itu maka tujuan
pendidikan itu akan mudah tercapai. Karena
bagi

seorang

pendidik

bukan

hanya

bisa

mentransfer ilmunya akan tetapi bagaimana ia


mampu memberi tauladan serta bimbingan
yang baik agar bisa mencetak generasi yang
berkualitas dan menjadi insan kamil yang
diharapkan seperti yang telah dicontohkan oleh
pendidik sejati yaitu Rasulullah.
F. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan
bahwa

pendidik

adalah

seorang

yang

mempunyai posisi dan kedudukan tinggi dalam


Islam. Di samping itu pendidik sangat berperan
dalam
34

proses

pembelajaran

Ramayulis, Ibid, hal. 74

peserta

didik,

karena sedikit banyak keberhasilan peserta


didik tergantung pada pendidik itu sendiri dan
tentunya

bagi

seorang

pendidik

mempunyai kriteria. Salah satu

harus

criteria yang

harus dimiliki pendidik yaitu adanya potensi


untuk

mengarahkan

memiliki

intelektual

peserta
tinggi

didik
agar

serta
mampu

mencetak kader-kader handal dan berkualitas.


seorang pendidik agar mampu mencetak kaderkader yang handal dan berkualitas karena
pendidik juga mempunyai tugas dan tanggung
jawab.
Selain itu pendidik juga mempunyai peran
penting tugas dan tanggung jawab yang harus
ia emban seperti halnya tugas yang harus ia
lakukan secara umum dimana pendidik itu
harus

mengemban

manusia

untuk

tugas

tunduk

yaitu

dan

mengajak

patuh

kepada

hokum Allah guna memperoleh keselamatan


dunia akhirat. Sedangkan tugas khusus salah
satunya pendidik bertugas untuk mengajar dan
merencanakan program yang telah disusun dan

menilai

setelah

Sedangkan

program

tanggung

itu

jawab

dilaksanakan.
pendidik

yaitu

mendidik individu supaya beriman kepada Allah


dengan

menjalankan

syariat-syariat-Nya,

mendidik agar bisa beramal shaleh dan berbudi


luhur.

PESERTA DIDIK DALAM AL-QURAN


A. Pendahuluan
Dalam proses belajar mengajar tentunya
terdiri dari pendidik dan peserta didik

yang

melibatkan anak-anak dan juga orang dewasa.


Dalam lingkungan pendidikan peserta didik
adalah

individu

yang

sedang

tumbuh

dan

berkembang baik itu secara fisik, psikologis


sosial dan relegius dalam mengarungi di dunia
dan di akhirat kelak.

Dalam

lingkungan

pendidikan

anak

kandung adalah peserta didik dalam keluarga,


murid peserta didik di lingkungan sekolah,
anak-anak penduduk adalah peserta didik dari
pada masyarakat sekitarny,sedangkan agama
peserta didik ruhaniah dalam suatu agama. Jadi
yang di katakana peserta didik tidak hanya
terdapat di lingkungan formal seperti sekolah
akan tetapi peserta didik itu ada yang terdapat
di

lingkunagn

keluarga,

masyarakat

dan

sebagainya
Dalam pembahasan makalah ini kami
menitik beratkan kepada peserta didik sebagai
objek dalam pendidikan, yang oleh karenanya
peserta

didik

itu

harus

mempunyai

krakteristik, peran serta etika dalam proses


belajar mengajar. Karena etika dan peran
sebagai penunjang adanya proses pendidikan.
Dimana proses pendidikan tersebut merupakan
suatu

tanggungungjawab

yang

harus

direalisasikan oleh pendidik dan peserta didik


baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.

B. Pembahasan
1. Ayat tentang Peserta Didik
Surat at- Tahrim: 6


Artinya hai orang yang beriman


peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia
dan batu-batu ditasnya malaikat-malaikat yang
kasar,
yang
keras-keras
yang
tidak
mendurhakai Allah menyangkut apa yang telah
dia perintahkan kepada mereka dan mereka
mengajarkan kepada apa yang telah merewka
perintahkan.
Tafsir Mufradat

jadilah dirimu itu pelindung dari api


neraka

jahannam

meninggalkan

maksiat;

membawa keluargamu kepada hal


itu dengan nasihat dan pelajaran;

kayu bakar;
berhala-berhala yang di sembah;

para penjaga neraka yang sembilan

belas orang;

keras hati dan tidak mau menagasihi


apabila

mereka

di

mintai

belas

kasihan;

kuat badan

35

2. Syarah Surat At-Tahrim : 6


Dari ayat di atas menggambarkan bahwa
dakwah dan pendidikan harus bermula dari
rumah. Ayat di atas, secara redaksional tertuju
pada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti
hanya tertuju kepada mereka. Tapi juga ayat ini
tertuju kepada orang perempuan sebagaimana
ayat-ayat yang serupa (misalnya ayat yang
membiasakan

berpuasa)

dan

juga

tertuju

kepada laki-laki dan perempuan ini berarti


kedua orang tua bertanggungjawab kepada
anak-anak dan juga pasangan masing-masing
sebagaimana

masing-masing

bertanggungjawab atas kelakuannya. Ayah atau


ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu
Ahmad Mustahafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi,
Semarang, (CV Toha Putra, 1993) Hal, 259
35

rumah tangga yang diliputi oleh nilai-nilai


agama serta di naungi oleh hubungan yang
harmonis.36
Dalam syarah ini juga di jelaskan bahwa
orang yang percaya kepada Allah hendaklah
sebagian dari kamu memberitahukan kepada
sebagian yang lain apa yang dapat menjaga di
rumah memberitahukan kepada sebagian yang
lain, apa yang dapat menjaga dirimu dari api
neraka dan menjauhkan kamu dari padanya,
yaitu ketaatan kepada Allah dan menuruti
segala

perintahnya.

Dan

hendaklah

kamu

mengajarkan kepada keluargamu perbuatan


yang dengannya mereka dapat menjaga teori
mereka dari api neraka. Dan bawalah mereka
kepada yang demikian ini melalui nasehat dan
pengajaran. Pendidik baik orang tua maupun
guru berkewajiban mendidik peserta didiknya,
bagaimana peserta didik itu dapat melakukan
perbuatan yang telah di perintahkan oleh
agama dan menjauhinya terhadap apa yang di
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, (PT Lentera Hati
2004) Hal.327
36

larangnya, dan juga dengan cara memberi


bimbingan yaitu berupa mauidah, hikmah, atau
nasihat.37
Dalam, kandungan ayat di atas terdapat
kata

qu

anfusakum

yang

berarti

buatlah

sesuatu yang menjadi penghalang datangnya


siksaan api neraka dengan cara menjauhkan
perbuatan maksiat, yaitu dengan memperkuat
diri agar tidak mengikuti hawa nafsu, dan
senantiasa taat beribadah kepada Allah. Lafad
wa ahlikum adalah keluargamu yang terdiri
dari istri, anak, pembantu, budak yang di
perintahkan

untuk

menjaganya,

dan

diperintahkan agar menjaganya dengan cara


memberikan bimbingan, nasehat serta arahan
tentang pendidikan. Jadi orang tua atau guru
hendaklah
didiknya

menjadi
yaitu

taming

dengan

cara

dari

peserta

membimbing,

menasihati, serta di arahkan kepada kebaikan


agar peserta didik itu terhindar dari perbuatan
maksiat yang dapat menjeruskannya kepada
api neraka. Hal ini sejalan dengan hadits
37

Ahmad Mustahafa Al-Maraghi, Op.Cit, Hal 261

Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu alMunzir, al-Hakim, dan dari Ali r.a. ketika
menjelaskan ayat ini yaitu bermaksud untuk
memberikan

pendidikan

atau

pengetahuan

mengenai kebaikan dirinya dan keluarganya.


Jadi ayat ini memiliki hubungan yang erat
dengan masalah pendidikan, yang berbentuk
perintah atau kewajiban

terhadap keluarga

agar mendidik hukum-hukum agama kepada


peserta didik, baik

peserta didik yang ada

dilingkungan keluarga maupun di linkungan


sekolah.

38

sebagaimana yang di jelaskan

dalam firman Allah surat Luqman ayat: 14.





Artinya: Dan kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada kedua orang
tua ibu bapaknya ibumu telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah
dan
menyapihnya
dalam
dua
tahun.
Bersyukurlah kepada aku dan kepada kedua
ibu bapakmu, hanya kepada akulah tempat
kembalimu. (Qs. al-Luqman : 14)
Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002) Hal. 199
38

Jadi dalam ayat

tersebut sudah jelas

bahwa dalam proses belajar mengajar tentunya


ada

pendidik

dan

peserta

didik,

dalam

pembahasan ayat ini dititik beratkan kepada


peserta didik (objek pendidikan) dan juga
dalam

pendidikan

lingkungan baik

tentunya

mempunyai

keluarga maupun sekolah.

yang mempunyai perkembangan di antaranya


dengan

adanya

fase

dalam

pendidikan

atau

tahapan-tahapan

dan

juga

memiliki

krakteristik yang harus dipenuhi oleh peserta


didik agar proses dan tujuan belajar bisa
tercapai dengan baik.
C.

Karakteristik

Peserta

Didik

Dalam

Pendidikan
Dalam proses belajar mengajar harus
sepadan dalam memahami peserta didik baik
sebagai sabjek atau objek pendidikan, tentunya
dalam proses pendidikan ini banyak hal yang
harus

dipahami

dalam

krakteristik

peserta

didik di antaranya:39
Abdul Majid, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, PT Kencana,
2006), Hal, 104
39

Pertama, peserta didik bukan maniatur


orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri,
sehingga metode belajar mengajar tidak boleh
disamakan

dengan

orang

dewasa.

Orang

dewasa tidak patut mengiploitasi dunia peserta


didik dengan mematuhi segala aturan dan
keinginanya,

sehingga

peserta

didik

kehilangan dunianya.
Kedua, peserta didik memiliki kebutuhan
dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu
semaksimal mungkin.
Ketiga, peserta didik memiliki perbedaan
antara individu dengan individu yang lain, baik
perbedaan yang disebabkan dari factor indogen
(fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang
meliputi segi jasmani, intelegensi, social, bakat,
minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Keempat,

Peserta

didik

merupakan

sabjek dan objek sekaligus dalam pendidikan


yang dimungkinkan aktif, kreatif, produktif
setiap peserta didik memiliki aktivitas sendiri
(swadaya) dan kreatifitas sendiri (daya cipta)

sehingga dalam, pendidikan tidak memandang


anak sebagi objek pasif yang bisanya hanya
menerima dan membenarkan saja.
Kelima, peserta didik dipandang sebagai
kesatuan
hakikat

sistem

manusia.

manusia,

peserta

Sesuai

dengan

didik

sebagai

pluralitas, maka pribadi peserta didik walaupun


terdiri dari berbagai segi merupakan satu
kesatuan jiwa raga (cipta, raga, rasa dan karsa)
peserta didik memiliki periode-periode
perkembangan tertentu dan mempunyai pola
perkembangan

serta

tempo

dan

iramanya.

Implikasi dalam pendidikan adalah bagaiman


proses
dengan

pendidikan
pola

dan

itu

dapat

tempo

disesuaikan
serta

irama

perkembangan peserta didik. Kadar kemampun


peserta didik sangat ditentukan oleh usia dan
periode perkembanganya karena usia itu dapat
menentukan tingkat pengetahuan intelektual,
emosi, bakat, minat peserta didik, baik di lihat
dari dimensi psikologi, psikis maupun didaktis.
Dalam psikologi perkembangan di sebutkan

bahwa periodesasi manusia

pada

dasarnya

dapat di bagi menjadi lima tahapan, yaitu:40


1) Tahap asuhan (usia 0-2) yang lazim di sebut
fase

neonatus,

yaitu

dimulai

kelahiran

sampai kira-kira usia 2 tahun


2) Tahap pendidikan jasmani dan pelatihan
panca indra (usia 2-12 tahun) yang lazim
disebut fase kanak-kanak (athifl atau asshabi) yaitu mulai dari neonatus sampai
pada masa polusi (mimpi basah), pada tahap
inilah peserta didik mulai memiliki potensi
peodagogik dan psikologis karena pada
tahap

ini

pembinaan,

peserta
pelatihan

didik

diperlukan

bimbingan

dan

pengajaran yang disesuaikan dengan bakat


dan

minat

peserta

didik

sebagaimana

firman Allah dalam surat ar-Rum ayat: 30





Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah allah yang telah
Zainuddin dkk., Seluk Bebeluk Pendidikan al-Ghazali,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1991) Hal, 69
40

menciptakan
manusia
menurut
fitrah
itu.tidak da perubahan pada fitrah Allah.
(itulah)
agama
yang
lurus;
tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuai.
3) Tahap pembetukan watak dan pendidikan
agama (usia 12-20) fase ini lazimnya disebut
fase tamyiz, yaitu fase dimana anak mulai
mampu membedakan antara yang baik dan
yang buruk, yang benar dan yang salah.
4) Tahap pematangan (usia 20-30) pada tahap
ini anak telah belajar menjadi dewasa, yaitu
dewasa dalam arti sepenuhnya mencakup
kedewasan biologis, social, psikologis dan
kebiasaan relegius. Juga pada fase ini anak
didik

sudah

bertindak,
mengambil

punya

kematangan

dalam

keputusan

untuk

mengambil
kehidupan

masa

depannya

sendiri.
5) Tahap kebijaksanaan (usia 30-meninggal)
menjelang
disebut

meninggal

fase

ini

lazimnya

azam al-umr (lanjut usia) atau

syuyukh (tua).

Jadi dalam pembahasan tadi sudah jelas,


mengenai proses tahapan dalam mengenyam
suatu pendidikan.
D. Etika Peserta Didik
Dalam pendidikan etika peserta didik
merupakan salah satu yang harus di laksanakan
dalam

proses

pembelajaran

baik

secara

langsung maupun tidak langsung sebagaimana


menurut pendapat al-Ghazali
harus

dipenuhi

oleh

kewajiban yang

peserta

didik

di

antaranaya:
a) Belajar

dengan

niat

taqarrub

Ilallah

sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak


didik dituntut untuk mensucikan jiwanya
dari akhlak yang rendah dan watak yang
tercela. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surat ad-Dzariyat : 56

Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia kecuali untuk menyembah.
b) Bersikap

rendah

hati

dengan

cara

meninggalkan kepentingan pribadi dari pada

kepentingan kepribadiannya. sekalipun ia


cerdas tetapi ia bijak dalam menggunankan
kecerdasan

itu

termasuk juga

pada

pendidikannya,

bijak kepada tema-temanya

yang IQ-nya lebih rendah


c) Menjaga pikiran dan pertentangan yang
timbul dari berbagai aliran, sehingga ia
terfokus dan dapat memperoleh sesuatu
kompetensi yang utuh dan mendalami dalam
belajar.
d) Memperoritaskan ilmu diniyah yang terkait
dengan kewajiban sebagai hamba
SWT

sebelum

memasuki

ilmu

Allah
duniawi

sebagimana dalam firman allah surat alInsyirah ayat :7



Artinya: Artinya maka apabila kamu telah
selesai dari sesuatu urusan kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh urusan yang lain
E. Peran Peserta Didik
Menurut

Abd

al-Amir

Syams

al-Din

peserta didik itu memiliki peran yang sangat

intens untuk di kembangkan sesuai dengan


potensi yang dimiliki di antaranya:
a) Peserta didik harus membersihkan hatinya
dari perbuatan maksiat, memperbaiki niat
atau motivasi, memiliki cita-cita dan usaha
yang

kuat

untuk

sukses,

zuhud

(tidak

materialistis) dan penuh kesederhanaan.


b) Peserta

didik

harus

patuh

dan

tunduk

memulyakan dan menghormatinya terhadap


orang yang mendidiknya atau mengajarinya
baik

di

lingkungan

keluarga

maupun

sekolah.
c) Peserta

didik

hendaknya

senantiasa

mempelajari suatu ilmu tanpa henti, dan


mempraktekkan apa yang dipelajarinya dan
bertahap dalam menempuh suatu ilmu.
Jadi peran peserta didik dalam (obyak
pendidikan) proses belajar mengajar tidak akan
berlangsung secara efesien tanpa adanya obyek
dan subyek dalam lingkungan pendidik. Dari
pembahasan karakteristik, etika serta peran
peserta didik dalam proses belajar mengajar

tidak hanya wacana saja, akan tetapi mengacu


kepada al-Quran sebagaimana yang tercantum
dalam surat al-Anam ayat: 54



Artinya: Tuhan mu telah menetapkan atas diriNya
kasih
sayang,
(yaitu)
bahwasanya
barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara
kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertobat
setelah mengerjakan dan dan mengadakan
perbaikan, maka sesungguhnya Allah maha
pengampun dan maha penyayang.
Jadi dari ayat tadi peserta didik itu memiliki
krakteristik, etika serta peran dalam proses
belajar mengajar. Maka oleh karena itu peserta
didik dituntut untuk belajar agar tidak tersesat
dalam kebodohan
G. Penutup
Dari

pemaparan

di

atas

dapat

disimpulkan bahwa dalam proses pendidikan


memiliki komponen yaitu ada pengajar dan dan
anak didik. Oleh karena itu peserta

didik

hendaknya mempunyai peran yang sangat inten


dalam proses belajar mengajar karena tanpa
adanya peserta didik , maka pendidikan itu

tidak akan berlangsung

secara efesien. Jadi

peserta didik juga mendukung dengan adanya


kegiatan belajar mengajar baik di sekolah
maupun di lingkunagn keluarga.
Dalam mengembangkan proses belajar
mengajar peserta didik mempunyai peran dan
etika dalam pendidikan yang hendak di capai
oleh

peserta

didik

dalam

proses

belajar

mengajar diantaranya: peserta didik berniat


dalam belajar yaitu taqarrub ilallah, harus
membersihkan hatinya di perbuatan maksiat,
dan harus bersikap tawadhu atau menghormati
terhadap orang yang mendidiknya.

METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN


A. Pendahuluan
Di

Dalam

beberapa

ayat

al-Quran
yang

dapat

kita

menerangkan

temui
tentang

metode pendidikan al-Quran, yang mana ia


terus

berkembang

seiring

berkembangnya

pemikiran manusia. Adapun diberlakukannya


metode

pendidikan

memudahkan
menyampaikan

tersebut

para
informasi

adalah

pendidik

untuk
(ketika

keilmuannya)

dan

peserta

didik

(ketika

menerima

informasi

keilmuan), karena peserta didik merupakan


generasi penerus bangsa dan agama, yang
adapun masa depan keduanya berada dalam
genggaman tangan mereka (generasi muda).
Oleh

karena

itu,

mereka

harus

memiliki

pengetahuan yang luas serta memiliki sikap arif


dan adil. Untuk dapat mewujudkan generasi
yang diinginkan, maka setiap pendidik perlu
mengetahui metode pendidikan / pengajaran
yang baik, khususnya yang termaktub dalam alQuran.
B. Macam-Macam Metode Qurani
Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
Islam sebagai insan kamil dengan beberapa
indicator,

Abdurrahman

an-Nahlawi

secara

lebih spesifik dengan terstruktur mengajukan


metode-metode dalam pendidikan Islam (alQuran) sebagai berikut:41
1. Metode Hiwar (Percakapan) Qurani dan
Nabawi
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2004), hlm. 216.
41

Hiwar adalah percakapan silih berganti


antara dua pihak atau lebih melalui tanya
jawab mengenai suatu topic yang mengarah
pada satu tujuan. Hiwar mempunyai dampak
yang sangat dalam

terhadap jiwa sang

pelaku dan pendengarnya. Seperti dalam


firmanNya:





Artinya: Mereka berkata: Ya celakalah
kami! Inilah hari pembalasan. Inilah hari
keputusan yang telah kamu dustakan
dahulu. Kumpulkanlah orang-orang yang
aniaya dan istri-istrinyaserta apa-apa yang
mereka sembah, se4lain daripada Allah, lalu
tunjukilah mereka ke jalan neraka. (QS. asShaffaat: 20-23).42
2. Metode Kisah Qurani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, metode kisah
mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat
diganti dengan bentuk penyampaian lain
H. Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, (Jakarta: PT.
Hidakarya Agung, 2002), hlm. 656-657.
42

selain bahasa.43 Adapun salah satu tujuan


dari metode kisah Qurani dan Nabawi ini
adalah mengungkapkan kemantapan wahyu
dan risalah, serta mewujudkan rasa puas
dalam menerima bahwa Muhammad saw.
telah menyampaikan kisah-kisah Qurani dan
Nabawi dari Allah kepada kaumnya. Seperti
dalam firmanNya:



Artinya: Ketika Yusuf berkata kepada
ayahnya
(Yaqub):
Hai
bapakku!
Sesungguhnya
aku
bermimpi
melihat
sebelas bintang dan matahari beserta bulan,
semuanya kulihat bersujud kepadaku. (Q.S.
Yusuf: 04)44
3. Metode Amtsal (Perumpamaan) Qurani dan
Nabawi
Amtsal

ialah

menyerupakan

sesuatu

kebaikan atau keburukan yang diinginkan


kejelasannya dengan memberikan Tamtsil
dengan sesuatu yang lainnya, yang mana
43
44

Khoiron Rosyadi, Ibid., hlm. 226.


H. Mahmud Yunus,Ibid., hlm. 332.

kebaikan

dan

keburukan

dari

sesuatu

tersebut

telah

diketahui

secara

umum.

Adapun
amtsal

salah
ini

satu

adalah

tujuan
untuk

dari

metode

mempermudah

orang lain dalam memahami maknanya.


Seperti dalam firmanNya:






Artinya: Tiadakah engkau perhatikan,
bagaimana Allah mengumpamakan kalimat
yang baik, seperti sebatang pohon yang
baik, pokoknya tetap (di bumi), sedang
cabangnya
(menjulang)
ke
langit,
menghasilkan buahnya tiap-tiap waktu
dengan izin Tuhannya. Allah memberikan
beberapa contoh kepada manusia, mudahmudahan mereka mendapat peringatan.
(QS. Ibrahim: 24-25)45
4. Metode Keteladanan
Keteladanan
keberlangsungan

sangat

penting

kehidupan

dan

bagi
proses

pendidikan. Sebab, peserta didik akan lebih


melihat
45

tingkah

laku

H. Mahmud Yunus, Ibid., hlm. 364.

gurunya

untuk

merubah sikapnya kepada yang lebih baik.


Sebagaiman

Allah

mangutus

Nabi

Muhammad saw. agar menjadi suri tauladan


yang baik bagi ummatnya. Sebagaimana
firmanNya:



Artinya: Sesungguhnya telah ada pada diri
Rasulullah sebuah suri tauladan yang baik,
yaitu bagi orang yang mengharapkan
(pahala) Allah dan hari yang kemudian,
serta ia banyak mengingat Allah (QS. AlAhzab: 21).46
Adapun salah satu

implikasi edukatif

daripada metode keteladana itu sendiri yaitu


pola pendidikan Islam yang tercermin dari
kehidupan para pendidiknya.47
5. Metode Pembiasaan dan Pengalaman
Mendidik
dan

dengan

pengalaman

metode

pembiasaan

diharapkan

dapat

menggugah akhlak yang baik pada jiwa anak


didik, sehingga ia tumbuh menjadi pribadi
46
47

H. Mahmud Yunus, Ibid., hlm. 616-612.


Khoiron Rosyadi, Ibid., hlm. 231

yang

sukses

dalam

perbuatan

dan

pekerjaannya.
6. Metode Ibrah dan Mauizah
Ibrah adalah suatu kondisi psikis yang
menyampaikan

manusia

kepada

intisari

sesuatu yang disaksikan dan yang dihadapi,


dengan

menggunakan

nalar

yang

menyebabkan hati mengakuinya.48 Sedang


adapun

Mauizah

yaitu

nasehat

yang

disampaikan dengan lemah lembut dengan


cara menjelaskan pahala dari suatu ibadah
yang dikerjakan dan ancamannya apabila
ditinggalkan. Seperti dalam firmanNya:


Artinya: Maka kami jadikan yang demikian
itu suatu ibrah bagi orang-orang pada
masa-masa itu dan orang-orang yang
kemudian dan jadi pengajaran bagi orangorang yang taqwa. (QS. al-Baqarah: 66).49
7. Metode Targhib dan Tarhib
48
49

Khoiron Rosyadi, Ibid., hlm. 233


H. Mahmud Yunus, Ibid., hlm. 14.

Targhib adalah janji yang disertai dengan


bujukan

dan

membuat

suatu

maslahat,

senang

terhadap

kenikmatan

atau

kesenangan akhirat yang pasti dan baik,


serta bersih dari segala kotoran. Sedangkan
Tarhib adalah ancaman yang berupa siksaan
sebagai akibat melakukan dosa atau lengah
dalam menjalankan kewajiban yang telah
diperintahkan oleh Allah swt. (hal ini hampir
serupa

dengan

mauizah).

Targhib

dan

Tarhib mempunyai beberapa keistimewan,


salah satu di antaranya yaitu, keduanya
bersandar pada argumentasi dan keterangan
yang rinci. Seperti dalam firmanNya:


Artinya: Ketika Tuhanmu memberi tahukan:
Demi, jika kamu berterima kaih, niscaya
Kutambah nikmat yang ada padamu, tetapi
jika kamu kafir (tiada berterima kasih),
sesungguhnya siksaanKu amat keras. (QS.
Ibrahim: 07).50
C. Aktualisasi Metode Pendidikan Al-Quran
50

H. Mahmud Yunus, Ibid., hlm. 361.

Banyak lembaga pendidikan pada saat ini,


yang telah melaksanakan metode pendidkan alQuran.

Salah

satu

contohnya

yakni

pada

lembaga pendidikan formal di pesantren. Salah


satu contohnya metode diskusi. Para pendidik
di lembaga formal pesantren kerap memberi
tugas

kepada

berdiskusi,

peserta

yang

mana

didiknya
diskusi

untuk

juga

bisa

dikatakan sebagai hiwar. Namun selain metode


Hiwar, metode-metode pendidikan di atas juga
banyak teraktualisasi di beberapa lembaga
pada pesantren.
Di samping menggunakan metode-metode di
atas, banyak juga lembaga-lembaga pesantren
yang

menggunakan

pembelajaran.
Metode

ini

metode

Semisal
menjadi

klasik

metode

pilihan

yang

dalam

Sorogan.
sangat

diminati oleh beberapa guru (Kiyai) dan para


santrinya

untuk

keilmuannya tentang

lebih

meningkatkan

kitab kuning, baik itu

dari segi membaca atau memahami makna dan


isinya.

D. Penutup
Tujuan

khusus

dari

metode-metode

pendidikan al-Quran tersebut adalah dalam


rangka menanamkan rasa iman, rasa cinta
kepada

Allah,

rasa

nikmatnya

beribadah

(shalat, puasa, dan lain-lain), rasa hormat


kepada orang tua, guru, dan lain sebagainya.
Yang mana, hal tersebut tidak begitu maksimal
hasilnya apabila hanya ditempuh dengan cara
pendekatan empiris dan logis semata.
Oleh

karena

itu,

al-Quran

mencoba

memberi alternative yang dapat mendukung


optimalnya

hasil

belajar

dalam

dunia

pendidikan Islam itu sendiri, yaitu dengan


menerapkan
Quran,

yang

metode-metode
sangat

pendidikan

menyentuh

al-

perasaan

manusia, karena di sini kita mendidik bukan


hanya

melewati

akal

semata,

melainkan

langsung meresap ke dalam perasaan anak


didik, dan bisa dilakukan dengan menerapkan
beberapa metode yang telah dipaparkan di
atas.

IMPLEMENTASI AL-QURAN SEBAGAI


SUMBER ILMU PENGETAHUAN
A. Pendahuluan
Al-Quran telah menambahkan dimensi
baru terhadap studi mengenai fenomena jagat
raya

dan

melakukan

membantu

pikiran

terobosan

terhadap

penghalang dari alam materi.

manusia
batas

Al-Quran

menunjukkan

bahwa

materi

bukanlah sesuatu yang kotor dan tanpa nilai,


karena padanya terdapat tanda-tanda yang
membimbing

manusia

kepada

Allah

serta

kegaiban dan keaguangan alam semesta yang


amat luas adalah ciptaannya, dan al-Quran
mengajak

manusia

mengungkap

untuk

keajaiban

menyelidiki

dan

dan

keghaibannya.

Serta berusaha memanfaatkan kekayaan alam


yang

melimpah

hidupnya, jadi

ruah

untuk

al-Quran

kesejahteraan

membawa

kepada

Allah melalui ciptaannya dan realitas konkrit


yang terdapat dibumi dan dilangit. Inilah yang
sesungguhnya
pengetahuan,

dilakukan
yaitu:

oleh

mengadakan

ilmu

observasi,

lalu menarik hukum-hukum alam berdasarkan


observasi dan eksperimen.
Dengan

demikian

ilmu

pengetahuan

dapat mencapai yang maha pencipta melalui


observasi yang teliti dan tepat terhadap hukumhukum yang mengatur gejala alam, dan alQuran

menunjukkan

kepada

realitas

intelektual yang maha besar, yaitu: Allah SWT


melalui ciptaannya.
Mengingkari realitas ini akan membawa
manusia kepada anarki dan kebingungan serta
merampas

kedamaian

dan

ketentraman

batinnya, hingga membuat mereka merasakan


hidupnya

berada

dalam

kekosongan.

Mengingkari adanya Allah yang dilakukan para


ilmuan akan membawa kepada sikap menyalahgunakan sumber-sumber kekayaan alam Allah
untuk menghancurkan manusia dan nilai-nilai
hidupnya.
Mereka

mengeruk

sepenuhnya

keuntungan materi dari karunia Allah, dan


menikmati kehidupan mewah yang melimpah
ruah tenpa rasa syukur dan nikmat dan sang
maha

pencipta.

memiliki

Tetapi

kedamaian

mereka

jiwa

dan

tidak

akan

kebahaigaan

hakiki dalam dirinya. Sedangkan hal tersebut


tidak

akan

memberikan

spiritual kepada manusia.

kepuasan

mental

Sehingga pertanyaan-pertanyaan seperti :


siapa sesungguhnya kita ini? Dari mana kita
datang? Dan kemana kita akan pergi? Siapakah
yang menciptakan alam jagat raya ini? Apakah
tujuan diciptakannya?, maka akan tetap tidak
akan terjawab, terus menerus mengantui jiwa
manusia dalam hidupnya.
Jiwa manusia akan tetap berada pada
taraf

hidup

yang

rendah,

seperti

hidup

binatang buas, kecuali bila ia telah mengenal


tuhannya yang menciptakan. Karena tanpa
pengenalan

itu,

dia

makan,

minum

dan

berkembang biak sama halnya dengan seekor


binatang dan mati seperti seekor binatang
pulan, dan merampas hak milik orang lain
dengan cara kekerasan. Keadilan sosial dalam
kehidupan dan penghidupan manusia pada
umumnya, yang hanya dapat diperbaiki dan
diperbaharui dengan iman kepada Allah yang
maha pencipta.

B. Pembahasan
Semua

ayat

al-Quran

itu

diturunkan

mengandung hal-hal yang logis, dapat dicapai


oleh

pikiran

manusia,

dan

al-Quran

itu

dijadikan sebagai suber ilmu pengetahuan bagi


kaum yang mau memikirkan sebagaimana yang
disebutkan dalam surat Ali-Imran: 190;


Aritinya: Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orangorang yang berakal.
Dalam ayat lain dijelaskan bahwa kita
sebagai

hamba

Allah,

hendaklah

kita

memikirkan semua ciptaannya yang ada di


alam jagat raya ini, sebagai peringaatan bagi
mereka:
Artinya: Al-Quran itu tiada lain, hanyalah
peringatan bagi seluruh umat.
Uraian surat, bahwa surat ini sebagai
pembuktian

tetang

Hukum-hukum

kekuasaan

alam

kebiasaan-kebiasaan

yang
pada

Allah

SWT.

melahirkan
hakikatnya

ditetapkan dan diatur oleh Allah SWT yang


maha perkasa dan yang mengusai alam jagat
raya ini.
Hakikat

tersebut

kembali

ditegaskan

pada ayat ini, salah satu buktinya adalah


undangan kepada umat manusia untuk selalu
berpikir,

karena

sesungguhnya

dalam

penciptaan yang kejadian benda-benda angkasa


seperti matahari, bulan, dan jutaan gugusan
bintang-binang yang terdapat dilangit, atau
dalam pengaturan system kerja langit yang
sangat teliti serta kejadian dan perputaran
bumi pada porosnya yang melahirkan silih
bergantinya malam dan siang.
Sejarah tentang alam merupakan bagian
integral yang penting dalam ilmu pengetahuan
dalam islam. Ilmu ini menyelidiki aspek-aspek
lahirnya dari pada dunia fisik dalam kontek
yang sama, yaitu bahwa semua benda adalah
ciptaan Allah dan manusia dapat menemukan
banyak tanda-tanda kekuasaannya melalui studi
mereka.

Studi
sebenarnya

pada
dapat

semua

ilmu

pengetahuan

menghidupkan

kembali

kesadaran bergama dalam hati para pelakunya


dan membuat hati mereka dapa mencitainya.
Inilah

metode

al-Quran

untk

mengunkap

fenomena dengan jelas deadpan mata manusia,


sehingga mereka dapat melihat dengan kepala
mereka sendiri dan berusaha untk memahami
makna tetang ciptaan allah secara bulat. alQuran menyebutkan dalam al-Quran yang
artinya:

Kami akan memperlihatkan kepada


mereka tanda-tanda kekuasaan kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelas bagi mereka baha al-Quran itu
benar. Dan apakan tuhanmu tidak cukup bagi
kami, bahwa dia menyaksikan segala sesuatu,
Bagi

orang

yang

beriman

tidak

ada

keraguan sedikitpun bahwa ilmu pengetahuan


dan agama dalam islam adalah satu dan sama.

Satu sama lain saling menuntun dan saling


baitan dengan eratnya, satu sama lain saling
membantu

dan

melengkapinya.

Ilmu

pengetahuan mengungkapkan keghaiban yang


terdapat di dalam alam dunia yang di ciptakan
Allah, dan mengisi hati merka dengan rasa
kagum, dan takut, sedangkan agama menarik
perhatian orang mukmin serta menunganya
untuk

mengamati

apa

yang

ada

di

sekelilingnya, mencari dan mimikirkan tentang


keajaiban maha penciptaannya.
C. Cirri-ciri ulul al-bab
-

Ciri-ciri ulul albab ini adalah orang laki-laki


atau

perempuan

yang

terus

menerus

mengingat Allah SWT dengan ucapan atau


hati, dan dalam seluruh situasi dan kondisi
saat bekerja atau istirahat
-

Dengan bersatunya jiwa mereka dengan


Allah SWT telah melahirkan nilai yang tak
terhingga sehingga yang ada dalam pikiran
mereka

hanyalah

kerendahan

kemukjizatannya yang serupa.

dan

Cirri-ciri ulul albab adalah orang laki-laki


baik perempuan yang terus menerus mengingat
alah dengan ucapan atau hati, dan dalam
seluruh dituasi dan kondisi saat bekerja atau
istirahat,

sambil

berdiri

atau

duduk

dan

berbaring.
Dan

mereka

memikirkan

tentang

penciptaaan yakni kejadian dan system kerja


langit dan bumi, dan mereka symbol berkata
Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan
alam raya dan segala isinya dengan sia-sia
tanpa tujun yang hak, apa yang kami alami,
melihat atau mendenar dari keburukan dan
kekurangn, maha suci engkau dari semua itu.
Itu adalah ulah atau dosa dan kekurangan kami
yang dapat menjerumuskan kami ke dalam api
neraka, maka dari itu, peliharalah dari siksaan
neraka, karena kami atau orang yang telah
engkau masukkan ke dalam neraka adalah oran
yang telah engkau hinakan, da nmeraka tiada
satu penolongpun yang dapat menyelamatkan
mereka.

Di atas telihat bahwa objek dzikir adalah


Allah, sedangkan objek pikir adalah makhluk
Allah yang berupa fenomena alam, ini berarti
bahwa

pengenalan

Allah

dilakukan

dengan

pengenalan

alam

lebih

qalbu,
raya

banyak

sedangkan

didasarkan

pada

pengggunaaan akal, yakni berfikir.


Akal memiliki kebebasan seluas-luasny
untuk

memikirkan

pelajaran.

Akan

fenomena
tetapi

alam

mereka

sebagai
memiliki

keterbatasan dalam memikirkan zat Allah. Hal


ini dipahami dari sabda Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Abu Nuaim melalui Ibnu
Abbas
D. Cara

Mendapatkan

dan

Memanfaatkan

Ilmu Pengetahuan
Di dalam konsep Islam manusia dituntut
untuk

mencari ilmu

yang bermanfaat dan

menghindari dari mencari ilmu yang tidak


bermanfaat

ukuran

kemanfaatan

terletak

sejauh mana suatu ilmu mendekatkan diri ke


pada kebenaran Allah SWT dan sejauh mana ia

tidak bersifat merusak kehidupan manusia itu


sendiri secara luas.
Naqurb al-Attas menulis bahwa ilmu tidak
terbatas, karena objek ilmu memang tidak ada
batasnya. Tetap, ada suatu batas kebenaran
dalam setiap objek ilmu, sehingga, pencarian
ilmu yang benar bukanlah sutu pencarian yang
tanpa akhir, karena jika pencarian ilmu adalah
tanpa

akhir,

maka

mencapai

ilmu

dalam

rentang masa yang memiliki awal dan akhir


menjadi mustahil. Ini juga akan membuat ilmu
itu sendiri menjadi tidak bermakna.
Ilmu

mengenai

kebenaran-kebenaran

dunia lahiriah memang dapat dicapai dan


bertambah

melalui

yang

dilakukan

oleh

beberapa generasi umat manusia. Tetapi ilmu


yang benar adalah ilmu sejati, yang mempunyai
pengaruh langsung, dan manusia tidak dapat
memikul akibat penundaan keputusan yang
menyangkut kebenaran ilmu itu, karena ia
bukanlah sesuatu yang dapat ditunda dengan

harapan generasi-generasi yang akan datang


akan menemukannya.
Itulah sebabya krisis kebenaran yang
terjadi

pada

setiap

generasi

adalah

yang

menyangkut ilmu sejati ini, dan barangkali


krisis kebenraran belum pernah terjadi separuh
pada zaman kita sekarang ini,
Kebenaran
menurut

Islam

suatu
adalah

ilmu

pengetahuan

sebanding

dengan

kemanfaatan suatu ilmu pengetahuan.


Secara
bermakna

atau

mendekatkan
tidak

rinci,

ilmu

bermanfaat

kepada

poengatahuan
adalah

kebenaran

menjauhkannya,

apabila

Allah

membantu

dan
umat

merealisasikan tujuannaya, dapat memberikan


pedoman

bagi

sesama,

dan

menyelesaikan

persoalan umat.
Sebelum apa yang telah tercantum di
atas, ada sutu system utama, bagaimana kita
mendapatkan ilmu pengetahuan, dengan dan
ilmu pengetahuan yang merupakan urgensi
bagi kehidupan manusia dalam berbangsa dan

bermasyarakat yang tentunya ada seperangkat


rasa ingin tahu terhadap suatu hal
Maka

dengan

demikian,

manusia

diwajibkn berfikir dan mencari tahu suatu hal,


agar supaya bisa memanfaatkan dan tujuaya
diciptakan

dari

segala

yang

ada

melalui

pengalaman atau observasi lingkungan dimana


ia tinggal.
Banyak

media

yang

bias

dijadikan

patokan dimana manusia bisa mencari identitas


dirinya

sebagai

perubahan.

makhluk

Pertama

yang

dimana

mengenai

manusia/anak

mengenai pendidikan dirumah yang diasuh


lagsung oleh orang tua sejak lahir hingga ia
dewasa. Kemuidan sekolah formal seperti SD,
MTs, MA, Diniyah dan sebagainya.
Dari

berbagai

media

itulah,

peran

manusia mulai akhf dan dapat mendapatkan


ilmu pengetahuan dengan terdepan dan tentu
sesuai jenjang yang dilaluinya. Tidak hanya
demikian, hidup bermasyarakat, hidup dalam
bermasyarkatpun bisa didapat berbagai macam

ilmu pengetahuan, melalui pengalaman yang


dilihat disekitarnya.
Banyak hal-hal baru bisa menjadi bahan
bertambahnya

ilmu

pengetahuan

dalam

kehidupan bermasyarakat, apalagi telah terjadi


adanya transmigrasi daerah, sehingga tercipta
budaya-budaya

baru

disekitar

kita.

Karena

memahami budaya dan berusaha beradapasi


dngannya

merupakan

sumber

ilmu

pengetahuan tidak langsung yang telah kita


peroleh.
Maka

dari

itu,

tanpa

disadari

ilmu

pengetahuan mudah kita dapatkan itupun kalau


kita respek terhadap segla hal di sekitar kita,
mulai dari sejatah budaya dna kehidupan dalam
bermasyarakat, keluarga dan bernegara
E. Analisa
Al-Quran sebagai miniatur alam raya
yang memuat segala disiplin ilmu, dan juga
merupakan karya Allah SWT yang agung dan
bacaan mulya serta dapat dituntut serta dapat
dituntut

kebenarannya

oleh

siapa

saja,

sekalipun
kemajuan

akan
ilmu

menghadapi
pengetauan

tantangan

yang

semakin

canggih.
Bahkan

kata

pertama

dalam

wahyu

pertama, menyuruh manusia membaca dan


menarik ilmu pengetahuan, yaitu iqra, adalah
merupakan hal yang sangat mengaguman bagi
para sarjana dan ilmuan yang bertahun tahun
melaksanakan pelitian di laboratorium mereka,
menemukan keserasian ilmu pengetahun ilmu
pengetahuan hasil penyelidikan mereka dengan
pernyataan-pernyataan al-Quran dalam ayatayatnya.
Dua puluh tahun dua bulan dan sua puluh
hari lamanya, ayat-ayat al-Quran silih beranti
turun. Dan selama itu pula a\nbi Muhammad
saw dan para shabatnya tekun mengenjarkan
al-Quran

danmemniming

umatnua.

Sehnga

pada akhirnya mereka berhasil membangun


masasratakt yasng di dlamnya erpadu ilmu dan
iman,

unr,

dan

hidayah,

keadilah

dan

kemakmuran di bawah naungan ridla ampunan

ilahi. Kita boleh bertanya, mengapa pada 20


tahun lebih berhasil? Hal ini sesusai dengan
yang dieliti oleh guru besar Harvard universal,
yang dilakukan pada 40 negara.
Salah satu faktor utamanya adalah materi
bacaan dan sajian yang disuguhkan khususnya
kepada generasi muda yang mereka dibekali
dengan sajian dan bacaan tertentu, setelah dua
puluh tahun mereka berperan dalam berbagai
aktifitas,

peran

yang

pada

hakikatnya

diarahkan oleh kandungan bacaan dan sajian


yang disuguhkan itu. Demikian dampak bacaan
terlihat setelah belalu dua puluh tahun, sama
dengan lama turunnya al-Quran.
Kalau
dampak

demikian

bacaan

siapapun
tergantung

dua

jangan
20

boleh

optimis

dari

penilaian

menunggu

tahun

kemudian

atau

pesimis,

tentang

bacaan

sajian itu. Namun kalau melihat kegairahan


anak-anak dan remaja membaca al-Quran,
serta

kegairahan

kandungannya.

Maka

umat
kita

memperlajari
wajar

optimis,

karena

kita

sepenuhnya

yakin

bahwa

keberhasilan Rasul dan generasi terdahulu


dalam membangun peradaban Islam yang jaya
selama 800 tahun adalah karena al-Quran yang
mereka

baca

dan

hayati

mendorong

pengembangan ilmu dan teknologi serta pikiran


dan kesucian hati.
Kemudian

dari

penelitian

Harvard

University yang dilakukan pada 40 negara itu


telah bisa mengaplikasikan beberapa sistem
dan

metode

bertahap

pengajaran

dengan

sajian

al-Quran
dan

secara

materi

yang

disuguhkan pada generasi muda.


Maka dari itu, tidaklah apa yang tersaji
diatas menjadi hukum valid dalam mempelajari
al-Quran dan kandungannya. Jadi, siapapun
boleh menempuhnya dalam waktu singkat dan
tergantung kepada semangat dan jiwa optimis
masing-masing.
F. Kesimpulan
Al-Quran yang secara harfiyah adalah
bacaan

yang

sempurna.

Merupakan

satu

nama pilihan Allah SWT yang sungguh tepat,


karena tiada satu bacaanpun sejak manusia
mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu
dapat menandingi al-Quran. Dan tiada bacaan
yang dibaca oleh ratusan manusia yang tidak
mengerti

artinya

dan

menulis

aksaranya,

bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang


remaja dan anak-anak.
Tiada bacaan melebihi al-Quran dalam
penelitian

yang

diperolehnya.

Bukan

saja

sejarah secara umum, tetapi ayat demi ayat


baik dari makna, musim dan saat turunnya
sampai pada sebab-sebab dan waktu turunnya,
tiada

bacaan

yang

serupa

al-Quran

yang

dipelajari bukan hanya dari susunan redaksinya


dan

pemilihan

kosa

katanya,

tetapi

juga

kandungan yang tersurat, tersirat bahkan pada


kesan

yang

dituangkan

ditimbulkannya,

dalam

jutaan

jilid

semuanya
buku.

Yang

semuanya mengandung pengajaran bagi umat


manusia.

Karena

pembuktian

ilmiah

tentang

hubungan al-Quran dan ilmu pengetahuan


akan menyuburkan perasaan yang melahirkan
keimanan kepada Allah SWT, dorongan untuk
tunduk dan patuh kepada kehendaknya dan
pengakuan terhadap kemahakuasaannya. Tidak
pada tempatnya lagi orang-orang memisahkan
ilmu-ilmu keduniaan yang dianggap sekuler,
seperti ilmu sosial dengan segala cabangnya,
dengan ikmu al-Quran. Para ilmuan dapat
sekuler, tapi ilmu tidak sekuler. Karena apabila
penelitian alam raya ini adalah ilmiah, mana
mungkin pencipta alam ini tidak ilmiah. Begitu
juga

bila

unsur-unsur

percampuran
adalah

pencipta setiap unsur

dan

ilmiah,

persenyawaan
mana

mungkin

PENDIDIKAN QURANI DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP DINAMIKA
SOSIAL MASYARAKAT
A. Pendahuluan
Al-Quran merupakan himpunan wahyu
Tuhan yang sampai kepada Nabi Muhammad
saw dengan perantaraan malaikat Jibril. AlQuran diturunkan secara berangsur-angsur
karena ia bertujuan untuk memecahkan setiap

problema atau segala macam persoalan yang


timbul dalam masyarakat. Mengenai ajaran
serta isinya, al-Quran selain sebagai sumber /
dasar dari ajaran / hukum Islam, ia juga
merupakan
pengetahuan.

sumber
Karena

dari

adanya

segala

ilmu

macam

jenis

pengetahuan pada dasarnya adalah bersumber


dari

al-Quran.

Dan

al-Quran

juga

telah

menyebutkan segala macam jenis ilmu yang


telah dan akan diketahui oleh manusia.
Sedangkan
pengetahuan,

dalam

mempelajari

diperlukan

adanya

ilmu
proses

pendidikan, yang mana pendidikan merupakan


sebuah proses (dalam suatu cara / sistem) yang
dilakukan oleh manusia untuk memperoleh
suatu

ilmu

pengetahuan.

Segala

macam

komponen yang terdapat dalam pendidikan


pada hakikatnya telah di uraikan dalam alQuran. Sehingga segala hal dan persoalan
yang

berkaitan

dengan

pendidikan

telah

terdapat penyelesaiannya dalam al-Quran. AlQuran selain sebagai kitab petunjuk, ia juga

sebagai kitab pedoman bagi umat manusia,


khususnya

umat

Islam.

Oleh

karena

itu,

sangatlah tepat apabila dalam setiap pekerjaan


dan persoalannya manusia berpedoman pada
kitab al-Quran.
Sebuah pendidikan yang berlandaskan
pada nilai-nilai, ajaran dan metode al-Quran
disebut dengan pendidikan Qurani. Pendidikan
Qurani merupakan sebuah pembekalan yang
dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat,
yakni

nilai-nilai

ajaran

syariat

Islam

yang

terkandung secara sempurna dalam al-Quran


sangat

dibutuhkan

dalam

mewujudkan

masyarakat yang agamis dan berperadaban.


Oleh karena itu, sebuah masyarakat yang ingin
maju dan berkembang sesuai dengan yang
menjadi harapan umat, dan juga sesuai dengan
yang

telah

digambarkan

dalam

al-Quran

tentang konsep masyarakat ideal (masyarakat


madani / masyarakat yang berperadaban) harus
berpedoman

dan

merealisasikan

nilai-nilai

(dalam konsep ajaran Islam) yang terkandung


dalam al-Quran.
Dengan begitu dapatlah diketahui peran
atau

implikasi

dinamika

sosial

pendidikan
masyarakat,

Qurani
yaitu

dalam
sebagai

bekal dalam mewujudkan masyarakat yang


ideal

dan

berperadaban.

Oleh

karena

hal

tersebut, maka kami memilih judul Pendidikan


Qurani dan implikasinya terhadap dinamika
sosial masyarakat dalam pembahasan makalah
kami.
B. Dinamika Sosial Masyarakat
1. Dinamika Sosial
Al-Quran di turunkan oleh Allah melalui
Rasul-Nya

Muhammad

saw

yang

berisikan

pedoman untuk dijadikan petunjuk, baik pada


masyarakat

yang hidup

di

masa

turunnya

maupun pada masyarakat sesudahnya, hingga


akhir zaman. Namun, perlu di ingat bahwa alQuran tidak di turunkan dalam masyarakat
yang hampa nilai, melainkan masyarakat yang

sudah sarat dengan nilai-nilai kultural dan


sosialnya masing-masing.4
Maka

dari

itu,

untuk

mengantisipasi

problematika umat dan dinamika sosial dewasa


ini, adalah dengan melalui sebuah alternatif,
yaitu

rasa

keagaman

dipertahankan

sambil

yang

kokoh

tetap

mengungkapkannya

secara populer (kontekstual) sesuai dengan


nilai-nilai modern. Akan tetapi konsekuensi
penerimaan

alternatif

ini,

menuntut

diadakannya perubahan-perubahan baik dalam


cara berpikir maupun dalam cara bersikap
yang

amat

mendasar

di

tengah-tengah

masyarakat.
Sebagaimana

diimpikan

oleh

banyak

orang bahwa untuk menanggapi tema-tema


pokok persoalan umat, sudah saatnya slogan
kembali ke al-Quran dan al-Sunnah perlu di
galakkan kembali, agar penataan kualitas umat
sejalan dengan slogan itu. Malahan, al-Quran
sejak

semula

menegaskan

bahwa

perlunya

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Quran, (Penamadani:


Jakarta, 2003), hlm.38.
4

pembinaan kualitas manusia di kalangan umat


Islam melalui kreativitas berpikir dan berkarya
secara Qurani.5
Hal ini sebagaimana telah disebutkan di
dalam al-Quran sebagai berikut :




Artinya: Berpegang teguhlah kamu sekalian


kepada tali (agama Allah) dan janganlah kamu
berpecah belah dan ingatlah akan nikmat Allah
(yang diberikannya) kepadamu, ketika kamu
telah bermusuh-musuhan, lalu dipersatukanNya hatimu, sehingga kamu jadi bersaudara
dengan nikmat-Nya, dan adalah kamu di atas
pinggir lubang neraka, lalu Allah melepaskan
kamu
daripadanya.
Demikianlah
Allah
menerangkan
ayat-ayat-Nya
kepadamu.
Mudah-mudahan kamu menerima petunjuk.
(QS. Ali-Imran : 103).6
Penataan kualitas umat tentu saja harus
di mulai dari kualitas diri yang unggul (insan
Ibid.,hlm.40-41.
Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim cet. Ke-72, (PT.
Hidakarya Agung: Jakarta, 2002), hlm.83.
5
6

kamil), yakni keterpaduan antara iman, ilmu


dan

amal.

Banyak

ayat

Al-Quran

yang

menyebutkan kata iman, selalu diikuti dengan


kata

amal

shalih,

mengisyaratkan

bahwa

formasi terbaik kualitas manusia pilihan Tuhan


adalah bertumpu pada kualitas manusia yang
beriman, berilmu dan beramal baik (shalih)
tersebut.
Ini berarti bahwa iman yang tertanam di
dalam

hati,

membuahkan

hanya

akan

bermakna

perbuatan-perbuatan

bila

lahiriyah

yang nyata (amal shalih). Termasuk dari salah


satu amal shalih adalah berbuat baik terhadap
sesama

manusia,

terutama

berbuat

baik

terhadap sesama masyarakat. Dalam artian alQuran senantiasa menganjurkan untuk selalu
bersikap dan bertingkah laku yang baik dalam
kehidupan bermasyarakat.7
2. Pengertian Masyarakat
Di dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran
sebagaimana yang ditulis oleh D.r.H.Abuddin
Nata
7

38-41.

dalam

bukunya

Tafsir

Ayat-Ayat

Pendidikan, menyatakan bahwa masyarakat di


artikan sebagai sebuah kelompok

yang di

himpun oleh persamaan agama, waktu dan


tempat, baik secara terpaksa maupun kehendak
sendiri.

D.r.H.Abuddin

mengemukakan

bahwa

Nata
masyarakat

sendiri
adalah

kumpulan perorangan yang memiliki keyakinan


dan tujuan yang sama. Menghimpun diri secara
harmonis dengan maksud dan tujuan bersama.8
Dari pengertian tersebut dapat di pahami
bahwa masyarakat merupakan sebuah kesatuan
dari

kumpulan

berhubungan

dan

manusia

yang

memiliki

saling

nilai-nilai

dan

kebiasaan tertentu. Sebuah masyarakat yang


ingin

kokoh

menghadapi

dan

ingin

berbagai

bertahan

tantangan,

dalam
adalah

masyarakat yang berpegang teguh pada nilainilai moral dan akhlak yang baik dan mulia.
Yaitu masyarakat yang antara satu dan lainnya
tidak saling menyakiti, mendzalimi, merugikan,
mencurigai, mengejek dan sebagainya.9
8
9

Abuddin Nata, Op.Cit., hlm.232-233.


Ibid., hlm.240.

Al-Quran

sebagai

suatu

kitab

yang

menjadi pedoman dan panduan bagi umat


Islam,

menghendaki

agar

hubungan

kemasyarakatan manusia dapat bejalan dengan


baik, hendaknya di sertai dengan etika, 10. yaitu
firman Allah :



Artinya: Hai orang-arang yang beriman,


jauhilah banyak dari dugaan, sesungguhnya
sebagian dari dugaan adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain
serta
janganlah
sebagian
kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah
salah seorang diantara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati ? maka kamu
telah jijik kepadanya dan bertaqwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang.
(QS. AlHujurat(49):12).
Dalam ayat ini al-Quran menjelaskan
tentang etika hubungan kemasyarakatan, yaitu
al-Quran melarang umat Islam (umat yang
10.

Ibid., hlm.238.

beriman)

untuk

saling

berburuk

sangka,

menghindari mencari-cari kesalahan orang lain


dan

membicarakan

keburukan

orang

lain

(menggunjing). Agar terhindar dari perbuatan


tersebut, seseorang hendaknya meningkatkan
ketaqwaan kepada Allah.12
Ayat di atas menegaskan bahwa sebagian
dugaan adalah dosa, yakni dugaan yang tidak
berdasar. Biasanya dugaan yang tidak berdasar
dan mengakibatkan dosa adalah dugaan buruk
terhadap pihak lain. Ini berarti ayat di atas
melarang melakukan dugaan buruk yang tanpa
dasar,

karena

hal

tersebut

dapat

menjerumuskan seseorang ke dalam dosa.


Dengan

menghindari

dugaan

dan

prasangka buruk, anggota masyarakat akan


hidup tenang dan tentram serta produktif,
karena mereka tidak akan ragu terhadap pihak
lain dan tidak juga akan tersalurkan energinya
kepada hal-hal yang sia-sia. Tuntutan ini juga
membentengi setiap anggota masyarakat dari
12

Abuddin Nata, Op.Cit., hlm.238.

tuntutan terhadap hal-hal yang baru bersifat


prasangka.
Setelah
kemudian

larangan

al-Quran

berburuk

sangka,

selanjutnya

adalah

Tajassus, yakni upaya mencari tahu dengan


cara

yang

melakukan

tersembunyi.
Tajassus

Karena

dapat

upaya

menimbulkan

kerenggangan hubungan. Oleh karena itu, pada


prinsipnya ia dilarang, apabila tidak ada alasan
yang tepat untuk melakukannya. Dan juga
karena tajassus merupakan kelanjutan dari
dugaan

(dugaan

Walaupun

pada

yang

tidak

kenyataannya

dibenarkan).
dugaan

dan

tajassus ada yang dibenarkan dan ada yang


tidak dibenarkan. Akan tetapi pada prinsipnya
ia dilarang
Untuk selanjutnya etika dalam hubungan
kemasyarakatan yang disebutkan dalam ayat di
atas adalah larangan Ghibah (menggunjing),
yaitu menyebut orang lain yang tidak hadir
dihadapan penyebutnya dengan sesuatu yang
tidak

disenangi

oleh

yang

bersangkutan.

Thabathabai

(ulama

sebagaimana
Shihab

yang

dalam

beraliran

dikutip

bukunya

Syiah),

oleh.M.Quraish

Tafsir

Al-Mishbah,

menulis bahwa ghibah merupakan perusakan


bagian

dari

masyarakat

satu

demi

satu

sehingga dampak positif yang diharapkan dari


wujudnya satu masyarakat menjadi gagal dan
berantakan. Yang diharapkan dari wujudnya
masyarakat adalah hubungan yang harmonis
antar anggotanya, dimana setiap orang dapat
bergaul dengan penuh rasa aman dan damai.
Masing-masing
masyarakat

dapat

yang

mengenal

lainnya

sebagai

anggota
seorang

manusia yang disenangi, tidak dibenci atau


dihindari.
Thabathabai juga menjelaskan bahwa
tujuan manusia dalam usahanya membentuk
masyarakat adalah agar masing-masing dapat
hidup di dalamnya dengan satu identitas yang
baik, sehingga dalam interaksi sosialnya dia
dapat

menarik

mengambil

dan

memberi

manfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi


orang lain.13
3. Perubahan Masyarakat
Isyarat Al-Quran tentang etika tersebut
pada
hukum

gilirannya

dapat

membentuk

kemasyarakatan.

hukum-

Al-Quran

sarat

dengan uraian tentang hukum-hukum yang


mengatur lahir, tumbuh dan runtuhnya suatu
masyarakat. Hukum-hukum tersebut oleh alQuran di namai dengan sunnatullah.14 Salah
satu hukum kemasyarakatan yang amat populer
adalah

hukum

terjadinya

perubahan

yang

dimulai dari perubahan diri sendiri. Hal ini di


rumuskan oleh firman Allah dalam al-Quran
sebagai berikut::


Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum (masyarakat)
sampai mereka mengubah (terlebih dahulu)
apa yang ada pada diri mereka (sikap mental
mereka) (QS. Al-Rad(13):11).
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (volume-13), Op.Cit.,
hlm.255-257.
14
Abuddin Nata, Op.Cit., hlm.239.
13

Ayat ini berbicara tentang dua macam


perubahan

dengan

dua

pelaku.

Pertama,

perubahan masyarakat yang pelakunya adalah


Allah SWT.: dan kedua, adalah perubahan
keadaan diri manusia yang pelakunya adalah
diri

manusia

itu

sendiri.

Perubahan

yang

dilakukan Tuhan terjadi secara pasti melalui


hukum-hukum masyarakat yang ditetapkannya.
Hukum-hukum tersebut tidak memilih atau
membedakan

antara

satu

masyarakat

atau

kelompok dengan masyarakat atau kelompok


lain.

Siapapun

yang

mengabaikan

(hukum-

hukum) tersebut akan digilasnya, sebagaimana


yang pernah terjadi pada masyarakat yang
dipimpin oleh Nabi Muhammad sendiri dalam
perang uhud dahulu.15
Pada hakikatnya al-Quran menghendaki
tumbuhnya masyarakat muslim (yang bersaksi
kepada

Tuhan Yang

Maha

Esa

dan tidak

membuat sekutu-sekutu dan thaghut), yang


M.Quraish Shihab, Membumukan Al-Quran, (Mizan:
Bandung, 1994), hlm.246.
15

didukung oleh orang-orang mukmin, yaitu yang


mengeksternalisasikan kemuslimannya dengan
amal shaleh dan perbuatan kebaktian (al-birr),
yaitu

suatu

masyarakat

yang

memiliki

tanggungjawab sosial dalam perbuatan cinta


kasih.

(QS.

Al-Maun(107):

1-7),

yang

menganjurkan nilai-nilai yang baik (al-khayr),


menganjurkan cara-cara yang susila (al-maruf)
dan mencegah cara-cara yang amoral (almungkar).16
4. Ilmu Pengetahuan dan Dinamika Sosial
Umar

Shihab

dalam

bukunya

Kontekstualitas Al-Quran menyatakan bahwa,


orang

yang

melihat

(QS.Al-Anam(6):

50)

(orang yang berilmu) adalah mereka yang


selalu bermusyawarah dalam menyelesaikan
persoalan

sosial-kemasyarakatan

dengan

metode berpikir yang lebih objeltif, rasional


dan

moderat.

Orang

yang

berilmu

adalah

mereka yang senantiasa berpikir kreatif dalam


meneliti dan menelaah kejadian-kejadian alam
Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Quran cet.II,
(Paramadina: Jakarta Selatan, 2002), hlm.115.
16

dan seisinya. Yang mana berpikir kreaitif itu


merupakan

perintah

al-Quran

terhadap

manusia. Karena dengan kreativitas berpikir


dan

berilmu

pengetahuan,

seseorang

itu

menjadi terangkat derajatnya dari manusia


kebanyakan.17
Dinamika sosial dewasa ini, misalnya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu

dinamik, mau tidak

mau menuntut

respons yang sama dari al-Quran. Karena itu,


melalui noktah-noktah ajaran-Nya, umat Islam
berkewajiban

memberikan

motivasi

untuk

membangkitkan etos kerja produktif pada umat


manusia

dalam

memahami

al-Quran,

agar

kitab suci ini selalu aktual dan relevan dengan


konteks zamannya.18

D. Implikasi Pendidikan Qurani Terhadap


Hubungan Sosial Masyarakat

17
18

Umar Shihab, Op.Cit., hlm.,44.


Ibid., hlm.,45.

Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam


yang banyak memberikan petunjuk-petunjuk,
arahan

dan

anjuran-anjuran,

serta

kebijaksanaan-kebijaksanaan Nabi Muhammad


saw (sebagai utusan Allah) yang bersumber
dari wahyu Allah, telah mampu mengubah segisegi negatif yang terdapat pada adat-istiadat
masyarakat jahiliyah dalam waktu yang sangat
singkat.

Sehingga

pada

akhirnya

generasi

mereka itu berubah (menuju kepada hal yang


lebih baik) dan dinilai sebagai generasi yang
paling baik.
Perubahan-perubahan

tersebut

dapat

terlaksana disebabkan oleh pemahaman dan


penghayatan mereka terhadap Al-Quran, serta
kemampuannya
menyesuaikan

memanfaatkan
diri

dengan

dan

hukum-hukum

sejarah dan masyarakat, yang keduanya (nilainilai dan hukum masyarakat) dijelaskan secara
gamblang dalam Al-Quran.
Kemudian untuk mengetahui nilai-nilai
dan

hukum-hukum

masyarakat

yang

terkandung

di

dalam

Al-Quran

tersebut

diperlukan adanya pendidikan Qurani, yakni


pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai
dan

kandungan

al-Quran.

Karena

hanya

melalui pendidikan Qurani-lah manusia dapat


mengetahui,

memahami,

mengamalkan

nilai-nilai

menghayati
dan

ajaran

dan

agama

Islam dengan baik dan benar. Sesuai dengan


yang

telah

di

ajarkan

oleh

Allah

melalui

Rasulnya.
Oleh

karena

hal

tersebut,

maka

pendidikan Qurani menjadi sangat penting


untuk diberikan kepada peserta didik. Karena
dengan

diberikannya

pendidikan

Qurani,

peserta didik akan dapat mengetahui nilai-nilai


dan kandungan al-Quran yang terkait dengan
kehidupan

manusia,

baik

ketika

di

dunia

maupun ketika di akhirat kelak. Dengan begitu,


peserta

didik

mengamalkan

tersebut
nilai-nilai

akan

dapat

Qurani

yang

terkandung dalam al-Quran. Hal itu akan dapat


dicapai dan diwujudkan dengan menggunakan

metode-metode Qurani yang telah disebutkan


di atas.
Hanya

dengan

pendidikan

Qurani-lah

manusia akan dapat malaksanakan hak dan


kewajibannya sebagai makhluk Allah. Dan juga
dapat mengetahui dan berupaya agar bisa
membawa bekal untuk kehidupan di akhirat
kelak. Itulah gambaran dari urgensi pendidikan
Qurani dalam kehidupan manusia. Dan pada
akhirnya

akan

melahirkan

dapat

mewujudkan

generasi-generasi

penerus

dan
yang

sesuai dengan yang telah di gambarkan oleh AlQuran dan sesuai dengan yang diharapkan
oleh kebanyakan manusia. Inilah letak tujuan
akhir dari adanya proses pendidikan.
E. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas, dapat kami
ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendidikan Qurani merupakan pendidikan
yang di dalamnya diajarkan nilai-nilai yang
terkandung dalam al-Quran (baik berupa
nilai akidah, moral, akhlaq, muamalah dan

lain sebaginya), yang mana hal itu bertujuan


agar peserta didik dapat berprilaku dan
berbuat dalam melakukan segala hal dalam
kehidupannya

sesuai

dengan

nilai-nilai

tersebut.
2. Di dalam al-Quran banyak terdapat ayatayat

yang

menjelaskan

tentang

prinsip,

hukum dan etika hubungan bermasyarakat.


Maka ia memang sangat pantas untuk di
jadikan

pedoman

atau

patokan

dalam

hubungan sosial kemasyarakatan.


3. Etika-etika tersebut akan dapat membentuk
hukum-hukum kemasyarakatan yang berlaku
dalam suatu masyarakat. Dan salah satu
hukum kemasyarakatan yang di gambarkan
oleh

Al-Quran

adalah

hukum

tentang

terjadinya perubahan (perubahan dalam arti


sikap dan mental), baik berubah dalam arti
sebagian atau dalam seluruh aspek dan teori
bermasyarakat, yang dalam hal ini harus di
mulai dari diri sendiri.

4. Peran atau implikasi dari adanya pendidikan


Qurani adalah sebagai bekal dan acuan
untuk bisa mewujudkan masyarakat yang
berprilaku

sesuai

dengan

nilai-nilai

dan

ajaran al-Quran, sesuai dengan peran alQuran, ialah sebagai cahaya atau petunjuk
bagi

manusia

dan

juga

sebagai

kitab

pedidikan (kitab yang menjelaskan tentang


nilai-nilai,
pendidikan).

komponen

dan

tujuan

DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimi,
Abdul
Hamid.
Mendidik
Rasulullah. Jakarta: Pustaka Azzam. 2001.

Ala

Al-Maraghi,
Musthafa.
Tafsir
Al-Magharawi.
Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1986.
Anwar, Abu, Ulumul Quran, Pekan Baru : Amzah,
2002
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoretis
dan
Praktis
Berdasarkan
Pendekatan
Interdisipliner, Jakarta, PT. Bumi Aksara. 2003,

Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan


Bandung, Bumi Aksara. 2003,

Islam,

Baiquni,
Achmad,
Al-Quran
dan
Ilmu
Pengetahuan Kealaman, Jakarta : PT. Dana Bhakti
Prima Yasa, 1996
HAMKA. Tafsir Al-Azahar. Jakarta: Pustaka Panji
Mas, 1984.
Irawan, Suciati Prasetya, Teori Belajar dan
Motivasi, Jakarta, PAU-PPAI,Universitas Terbuka.
2001.
Majid, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT.
Kencana 2006,
Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan
Islam. Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan,
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Nawawi, Rifat Syauqi, Pengantar Ilmu Tafsir,
Ciputat : PT. Bulan Bintang, 1985.
Raharjo, Dawam. Ensklopedi Al-Quran (cet.ke-II).
Paramadina: Jakarta Selatan. 2002.
Rahman,
Afzalur.
Al-Quran
Sumber
Ilmu
Pengetahuan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1999.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT
Kalam Mulia, 2006,

Rosyadi, Khoiron. Pendidikan Profetik. Pustaka


Pelajar: Yogyakarta. 2004.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al- Misbah: Pesan,
Kesan dan Keserasian al-Quran, Jakarta, Lentera
Hati. 2003,
------------------------, Membumikan Al-Quran. Mizan:
Bandung. 1994.
Shihab,
Umar.
Kontekstualitas
Penamadani: Jakarta. 2003.

Al-Quran.

Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam; Integrasi


Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan
Manusia, Bandung, Rosdakarya. 2006,
------------------------,
Ilmu
Pendidikan
Dalam
Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2004,
Yunus, Mahmud. Tafsir Quran Karim (cet.ke-72).
PT.Hidakarya Agung: Jakarta. 2002.
Yusuf, A. Muri, Pengantar
Jakarta, Balai Aksara. 1986,

Ilmu

Pendidikan,

Zainuddin dkk, Seluk Bebeluk Pendidikan AlGhazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991,

DAFTAR ISI
Teori Pendidikan dalam al-Quran
1
Pendidikan Profetis menurut al-Quran
17
Pendidik dalam al-Quran
28
Peserta Didik dalam al-Quran
44

Metode Pendidikan dalam al-Quran


57
Implementasi al-Quran sebagai Sumber Ilmu
Pengetahuan

65

Pendidikan Qurani dan Implikasinya terhadap


Dinamika Sosial Masyarakat
79
Daftar Pustaka

95
DIKTAT

TAFSIR TARBAWI

OLEH:
A. RAFIQ ZAINUL MUNIM

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NURUL JADID
PAITON PROBOLINGGO
2008

Anda mungkin juga menyukai