PENGEMBANGAN DIMENSI HAKIKAT MANUSIA Manusia merupakan bidang kajian filsafat antropologi. Manusia membutuhkanpendidikan. Pendidikan mempunyai landasan dan tujuan yang bersifat filososfis normatif. Filosofis yaitu mendapatkan landasan yang kukuh dengan kajian yang mendasar, sistematis, dan unversal tentang ciri hakiki manusia. Normatif yaitu pendidikan melmiliki tugas untuk menumbuh kembangkan sifat hakikat manusia sebagai sesuatu yang bernilai luhur. 1. Pengertian sifat hakikat manusia Sifat hakikat manusia dicirikan dengan ciri-ciri karakteristik secara prinsipil membedakan manusia dengan hewan. Walaupun secara biologis manusia sama dengan hewan. Menurut Socrates manusia dikatakan sebagai ZOON POLITICON yang memiliki arti yaitu hewan yang bermasyarakat. Sedangkan menurut Max Scheller manusia diibaratkan sebagai hewan yang sakit karena selalu gelisah dan bermasalah atau disebut DAS KARKE TIER. 2. Wujud sifat hakikat manusia A. Kemampuan Menyadari Diri B. Kemampuan bereksistensi C. Kata hati D. Moral E. Tanggung jawab F. Rasa kebebasan G. Kewajiban dan Hak H. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan Berkat kemampuan menyadari diri, manusia dapat mengakui dirinya berbeda dari hewan dan dirinya sendiri. Terkadang manusia dapat membuat distinasi dengan lingkungannya dan pribadi- pribadi lainnya. Menurut Drijarkara, kemampuan menyadari diri atau kemampuan mengaku merupakan kemampuan mengeksploitasi potensi-potensi yang ada pada aku dan memahami potens-potensi tersebut sebagai kekuatan yang dapat dikembangkan, senghingga dapat berkembang ke arah kesempurnaan diri. Kemampuan bereksistensi dapat menyebabkan manusia menerobos ruang dan waktu. Sehingga manusia berbeda dengan hewan karena mengerti masa lampau, saat ini, dan esok. Kemampuan bereksistensi diri dapat dibina pada pendidikan melalui pengalaman sehingga dapat mengantisipasi keadaan yang sama, melihat prospek masa depan, serta mengembangkan daya imajinasi sejak masa kanak-kanak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia adalah menejer dan objek selain manusia adalah onderdil Kata hati merupakan kemampuan membuat keputusan baik dan buruk, salah dan benar bagi manusia. Hal ini berkaitan dengan moral atau perbuatan. Untuk mengubah kata hati yang tumpul disebut dengan pendidikan kata hati (gewetan forming) melalui melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosional. Moral sering disebut dengan etika atau perbuatan. Kemauan merupakan jembatan antara moral dan kata hati. Sehingga manusia dapat melakukan perbuatan sesuaia dengan kata hatinya karena ia memiliki kemauan. Tanggung jawab adalalah menanggung segala akibat dari perbuatan yang menuntut jawab. Jenis tanggung jawab ada 3, yaitu: Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri : Tanggung jawab atas dirinya sendiri dilakukan atas tuntutan kata hati karena telah menyesalli perbuatannya. Tanggung jawab terhadap masyarakat : Tanggung jawab terhadap masyarakat dilakukan atas tuntutan norma sosial yang berlaku, karena telah mendapatkan sanksi dan cemoohan dari masyarakat itu sendiri. Tanggung awab terhadap tuhan : Tanggung jawab terhadap tuhan dilakukan atas tuntutan norma agama karena telah melakukan perbuatan dosa Kaitan antara kata hati, moral, dan tanggung jawab: Kata hati merupakan pedoman untuk melakukan perbuatan Moral merupakan perbuatan yang dilakukan Tanggung jawab adlah konsekuensi dari perbuatan yang salah Rasa kebebasan berkaitan dengan merdeka. Merdeka merupakan perasaan bebas batin manusia sesuai dengan kodrat manusia. Kodrat manusia dapat diartikan sebagai perbuatan. Agar dapat menjalani hidup dengan nyaman dan merasa bebas makamanusia perlu menginternalisasikan nilai-nilai dan aturan-aturan di dalam dirinya sendiri sehingga dirasakan sebagai miliknya. Dengan demikian, nila-nilai dan aturan-aturan tersebut tidak lagi merupakan beban berat yang merintangi manusia dalam gerak hidupnya. Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk social. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut. Sebaliknya kewajiban ada karena ada pihak lain yang harus di penuhi haknya Dalam realitas hidup sehari-hari, umumnya hak di asosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban di pandang sebagai sesuatu beban.tapi sebenarnya kewajiban adalah suatu keniscayaan, yang artinya selama seseorang menyebut dirinya manusia dan mau dipandang sebagai manusia, maka kewajiban itu menjadi keniscayaan baginya. Dengan kata lain melaksanakan kewajiban itu adalah suatu keluhuran. Adanya keluhuran dari melaksanakan kewajiban itu menjadi lebih jelas lagi apabila di pertentangkan dengan situasi yang sebaliknya, yaitu mengingkari janji, melalaikan tugas, mengambil hak orang lain dan sejenisnya Sudah barang tentu realisasi hak dan kewajiban dalam prakteknya bersifat relative, disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Sebab tak ada kewajiban untuk melaksanakan hal yang mustahil. Hak yang secara asasi dimiliki oleh semua insan serta sesuai dengan tuntutan kodrat manusia disebut hak asasi manusia.Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban bertalian erat dengan soal keadilan. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa keadilan terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban. Karena pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban dibatasi oleh situasi dan kondisi, yang berarti tidak seluruh hak dan kewajiban dapat sepenuhnya dilakukan, maka hak asasi manusia harus diartikan sebagai cita-cita, aspirasi-aspirasi atau harapan-harapan yang berfungsi untuk member arah pada segenap usaha menciptakan keadilan Usaha menumbuhkembangkan rasa wajib sehingga dihayati sebagai suatu keniscayaan dapat ditempuh melalui pendidikan disiplin.disiplin diri menurut Selo Soemardjan meliputi empat aspek, yaitu: Disiplin rasional, yang bila terjadi pelanggaran menimbulkan rasa salah. Disiplin social, yang bila dilanggar menimbulkan rasa malu. Disiplin afektif, yang bila dilanggar menimbulkan rasa gelisah. Disiplin agama, yang bila dilanggar menimbulkan rasa berdosa. Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Penghayatan hidup yang disebut kebahagiaan ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tapi tidak sulit untuk dirasakan. Sebagian orang mungkin menganggap bahwa seseorang yang sedangn mengalami rasa senang atau gembira itulah yang sedang mengalami kebahagiaan. Peliknya persoalan mungkin juga disebabkan oleh karena kebahagiaan itu lebih dapat dirasakan daripada dipikirkan. Pada saat orang menghayati kebahagiaan, aspek rasa lebih berperan daripada nalar. Oleh karena itu dikatakan bahwa kebahagiaan itu bersifat irasional. Tapi bukan berarti akal pikiran juga tidak ikut berperan. Karena orang yang sedang terganggu pikiran atau tidak beres kesadarannya tidak akan sanggup menghayati kebahagiaan. Sebuah kesimpulan yang dapat ditarik dari dari apa yang telah dipaparkan tentang kebahagiaan adalah bahwa kebahagiaan itu rupanya tidak terletak pada keadaannya sendiri secara factual ataupun pada rangkaian prosesnya, maupun pada perasaan yang diakibatkannya tetapi terletak pada kesanggupan menghayati semua itu dengan keheningan jiwa, dan mendudukkan hal-hal tersebut di dalam ikatan tiga hal, yaitu: usaha, norma-norma dan takdir. Usaha adalah perjuangan yang terus menerus untuk mengatasi masalah hidup.masalah hidup adalah sesuatu yang realistis, objektif, bukan sesuatu yang dibust-buat.dan dalam melakukan usaha tersebut harus bertumpu pada norma-norma/ kaidah-kaidah. Takdir merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dalam proses terjadinya kebahagiaan. Komponen takdir ini erat bertalian dengan komponen usaha. Ada pepatah yang mengatakan manusia berusaha, Tuhan menyudahi, harus diartikan bahwa istilah takdir baru boleh disebut sesudah orang melaksanakan usaha sampai batas kemampuan, kemudian hasilnya sepadan atau tidak dengan yang diinginkan diterima dengan pasrah sert penuh rasa syukur. Akhirnya, dapat disimpulakan bahwa kebahagiaan itu dapat diusahakan peningkatannya. Ada dua hal yang dapat dikembangkan, yaitu: kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati hasil usaha dalam kaitannya dengan takdir. Dengan demikian pendidikan mempunyai peran penting sebagai wahana untuk mencapaikebahagiaan, utamanya pendidikan keagamaan. Manusia adalah makhluk yang serba terhubung, dengan masyarakat, lingkungannya, diri sendiri, dan Tuhan. Beerling mengemukakan sinyalemen Heinemann bahwa pada abad ke- 20 manusia mengalami krisis total. Dimana manusia mengalami krisis hubungan dengan masyarakat, lingkungannya, dirinya sendiri , dan dengan Tuhan tidak ada kemesraan hubungan dengan apa atau siapa ia berhubungan. Inilah bencana yang melanda manusia sehingga manusia jauh dari kebahagian.kebahagiaan hanya dapat dicapai apabila manusia meningkatkan kualitas hubungannya sebagai makhluk yang memiliki kondisi serba terhubung dan dengan memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Kelebihannya ditingkatkan dan kekurangannya diperbaiki Manusia yang menghayati kebahagiaan adalah pribadi manusia yang menghayati segenap keadaan dan kemampuannya. Manusia menghayati kebahagiaan apabila jiwanya bersih dan stabil, jujur, bertanggung jawab, mempunyaipandangan hidup dan keyakinan hidup yang kukuh dan bertekad untuk merealisasikan dengan cara yang realistis, demikian pandangan Max Scheler Disamping itu, kepribadian harus serasi dan brimbang. Antara segenap aspek kepribadian terhadap perimbangan yang selaras. Begitu juga antara kemampuan rohani dan jasmani, antara cipta, rasa dan karsa, antara cita-cita dengan kemampuan mencapainya, antara kemampuan berikhtiar dengan kesediaan menerima hasilnya. Jiwa yang bersih dan stabil dan kepribadian yang selaras membuka kemungkinan bagi terciptanya suasana hidup penuh kedamaian. Pendidikan dapat dimanipulasikan untuk membina terbentuknya kepribadian yang demikian 1. Dimensi keindividualan 2. Dimensi kesosialan 3. Dimensi kesusilaan 4. Dimensi Keberagamaan Individual dapat diartika sebagai sendiri atau seseorang. Setiap individu yang dilahirkan, pasti berbeda dengan yang lainya. Tidak akan ada yang memiliki kemiripan yang identik. Bahkan untuk bayi yang kembar identik pun tetap memiliki perbedaan. Perbedaan yang dimiliki oleh seseorang dengan orang lainya sangat beragam. Misalnya: dari kelakuan dan sifat yang dimilikinya. Karena setiap manusia memiliki sifat yang individualitas mereka memiliki kehendak perasaan, cita-cita, prestasi dan semangat yang berbeda-beda. Kesosialan merupakan cara mnusia untuk melakukan komunikasi terhadap lingkungan yang berada di sekitarnya. Dalah bersosialisasi terhadap lingkungannya, manusia melakukan hal yang berbeda-beda. Manusia yang dilahirkan pasti sudah berkomunikasi dengan ibu kandungnya masing-masing. Ketika ibunya berbicara kepadanya, maka anaknya akan menjawab dengan senyuman Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu makapengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket.Persoaalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah mahluk susila. Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah mahluk yanglemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi kesalamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertical manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya memberikan pengetahuan tentang agama, jadi segi-segi afektif harus di utamakan. Di samping itumengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat perhatian. Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia, tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau aktualisasi. Dari kondisi potensi menjadi wujud aktualisasi terdapat rentang proses yang mengandung pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya. Setiap manusia lahir dikaruniai naluri yaitu dorongan-dorongan yang alami (dorongan makan, mempertahankan diri dan lain-lain). Jika seandainya manusia dapat hidup hanya dengan naluri maka tidak ada bedanya ia dengan hewan. Hanya melalui pendidikan status hewani itu dapat diubah ke arah status manusiawi. Meskipun pendidikan itu hanya dasarnya baik tetapi dalam pelaksanaannya mungkin saja bisa terjadi kesalahan-kesalahan yang lazimnya disebut salah didik. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu : 1. Pengembangan yang utuh Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikatnya manusia ditentukan oleh dua factor, yaitu kualitas dimensi hakikat itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Namun sebenarnya kualitas dari akhir pendidikan sebenarnya harus dipulangkan kembali kepada peserta didik itu sendiri sebagai subjek sasaran pendidikan. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup menghantar subjek menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota masyarakat. Pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu : wujud dimensi dan arahnya. Dari Wujud Dimensinya Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensikeindividulan,sosialan, kesusilaan dan keberagaman, antara aspek kognitif , efektif dan psikomotor. Pengembangan aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan baik tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya. Pengembangan domain kognitif, afektif, dan psikomotor dikatakan utuh jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang. Dari Arah Pengembangannya Ketuhan hakikat pengembangan dimensi hakikat manusia dapat dirahkan kepada pengemban dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan secara terpadu. Keempat dimensi tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras. Perkembangan dimaksud mencakup yang bersifat horizontal (yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertikal (yang menciptakan martabat manusia). Dengan demikian secara totalitas membentuk manusia yang utuh. Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi didalam proses pengembangan jika ada unsure dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi pengembangan dimensi individualan ataupun domain efektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif.